• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa self esteem memiliki hubungan dengan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo. Adapun nilai korelasinya (r) sebesar 0,18 dengan p=0,01. Nilai r yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan self esteem dan life satisfaction adalah positif, yang berarti semakin tinggi self esteem yang dimiliki maka semakin tinggi pula life satisfaction yang dimiliki,begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Saampet Mahanty dkk (2013) yang menyatakan adanya hubungan antara self esteem dan life satisfaction. Begitu juga dengan hasil penelitian Borzogpour (2013). Namun yang membedakan adalah Saampet Mahanty dkk (2013) dan Borzogpour (2013) menyatakan adanya hubungan significant antara self esteem dan life satisfaction,sementara pada penelitian ini memiliki hubungan yang lemah yaitu dengan nilai r sebesar 0,18. Hasil penelitian ini salah satunya terjadi karena dan budaya dan tabiat (kepribadian) yang melekat pada penyintas yang bersuku Karo.

Suku Karo memiliki falsafah mehamat man anak beru,metami man anak beru dan metenget man senina. imana orang Karo memiliki kedudukan peran sebagai kalimbubu yang di hormati, sebagai senina yang di pedulikan dan sebagai anak beru yang disayangi, sehingga penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo masih memiliki penghargaan

dan pengakuan yang kuat dari orang-orang di sekitarnya. Pada masyarakat Karo sendiri,salah satu kesuksesan itu berarti dapat menjalankan adat dan budaya yang di anutnya. Seperti pepatah Karo mengatakan lebih hina tidak berbudaya daripada tidak beragama. (Brahmana, 2009). Masyararakat suku Karo pada hidupnya mengutamakan kekelengen atau kasih sayang (Ginting, 2016). Bisa menjalankan peran sebagai kalimbubu, senina,maupun anak beru merupakan salah kesuksesan bagi masyarakat suku Karo. Budaya merupakan salah merupakan salah satu evaluasi dari self esteem. Coopersmith mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi self esteem seseorang adalah Penghargaan dan penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan yaitu self esteem dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting oleh yang bersangkutan. Selain itu masih eratnya ikatan persaudaraan masyarakat suku karo di dalam falsafah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada, memperlihatkan eratnya hubungan diantara masyarakat suku Karo.

Ras dan budaya juga mempengaruhi life satisfaction seseorang ( dienner,2013). Bagaimana seorang menjalan perannya di dalam masyarakat. Budaya Karo sendiri memiliki falsafah Keberhasilan seorang individu menjalankan peran-perannya dalam budaya mempengaruhi kepuasan hidup mereka. Pada masyarakat karo, kesuksesan menjalankan peran sebagai kalimbubu, anak beru, dan senina mempengaruhi tingkat life satisfaction pada masyarakat karo tersebut.

Bencana erupsi gunung Sinabung menyebabkan penyintas kehilangan rumah,pendapatan dan mengharuskan penyintas tinggal di posko pengungsian maupun tempat relokasi. Kejadian ini tentu berpengaruh terhadap self esteem penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo. Pengalaman yang dialami penyintas akibat bencana erupsi sinabung tentunya mempengaruhi self esteem dari penyintas bersuku Karo, dimana intrepretasi pengalaman yang dialami merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi self esteem seseorang (Coopersmith,1967).

Kelas sosial dan kesuksesan mempengaruhi self esteem seseorang dimana kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal (Coopersmith ,1967). Individu yang memiliki pekerjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang. Kehilangan tempat tinggal, pendapatan yang tidak menentu pasti mempengaruhi self esteem penyintas pengungsi erupsi gunung Sinabung.

Life satisfaction adalah status kerja, penghasilan dan pendapatan, konsep realitas peran dan usia (Dienner, 2013). Bencana erupsi gunung Sinabung menyebabkan status kerja, penghasilan dan pendapatan para penyintas menjadi tidak menentu. Hal ini di sebabkan akibat hilangnya lahan pertanian yang menjadi tempat mereka mencari nafkah sehari-hari.

Nilai korelasi hubungan antara self esteem dan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang memiliki nilai korelasi r= 0,18 menunjukkan adanya hubungan yang lemah antara self esteem dan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung. Pada masyarakat suku karo memiliki karakter memiliki karakter sopan, selalu menjaga nama baik keluarga dan harga diri,jujur dan memegang erat prosedur dan anceng cian cikurak maupun gengsian ( Tridah bangun,2006). Anceng, cian dan cikurak merupakan tabiat dan perilaku yang defensive yang dimiliki masyarakat suku karo. Tabiat anceng, cian,cikurak merupakan perilaku defensive dari luar diri seperti menyalahkan orang lain, membicarakan orang lain, sementara gengsian merupakan perilaku defensive susah mengakui kelemahan dan kegagalan diri. Coopersmith (1967) mengatakan defensef merupakan salah satu komponen pembentuk dari self esteem seseorang.Yaitu beberapa pengalaman dapat merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan penilaian diri yang negatif. Perilaku defensive yang dimiliki penyintas gunung erupsi Sinabung yang bersuku Karo menyebabkan lemahnya hubungan antara antara self esteem dan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung. Perilaku defensive menyebabkan, walau pun orang karo tidak puas dengan hidup mereka, namun perilaku defensef tersebut tetap memberikan evaluasi diri positif terhadap diri mereka.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 201 subjek penelitian,tidak ada yang memiliki self esteem yang rendah, 94 orang memiliki self esteem sedang dan 107 memiliki self esteem yang tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun terkena bencana erupsi gunung Sinabung, penyintas erupsi gunung Sinabung tetap memiliki self esteem yang relatif tinggi. Pada penyintas yang bersuku Karo bahwa faktor budaya, penerimaan dari orang-orang yang significant lebih dominan daripada faktor kelas kesuksesan seperti pendapatan,tempat tinggal. Hal ini dapat di lihat walau pun kehilangan tempat tinggal dan penghasilan yang tidak menentu akibat bencana erupsi gunung Sinabung, self esteem orang Karo relatif tinggi. Selain itu perilaku defensive pada orang Karo ikut menjadi komponen pemicu self esteem yang tinggi.

Sejalan dengan self esteemnya, penyintas bencana erupsi gunung Sinabung relatif memiliki life satisfaction kategori sedang ke tinggi. Hasil penelitian menunjukkan, ada 26 orang yang memiliki life satisfaction kategori rendah, 112 orang memiliki life satisfaction kategori sedang, dan 63 orang memiliki life satisfaction yang tinggi. penyintas yang bersuku Karo memiliki life satisfaction rata-rata di kategori sedang dan hanya 22 orang yang memilliki life satisfaction yang di kategori rendah. Ini menunjukkan faktor-faktor seperti penghasilan, status kerja, tempat tinggal, yang terganggu akibat bencana erupsi gunung Sinabung, tidak mempengaruhi secara significant, namun dapat di imbangi dengan faktor lainnya seperti kesehatan, realitas peran dan budaya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan saransaran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yangmungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data dan pembahasan sebelumnya di dapat kesimpulan sebagai berikut.

1. Adanya hubungan antara self esteem dan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo.

2. Self esteem dan life satisfaction pada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo memiliki hubungan yang lemah dengan arah hubungan yang positif.

B. SARAN

1. Saran metodologis

a. Untuk peneliti yang tertarik melakukan penelitian yang sama terutama pada masyarakat suku Karo, untuk membuat skala penelitian berbahasa Karo mau pun memiliki kemampuan berbahasa Karo untuk mempermudah penelitian.

2. Saran Praktis

a. Kepada penyintas bencana erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo, menjaga dan memperkuat kebudayaan berazaskan rakut sitelu.

b. Kepada Pemerintah kabupaten karo, memperhatikan dan memenuhi hak-hak dari penyintas bencana erupsi gunung Sinabung.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. LIFE SATISFACTION 1. Definisi Life Satisfaction

Life satisfaction merupakan komponen kognitif dalam subjective well being (Andrew & Withey dalam Diener, 2009). Menurut Alston & Dudley (dalam Hurlock, 1980), life satisfaction itu merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

Menurut pendekatan quality of life, life satisfaction mengacu pada evaluasi subjektif mengenai seberapa banyak kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang kita punya telah terpenuhi dalam kehidupan. Dengan demikian, kesenjangan ang dirasakan antara apa yang kita miliki dan apa yang kita inginkan menjadi penentu tingkat life satisfaction atau ketidakpuasan seseorang.

Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan,pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa life satisfaction adalah penilaian kognitif individu mengenai baik atau pun memuaskannya hidupnya sesuai dengan yang di inginkan individu baik seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.

2. Aspek Life Satisfaction

Diener dan Biswas-Diener (2008) di dalam jurnal yang berjudul Subjective Well Being: Three Decades of Progress (1999) mengatakan aspek dari life satisfaction.

a. Keinginan untuk mengubah kehidupan

Keinginan seseorang untuk mengubah kehidupannya merupakan aspek yang mempengaruhi life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “ In most ways my life is close to my ideal. “

b. Kepuasaan terhadap hidup saat ini

Kepuasan hidup dalam kondisi dan keadaan yang dialami saat ini merupakan aspek life satisfaction (Diener, 1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “The conditions of my life are excellent. “

c. Life satisfaction di masa lalu

Kepuasan hidup di masa lalu yang dihadapi individu merupakan salah satu aspek life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “I am satisfied with my life.”

d. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan

Kepuasan akan yang terjadi dimasa depan merupakan salah satu aspek dari life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item skala yang disusun oleh Diener yaitu “So far I have gotten the important things I want in life.”

e. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

a. Penilaian orang lain tentang seorang individu terhadap seseorang merupakan aspek dari life satisfaction (Diener,1999). Dimensi ini terkandung dalam item

skala yang disusun oleh Diener yaitu “If I could live my life over, I would change almost nothing.”

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Life satisfaction

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Life satisfaction seseorang yang juga terkait dengan kebahagiaan individu. Yaitu :

a. Kesehatan

Individu yang memiliki kesehatan yang baik memiliki kebahagiaan yang lebih baik daripada individu yang sering mengalami masalah kesehatan. Diener mengatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kebahagiaan adalah penilaian subjektif individu mengenai kesehatannya dan bukan atas penilaian objektif yang didasarkan pada analisa medis (Diener,2008).

b. Realisme dari Konsep Peran

Semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dihubungkan dengan prestise, maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan (Hurlock, 1980).

c. Status Kerja

Argyle (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa individu dengan status bekerja lebih bahagia daripada individu yang tidak bekerja dan begitu juga dengan individu yang profesional dan terampil tampak lebih bahagia daripada individu yang tidak terampil. Wright (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa individu yang bekerja dengan menerima upah lebih bahagia daripada individu bekerja yang tidak menerima upah. Diener et al. (2008). Kepuasan kerja dari individu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaji, penyeliaan, rekan sejawat dan kondisi yang menunjang (Munandar,2001).

d. Penghasilan dan Pendapatan

Penghasilan berhubungan life satisfaction berkaitan dengan kepuasan finansial (Diener & Oishi dalam Eid & Larsen, 2008). Diener dan Seligman mengatakan bahwa penghasilan mempunyai hubungan yang lemah dengan kebahagiaan. Dalam hal ini, kemiskinan dilaporkan dapat menyebabkan individu tidak bahagia, namun kekayaan juga dikatakan tidak selamanya menyebabkan individu bahagia (Weiten & Llyod,2006).

e. Usia

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bradburn dan Caplovitz (dalam Diener, 2009) menemukan bahwa individu usia muda lebih bahagia daripada individu yang berusia lanjut. Akan tetapi, sejumlah tokoh mengadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan dua hal, ada penelitian yang menunjukkan tidak ada efek usia terhadap kebahagiaan tetapi ada juga penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara usia dengan life satisfaction (Diener,2009).

f. Agama/Kepercayaan

Agama merupakan salah satu faktor Life satisfaction. Agama menyediakan manfaat bagi kehidupan sosial dan psikologis individu sehingga akhirnya meningkatkan life satisfaction. Agama dapat menyediakan perasaan bermakna dalam kehidupan setiap hari terutama saat masa krisis. Selain itu, juga menyediakan identitas kolektif dan jaringan sosial dari sekumpulan individu yang memiliki kesamaan sikap dan nilai. (Diener , 2009).

Kepribadian merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap subjektive well-being, Life satisaction merupakan aspek kognitif dari subjective well-being. Salah satu variabel yang menunjukkan kekonsistennya adalah diantaranya self esteem (Tatartiewiz dalam dienner 1984).

Cambell (dalam Dienner,1984) menunjukkan kepuasan diri merupakan faktor yang merupakan faktor kepuasan hidup. Namun self esteem ini juga akan menurun selama masa ketidakbahagiaan ( Laxeruj dalam Dienner,1984)

h. Hubungan sosial

Hubungan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap life satisfaction. Individu yang memiliki kedekatan dengan orang lain, memiliki teman dan keluarga yang supportif cenderung puas akan seluruh kehidupannya. Sebaliknya, kehilangan orang yang disayangi akan menyebabkan individu menjadi tidak puas akan hidupnya dan individu tersebut memerlukan waktu untuk kembali menilai kehidupannya secara positif (Diener, 2009).

i. Peristiwa hidup

Peristiwa hidup berhubungan dengan afek positif dari peristiwa hidup yang positif maupun negatif. Penelitian menemukan bahwa peristiwa hidup yang dijalani akan berdampak pada dirinya dan peristiwa tersebut akan berpengaruh pada subjective well-being individu tersebut (Gutsman,dalam Dienner 2009)

j. Ras dan budaya

Ras dan budaya mempunyai hubungan yang signifikan dengan life satisfaction individu (Diener,2009). Seperti pada budaya individualis kebebasan dan kemerdekaan individu berpengaruh penting pada life satisfaction individu, sementara pada budaya yang kolektivis penerimaan terhadap diri mereka menjadi relevan sesuai dengan aturan budaya yang mereka miliki. (Ulrick, Simack 2003).

B. SELF ESTEEM 1. Definisi Self Esteem

Self esteem merupakan evaluasi diri sendiri mengenai tinggi rendahnya penghargaan diri mereka.Individu yang memiliki self esteem yang tinggi akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self esteem merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga.

Frey dan Carlock (1987) mendefinisikan self esteem adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang. Sementara itu Gecas dan Robert (dalam Hurlock, 2007). Mendefinisikan self esteem sebagai evaluasi positif tentang dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, self esteem adalah evaluasi individu terhadap diri sendiri baik negatif mau pun positif mengenai kemampuampuan,perasaan penting dan mampu yang berpengaruh pada perilaku seseorang. Di mana orang yang memiliki evaluasi individu yang positif akan menerima dirinya apa adanya.

2. Aspek-aspek Self Esteem

Menurut Morris Rosenberg (1965) aspek-aspek yang terkandung dalam self esteem ada tiga yaitu:

a. Kekuatan sosial dan budaya

Self esteem merupakan pemahaman sebagai fenomena suatu sikap diciptakan dengan kekuatan sosial dan budaya.

b. Refleksitas diri

Study mengenai self-esteem dihadapkan pada masalah-masalah tersendiri. Salah satunya yaitu refleksitas diri, yang mengandung arti bahwa evaluasi diri lebih kompleks daripada evaluasi objek-objek eksternal lain karena self terlibat dalam mengevaluasi self itu sendiri.

c. Keberhargaan diri

Self-esteem merupakan sikap yang menyangkut keberhargaan individu sebagai seseorang yang dilihat sebagai sebuah variabel yang sangat penting dalam tingkah laku karena self-esteem itu sendiri bekerja untuk atau melawan kita dalam situasi tertentu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Esteem

Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi self esteem: a. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan

Self esteem seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang (Coopersmith,1967).

b. Kelas Sosial dan Kesuksesan

Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekerjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.

c. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman

Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi self esteem secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh individu.

d. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi

Individu dapat meminimalisasi ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.

e. Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar kepada sesorang melalui hubungan baik antara sesama sehingga menumbuhkan rasam aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Yusuf, 2000).

f. Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali dan Asrori, 2004).

4. Pembagian self esteem

Coopersmith (1967) membagi kepercayaan diri menjadi dua yaitu : a. Self esteem Tinggi

1) Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain; 2) Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat

3) Menyukai tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di luar rencana;

4) Berhasil atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpreskan dirinyan dengan baik;

5) Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya;

6) Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis; dan

7) Lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

b. Self esteem Rendah

1) Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai, sehingga takut gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali menyebabkan individu yang memiliki self esteem yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas akan dirinya;

2) Sulit mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang lain;

3) Tidak menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya; 4) Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang

berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik;

5) Menganggap diri kurang sempurna dan segala sesuatu yang dikerjakannya akan selalu mendapat haslil yang buruk, walaupun dia telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan dalam dirinya;

6) Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang realisitis; dan

7) Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.

5. Sumber Pembentuk Self Esteem

Menurut Coopersmith (1967), ada empat komponen yang menjadi sumber dalam pembentukan Self esteem individu. Keempat komponen itu adalah keberhasilan (successes), nilai-nilai (value), aspirasi-aspirasi (aspirations), dan pendekatan dalam merespon penurunan penilaian terhadap diri (defences).

a. Kesuksesan

Beberapa individu memaknakan keberhasilan dalam bentuk kepuasan spiritual, dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk popularitas. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan. Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen, dan kemandirian.

Terdapat empat tipe pengalaman berbeda yang mencoba mendefinisikan tentang keberhasilan. Setiap hal tersebut memberikan kriteria untuk mendefinisikan keberhasilan itu adalah area power, area Significance, area Competence dan area virtue.

b. Nilai-nilai

Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil. Individu akan memberikan pembobotan yang lebih besar pada area-area dimana mereka berhasil dengan baik, dari pembobotan tersebut akan menimbulkan konsekuensi meningkatkan dan membentuk self esteem yang tinggi

Dokumen terkait