• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.8 PEMBAHASAN UMUM

 

Dari Tabel 9 diketahui bahwa seluruh responden yang berjumlah 112 orang merupakan konsumen minuman sari buah kemasan siap minum komersial yang mengkonsumsi minuman sari buah kemasan siap minum minimal satu kali setiap minggunya, bahkan sebanyak 9.83% dari total responden mengkonsumsi lima sampai tujuh kali dalam setiap minggunya. Survei dari Frontier Consulting Group Research pada awal Tahun 2012 menunjukkan bahwa penetrasi minuman sari buah kemasan siap minum ke konsumen di kota-kota besar yaitu Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya sebesar 80.9%. Jumlah tersebut berarti bahwa sebanyak delapan dari sepuluh orang yang disurvei mengkonsumsi minuman sari buah kemasan siap minum dengan rutin setiap bulannya. Sebanyak 59 orang responden mengkonsumsi minuman sari buah kemasan siap minum karena alasan kesegaran yang diperoleh setelah pengkonsumsian.

Pengetahuan konsumen mengenai produk pangan seperti sari buah utamanya bersumber dari label produk tersebut. Fungsi label pangan ini adalah sebagai sumber informasi dari produsen ke konsumen, mengikat transaksi (jadi apabila ada yang tidak sesuai dengan yang dicantumkan, produsennya dapat dituntut), serta sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan pilihan. Label minuman sari buah kemasan siap minum diperhatikan sebanyak 71.43% dari total responden. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen saat ini telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi akan informasi mengenai minuman sari buah kemasan siap minum yang diperoleh melalui pembacaan pada label produk.

Sebanyak 82.14% responden mengakui bahwa gambar buah pada kemasan sari buah kemasan siap minum menarik minat mereka untuk mengkonsumsinya. Di sisi lain, 78.57% responden ternyata tidak mengetahui adanya peraturan yang mengatur mengenai pelabelan pangan. Hal ini membuat transaksi dalam pangan pada umumnya dan minuman sari buah kemasan siap minum pada khususnya tidak dapat terikat. Konsumen tidak dapat menuntut karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peraturan pelabelan pangan.

Dalam penjelasan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa tingkat pengetahuan konsumen yang rendah mengakibatkan kedudukan pelaku usaha (produsen) menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui promosi. Pencantuman gambar buah pada jenis minuman sari buah dan minuman rasa buah merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan daya tarik konsumen untuk membeli produk minuman sari buah kemasan siap minum, meskipun tidak dibenarkan.

Tanggal kadaluarsa dan komposisi merupakan dua hal yang diperhatikan paling banyak oleh responden yaitu masing-masing 71.43% dan 58.03%. Sebanyak 58.93% responden berasumsi bahwa dengan meminum minuman sari buah akan memberikan efek kesehatan yang sama jika dibandingkan dengan mengkonsumsi buah asli. Artinya mereka beranggapan bahwa seluruh jenis minuman sari buah memiliki kandungan gizi yang sama dengan gizi yang terkandung oleh buah-buahan asli. Komposisi pada minuman sari buah kemasan siap minum pada umumnya berisi daftar bahan penyusun minuman tersebut seperti air, gula, dan kandungan sari buah. Sayangnya, tidak ada satu merek pun yang mencantumkan persentase kandungan sari buah yang dikandung secara jelas. Hal ini membuat konsumen tidak mengetahui secara pasti mengenai kandungan sari buah pada produk yang biasa mereka minum.

4.8 PEMBAHASAN UMUM

Sebaran rata-rata tingkat pemenuhan syarat unsur dan kelompok unsur secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10. Terlihat bahwa tingkat pemenuhan syarat unsur dari yang tertinggi ke

terendah yaitu unsur keterangan lain (99.41%), keterangan minimum label (94.70%), keterangan yang dilarang (90.68%), tulisan pada label (88.24%), dan teknis pencantuman label (66.18%). Sementara itu, rata-rata tingkat pemenuhan unsur atau kelompok unsur rata-rata label minuman sari buah kemasan siap minum yang diamati adalah 87.84%.

Tabel 10. Jumlah merek minuman sari buah kemasan siap minum yang memenuhi syarat unsur label

Kelompok unsur Jumlah unsur label Jumlah merek yang memenuhi syarat label (%) Keterangan minimum label 5 94.70

Tulisan pada label 1 88.24 Teknis pencantuman label 1 66.18 Keterangan yang dilarang

(tidak boleh dicantumkan) 6 90.68 Keterangan lain 10 99.41

Rata-rata 87.84 Jumlah unsur label yang dipenuhi oleh setiap merek minuman sari buah secara lengkap

dapat dilihat pada Lampiran 10. Sedangkan sebaran merek minuman sari buah kemasan siap minum berdasarkan pemenuhan syarat unsur label dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran merek minuman sari buah kemasan siap minum berdasarkan pemenuhan syarat unsur label ( total 68 merek)

Jumlah unsur yang dipenuhi Jumlah merek Presentase (%)

<18 0 0 18 1 1.47 19 2 2.94 20 5 7.35 21 14 20.59 22 36 52.94 23 10 14.70

Dapat diketahui bahwa umumnya merek yang diteliti memenuhi lebih dari 18 unsur. Sebanyak 10 unsur telah memenuhi selurut persyaratan pemenuhan unsur label atau kelompok unsur label. Kesepuluh merek tersebut adalah berri, calamansi, country choice, happy jus, nucleo, premium sunfresh, soursop, sunfresh, sunkist, dan yoa. Kesepuluh merek tersebut merupakan produk minuman sari buah produksi dalam negeri atau berkode pendaftaran MD. Sementara itu tidak ada satu pun merek berkode ML (produk luar negeri) dan P-IRT (produk industri rumah tangga) yang berhasil memenuhi seluruh persyaratan pemenuhan unsur atau kelompok unsur label. Sementara itu merek yang memiliki jumlah unsur yang terpenuhi paling sedikit adalah cooler yaitu sebanyak 18 unsur.

   

Gambar 4. Persentase rata-rata jumlah unsur yang dipenuhi oleh kelompok contoh berdasarkan jenis kode pendaftarannya (total 23 unsur)

Dari Gambar 4 terlihat bahwa memang produk-produk dengan kode pendaftaran MD (produk dalam negeri) rata-rata memenuhi jumlah unsur yang lebih banyak yaitu sebesar 96.39% (22.17 unsur). Sementara produk-produk dengan kode pendaftaran ML (produk luar negeri) rata-rata memenuhi 91.87% (21.13) jumlah unsur. Produk minuman sari buah produksi industri rumah tangga dengan kode pendaftaran P-IRT hanya memenuhi rata-rata 86.95% (20unsur). Contoh analisis label untuk setiap merek dengan kode pendaftaran MD, ML, dan P-IRT masing-masing dapat dilihat secara rinci pada Lampiran 11, Lampiran 12, dan Lampiran 13.

Keseluruh merek yang diteliti merupakan produk yang telah mendapatkan kode dan nomor pendaftaran pangan yaitu ML dan MD dari BPOM RI serta P-IRT dari Dinas Kesehatan setempat. Label yang akan beredar wajib dicantumkan saat pendaftaran dan permohonan dalam mendapatkan nomor pendaftaran pangan. Seharusnya, nomor pendaftaran hanya diberikan kepada produsen yang memproduksi produk dengan label yang telah memenuhi syarat label sesuai perundangan. Pada praktiknya, ternyata 85.29% merek minuman sari buah yang beredar di pasar swalayan kota Bogor masih belum memenuhi seluruh syarat pemenuhan unsur atau kelompok unsur label namun sudah mendapatkan nomor pendaftaran pangan.

Label pangan sebagai sumber informasi memiliki peranan sangat penting dalam perdagangan pangan. Tanggung jawab mengenai label pangan ini melibatkan konsumen, produsen, serta pemerintah. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa sebenarnya konsumen telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi akan informasi mengenai produk pangan yang akan mereka konsumsi melalui pembacaan label. Label minuman sari buah kemasan siap minum diperhatikan sebanyak 71.43% dari total 112 responden. Menurut Blanchfield (2000), mayoritas konsumen tidak mempunyai tuntutan khusus pada label pangan. Produsen bertanggung jawab dalam menentukan desain dan isi label sehingga label dapat memberikan informasi yang akurat kepada konsumen serta tidak luput dari kewajiban dan tanggung jawabnya dalam memenuhi peraturan pelabelan yang dietapkan pemerintah.

Pemerintah juga perlu meningkatkan sosialisasi label pangan terutama untuk ketentuan tulisan pada label dan keterangan minimum label. Pengawasan juga harus dilakukan terhadap label pangan yang telah beredar di pasaran. Pemberian sanksi yang tegas juga diperlukan kepada

96.39 91.87 86.95 82 84 86 88 90 92 94 96 98 MD ML PIRT Pe rsentase Peme nuhan (% ) Jenis kode pendaftaran

produsen yang masih memproduksi produk dengan label yang belum memenuhi ketentuan pemenuhan syarat label. Penerapan PP Nomor 69 Tahun 1999 sendiri belum berjalan efektif karena masih terdapat enam substansi label pangan yang perlu diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesehatan (Gunanta 2007). Sampai saat ini (tahun 2012) belum ada peraturan Menteri Kesehatan yang membahas keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut.

BPOM juga telah mengeluarkan Buku Pedoman Umum Pelabelan Pangan melalui Keputusan BPOM HK 00.05.52.4321 pada tahun 2003. Buku pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam rangka penilaian label produk pangan, kegiatan inspeksi label produk pangan, serta sebagai acuan pelaku usaha dalam merancang label produk pangan. Buku ini sendiri kurang disosialisasikan dan lebih banyak digunakan untuk kepentingan internal dalam melaksanakan pengawasan. Meskipun buku pedoman ini banyak menjelaskan beberapa substansi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999, buku pedoman ini bukan merupakan ketentuan lanjutan dari peraturan pemerintah tersebut yang memiliki kekuatan hukum mengikat karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tidak disebutkan peranan BPOM dalam pelaksanaaan peraturan tersebut (Gunanta 2007). Pelaksanaan pengawasan terhadap ketentuan tentang label dan iklan pangan berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1999 pasal 59 dilakukan oleh Menteri Kesehatan karena pada saat peraturan tersebut dibuat BPOM masih berada di bawah Departemen Kesehatan, sedangkan sekarang BPOM merupakan lembaga non departemen yang pertanggungjawabannya langsung kepada presiden. Oleh karena itu, revisi peraturan tersebut harus segera dilakukan agar pengawasan dapat dilakukan BPOM.

Perbedaan beberapa substansi antara Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 dan Buku Pedoman Umum Pelabelan Pangan yang dikeluarkan BPOM (2003) yaitu mengenai ketentuan tentang keterangan minimum label, ketentuan tentang keterangan minimal pada bagian utama label, dan ketentuan mengenai bahasa yang digunakan pada label. Terdapat pula beberapa substansi yang tidak dicantumkan secara rinci pada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 namun dijelaskan dengan lebih rinci pada Buku Pedoman Umum Pelabelan Pangan (BPOM) yaitu 1) unsur tulisan pada label, yang dicantumkan ukuran minimum tulisan, 2) unsur nama dan alamat produsen, yang dijelaskan secara lengkap tatacara pencantuman alamat, 3) unsur tanggal kadaluarsa, dicantumkannya jenis pangan yang tidak perlu mencantumkan tanggal kadaluarsa serta, 4) dicantumkan syarat-syarat pencantuman klaim pada label (Gunanta 2007).

Unsur keterangan minimum label yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 juga berbeda dengan peraturan lainnya. Gunanta (2007) membandingkan unsur keterangan minimum label yang diatur PP Nomor 69 Tahun 1999 dengan UU Nomor 7 Tahun 1996 pasal 30 ayat 2 dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 8 ayat 2. Perbedaan unsur keterangan minimum label tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Dapat terlihat bahwa unsur keterangan minimum label terbanyak adalah menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 yaitu sebanyak 8 buah, karena peraturan ini tidak hanya berlaku untuk produk pangan, namun produk pada umumnya. Sementara itu, dibandingkan dengan UU No 7 Tahun 1996 unsur minimum yang diatur oleh PP Nomor 69 Tahun 1999 juga memiliki perbedaan yaitu mengenai pencantuman keterangan halal pada label produk. Padahal, PP Nomor 69 Tahun 1999 dibuat sebagai pelaksanaan dari UU No 7 Tahun 1996 untuk mengatur tentang label dan iklan pangan. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 juga masih membingungkan. Banyak pasal-pasal yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut terkait pelaksanaannya. Kerancuan itu juga ditemui di pasal-pasal yang ada. Untuk keterangan minimum label misalnya, pada pasal 3 ayat 2 disebutkan ada lima unsur yang sekurang-kurangnya harus ada pada label , yaitu nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang

   

memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, dan tanggal-bulan-tahun kadaluarsa.Namun, di pasal 12 unsur yang dimaksud (ada pada label) ternyata hanya mensyaratkan tiga unsur yaitu nama produk, berat atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. Perbedaan dan kerancuan ini akan menyulitkan karena menimbulkan kebingungan bagi produsen dalam memilih pedoman dalam memproduksi label untuk produknya, sehingga memungkinkan produsen minuman sari buah kemasan siap minum mengikuti peraturan pelabelan yang berbeda.

Sebagai peraturan yang masih berlaku sampai saat ini, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 memiliki efektivitas penerapan yang belum efektif terkait pengaturan label produk pangan. Revisi peraturan tersebut sangat perlu dilakukan terkait dengan perkembangan variasi produk jenis pangan sehinggga membutuhkan pengaturan yang lebih rinci dan ketat agar konsumen dapat memperoleh keterangan yang sebenarnya. Pencantuman persentase kandungan sari buah yang dikandung oleh sari buah, minuman sari buah, dan minuman rasa buah juga harus dilakukan oleh produsen. BPOM dan Dinas Kesehatan seharusya memeriksa label produk suatu pangan dengan mengaitkan pemenuhan syarat ketentuan label pangan yang berlaku sebelum memberikan nomor pendaftaran pada produsen agar semua pangan yang beredar ke konsumen telah memiliki label yang benar.

Tabel 12. Perbedaan unsur keterangan minimum label

PP Nomor 69 Tahun 1999 UU Nomor 7 Tahun 1996 UU Nomor 8 Tahun 1999 Nama produk Nama produk Nama produk

Berat bersih Berat bersih Berat bersih Daftar bahan Daftar bahan Daftar bahan

Nama dan alamat produsen Nama dan alamat produsen Nama dan alamat produsen Tanggal kadaluarsa Tanggal kadaluarsa Tanggal kadaluarsa

Keterangan halal Tanggal pembuatan

Akibat samping

V. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait