• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1.1 mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 703 (65,1%), hal ini menunjukkan faktor manusia:pengemudi. Faktor manusia ini menyangkut masalah disiplin berlalulintas. Dianggap sebagai salah satu faktor utama yang menentukan Kecelakaan LaluLintas. Faktor manusia yang berada di belakang kemudi ini memegang peranan penting. Karakteristik pengemudi berkaitan dengan: keterampilan mengemudi gangguan kesehatan (mabuk, ngantuk, letih), SIM: tidak semua pengemudi memiliki SIM, maka tidak jarang alasan tilang berhubungan dengan ketidak- lengkapanadministrasi, termasuk izin mengemudi. Secara khusus faktor-faktor pengemudi yang pernah diteliti (antara lain oleh Boediharto dan kawan-kawan) adalah : Perilaku pengemudi : ngebut, tidak displin/melanggar rambu dan Kecakapan mengemudi : pengemudi baru / belum berpengalaman melalui jalan / rute, mengantuk pada waktu mengemudi, mabuk pada waktu mengemudi, umur pengemudi 20 tahun atau kurang, umur pengemudi 55 tahun atau lebih. Selain peran Polisi Lalulintas untuk penertiban pengemudi tanpa SIM, faktor kesadaran individu akan pentingnya keselamatan dalam berkendara sangatlah penting: pemakaian helm, sabuk pengaman, cara mengemudi yang baik dan benar (safety riding), mematuhi peraturan dan rambu lalulintas sangatlah penting untuk menghindari peningkatan angka kecelakaan lalulintas.

Berdasarkan umur mayoritas responden berumur 11-18 tahun (remaja) sebanyak 423 responden (39,2%), hal ini menunjukkan bahwa usia produktif yang belum matang dalam pemikiran, sering melanggar aturan ( masa pencarian identitas diri), sikap dari gaya hidup (life style) seseorang dalam kehidupan seharihari terbawa saat mengendara, menggunakan hand phone saat mengemudi dan perilaku yang agresif seperti: tidak berusaha menjaga jarak yang sesuai terhadap kendaraan lain yang ada di depannya, mengendara dengan kecepatan tinggi, menerjang lampu merah, menyerempet bahaya saat

mengemudi, ugal-ugalan, geng motor dan usia yang belum memiliki Surat Ijin Mengemudi. Perlunya bimbingan orangtua dalam membina pribadi anak, mendukung untuk melakukan kegiatan positif : olahraga dan musik, tidak memberikan sepedamotor atau mobil untuk usia yang belum dewasa diharapkan dapat mengurangi angka kecelakaan lalulintas.

Berdasarkan status/cara bayar mayoritas menggunakan askeskin sebanyak 387 responden (35,8%), hal ini menunjukkan bahwa

Berdasarkan lama selama perjalanan ke rumah sakit mayoritas 2-5 jam sebanyak 428 responden (39,6%), hal ini menunjukkan bahwa kurangnya sarana transportasi untuk transportasi pasien dari tempat kejadian ke rumah sakit terdekat hingga ke RSUP HAM Medan, keterlambatan penentuan keputusan untuk merujuk pasie n, menjadi hal yang perlu dibentuk sistim penanggulangan gawat darurat terpadu atau emergency call center.

Berdasarkan GCS mayoritas sedang 9-12 sebanyak 562 responden (52%), hal ini menunjukkan beberapa hal : kesadaran untuk berkendara dengan aman masih kurang, tidak memakai helm dan sabuk pengaman dan lama perjalanan dari tempat kejadian hingga tiba di RSUP HAM, kekurangan oksigen, cairan, dan obat-obatan selama diperjalanan, perdarahan, suhu kendaraan hingga guncangan bisa menjadikan penurunan tingkat kesadaran. Untuk itu diperlukan Ambulance yang lengkap dengan monitor, oksigen dan memiliki tingkat peredaman guncangan yang baik.

Berdasarkan jenis kunjungan mayoritas baru sebanyak 727 responden (67,3%), hal ini menunjukkan masih tingginya resiko kecelakaan pada tiap orang, dimana setiap orang memiliki resiko yang besar untuk mengalami kecelakaan lalulintas karena setiap orang menggunakan lalu lintas baik sebagai pengemudi ataupun sebagai penumpang, baik

26

Berdasarkan Death On Arrival (telah meninggal saat tiba di Rumah Sakit) sebanyak 108 responden (10%), hal ini menunjukkan bahwa tingkat keparahan kejadian kecelakaan lalulintas sangat berpengaruh kepada tingkat kematian korban. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh lama diperjalanan, ketidakpedulian masyarakat sekitar untuk menolong ataupun minimnya pos penanganan korban kecelakaan lalulintas.

Berdasarkan hasil pene litian karakteristik dan masalah keperawatan pasien dengan kasus kecelakaan lalulintas di IGD di RSUP HAM Medan Januari- Desember 2011 mayoritas nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan kecelakaan lalulintas sebagian besar mengalami nyeri. Pasien kecelakaan lalulintas mengalami luka robek oleh kaca, gesekan dengan jalan, tertusuk benda tajam, benturan dengan batu, jatuh dari ketinggian, patah tulang dan cedera kepala. Nyeri yang dirasakan oleh pasien kecelakaan lalulintas mulai dari ringan, sedang, berat tergantung luas permukaan luka, dalamnya luka atau jaringan yang terkena oleh benda-benda, jalan, kaca, puing-puing saat kecelakaan lalulintas. Nyeri yang tidak dapat ditahankan oleh pasien dapat membuat pasien berteriak kesakitan dan akhirnya syok. Tindakan keperawatan yang dilakukan mengobservasi tanda-tanda vital, memasang infus dan memberi ketenangan pada klien, kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin.

Masalah keperawatan yang kedua yang paling sering muncul adalah pola nafas tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pasien kecelakaan lalulintas mengalami pola nafas tidak efektif karena benturan pada daerah dada, syok, terganggunya sistem pernafasan, penyakit jantung pada pasien, adanya asma pada

pasien yang mengalami kecelakaan, takipnoe/bradipnoe, penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, peningkatan diameter anterior-posterior, napas cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi yang lama, pernapasan pursed-lip, kecepatan respirasi, penggunaan otot- otot bantu untuk bernapas.

Masalah keperawatan yang ketiga muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan jalan nafa s. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami napas pendek, kesulitan bernapas, nyeri dada, kesulitan makan dan menghisap pada bayi, kongesti nasal, pilek, dan bersin, batuk. Pantau suhu tubuh terhadap hipertermia dan hipotermia, yang dapat mengindikasikan adanya infeksi. Kemudian pasien ditangani dengan pantau frekuensi, kedalaman, dan kualitas pernafasan. Inspirasi yang memanjang dapat menunjukkan obstruksi jalan nafas bagian atas; ekspirasi yang memanjang dapat menunjukkan gangguan obstrukstif, seperti asma. Mengamati kesadaran, perubahan status mental, tingkat aktivitas, dan tanda-tanda kelelahan. Kecemasan dan gelisah merupakan tanda awal gawat napas. Mencatat tanda-tanda dehidrasi. Mencatat adanya dan karakteristik batuk : batuk produktif dan nonproduktif serta sejenisnya [kasar/keras, disertai sesak napas, serangan batuk hebat, kuat, atau basah. Menga mati perubahan warna kulit terutama sianosis. Mengamati usaha tambahan dalam bernafas, catat adanya dispnea, stridor, mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan adanya serta keparahan retraksi intrakostal, suprasternal, sternal, dan substernal. Mengamati diameter dada anteroposterior yang memanjang, dapat mengindikasikan udara terperangkap dalam alveoli. Melakukan perkusi terhadap adanya suara tumpul,

28

suara tumpul dapat menunjukkan bahwa cairan atau jaringan padat telah menggantikan udara. Mencatat kualitas suara napas. Mencatat adanya suara paru tambahan (mis : ronkhi, ronkhi basah, dan mengi).

Masalah keperawatan yang keempat muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa adanya sumbatan ataupun benda asing misalnya darah, sputum, pasir pada jalan nafas. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memonitor vital sign, memberikan posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, melakukan fisioterapi dada jika perlu, mengeluarkan sekret dengan batuk atau suction, menga uskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan, mempertahankan jalan nafas yang paten, mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.

Masalah keperawatan yang kelima muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah volume cairan kurang dari kebutuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien pucat, anemis, capilary refill, akral dingin, penurunan kesadaran.

Intervensi keperawatan yang umum dilakukan pada pasien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah : mengatur intake cairan dan elektrolit memberikan therapi intravena (IVFD) sesuai kondisi pasien dan intruksi dokter dengan memperhatikan : jenis cairan, jumlah/dosis pemberian, komplikasi dari tindakan, kolaborasi pemberian obat-obatan seperti :deuretik, kayexalate. Provide care seperti : perawatan kulit, safe environment

Masalah keperawatan yang keenam muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan pertukaran gas sebanyak 411 responden (38,1%). Hal

ini menunjukkan bahwa pasien mengalami kelebihan dan kekurangan oksigen dan/ atau eliminasi karbondioksida di membrane kapiler-alveolar. Tindakan Keperawatan yang dilakukan mengkaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha tingkatan hipoksia, Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing, ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada. Kaji adanya sianosis. Auskultasi irama dan bunyi jantung. Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan. Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler). Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip). Monitor keseimbangan intake dan output cairan. Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada). Monitor kepatena n selang WSD. Monitor keluaran WSD dan lakukan penggantian botol WSD dengan benar, awasi/ batasi pemberian cairan peroral maupun parenteral. Monitor ventilator. Observasi Fi O2. Pastikan kelembapan O2 adekuat. Monitor kadar PO dan PCO. Lakukan pemeriksaan AGD. Monitor Rontgen paru secara berkala. Berikan terapi medikamentosa sesuai program.

Masalah keperawatan yang ketujuh muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan perfusi jaringa n. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami trauma otak primer yaitu terjadi disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung (aselerasi/deselerasi otak) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistematik. Gegar kepala ringan, memar otak, laserasi. Hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, komplikasi

30

pernapasan, infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain. Tindakan keperawatan yang dilakukan pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan, monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit, hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan, observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang. berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien, monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Masalah keperawatan yang kedelapan muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan perfusi jaringan serebral sebanyak 346 responden (32%). Hal ini menunjukkan bahwa merasa lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargo, hemiparese, quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah daram, keseimbangan tonus otot, otot spastic, Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi) perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi disritmia). cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, binggung, depresi dan impulsive, perubahan pola nafas (apnea yang diselingi hiperventilasi) nafas berbunyi, stidor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah Kaji tingkat kesadaran dengan GCS, mengkaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata, menge valuasi keadaan motorik dan sensori pasien, memonitor tanda vital setiap 1 jam, mempertahankan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan posisi leher menekuk, menga njurkan pasien untuk tidak menekuk lututnya/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras, melakukan aktivitas keperawatan dan aktivitas pasien seminimal mungkin, mengkaji frekwensi napas,

kedalaman, irama setiap 1-2 jam, mempertahankan kebersihan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen sebelum suction, memonitor tanda-tanda dehidrasi : banyak minum, kulit kering, turgor kulit kurang, kelemahan, berat badan yang menurun.

Masalah keperawatan kesembilan yang muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan suhu tubuh hipotermia. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami penderita berbicara melantur, kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas, detak jantung dan respirasi melemah hingga mencapai hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit, pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi akut, dan pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara (kelihatan). Pasien dengan hipotermi ringan dapat diterapi langsung di lapangan, yaitu dengan melepas atau menjauhkan benda atau zat yang mendinginkan, kemudian diberi penghangat seperti handuk atau selimut. Sementara pasien dengan hipotermia sedang atau berat memerlukan perawatan khusus di rumah sakit berupa rewarming atau peningkatan kembali suhu tubuh. Perawatan ini berupa rewarming aktif yang diikuti rewarming pasif, rewarming aktif yaitu mendekatkan benda hangat atau panas dari luar tubuh yang ditempelkan pada tubuh pasien. Contohnya yaitu air panas yang sudah dimasukan ke tempat khusus kemudian ditempelkan ke tubuh. Bila pasien teraba dingin, tetapi sirkulasi masih terjaga dengan baik, maka tugas penolong adalah untuk menjaga agar korban tidak kehilangan panas tubuh lebih banyak, dan berusaha untung menghangatkan

32

(rewarm), bila pasien mengalami cardiac arrest atau henti jantung, maka dilakukan resusitasi jantung-paru dengan modifikasi sesuai dengan prosedur.

Masalah keperawatan yang kesepuluh muncul pada pasien kecelakaan lalulintas adalah gangguan suhu hypertermia. Hal ini menunjukkan bahwa suhu badannya tinggi, kehausan, mulut kering-kering, kedinginan, lemas, anoreksia (tidak selera makan), nadi cepat dan pernafasan tidak teratur, denyut jantung meningkat, menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot, kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi, kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi, pengeluaran keringat berlebihan, peningkatan suhu tubuh. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah antipir etik tidak diberikan secara otomatis pada setiap penderita panas karena panas merupakan usaha pertahanan tubuh, pemberian antipiretik juga dapat menutupi kemungkinan komplikasi. Pengobatan terutama ditujukan terhadap penyakit penyebab panas, parasetamol: 10 -15 mg/kg BB/ kali (dapat diberikan secara oral atau rektal), metamizole (novalgin): 10 mg/kg BB/kali per oral atau intravenous, ibuprofen: 5-10 mg/kg BB/ kali, per oral atau rectal, pendinginan Secara fisik: merupakan terapi pilihan utama, kecepatan penurunan suhu > 0,10 C/menit sampai tercapai suhu 38,50.

Dokumen terkait