• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan

Hibridisasi intraspesifik antara 4 populasi ikan nila, yaitu Red NIFI (R), NIRWANA (N), Merah lido (L), dan BEST (B) secara resiprok, menghasilkan hibrida dengan ciri morfometrik, kemampuan hidup, dan tumbuh yang berbeda. Kegiatan persilangan antar populasi yang berbeda merupakan suatu upaya alternatif didalam meningkatkan nilai variabilitas genetik dan keragaan pada suatu populasi. Informasi dari persilangan ini juga berguna untuk mengevaluasi performa induk.

Jumlah larva yang dihasilkan induk dengan persilangan menunjukkan kuantitas yang baik yaitu berkisar antara 408-1354 ekor/induk. Secara deskriptif jumlah rata-rata larva (Gambar 5) terbanyak dihasilkan dari induk betina NIRWANA yang disilangkan dengan 4 jantan dari populasi berbeda sebesar 1216 ekor/induk, dengan bobot rata-rata 461,25 gram (Lampiran 7). Rata-rata jumlah larva terendah dihasilkan dari induk betina L yaitu sebanyak 624 ekor/induk dengan bobot rata-rata 219,96 gram. Jumlah larva bergantung pada fekunditas induk betina dan hatching rate. Perbedaan jumlah larva diduga terkait dengan perbedaan kondisi matang gonad, dan bobot dari induk tersebut. Induk betina N dengan L memiliki selisih bobot yang cukup besar. Ikan nila N merupakan ikan hasil seleksi, sedangkan ikan nila L merupakan ikan nila yang berkembang biak di Danau Lido yang secara genetik belum stabil performa reproduksinya. Fekunditas dan jumlah larva juga ditentukan oleh faktor genetik dan dipengaruhi faktor

24 lingkungan, misalnya ketersediaan makanan bagi induk ikan (Wootton, 1979; Royce, 1984).

Pertumbuhan benih hasil persilangan (Gambar 6) secara umum menunjukkan kesamaan pola pertumbuhan dari waktu ke waktu, namun perbedaan ditunjukkan dari bobot akhir benih yang dipelihara selama 8 minggu (56 hari). Berdasarkan Tabel 4, nilai SGR tertinggi diperoleh dari hasil persilangan ♂Rx♀B (6,44 0,07%). Hal ini membuktikan bahwa persilangan mampu meningkatkan laju pertumbuhan harian ikan nila, sesuai dengan pernyataan Kurniasih dan Gustiano (2007) bahwa hibridisasi mempunyai tujuan untuk memperbaiki kualitas benih, seperti perbaikan terhadap laju pertumbuhan. Kontribusi induk jantan atau induk betina dari 4 populasi ikan nila (R, N, L, dan B) tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap pewarisan laju pertumbuhan benih ikan nila (Tabel 5), diduga bahwa induk jantan dan betina bersifat kodominan terhadap pewarisan sifat pertumbuhan.

Derajat kelangsungan hidup/sintasan benih didalam proses produksi adalah faktor penting yang diutamakan didalam kegiatan persilangan. Diharapkan hibrida hasil persilangan dapat hidup dengan respon toleransi lingkungan yang luas, sehingga potensial dibudidayakan baik di kolam maupun di perairan umum. Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa derajat kelangsungan hidup benih terbaik diperoleh dari persilangan ♂Lx♀B (77,00 2,78%), terendah dari persilangan ♂Nx♀N (31,00 9,58%). Induk jantan R (61,13 1,42%) dan induk betina B (64,75 10,81%) serta L (60,17 6,03%) memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap peningkatan pewarisan sifat sintasan benih di karamba jaring apung Danau Lido (Tabel 6). Induk nila L merupakan ikan yang terdomestifikasi dengan baik di lingkungan Danau Lido sehingga memiliki respon lingkungan yang tinggi. Nila B juga memiliki respon sintasan baik di lingkungan Danau Lido (Gustiano, 2008), sehingga menghasilkan benih dengan derajat sintasan paling tinggi diantara persilangan lainnya. Nila B memiliki biomassa tertinggi dibandingkan 3 populasi lainnya sebesar 2078,98 gram (Lampiran 9). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lemarie (2001) bahwa peningkatan heterozigositas pada perkawinan beda kerabat diduga dapat menghasilkan perbaikan dan peningkatan kelangsungan hidup.

25 Berdasarkan Tabel 7, persilangan resiprok L dengan N menunjukkan nilai heterosis SGR tertinggi sebesar 5,82%. Heterosis jumlah larva menunjukkan nilai negatif untuk semua persilangan, namun nilai heterosis negatif rendah ditunjukkan oleh persilangan resiprok B dengan R (-4,59%) dan B dengan N (-4,70%). Sedangkan persilangan resiprok B dengan N memiliki nilai heterosis sintasan tertinggi sebesar 15,59%. Heterosis merupakan penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida diatas rata-rata penampilan induknya (Alawi et al., 2006). Nilai heterosis positif mengindikasikan adanya penambahan performa benih dari induknya, sedangkan nilai heterosis negatif menunjukkan adanya penurunan performa.

Hibridisasi memanfaatkan sifat heterosis karena sifat dominan dan heterozigot pada banyak lokus (Kapuscinski dan Jacobson, 1987) atau interaksi dari alela pada lokus (Tave, 1993). Faktor genetik, kekerabatan, dan aksi gen mempengaruhi nilai heterosis, aksi gen terdiri dari aksi gen aditif dan tidak aditif. Menurut Ariyanto dan Subagyo (2004) nilai heterosis sangat dipengaruhi oleh aksi gen tidak aditif sedangkan aksi gen aditif cenderung mempengaruhi nilai heritabilitas dalam suatu karakter. Ekspresi gen non aditif lebih sensitif terhadap lingkungan dibandingkan dengan gen aditif pada persilangan ikan nila (Wohlfarth, 1993;Bentsen et al., 1998 in Gjedram, 2005). Secara umum, nilai heterosis pada kegiatan persilangan ini relatif rendah, kecuali pada sintasan pada persilangan B dengan N dan SGR pada L dengan N. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh gen tidak aditif hasil persilangan ikan nila relatif kecil.

Berdasarkan hasil analisis diskriminan canonical (Gambar 8) menunjukkan bahwa derajat kemiripan interpopulasi dan intrapopulasi persilangan ikan nila adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena persilangan yang dilakukan adalah persilangan intraspesifik, dan pengaruh populasi dasar yang digunakan dalam persilangan mengandung unsur satu spesies yaitu Oreochromis niloticus. Namun populasi R yang terletak di kuadran I menyebar terjauh dari pusat himpitan dibanding 3 populasi lainnya (B, N, dan L).

Data analisis diskriminan didukung oleh nilai sharing component (Tabel 8). Nilai sharing component tertinggi intrapopulasi adalah RxR (90%), dan terendah adalah LxN (35%). Sedangkan nilai sharing component tertinggi interpopulasi

26 adalah LxN dengan BxB (20%), dan BxB dengan NxB (20%). Nilai kesamaan ukuran tubuh menjelaskan adanya percampuran yang terukur antara populasi 1 dengan lainnya (Suparyanto et al., 1999). Semakin tinggi nilai sharing component intrapopulasi semakin rendah keragaman genetiknya dengan kata lain populasi tersebut lebih murni dibandingkan lainnya, begitu juga sebaliknya. Hal ini ditunjukkan oleh populasi R.

Berdasarkan hasil analisis hierarki cluster hasil pengukuran Truss morfometrik (Lampiran 5), pengelompokan populasi melalui dendogram (Gambar 9), menunjukkan bahwa jarak antar populasi persilangan dibagi menjadi 2 kelompok utama. Kelompok 1 (dekat) adalah NxN, LxN, BxB, LxL, RxN, RxB, NxL, LxR, BxL, NxR, BxN, BxR dan kelompok 2 (jauh) adalah NxB, LxB, RxR, RxL. True breeding R memiliki jarak yang relatif jauh dengan B, N, dan L. Namun B dan N memiliki jarak yang cukup dekat, hal ini disebabkan karena adanya kesamaan sumber genetik pembentuk strain tersebut. Ikan nila B dan N merupakan hasil seleksi dari ikan nila GIFT. Ikan nila GIFT terbentuk dari seleksi buatan dari populasi 8 negara yang berbeda, yatu dari Kenya, Mesir, Ghana, Senegal, Israel, Singapura, Thailand, dan Taiwan (Vellasco et al., 1996), sedangkan nila R merupakan nila mutan seperti yang dilaporkan oleh Liao dan Cang (1983) in Hussain et al., (2000). Ikan nila Merah lido diduga berasal dari persilangan nila R dengan nila N berdasarkan nilai sharing component (Tabel 8) dan kedekatan populasi pada dendogram (Gambar 9).

Secara umum populasi hasil persilangan berada pada kelompok intermediet. Menurut Koh et al., (1999), semakin kecil jarak genetik antar individu dalam satu populasi, maka semakin seragam populasi tersebut. Derajat kemiripan genetik dari suatu populasi dapat digambarkan oleh jarak genetik dari individu-individu anggota populasi. Semakin besar jarak genetik individu di dalam suatu populasi, maka populasi tersebut memiliki anggota yang semakin beragam.

Fenotipe warna pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu warna

dark (hitam dan hitam kemerahan) dan light (merah corak hitam, merah corak

hitam dan putih, merah, merah corak putih, dan putih) (Lampiran 6). Fenotipe warna mengindikasikan dominan atau resesif suatu gen dari induk terhadap hibridanya Berdasarkan Gambar 10, adanya sifat kodominan diperlihatkan

27 persilangan ♂Nx♀R, ♂Nx♀L, dan ♂Bx♀L persentase warna yang dihasilkan memunculkan kedua komponen warna dark dan light pada persilangan tersebut. Persilangan antara ikan nila berwarna merah dengan hitam atau sebaliknya menghasilkan dominansi warna light. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanif (1999), penampilan fisik pada persilangan ikan nila merah dan nila hitam menghasilkan warna dasar merah lebih dominan pada benih hasil persilangan. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa nila merah memberikan kontribusi peningkatan terhadap laju pertumbuhan hibrida hasil persilangan dengan nila hitam, dibandingkan dengan true breeding nila hitam (Gambar 7). Nila hitam memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat kelangsungan hidup hibrida hasil persilangan dengan nila merah, dibandingkan dengan true breeding nila merah (Tabel 4). Hal ini dapat dijadikan pertimbangan arah program pemuliaan ikan nila kedepaannya.

Secara umum persilangan dapat meningkatkan keragaan benih terutama derajat kelangsungan hidup benih/sintasan dan laju pertumbuhan. Induk betina BEST yang disilangkan dengan 3 jantan dari populasi berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan sintasan benih walaupun pemeliharaan benih dilakukan di KJA, Danau Lido. Terdapat keunggulan secara genetis dari populasi BEST, diantaranya terlihat pada SR benih (85%), HR (90%), fekunditas 3-5 kali lebih tinggi dari nila masyarakat serta pertumbuhan lebih baik dibandingkan nila NIRWANA, GESIT, dan Red NIFI. Ketahanan terhadap suhu (21°-27°C), ketahanan terhadap lingkungan Danau Lido dapat mencapai 9,5% lebih baik dibandingkan nila masyarakat (Gustiano, 2008).

Pemilihan sumber genetik yang tepat tentu saja akan meningkatkan kualitas fenotipe heterozigot hibridisasi. Secara genetik persilangan mampu menambah keragaman genetik dan menyatukan keunggulan dari masing-masing strain kedalam keturunan hasil persilangannya. Namun keragaman genetik yang tinggi belum tentu menghasilkan benih hasil persilangan dengan keragaan yang baik, bergantung pada gen yang memiliki keunggulan. Gen tersebut akan terekspresi secara maksimal atau tidak terekspresi pada kondisi lingkungan budidaya karamba jaring apung Danau Lido. Variasi fenotipe yang diamati secara kuantitatif adalah gabungan dari variasi genetik, variasi lingkungan, dan variasi

28 interaksi antar genetik dengan lingkungan (Tave, 1993). Potensi genetik tidak dapat teralisasi dengan baik tanpa dukungan lingkungan (Dunham, 2004). Fenotipe individu dengan keragaman genetik yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres (Leary et al., 1985).

Semua fenotipe dikontrol oleh lingkungan (nutrisi, kualitas fisik/biologi/kimia, dan penyakit), tetapi lingkungan memegang peranan penting dalam memunculkan fenotipe kuantitatif (Tave, 1993). Pengaruh lingkungan terhadap setiap individu ikan juga berbeda. Lingkungan di perairan Danau Lido juga berperan dalam mempengaruhi keragaan dan karakteristik dari benih hasil persilangan ikan nila. Potensi genetik yang baik tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal jika tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai. Pada kondisi yang optimal kemampuan metabolisme tubuh akan berjalan secara optimum, sehingga pertumbuhan dan respon stres berjalan dengan baik. Namun jika kondisi yang tidak optimal hal sebaliknya akan terjadi.

Kualitas air di Danau Lido menunjukkan kisaran yang kurang optimal untuk kehidupan ikan nila terutama untuk kisaran DO, kisaran optimal untuk ikan nila adalah 4-6 mg/L (Popma dan Masser, 1999), sedangkan pengukuran berkala menunjukkan kisaran 3-4 mg/L. Kondisi cuaca bulan Maret-Juli yang cenderung hujan menyebabkan suhu perairan berada pada kisaran 21º-28ºC, sedangkan menurut Boyd (1990) suhu optimal pertumbuhan ikan nila adala 24°-30°C (Tabel 9). Kematian benih ikan selama penelitian ditandai oleh kondisi sirip gripis, warna badan menjadi lebih gelap (stres), dan berenang di permukaan. Hal ini diduga disebabkan oleh penyakit dari bakteri Streptococcus sp. Ikan nila yang terserang Streptococcois menunjukkan gejala seperti sisiknya hilang, gerakan renang yang tidak menentu (erratic), sirip gripis (Clark et al., 2000), pigmen kulit lebih gelap (melanosis), bola mata menonjol (exopthalmia), pendarahan, dan perut kembung.

Persilangan dari 4 populasi ikan nila (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST) secara resiprok dapat memberikan kontribusi perbaikan genetis ke arah fenotipe kuantitatif. Kemunculan hybrid vigour pada fenotipe bobot

29 B dengan N. Pengujian secara statistik menunjukkan bahwa persilangan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup. Produk hibrida merupakan produk akhir, sehingga kemurnian strain dapat dijaga. Kemampuan adaptasi dengan respon lingkungan terbaik di Danau Lido ditunjukkan oleh hibrida persilangan ♂L dengan ♀B. Selain memiliki sintasan terbaik derajat keseragaman dari persilangan ♂L dengan ♀B tinggi, hal ini ditunjukkan dari nilai koefiesien variasi bobot yang rendah (Lampiran 8).

Dokumen terkait