• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN

INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA

Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG,

DANAU LIDO, BOGOR

PRANA MAHARDHIKA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN

INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA

Oreochromis niloticus DI KARAMBA JARING APUNG,

DANAU LIDO, BOGOR

PRANA MAHARDHIKA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

KERAGAAN HIBRIDA HASIL PERSILANGAN INTRASPESIFIK EMPAT POPULASI IKAN NILA Oreochromis niloticus

DI KARAMBA JARING APUNG, DANAU LIDO, BOGOR

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Prana Mahardhika C14063350

(4)

ABSTRAK

PRANA MAHARDHIKA. Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor. Dibimbing oleh Dinar Tri Soelistyowati dan Rudhy Gustiano. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan hibrida hasil persilangan resiprok empat populasi ikan nila yaitu, Red NIFI (National Inland Fishery Institute), Nirwana (Nila Ras Wanayasa), Merah lido, dan BEST (Bogor Enhaced Strain Tilapia), berdasarkan parameter jumlah larva, kelangsungan hidup benih, laju pertumbuhan, heterosis, fenotipe morfometrik (Truss morphometric) dan warna benih. Benih yang digunakan berumur ±25 hari dan dipelihara pada waring dengan ukuran 2x2x1 m selama 8 minggu (56 hari), dengan padat penebaran 50 ekor/m3. Pakan diberikan 3 kali sehari sebanyak 10% dari biomassa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rata-rata larva paling tinggi dihasilkan dari induk betina Nirwana dari persilangan dengan keempat populasi berbeda (1216 ekor/ induk), dan yang terendah dihasilkan dari induk betina Merah lido (642 ekor/induk). Persentase laju pertumbuhan hibrida lebih tinggi dibandingkan dengan true breeding (p<0,05), dan yang paling tinggi adalah pada hibrida dari persilangan ♂ Red NIFI x ♀ BEST (6,44 0,07%). Kelangsungan hidup benih terbaik adalah dari persilangan ♂ Merah lido x ♀ BEST (77,00 2,78%) dan yang terendah adalah persilangan true breed Nirwana (31,00 9,58%). Dalam hal ini Nirwana menghasilkan heterosis pada laju pertumbuhan (SGR) terbaik hingga 5,82% dengan Merah Lido dan kelangsungan hidup dengan BEST sebesar 15,59%. Kemiripan morfometrik interpopulasi menggambarkan bahwa true breed Red NIFI terpisah dengan populasi lainnya. Secara umum digambarkan 2 kelompok populasi yang terdiri dari true breedRed

NIFI dan pada kelompok lainnya meliputi Nirwana, BEST, dan Merah lido. Persilangan antara fenotipe light dan dark menghasilkan dominansi fenotipe

light, kecuali pada persilangan antara ♂ Nirwana (dark) dengan ♀ Red NIFI (light) yang menghasilkan rasio fenotipik light dan dark mendekati 50%.

(5)

ABSTRACT

PRANA MAHARDHIKA. Performance of Four Strain Nile Tilapine

Oreochromis niloticus Hybrids in Floating Net Cages at The Lido Lake, Bogor. Supervised by Dinar Tri Soelistyowati and Rudhy Gustiano.

Objectives of the study was to understand the performance of four strains (Red NIFI, Nirwana, Merah Lido, and BEST) nile tilapine hybrids based on the number of larvae produced, survival and growth rate, heterosis, morphometric character, and color inheritance aspect.

Fry of 25 days old were reared in fine floating net cages sized 2x2x1 m for 8 weeks (56 days) with density of 50 fry per m3. Feed was given three times a day at 10% of total biomass. The results showed that the average production of larvae had the highest number from the hybrids or female Nirwana crossed with different male from other strains. For growth rate, hybrids showed better performance than the parent one (p<0,05), the best growth rate was between male Red NIFI x female BEST (6,44±0,07%). Survival rate had the best performance on male Merah lido x female BEST (77,00±2,78%). The best heterosis value was found 5,82% for spesific growth rate on the hybrids of male Nirwana x female BEST. Phenotypic similarity indicated that Red NIFI was separate a part from the others. Crossing between light (red color) and dark (black) background showed that light color gene was dominance over dark color one.

(6)

Judul Skripsi : Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor

Nama Mahasiswa : Prana Mahardhika Nomor Pokok : C14063350

Disetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA NIP. 19611016 198403 2 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc NIP. 19610803 198903 1 006

Diketahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya penyusun dapat menyelesaikan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor dan didanai oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Penelitian dimulai pada Bulan Februari hingga Bulan Juli 2010 dengan judul “Keragaan Hibrida Hasil Persilangan Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus Di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor”.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr. Ir. Rudhy Gustiano, M.Sc, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan masukan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Bapak Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Bapak Ir. Otong Zenal Arifin, M.Si, dan Bapak M. Fariduddin A, S.Pi atas bimbingan lapangnya. Bapak Apandi dan Yudi, selaku teknisi KJA yang menemani dan membantu penulis selama penelitian. Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Budidaya Perairan atas seluruh bimbingan dan bantuannya, serta teman-teman BDP angkatan 43 atas kebersamaanya.

Harapan penulis, semoga nantinya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi banyak orang dalam dunia perikanan budidaya khususnya.

Bogor, November 2010

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali tanggal 30 Agustus 1988 dari ayah I Nengah Widarsana dan Ibu Ni Nengah Suartini. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Taman Kanak-kanak Bhayangkari (1993-1994), SDN 4 Pendem (1994-2000), SLTPN 1 Negara (2000-2003), dan SMUN 1 Negara (2003-2006). Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjalani pendidikan akademik penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua) pada tahun 2007-2009 sebagai anggota, serta organisasi pelajar Brahmacarya Bali Bogor sebagai koordinator humas (2007-2009). Penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Oseanografi Umum (2008-2010), Fisiologi Hewan Air (2009-2010), Biologi Laut (2009), Dasar-dasar Akuakultur (2009-2010), Engineering Akuakultur (2010), Dasar-dasar Genetika Ikan (2010), dan Industri Perbenihan Organisme Akuatik (2010).

Penulis juga melakukan kegiatan praktek kerja lapangan di PKSPL IPB (Balai Sea Farming Kepulauan Seribu) (2007) dan di PT. Suri Tani Pemuka (Japfa Grup) Anyer (2009). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ”Keragaan Hibrida Hasil Persilangan

Intraspesifik Empat Populasi Ikan Nila Oreochromis niloticus di Karamba Jaring Apung, Danau Lido, Bogor”

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3

2.1 Rancangan Percobaan ... 3

2.2 Prosedur Penelitian ... 4

2.2.1 Persiapan Wadah Pemijahan, Pemeliharaan Larva, dan Benih ... 5

2.2.2 Pemilihan Induk Matang Gonad ... 5

2.2.3 Pemijahan Induk ... 6

2.2.4 Pemeliharaan Larva ... 6

2.2.5 Pemeliharaan Benih ... 6

2.2.6 Pengamatan Fenotipe ... 7

2.2.7 Pengukuran Kualitas Air ... 8

2.3 Parameter Penelitian ... 9

2.3.1 Jumlah Larva ... 9

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 10

2.3.3 Derajat Kelangsungan Hidup Benih ... 10

2.3.4 Nilai Heterosis ... 11

2.3.5 Fenotipe Truss Morphometric ... 11

2.4 Analisis Data ... 12

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

3.1 Hasil ... 14

3.1.1 Jumlah Larva ... 14

3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 14

3.1.3 Derajat Kelangsungan Hidup Benih ... 16

3.1.4 Nilai Heterosis ... 18

3.1.5 Fenotipe Morfometrik dan Warna ... 18

3.1.5.1 AnalisisDiskriminan Canonical ... 19

3.1.5.2 Dendogram Interpopulasi ... 21

3.1.5.3 Fenotipe Warna Benih ... 22

3.1.6 Kualitas Air Danau Lido ... 22

3.2 Pembahasan ... 23

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

4.1 Kesimpulan ... 30

4.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Skema persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok ... 4 2. Deskripsi 21 karakter morfologis morfometrik yang diukur untuk

analisis variabilitas intraspesifik ... 8 3. Metode pengukuran kualitas air danau ... 9 4. Laju pertumbuhan harian/SGR benih ikan nila hasil persilangan

resiprok 4 populasi ikan nila (%). ... 16 5. Pengaruh induk jantan/betina terhadap nilai SGR benih ikan

nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) ... 16 6. Pengaruh induk jantan/betina terhadap SR hasil persilangan resiprok 4

populasi ikan nila (%) ... 17 7. Nilai heterosis pada karakter jumlah larva, bobot benih, dan sintasan

benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) ... 18 8. Nilai sharing component atau indeks kesamaan populasi benih hasil

persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%) ... 20 9. Data pengukuran Kualitas air di Danau Lido ... 23

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan nila Red NIFI (a), ikan nila NIRWANA (b), ikan nila BEST (c),

dan ikan nila Merah lido (d) ... 4 2. Hapa pemijahan induk dan pemeliharaan larva (a), serta waring

pemeliharaan benih (b) ... 5 3. Titik Trussmorphometric ikan nila (Brzesky dan Doyle, 1988) ... 8 4. DO meter (a) dan pengukuran DO (b). ... 9 5. Jumlah larva hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila

(ekor/induk). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido),B (BEST) ... 14 6. Pertumbuhan bobot benih hasil persilangan resiprok 4 populasi

ikan nila selama 56 hari pemeliharaan.R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST), Populasi pertama adalah ♂ dan kedua

adalah ♀... 15 7. Derajat kelangsungan hidup benih/SR hasil persilangan resiprok 4

populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido),

B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀. ... 17 8. Penyebaran karakter morfometrik benih hasil persilangan hasil

persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama

adalah ♂ dan kedua adalah ♀ ... 19 9. Dendogram interpopulasi hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan

nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST).

Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀ ... 21 10. Persentase fenotipe warna benih hasil persilangan resiprok 4

populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido),

B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀. ... 22

(12)

6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jumlah larva hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila ... 35

2. Pertambahan bobot benih hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila. ... 35

3a. Hasil uji ANOVA SGR (%) benih. ... 36

3b. Hasil uji lanjut Duncan SGR (%) benih. ... 36

3c. Hasil uji Univariate dan Duncan SGR (%) ... 36

4a. Hasil uji ANOVA SR (%) benih ... 37

4b. Hasil uji lanjut Duncan SR (%) benih. ... 37

4c. Hasil uji Univariate dan Duncan SR (%)... 37

5a. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan BEST ... 38

5b. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan BEST ... 39

5c. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan BEST ... 40

5d. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan BEST ... 41

5e. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Red NIFI dengan Red NIFI ... 42

5f. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan BEST dengan Red NIFI ... 43

5g. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan Red NIFI ... 44

5h. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan Merah lido dengan Red NIFI ... 45

5i. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan NIRWANA dengan NIRWANA ... 46

(13)

5j. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

Red NIFI dengan NIRWANA ... 47

5k. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

BEST dengan NIRWANA ... 48

5l. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

Merah lido dengan NIRWANA ... 49

5m. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

Merah lido dengan Merah lido ... 50

5n. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

Red NIFI dengan Merah lido ... 51

5o. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

NIRWANA dengan Merah lido ... 52

5p. Data Truss morfometrik benih hasil persilangan

BEST dengan Merah lido ... 53 6. Persentase warna benih hasil persilangan intraspesifik 4 populasi

ikan nila... ... 54 7. Bobot rata-rata induk persilangan. ... 54 8. Koefisen variasi laju pertumbuhan bobot harian benih hasil

persilangan (gram/hari) ... 55 9. Data biomassa benih hasil persilangan 4 populasi ikan

nila secara resiprok selama 56 hari pemeliharaan ... 56

(14)

I. PENDAHULUAN

Produksi perikanan budidaya hingga 5 tahun ke depan ditargetkan meningkat sebesar 353%, dan salah satu komoditas andalan lokal adalah ikan nila. Pada tahun 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan mentargetkan Indonesia menjadi produsen ikan terbesar di dunia. Produksi komoditas ikan nila diharapkan meningkat 27% setiap tahun, sehingga dapat menembus angka 1,25 juta ton (329%) pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan, 2010). Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menggambarkan pada rentang 2008-2009 produksi total ikan nila memiliki pertumbuhan tertinggi diantara komoditas famili Cichlidae air tawar lainnya, yaitu sekitar 29,98%. Produksi di tahun 2008 menunjukkan volume 291.037 ton dan di tahun 2009 meningkat menjadi volume 373.300 ton (DKP, 2009). Ikan nila dapat mencapai ukuran relatif besar, memiliki rasa daging enak, teknis budidaya relatif mudah, dan memiliki kisaran toleransi luas terhadap lingkungan.

Ikan nila di Indonesia merupakan ikan introduksi yang didatangkan pertama kali dari Taiwan pada tahun 1969. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha budidaya ikan nila serta penyediaan sumber genetik baru, ikan nila merah jenis red NIFI (National Inland Fishery Institute) didatangkan dari Thailand pada tahun 1981. Kemudian ikan nila jenis Black Chitralada didatangkan dari Thailand pada tahun 1984. Pemerintah melalui Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Bogor mengintroduksi kembali ikan nila GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapia) generasi 3 pada tahun 1994 dan ikan nila GIFT generasi 6 pada tahun 1996. Ikan nila strain NIRWANA (Nila Ras Wanayasa) muncul pada tahun 2006 yang merupakan hasil pemuliaan genetik yang dilakukan di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, disusul kemudian ikan nila strain BEST (Bogor Enhaced Strain Tilapia) pada tahun 2008 yang merupakan hasil pemuliaan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor.

Permasalahan yang muncul saat ini pada ikan nila adalah penurunan kualitas keunggulan strain yang diduga karena kegiatan persilangan ikan nila di

(15)

2 Indonesia tidak terkontrol, baik sistim seleksi saat pengadaan induk maupun proses persilangannya. Petani yang memproduksi induk sendiri seringkali tanpa pengetahuan dan pengelolaan induk yang baik, serta tidak mempertimbangkan status genetik dari induk yang akan disilangkan, sehingga terdapat kemungkinan

inbreeding (perkawinan sedarah). Ketersediaan jumlah calon induk yang terbatas dengan derajat penggunaan yang cukup lama dapat mengakibatkan penurunan kualitas genetik, yang terkait dengan penurunan ragam genetik dan drift

(penghanyutan gen).

Untuk mengatasi masalah di atas perlu dilakukan pengelolaan sumber genetik calon induk melalui seleksi dan persilangan yang terarah serta penggunaan strain unggul. Tipe persilangan interspesifik dan intraspesifik dilaporkan mampu meningkatkan keragaan benih, misalnya pada persilangan interspesifik : ikan Cichlidae (Oreochromis mossambicus x Oreochromis niloticus) (Costa-Pierce et al., 1989 in Moreau dan Pauly, 1999), ikan Pangasiid (Pangasius hypophthalmus x Pangasius djambal), ikan Clariid (Clarias meladerma x Clarias gariepinus) (Kurniasih dan Gustiano, 2007). Persilangan intraspesifik : udang galah Macrobrachium rosenbergii (strain GIMacro x strain Barito) (Wuwungan, 2009), ikan mas Cyprinus carpio (strain Majalaya x strain Sinyonya) (Kurniasih dan Gustiano, 2007). Eksploitasi sifat unggul melalui hibridisasi dapat diperoleh melalui mekanisme heterosis yaitu aksi gen dominansi pada individu heterozigot (hybrid vigour) (Tave, 1995). Potensi keragaman genetik ikan dapat diukur berdasarkan keragaman karakter fenotipe diantaranya morfologi (Truss morphometric) sebagaimana yang telah dilakukan pada ikan mas (Imron et al., 2000), udang windu (Sirajudin, 1997; Imron, 1998), ikan nila (Li Sifa, 1997; Gusrina, 2002; Widiyati, 2003).

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan hibridisasi intraspesifik (ikan nila merah Red NIFI, ikan nila hitam NIRWANA, ikan nila hitam BEST, dan ikan nila Merah lido) berdasarkan parameter uji yang meliputi heterosis, fenotipe kuantitatif dan pola pewarisan morfometrik serta warna tubuh.

(16)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Perancangan Percobaan

Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan nila yang berasal dari 4 populasi ikan nila yang berbeda, yaitu Red NIFI, NIRWANA, BEST, dan Merah lido (endemik Danau Lido). Keseluruhan induk yang digunakan adalah koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor.

Ikan nila Red NIFI (Gambar 1a) pertama kali masuk ke Indonesia pada awal tahun 1981, diimpor oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Nila merah cepat menyebar ke seluruh pelosok daerah karena penampilannya yang menarik (warna tubuh dan bentuknya). Liao dan Cang (1983) in Hussain et al., (2000) mengungkapkan bahwa ikan nila Red NIFI adalah ikan nila merah mutan yang berasal dari persilangan ikan albino Oreochromis mossambicus dengan

Oreochromis niloticus. Hasil restruksi mt-DNA menunjukkan bahwa nila merah merupakan hasil persilangan antara nila putih dengan nila hitam (Nugroho dan Maskur, 2002). Secara genotipe ikan nila merah bersifat heterozigot P1P2 sebagai hasil persilangan ikan nila hitam (P1P1) dengan nila putih homozigot (P2P2) (Rustidja, 1994 in Hanif, 1999).

Ikan nila NIRWANA (Gambar 1b) merupakan hasil seleksi famili dengan bahan dasar ikan nila GIFT dan nila GET (Genetically Enhanced Tilapia) dari Philipina. Ikan hasil seleksi memiliki respon seleksi sebesar 12,8% untuk betina dan 30,4% untuk jantan. Pemuliaan ikan nila hitam NIRWANA berlangsung selama tiga tahun (2003-2006) di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, Purwakarta (Judantari, 2007).

Ikan nila hitam BEST (Gambar 1c) adalah hasil seleksi nila GIFT 6. Seleksi bobot dilakukan sampai F3, pada keturunan ketiga ini menghasilkan perbaikan respon seleksi sebesar 28,85% (jantan) dan 10,20% (betina). Seleksi dilakukan selama 4 tahun (2004-2008) di BRPAT Bogor (Gustiano, 2008).

Ikan nila Merah lido (Gambar 1d) adalah populasi ikan nila yang telah lama dipelihara di Danau Lido. Ikan ini memiliki warna merah pudar dengan

(17)

4 corak hitam disekujur tubuhnya. Persilangan ke empat populasi nila tersebut dilakukan secara resiprok dengan skema persilangan sebagai berikut (Tabel 1).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. Ikan nila Red NIFI (a), ikan nila NIRWANA (b), ikan nila BEST (c), dan ikan nila Merah lido (d).

Tabel 1. Skema persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok.

Populasi Betina (2) R N L B Jantan(1) R RxR RxN RxL RxB N NxR NxN NxL NxB L LxR LxN LxL LxB B BxR BxN BxL BxB

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). 1) Populasi pertama (♂)

dan 2) populasi kedua (♀), contoh : ♂Bx♀N.

2.2 Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian meliputi persiapan wadah untuk pemijahan, pemeliharaan larva, dan benih. Pemilihan induk matang gonad, pemijahan induk, pemeliharaan larva, dan benih. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan fenotipe (pertumbuhan bobot, derajat kelangsungan hidup benih, warna tubuh, dan Trussmorphometric) serta pengukuran kualitas air.

(18)

5

2.2.1 Persiapan Wadah Pemijahan, Pemeliharaan Larva dan Benih

Wadah yang digunakan dalam pemijahan induk ikan nila dan pemeliharaan larva memiliki spesifikasi yang sama yaitu hapa berukuran 2x2x1 m dengan mata jaring 2 mm sebanyak 16 unit untuk pemijahan induk dan 10 unit untuk pemeliharaan larva (Gambar 2a). Wadah untuk pemeliharaan benih digunakan waring dengan ukuran 2x2x1 m dengan mata jaring 4 mm (Gambar 2b). Sebelum digunakan hapa dan waring dibersihkan dari sisa lumut yang menempel di seluruh permukaan kemudian dibilas hingga bersih dan dipasang pemberat pada setiap sudut dasar wadah. Kode pemijahan dan pemeliharaan masing-masing hasil persilangan dipasang menempel pada hapa dan waring pemeliharaan. Seluruh kode digunakan secara konsisten baik untuk pengkodean tempat pemijahan dan pemeliharaan larva serta benih.

(a) (b)

Gambar 2. Hapa pemijahan induk dan pemeliharaan larva (a), serta waring pemeliharaan benih (b).

2.2.2 Pemilihan Induk Matang Gonad

Pemilihan induk matang gonad dilakukan dengan pemeriksaan satu per satu ciri kelamin primernya. Induk betina yang matang gonad ditandai dengan warna merah pada bagian papila, sedangkan pada induk jantan dilakukan pengurutan ringan untuk memastikan ada atau tidaknya sperma. Bobot induk betina yang digunakan berkisar 200-410 g, sedangkan induk jantan yang digunakan 350-600 g. Induk jantan yang digunakan dipilih yang lebih besar dibandingkan dengan betina pasangannya. Induk jantan Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST diperlukan masing-masing sebanyak 4 ekor, sehingga total dibutuhkan 16 ekor induk jantan matang gonad. Induk betina Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan

(19)

6 BEST diperlukan masing-masing 16 ekor, sehingga total dibutuhkan 64 ekor induk betina matang gonad.

2.2.3 Pemijahan Induk

Induk yang telah dipilih untuk dipijahkan, melalui proses pematangan gonad selama kurang lebih selama 2 minggu dengan pemberian pakan berprotein 28,29%, secara ad satiation, dengan frekuensi 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Pemberian pakan secara teratur diharapkan memenuhi kebutuhan nutrisi dalam proses pemijahan dan pengeraman telur oleh induk betina. Induk-induk yang telah matang gonad selanjutnya dipijahkan dengan perbandingan induk jantan:induk betina adalah 1:4. Proses pemijahan dilakukan secara alami dan terkontrol pada masing-masing hapa dengan skema pemijahan sesuai Tabel 1. Pembuahan pada ikan nila terjadi di luar tubuh, yaitu telur dikeluarkan oleh induk betina dan dalam waktu bersamaan sperma dikeluarkan oleh induk jantan, kemudian induk betina mengerami telur di dalam mulutnya hingga menetas dan kuning telur larva habis.

2.2.4 Pemeliharaan Larva

Pemanenan larva dilakukan pada pagi hari saat larva berenang menuju permukaan menggunakan serokan alumunium kemudian dipindahkan ke wadah penampungan secara perlahan. Larva dihitung satu per satu dan dimasukkan ke hapa pemeliharaan larva. Larva dipelihara selama 25 hari dan diberi pakan remah secara ad satiation dengan frekuensi 5 kali sehari, yaitu pagi 1 kali, siang 2 kali dan sore 2 kali. Selama pemeliharaan larva di dalam hapa, hapa dibersihkan secara berkala setiap satu minggu sekali untuk mengurangi penumpukan kotoran dan lumut yang mati di dasar dan keliling hapa.

2.2.5 Pemeliharaan Benih

Setelah berumur 25 hari, benih dipanen dari hapa menggunakan serokan alumunium kemudian dilakukan proses grading menggunakan jaring untuk mendapatkan benih yang seragam dengan panjang total rata-rata 3 cm. Seluruh benih dihitung satu per satu dengan sendok plastik. Benih ditebar ke waring dengan padat penebaran 50 ekor/m3 sebanyak 3 ulangan pemeliharaan setiap

(20)

7 persilangan resiprok.Benih yang telah di-grading kemudian ditimbang bobot dan diukur panjangnya sebagai titik pengukuran awal pemeliharaan (To) dengan jumlah sampel 30 ekor/waring. Benih diberi pakan pelet remah dengan FR (Feeding Rate) 10% dari biomassa, hingga akhir pemeliharaan selama 8 minggu (56 hari). Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, dan sore.

2.2.6 Pengamatan Fenotipe

Pengamatan fenotipe hibrida hasil persilangan intraspesifik ikan nila dari keempat populasi secara resiprok meliputi laju pertumbuhan harian, derajat kelangsungan hidup, morfometrik (Truss morphometric), danwarna tubuh.

Pertumbuhan Bobot

Untuk sampling pengukuran pertumbuhan bobot dan panjang dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan jumlah sampel 30 ekor/ulangan. Bobot diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Sampling awal (To) dilakukan pada saat penebaran (umur benih 25 hari). Sampling T1 dilakukan pada saat benih berumur 39 hari, T2 berumur 53 hari, T3 berumur 67 hari, dan terakhir T4 berumur 81 hari.

Derajat Kelangsungan Hidup Benih

Derajat kelangsungan hidup benih dihitung pada akhir perlakuan pemeliharaan (benih berumur 81 hari) untuk setiap persilangan.

Pengukuran Truss Morphometric

Pengukuran morfometrik dilakukan pada benih yang berumur 84 hari. Setiap benih hasil persilangan diambil secara acak 10 jantan dan 10 betina, kemudian benih tersebut diletakkan di atas kertas yang telah dilapisi plastik bening, kemudian masing-masing titik ditandai menggunakan jarum. Hasil penandaan tersebut kemudian dihubungkan menggunakan pensil dan diukur mengunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm. Metode pengukuran morfologi ikan adalah metode Truss morphometric mengacu pada cara pengukuran menurut Brzesky dan Doyle (1988), meliputi pengukuran jarak titik-titik tanda yang dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 3). Penjelasan dari komponen titik –titik tanda dapat dilihat pada Tabel 2.

(21)

8 Gambar 3. Titik Truss morphometric ikan nila (Brzesky dan Doyle, 1988). Tabel 2. Deskripsi 21 karakter morfologis morfometrik yang diukur untuk analisis

variabilitas intraspesifik.

2.2.7 Pengukuran Kualitas Air

Kualitas air yang diukur meliputi DO (Dissolved Oxygen), suhu, pH, kecerahan, Total Amonia Nitrogen (TAN) dan amoniak (NH3). Dissolved Oxygen

No Bidang Truss Kode Deskripsi Jarak

1 Kepala A1 Bawah mulut – awal sirip perut

2 A2 Bawah mulut – atas mata

3 A3 Atas mata – awal sirip punggung keras 4 A4 Awal sirip perut – awal sirip punggung keras

5 A5 Awal sirip perut – atas mata

6 A6 Bawah mulut – awal sirip punggung keras 7 Tengah Tubuh B1 Awal sirip perut – awal sirip anal

8 B3 Awal sirip punggung keras – awal sirip punggung lunak 9 B4 Awal sirip punggung lunak– awal sirip anal

10 B5 Awal sirip punggung keras – awal sirip anal 11 B6 Awal sirip punggung lunak – awal sirip perut 12 Tubuh belakang C1 Awal sirip anal – akhir sirip anal

13 C3 Awal sirip punggung lunak – akhir sirip punggung keras 14 C4 Akhir sirip punggung lunak – akhir sirip anal

15 C5 Awal sirip punggung lunak – akhir sirip anal 16 C6 Akhir sirip punggung lunak – awal sirip anal 17 Pangkal ekor D1 Akhir sirip anal – awal sirip ekor bawah

18 D3 Akhir sirip punggung lunak – awal sirip ekor atas 19 D4 Awal sirip ekor atas – awal sirip ekor bawah 20 D5 Akhir sirip punggung lunak– awal sirip ekor bawah 21 D6 Awal sirip ekor atas – akhir sirip anal

(22)

9 (DO) diukur menggunakan DO-meter digital (Gambar 4). Suhu dan pH diukur mengunakan alat ukur digital. Total Amonia Nitrogen (TAN) diukur menggunakan spektrofotometer. Amonia dihitung dengan mengambil angka turunan regresi linear dari hasil TAN yang disesuaikan dengan variabel suhu dan pH (Boyd, 1990). Keseluruhan parameter kualitas air tersebut diambil di awal pemeliharaan, di tengah pemeliharaan, dan di akhir pemeliharaan.

Tabel 3. Metode pengukuran kualitas air danau. Parameter

Satuan Metode Keterangan

Kualitas Air Pengukuran

DO mg/L DO meter digital in situ

Suhu °C termometer Hg/pemuaian in situ

Kecerahan M Secchi disk/visual in situ

pH pH meter/potensiometrik in situ

TAN mg/L Spektofotometer ex situ

Amonia mg/L Regresi TAN ex situ

(a) (b) Gambar 4. DO meter (a) dan pengukuran DO (b).

2.3 Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah keragaan hibrida hasil persilangan intraspesifik 4 populasi ikan nila (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST,) secara resiprok yaitu meliputi : jumlah larva, laju pertumbuhan benih, derajat kelangsungan hidup benih, nilai heterosis, fenotipe (warna & morfometrik), dan media pemeliharaan di Danau Lido.

2.3.1 Jumlah Larva

Jumlah larva hasil persilangan dihitung secara manual satu per satu kemudian diletakkan di hapa pemeliharaan larva. Dalam proses pemijahan

(23)

10 terkadang ada 2 sampai 3 induk betina yang menghasilkan larva, sehingga dapat diperoleh rata-rata jumlah larva yang dihasilkan per satuan ekor induk dari masing- masing persilangan.

Jumlah larva per satuan induk (ekor/induk) dihitung menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Keterangan : x = jumlah larva per satuan induk (ekor/induk) larva = jumlah larva dalam 1 kali pemijahan (ekor) induk = jumlah induk betina yang memijah

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian (Spesifik Growth Rate /SGR) dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus :

Keterangan : SGR = laju pertumbuhan harian (%)

Wt = bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) Wo = bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = lama perlakuan (hari)

2.3.3 Derajat Kelangsungan Hidup Benih

Kelangsungan hidup (survival rate/SR) yaitu perbandingan benih yang hidup hingga akhir pemeliharaan terhadap jumlah benih pada awal pemeliharaan dengan menggunakan rumus :

Keterangan : SR = derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah benih ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah benih ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

(24)

11

2.3.4 Nilai Heterosis

Heterosis (H) adalah penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida di atas penampilan rata-rata kedua induknya. Nilai heterosis dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : H = Nilai heterosis (%)

AB + BA = Komponen hibrida resiprok AA atau BB = Komponen true breeding

2.3.5 Fenotipe Truss Morphometric Analisis Diskriminan Canonical

Analisis diskriminan canonical dilakukan untuk mendapatkan pola penyebaran karakter morfologi dengan visualisasi scatter plot dengan persamaan matematis sebagai berikut :

Zjk = a + W1X1k+W2X2k+ … + WnXnk Keterangan :

Zjk = Nilai (skor) diskriminan dari responden (obyek) ke–i a = Intercept

Xnk = Variabel independen n untuk objek ke-k

Wn = Koefisien atau timbangan diskriminan untuk variable independen. Analisis Nilai Sharing Component

Analisis nilai sharing component digunakan untuk mengetahui persentase kekerabatan antar persilangan.

Analisis Hierarki Cluster

Analisis hierarki cluster dilakukan untuk mendapatkan matriks jarak kemiripan morfometrik dalam bentuk dendogram interpopulasi.

(25)

12

2.4 Analisis Data

Data derajat kelangsungan hidup benih dan laju pertumbuhan harian/

Spesific Growth Rate (SGR), yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0. Jumlah larva dan fenotipe warna diinterpretasikan secara deskriptif. Keragaman intrapopulasi fenotipe hasil persilangan (hibridisasi) intraspesifik menggunakan 4 populasi ikan nila secara resiprok dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan uji F-test pada selang kepercayaan 95%. Jika hasil yang diperoleh berbeda nyata, dilakukan uji Duncan sebagai uji lanjut. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan rancangan sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij Keterangan:

Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Perbedaan keunggulan induk jantan atau betina pada persilangan resiprok terhadap keragaan progeni hibrida dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial AxB dengan dua peubah bebas, dalam klasifikasi sumber genetik jantan (faktor A) dan sumber genetik betina (faktor B).

Model Matematis untuk analisis pola faktorial adalah : Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk

i = 1, 2, 3,…………,a j = 1,2,3...,b dan k =1.2.3,...u Keterangan :

Yijk = Pengamatan Faktor A taraf ke-i , Faktor B taraf ke-j dan Ulangan ke-k

µ = Rataan Umum

Ai = Pengaruh Faktor A pada taraf ke-i Bj = Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j

ABij = Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B

cєijk = Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

(26)

13 Keragaman fenotipe morfometri dianalisis menggunakan analisis diskriminan canonical dan hierarki cluster dengan bantuan software SPSS 16.0.

(27)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Jumlah Larva

Jumlah larva yang dipanen dari pemijahan induk semua tipe persilangan disajikan pada Gambar 5. Jumlah larva terbanyak dihasilkan dari persilangan ♂Bx♀N dengan jumlah 1586 ekor/induk, sedangkan jumlah larva terendah dihasilkan dari persilangan ♂Lx♀R sebanyak 408 ekor/induk. Jantan B menunjukkan nilai terbesar dari setiap persilangan dengan semua betina kecuali dengan populasi L. Sebaliknya betina N menghasilkan rata-rata jumlah larva terbaik dibandingkan dengan betina lainnya (Lampiran 1).

Gambar 5. Jumlah larva hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (ekor/induk). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST).

3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian

Pertumbuhan bobot diukur dengan metode sampling, dimana setiap titik sampling mewakili 14 hari pemeliharaan. Gambar 6 menunjukkan grafik pertumbuhan benih ikan nila umur 25 hari sampai 81 hari pemeliharaan. Laju pertumbuhan benih meningkat dengan kecepatan yang relatif sama antar populasi dan membentuk pola yang sama pada semua tipe persilangan. Pertumbuhan

(28)

15 tertinggi ditunjukkan pada persilangan ♂Lx♀N, sedangkan pola pertumbuhan terendah pada persilangan ♂Rx♀L(Lampiran 2).

Gambar 6. Pertumbuhan bobot benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila selama 56 hari pemeliharaan.R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST), Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀.

Berdasarkan analisis statistik rerata laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) dengan menggunakan RAL (ANOVA) dan uji lanjut Duncan, hasil menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05) (Tabel 4, Lampiran 3). Nilai SGR terbaik terdapat pada persilangan ♂Rx♀B (6,44 0,071%), dan SGR terendah adalah pada persilangan ♂Nx♀N (5,56 0,32a %).

(29)

16 Tabel 4. Laju pertumbuhan harian/SGR benih ikan nila hasil persilangan resiprok

4 populasi ikan nila (%).

Jenis Indukan

Spesific Growth Rate /SGR (%) Betina R N L B Jantan R 6,34 0,234cd 6,10 0,45abcd 5,98 0,29abcd 6,44 0,07d N 6,10 0,56abcd 5,56 0,32a 6,18 0,18bcd 6,32 0,27cd L 6,41 0,02d 6,31 0,12cd 6,24 0,11bcd 5,77 0,10abc B 5,69 0,27ab 6,13 0,30 bcd 6,20 0,53bcd 6,39 0,26d

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L(Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di

belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata.

Pengaruh induk jantan atau induk betina pada populasi hibrida (Tabel 5, Lampiran 3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian (SGR) (p>0,05).

Tabel 5. Pengaruh induk jantan/betina terhadap nilai SGR benih ikan nila hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%).

Jenis Indukan

Rataan SGR (%) berdasarkan kombinasi Jantan/betina Betina R N L B Jantan R 6,22 0,21a N 6,04 0,33a L 6,18 0,28a B 6,10 0,29a R 6,14 0,32a 6,03 0,32a 6,15 0,12a 6,23 0,31a N L B

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di

belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata.

3.1.3 Derajat Kelangsungan Hidup Benih

Derajat kelangsungan hidup benih/Survival Rate (SR) dari setiap persilangan disajikan pada Gambar 7. Derajat kelangsungan hidup benih tertinggi ditunjukkan oleh persilangan ♂Lx♀B (77,00 2,78%), dan kelangsungan hidup benih terendah pada persilangan ♂Nx♀N (31,00 9,58%).

(30)

17 Gambar 7. Derajat kelangsungan hidup benih/SR hasil persilangan resiprok 4

populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀. Derajat kelangsungan hidup benih tertinggi pada penggunaan jantan adalah induk dari populasi R yaitu 61,13 1,42% (Tabel 6, Lampiran 4). Pada induk betina yang dominan terhadap sintasan adalah induk dari populasi B yaitu sebesar 64,75 10,81%.

Tabel 6. Pengaruh induk jantan/betina terhadap SR hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%).

Persilangan (Sumber Genetik)

Rataan SR (%) berdasarkan kombinasi Jantan/betina Betina R N L B Jantan R 61,13 1,42b N 48,79 15,15a L 50,83 22,02a B 54,71 10,81ab R 47,96 10,39a 42,58 17,39a 60,17 6,03b 64,70 10,81b N L B

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Huruf superscript di

belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris, menunjukkan berbeda nyata. 69,50 60,33 52,17 de 77,00 63,17 44,33 44,67 39,67 31,00 61,00 64,00 34,08 72,33 60,00 67,33 60,00 de cd bc e cde ab ab bc a cd cde a de cd de cd

(31)

18

3.1.4 Nilai Heterosis

Berikut ini adalah nilai heterosis atau penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida.

Tabel 7. Nilai heterosis pada karakter jumlah larva, bobot benih, dan sintasan benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%).

Sumber Genetik Nilai Heterosis (%)

(Hibridisasi) SGR Jumlah Larva Sintasan

R x B -4,67 -4,59 -21,11 B x R R x N 2,53 -25,10 12,21 N x R R x L -1,62 -66,13 -26,45 L x R B x L -5,22 -41,80 -3,41 L x B B x N 4,06 -4,70 15,59 N x B L x N 5,82 -13,90 -1,85 N x L

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah

♂ dan kedua adalah ♀.

Nilai positif menunjukkan adanya indikator hybrid vigour pada persilangan dibandingkan tetuanya, heterosis negatif berlaku kebalikannya. Nilai heterosis positif terbesar pada karakter SGR ditunjukkan oleh persilangan dua arah antara L dengan N sebesar 5,82%, sedangkan terendah ditunjukkan oleh persilangan dua arah antara L dengan B sebesar -5,22%. Untuk karakter jumlah larva nilai heterosis menunjukkan nilai negatif pada semua persilangan. Pada karakter sintasan benih nilai heterosis positif tertinggi diperoleh oleh persilangan dua arah B dan N yaitu 15,59%, sedangkan terendah pada persilangan dua arah populasi R dan L sebesar -26,45%.

3.1.5 Fenotipe Morfometrik dan Warna 3.1.5.1Analisis Diskriminan Canonical

Berdasarkan data Truss morphometric (Lampiran 5) dan hasil analisis diskriminan canonical penyebaran karakter morfometrik 16 populasi hasil persilangan disajikan pada Gambar 8.

(32)

19 Gambar 8. Penyebaran karakter morfometrik benih hasil persilangan hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%). R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀.

Sebaran karakter morfometrik populasi persilangan (Gambar 8) menunjukkan derajat kemiripan ikan nila tersebut cukup erat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan antara populasi 1 dengan lainnya pada pertemuan aksis X dan Y. Karakter populasi R terletak menyebar terjauh pada kuadran 1. Penyebaran karakter dari hasil analisis diskriminan canonical secara umum mengindikasikan keeratan hubungan antara satu populasi dengan lainnya. Group centroid merupakan titik temu dari setiap populasi hasil persilangan berdasarkan 21 karakter morfometrik. Terdapat 8 group centroid yang berkelompok ditengah sumbu dengan jarak yang sangat dekat.

(33)

20 Tabel 8. Nilai sharing component atau indeks kesamaan populasi benih hasil

persilangan resiprok 4 populasi ikan nila (%).

Keterangan : R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah

♂ dan kedua adalah ♀.

Nilai sharing component morfometrik atau indeks kesamaan inter-populasi ikan nila hasil persilangan disajikan pada Tabel 8. Nilai sharing component

tertinggi dalam populasi diperoleh populasi RxR (90%) dan terendah populasi LxN (35%). Nilai sharingcomponent terendah antar populasi adalah LxN dengan BxB, dan BxB dengan NxB sebesar 20%. Persilangan BxB menunjukkan nilai

sharing component sebesar 55%, dan termasuk kedalam kategori heterogen. Persilangan RxR menunjukkan nilai 90%, dan persilangan NxN menunjukkan nilai 85% yang termasuk kedalam kategori homogen. Persilangan LxL menunjukkan nilai 70% dan termasuk kedalam kategori heterogen.

Populasi BxB RxB NxB LxB RxR BxR NxR LxR NxN RxN BxN LxN LxL RxL NxL BxL Total (%) BxB 55 0 20 0 0 0 0 10 5 5 0 5 0 0 0 0 100 RxB 0 85 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 10 100 NxB 10 0 75 0 5 0 0 0 0 5 0 5 0 0 0 0 100 LxB 0 0 0 85 10 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 100 RxR 0 0 0 0 90 0 0 0 0 5 0 5 0 0 0 0 100 BxR 0 0 0 0 0 60 0 10 0 0 15 0 0 0 5 10 100 NxR 0 0 0 0 0 0 60 5 0 0 5 0 0 0 15 15 100 LxR 0 0 5 0 0 0 0 70 0 5 5 5 0 5 5 0 100 NxN 0 5 0 5 5 0 0 0 85 0 0 0 0 0 0 0 100 RxN 5 0 5 5 0 0 5 5 0 75 0 0 0 0 0 0 100 BxN 0 0 0 0 0 15 5 0 0 0 70 0 0 0 10 0 100 LxN 20 10 15 0 0 0 0 5 5 0 5 35 5 0 0 0 100 LxL 0 5 0 0 0 0 5 0 5 15 0 0 70 0 0 0 100 RxL 16 0 0 11 0 0 0 0 0 11 0 5 11 47 0 0 100 NxL 0 5 0 0 0 10 10 10 0 0 0 10 0 0 50 5 100 BxL 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 10 85 100

(34)

21

3.1.5.2 Dendogram Interpopulasi

Dendogram hasil persilangan (Gambar 9), menjelaskan kedekatan hubungan interpopulasi pada 16 hasil persilangan resiprok ikan nila dari 4 populasi yang berbeda (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST).

Gambar 9. Dendogram interpopulasi hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀.

Berdasarkan cluster dendogram jarak kemiripan dari 16 benih hasil persilangan pada derajat kemiripan 70% dikelompokkan kedalam 2 kelompok, yakni kelompok 1 (dekat) adalah NxN, LxN, BxB, LxL, RxN, RxB, NxL, LxR, Bx L, NxR, BxN, BxR dan kelompok 2 (jauh) adalah NxB, LxB, RxR, RxL. Benih hasil persilangan secara umum berada pada kelompok 1 (dekat).

(35)

22

3.1.5.3 Fenotipe Warna Benih

Fenotipe warna benih disajikan pada Gambar 10. Fenotipe warna pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu warna dark (Hitam dan Hitam Kemerahan) dan light (Merah corak hitam, merah corah hitam dan putih, merah, merah corak putih, dan putih) (Lampiran 6). Persilangan ikan dengan warna kedua induk hitam (BEST dan NIRWANA) menghasilkan benih 100% hitam. Persilangan antara ikan nila berwarna merah dengan hitam atau sebaliknya menghasilkan dominansi warna light. Gambar 10 menunjukkan bahwa ikan nila merah dominan terhadap ikan nila warna hitam.

Gambar 10. Persentase fenotipe warna benih hasil persilangan resiprok 4 populasi ikan nila. R (Red NIFI), N (NIRWANA), L (Merah lido), B (BEST). Populasi pertama adalah ♂ dan kedua adalah ♀.

3.1.6 Kualitas Air di Danau Lido

Parameter kualitas air yang diamati meliputi DO, suhu, pH, TAN, dan Amonia (Tabel 9). Kisaran parameter DO 3,52-4,80 mg/L, parameter pH berkisar antara 6,32-7,77, parameter suhu berkisar antara 21,00-28,20°C, parameter kecerahan berkisar antara 3,90-4,25 m, parameter TAN 0,70-1,47 ppm, dan amonia berkisar pada 0,01-0,02 ppm.

(36)

23 Tabel 9. Data pengukuran kualitas air di Danau Lido.

Parameter Kisaran

Danau Lido Pustaka

DO (mg/L) 3,52-4,80 4,00-6,00* Suhu (°C ) 21,00-28,20 24,00-30,00** pH 6,32-7,08 5,60-8,50* Kecerahan (m) 3,90-4,25 >0,02** TAN (ppm) 0,70- 1,47 <3,00** Amonia (ppm) 0,01 - 0,02 <0,52*

Ket: *) Popma dan Masser (1999) **) Boyd (1990)

3.2 Pembahasan

Hibridisasi intraspesifik antara 4 populasi ikan nila, yaitu Red NIFI (R), NIRWANA (N), Merah lido (L), dan BEST (B) secara resiprok, menghasilkan hibrida dengan ciri morfometrik, kemampuan hidup, dan tumbuh yang berbeda. Kegiatan persilangan antar populasi yang berbeda merupakan suatu upaya alternatif didalam meningkatkan nilai variabilitas genetik dan keragaan pada suatu populasi. Informasi dari persilangan ini juga berguna untuk mengevaluasi performa induk.

Jumlah larva yang dihasilkan induk dengan persilangan menunjukkan kuantitas yang baik yaitu berkisar antara 408-1354 ekor/induk. Secara deskriptif jumlah rata-rata larva (Gambar 5) terbanyak dihasilkan dari induk betina NIRWANA yang disilangkan dengan 4 jantan dari populasi berbeda sebesar 1216 ekor/induk, dengan bobot rata-rata 461,25 gram (Lampiran 7). Rata-rata jumlah larva terendah dihasilkan dari induk betina L yaitu sebanyak 624 ekor/induk dengan bobot rata-rata 219,96 gram. Jumlah larva bergantung pada fekunditas induk betina dan hatching rate. Perbedaan jumlah larva diduga terkait dengan perbedaan kondisi matang gonad, dan bobot dari induk tersebut. Induk betina N dengan L memiliki selisih bobot yang cukup besar. Ikan nila N merupakan ikan hasil seleksi, sedangkan ikan nila L merupakan ikan nila yang berkembang biak di Danau Lido yang secara genetik belum stabil performa reproduksinya. Fekunditas dan jumlah larva juga ditentukan oleh faktor genetik dan dipengaruhi faktor

(37)

24 lingkungan, misalnya ketersediaan makanan bagi induk ikan (Wootton, 1979; Royce, 1984).

Pertumbuhan benih hasil persilangan (Gambar 6) secara umum menunjukkan kesamaan pola pertumbuhan dari waktu ke waktu, namun perbedaan ditunjukkan dari bobot akhir benih yang dipelihara selama 8 minggu (56 hari). Berdasarkan Tabel 4, nilai SGR tertinggi diperoleh dari hasil persilangan ♂Rx♀B (6,44 0,07%). Hal ini membuktikan bahwa persilangan mampu meningkatkan laju pertumbuhan harian ikan nila, sesuai dengan pernyataan Kurniasih dan Gustiano (2007) bahwa hibridisasi mempunyai tujuan untuk memperbaiki kualitas benih, seperti perbaikan terhadap laju pertumbuhan. Kontribusi induk jantan atau induk betina dari 4 populasi ikan nila (R, N, L, dan B) tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap pewarisan laju pertumbuhan benih ikan nila (Tabel 5), diduga bahwa induk jantan dan betina bersifat kodominan terhadap pewarisan sifat pertumbuhan.

Derajat kelangsungan hidup/sintasan benih didalam proses produksi adalah faktor penting yang diutamakan didalam kegiatan persilangan. Diharapkan hibrida hasil persilangan dapat hidup dengan respon toleransi lingkungan yang luas, sehingga potensial dibudidayakan baik di kolam maupun di perairan umum. Berdasarkan Gambar 7, dapat diketahui bahwa derajat kelangsungan hidup benih terbaik diperoleh dari persilangan ♂Lx♀B (77,00 2,78%), terendah dari persilangan ♂Nx♀N (31,00 9,58%). Induk jantan R (61,13 1,42%) dan induk betina B (64,75 10,81%) serta L (60,17 6,03%) memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap peningkatan pewarisan sifat sintasan benih di karamba jaring apung Danau Lido (Tabel 6). Induk nila L merupakan ikan yang terdomestifikasi dengan baik di lingkungan Danau Lido sehingga memiliki respon lingkungan yang tinggi. Nila B juga memiliki respon sintasan baik di lingkungan Danau Lido (Gustiano, 2008), sehingga menghasilkan benih dengan derajat sintasan paling tinggi diantara persilangan lainnya. Nila B memiliki biomassa tertinggi dibandingkan 3 populasi lainnya sebesar 2078,98 gram (Lampiran 9). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lemarie (2001) bahwa peningkatan heterozigositas pada perkawinan beda kerabat diduga dapat menghasilkan perbaikan dan peningkatan kelangsungan hidup.

(38)

25 Berdasarkan Tabel 7, persilangan resiprok L dengan N menunjukkan nilai heterosis SGR tertinggi sebesar 5,82%. Heterosis jumlah larva menunjukkan nilai negatif untuk semua persilangan, namun nilai heterosis negatif rendah ditunjukkan oleh persilangan resiprok B dengan R (-4,59%) dan B dengan N (-4,70%). Sedangkan persilangan resiprok B dengan N memiliki nilai heterosis sintasan tertinggi sebesar 15,59%. Heterosis merupakan penampilan tambahan yang diperlihatkan oleh generasi hibrida diatas rata-rata penampilan induknya (Alawi et al., 2006). Nilai heterosis positif mengindikasikan adanya penambahan performa benih dari induknya, sedangkan nilai heterosis negatif menunjukkan adanya penurunan performa.

Hibridisasi memanfaatkan sifat heterosis karena sifat dominan dan heterozigot pada banyak lokus (Kapuscinski dan Jacobson, 1987) atau interaksi dari alela pada lokus (Tave, 1993). Faktor genetik, kekerabatan, dan aksi gen mempengaruhi nilai heterosis, aksi gen terdiri dari aksi gen aditif dan tidak aditif. Menurut Ariyanto dan Subagyo (2004) nilai heterosis sangat dipengaruhi oleh aksi gen tidak aditif sedangkan aksi gen aditif cenderung mempengaruhi nilai heritabilitas dalam suatu karakter. Ekspresi gen non aditif lebih sensitif terhadap lingkungan dibandingkan dengan gen aditif pada persilangan ikan nila (Wohlfarth, 1993;Bentsen et al., 1998 in Gjedram, 2005). Secara umum, nilai heterosis pada kegiatan persilangan ini relatif rendah, kecuali pada sintasan pada persilangan B dengan N dan SGR pada L dengan N. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh gen tidak aditif hasil persilangan ikan nila relatif kecil.

Berdasarkan hasil analisis diskriminan canonical (Gambar 8) menunjukkan bahwa derajat kemiripan interpopulasi dan intrapopulasi persilangan ikan nila adalah tinggi. Hal ini disebabkan karena persilangan yang dilakukan adalah persilangan intraspesifik, dan pengaruh populasi dasar yang digunakan dalam persilangan mengandung unsur satu spesies yaitu Oreochromis niloticus. Namun populasi R yang terletak di kuadran I menyebar terjauh dari pusat himpitan dibanding 3 populasi lainnya (B, N, dan L).

Data analisis diskriminan didukung oleh nilai sharing component (Tabel 8). Nilai sharing component tertinggi intrapopulasi adalah RxR (90%), dan terendah adalah LxN (35%). Sedangkan nilai sharing component tertinggi interpopulasi

(39)

26 adalah LxN dengan BxB (20%), dan BxB dengan NxB (20%). Nilai kesamaan ukuran tubuh menjelaskan adanya percampuran yang terukur antara populasi 1 dengan lainnya (Suparyanto et al., 1999). Semakin tinggi nilai sharing component

intrapopulasi semakin rendah keragaman genetiknya dengan kata lain populasi tersebut lebih murni dibandingkan lainnya, begitu juga sebaliknya. Hal ini ditunjukkan oleh populasi R.

Berdasarkan hasil analisis hierarki cluster hasil pengukuran Truss

morfometrik (Lampiran 5), pengelompokan populasi melalui dendogram (Gambar 9), menunjukkan bahwa jarak antar populasi persilangan dibagi menjadi 2 kelompok utama. Kelompok 1 (dekat) adalah NxN, LxN, BxB, LxL, RxN, RxB, NxL, LxR, BxL, NxR, BxN, BxR dan kelompok 2 (jauh) adalah NxB, LxB, RxR, RxL. True breeding R memiliki jarak yang relatif jauh dengan B, N, dan L. Namun B dan N memiliki jarak yang cukup dekat, hal ini disebabkan karena adanya kesamaan sumber genetik pembentuk strain tersebut. Ikan nila B dan N merupakan hasil seleksi dari ikan nila GIFT. Ikan nila GIFT terbentuk dari seleksi buatan dari populasi 8 negara yang berbeda, yatu dari Kenya, Mesir, Ghana, Senegal, Israel, Singapura, Thailand, dan Taiwan (Vellasco et al., 1996), sedangkan nila R merupakan nila mutan seperti yang dilaporkan oleh Liao dan Cang (1983) in Hussain et al., (2000). Ikan nila Merah lido diduga berasal dari persilangan nila R dengan nila N berdasarkan nilai sharing component (Tabel 8) dan kedekatan populasi pada dendogram (Gambar 9).

Secara umum populasi hasil persilangan berada pada kelompok intermediet. Menurut Koh et al., (1999), semakin kecil jarak genetik antar individu dalam satu populasi, maka semakin seragam populasi tersebut. Derajat kemiripan genetik dari suatu populasi dapat digambarkan oleh jarak genetik dari individu-individu anggota populasi. Semakin besar jarak genetik individu di dalam suatu populasi, maka populasi tersebut memiliki anggota yang semakin beragam.

Fenotipe warna pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu warna

dark (hitam dan hitam kemerahan) dan light (merah corak hitam, merah corak hitam dan putih, merah, merah corak putih, dan putih) (Lampiran 6). Fenotipe warna mengindikasikan dominan atau resesif suatu gen dari induk terhadap hibridanya Berdasarkan Gambar 10, adanya sifat kodominan diperlihatkan

(40)

27 persilangan ♂Nx♀R, ♂Nx♀L, dan ♂Bx♀L persentase warna yang dihasilkan memunculkan kedua komponen warna dark dan light pada persilangan tersebut. Persilangan antara ikan nila berwarna merah dengan hitam atau sebaliknya menghasilkan dominansi warna light. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanif (1999), penampilan fisik pada persilangan ikan nila merah dan nila hitam menghasilkan warna dasar merah lebih dominan pada benih hasil persilangan. Secara deskriptif dapat diketahui bahwa nila merah memberikan kontribusi peningkatan terhadap laju pertumbuhan hibrida hasil persilangan dengan nila hitam, dibandingkan dengan true breeding nila hitam (Gambar 7). Nila hitam memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat kelangsungan hidup hibrida hasil persilangan dengan nila merah, dibandingkan dengan true breeding

nila merah (Tabel 4). Hal ini dapat dijadikan pertimbangan arah program pemuliaan ikan nila kedepaannya.

Secara umum persilangan dapat meningkatkan keragaan benih terutama derajat kelangsungan hidup benih/sintasan dan laju pertumbuhan. Induk betina BEST yang disilangkan dengan 3 jantan dari populasi berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan sintasan benih walaupun pemeliharaan benih dilakukan di KJA, Danau Lido. Terdapat keunggulan secara genetis dari populasi BEST, diantaranya terlihat pada SR benih (85%), HR (90%), fekunditas 3-5 kali lebih tinggi dari nila masyarakat serta pertumbuhan lebih baik dibandingkan nila NIRWANA, GESIT, dan Red NIFI. Ketahanan terhadap suhu (21°-27°C), ketahanan terhadap lingkungan Danau Lido dapat mencapai 9,5% lebih baik dibandingkan nila masyarakat (Gustiano, 2008).

Pemilihan sumber genetik yang tepat tentu saja akan meningkatkan kualitas fenotipe heterozigot hibridisasi. Secara genetik persilangan mampu menambah keragaman genetik dan menyatukan keunggulan dari masing-masing strain kedalam keturunan hasil persilangannya. Namun keragaman genetik yang tinggi belum tentu menghasilkan benih hasil persilangan dengan keragaan yang baik, bergantung pada gen yang memiliki keunggulan. Gen tersebut akan terekspresi secara maksimal atau tidak terekspresi pada kondisi lingkungan budidaya karamba jaring apung Danau Lido. Variasi fenotipe yang diamati secara kuantitatif adalah gabungan dari variasi genetik, variasi lingkungan, dan variasi

(41)

28 interaksi antar genetik dengan lingkungan (Tave, 1993). Potensi genetik tidak dapat teralisasi dengan baik tanpa dukungan lingkungan (Dunham, 2004). Fenotipe individu dengan keragaman genetik yang tinggi menunjukkan fitness

yang lebih baik meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres (Leary et al., 1985).

Semua fenotipe dikontrol oleh lingkungan (nutrisi, kualitas fisik/biologi/kimia, dan penyakit), tetapi lingkungan memegang peranan penting dalam memunculkan fenotipe kuantitatif (Tave, 1993). Pengaruh lingkungan terhadap setiap individu ikan juga berbeda. Lingkungan di perairan Danau Lido juga berperan dalam mempengaruhi keragaan dan karakteristik dari benih hasil persilangan ikan nila. Potensi genetik yang baik tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal jika tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai. Pada kondisi yang optimal kemampuan metabolisme tubuh akan berjalan secara optimum, sehingga pertumbuhan dan respon stres berjalan dengan baik. Namun jika kondisi yang tidak optimal hal sebaliknya akan terjadi.

Kualitas air di Danau Lido menunjukkan kisaran yang kurang optimal untuk kehidupan ikan nila terutama untuk kisaran DO, kisaran optimal untuk ikan nila adalah 4-6 mg/L (Popma dan Masser, 1999), sedangkan pengukuran berkala menunjukkan kisaran 3-4 mg/L. Kondisi cuaca bulan Maret-Juli yang cenderung hujan menyebabkan suhu perairan berada pada kisaran 21º-28ºC, sedangkan menurut Boyd (1990) suhu optimal pertumbuhan ikan nila adala 24°-30°C (Tabel 9). Kematian benih ikan selama penelitian ditandai oleh kondisi sirip gripis, warna badan menjadi lebih gelap (stres), dan berenang di permukaan. Hal ini diduga disebabkan oleh penyakit dari bakteri Streptococcus sp. Ikan nila yang terserang Streptococcois menunjukkan gejala seperti sisiknya hilang, gerakan renang yang tidak menentu (erratic), sirip gripis (Clark et al., 2000), pigmen kulit lebih gelap (melanosis), bola mata menonjol (exopthalmia), pendarahan, dan perut kembung.

Persilangan dari 4 populasi ikan nila (Red NIFI, NIRWANA, Merah lido, dan BEST) secara resiprok dapat memberikan kontribusi perbaikan genetis ke arah fenotipe kuantitatif. Kemunculan hybrid vigour pada fenotipe bobot

(42)

29 B dengan N. Pengujian secara statistik menunjukkan bahwa persilangan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup. Produk hibrida merupakan produk akhir, sehingga kemurnian strain dapat dijaga. Kemampuan adaptasi dengan respon lingkungan terbaik di Danau Lido ditunjukkan oleh hibrida persilangan ♂L dengan ♀B. Selain memiliki sintasan terbaik derajat keseragaman dari persilangan ♂L dengan

♀B tinggi, hal ini ditunjukkan dari nilai koefiesien variasi bobot yang rendah (Lampiran 8).

(43)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Persilangan intraspesifik antara nila BEST dan NIRWANA menghasilkan

hybrid vigour yang terbaik pada kelangsungan hidup benih dengan nilai heterosis 15,6%. Sedangkan nila NIRWANA dan Merah Lido memberikan kontribusi pada peningkatan laju pertumbuhan bobot dengan heterosis sebesar 5,8%. Berdasarkan dendrogram kemiripan karakter morfometrik interpopulasi, secara umum populasi

true breed memiliki kemiripan relatif lebih dekat dengan hibridanya, namun nila

Red NIFI berbeda dari kelompok NIRWANA, BEST, dan Merah lido. Persilangan terbaik adalah persilangan yang memiliki respon lingkungan dan SR tertinggi, yang ditunjukan ♂Lx♀B.

4.2 Saran

Kegiatan persilangan ikan nila Merah lido dengan BEST disarankan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup benih di lingkungan danau. Pengembangan penelitian ini diharapkan untuk melakukan uji tantang benih hasil persilangan terhadap patogen Streptococcus sp.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Alawi, H., Nuraini, dan Sukendi. 2006. Genetika dan Pemuliaan Ikan. UNRI Press. Pekanbaru.

Ariyanto, D., dan Subagyo. 2004. Variabilitas genetik dan evaluasi heterosis pada persilangan antar galur dalam spesies ikan mas. Zuriat 15, 118-124.

Brzesky, V.J., dan Doyle, R.W. 1988. A morphometric criterion for sex discrimination in tilapia. In R.S.V. Pullin, T. Bhukaswan, K. Tonguthai and J.L. Maclan (Eds.), The second ISTA, Bangkok, Thailand.ICLARM cof. Proc 15, 439-444.

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama.

Clark, J.S., Paller, B, dan Smith, P.D. 2000. Preventation of Streptococcosis in Tilapia by vaccination. The Pilliphine Experience, Pilliphine.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Program peningkatan produksi perikanan budidaya tahun 2010-2014. Forum akselerasi pembangunan perikanan Budidaya 2010. Batam, 25-28 januari 2010.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Nila, andalan produk perikanan. Available at http://www.dkp.go.id/archives/c/34/1854/nila-andalan-produk-perikanan. [10 Februari 2010].

Dunham, R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology Genetic Approaches. CABI Publishing. London.

Gjedram, T. 2005. Selection and breeding program in aquaculture. AKVFORSK, Springer. The Netherlands.

Gusrina. 2002. Pengaruh inbreeding terhadap karakter fenotipe ikan nila GIFT

Oreochromis sp. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gustiano, R. 2008. Varietas baru ikan budidaya air tawar ikan nila BEST (Bogor Enhaced Strain Tilapia). Warta Plasma Nutfah Indonesia 29, 3-6.

__________. Oktober 2009. Ikan nila BEST unggulan baru, harapan mutu. TROBOS, 116-117.

Hanif, S. 1999. Peningkatan mutu benih ikan nila melalui teknik persilangan, di dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Genetika Ikan, Indonesian

(45)

32 Network on Fish Genetic Research and Development. Departemen Pertanian. Sukabumi, 8 Oktober 1999, hlm. 54-58.

Hussain, M.G., Kohinoor, A.H.M, Islam, M.S, and Mahata, S.C. 2000. Genetic evaluation of GIFT and existing strains of nile tilapia, Oreochromis niloticus, unde on-station and ond-farm condition in Bangladesh. Asian Fisheries Science 13, 117-126.

Imron. 1998. Keragaman morfologis dan biokimiawi beberapa stok keturunan induk udang windu Penaeus monodon asal laut yang dibudidayakan di tambak. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Imron., Arifin, O.Z, dan Subagyo. 2000. Karakterisasi morfologis morfometris

pada ikan mas (Cyprinus carpio) galur Majalaya, Rajadanu Wildan dan Sutisna. Di dalam Prosiding Seminar Penelitian Perikanan 1999/2000. Puslitbang Eksplorasi Laut dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 16 Juli 2000, hlm. 188-197.

Judantari, S. 2007. Nila NIRWANA : solusi performa dari Wanayasa. Available at http://www.trobos.com/archives/d/21/1248/nila-nirwana-solusi-performa-dari-wanayasa.[10 Februari 2010].

Kapuscinski, A.R., and Jacobson, L.D.1987. Genetic Guidelines for Fisheries Management. University of Minnesota. USA.

Koh, T.L., Khoo, G, Li Qun Fan, and Phang, V.P.E.1999. Genetic diversity among wild forms and cultivated varieties of discus (Symphysodon spp.) as revealed by random amplified polymorphic DNA (RAPD) fingerprinting. Aquaculture 173, 485-497.

Kurniasih, T., dan Gustiano, R. 2007. Hibridisasi sebagai alternatif untuk penyediaan ikan unggul. Media Aquaculture2, 37-40.

Leary, R.F., Allendorf, F.W, dan Knudsen, K.L.1985. Development instability and high meristic counts in interspesific hybrid of salmonid fishes. Evolution 39, 1.318-1.326

Lemarie, G. 2001. A Simple Test to Evaluate the Salinity Tolerance of

Oreochromis niloticus, saotherodon melanotheron and their hybrids.(in press). IFREMER. Palavas.

Li Sifa, 1997. Dissemination and Evaluation of Genetically Improved Tilapia Species in Asia. Sanghai Fisheries Universitty. China.

Moreau, J., and Pauly, D. 1999. A comparative analysis of growth performance in aquaculture of tilapia hybrids and their parent spesies. Asian Fisheries Science 12, 91-103.

Gambar

Tabel 1. Skema persilangan 4 populasi ikan nila secara resiprok.
Tabel 2. Deskripsi 21 karakter morfologis morfometrik yang diukur untuk analisis    variabilitas intraspesifik
Tabel 3. Metode pengukuran kualitas air danau.
Gambar 5.  Jumlah      larva      hasil    persilangan   resiprok  4  populasi    ikan    nila  (ekor/induk)
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi sistem imun pada lima strain nila yang berbeda, yaitu BEST, Nirwana, Red-NIFI, Srikandi, dan GIFT dengan

Nelayan pembudidaya ikan nila di Karamba Jaring Tancap yang ada di Desa Sinuian Kecamatan Remboken sebaiknya lebih memperhatikan jaring dan karamba yang digunakan karena masih

Parameter lain yang diukur antara lain pH, suhu, kadar amonia air, panjang, berat dan laju pertumbuhan spesifik ikan nila, serta analisis proksimat nutrisi pakan

Kontribusi Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Nila Merah pada Karamba Jaring Apung di Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... Kendala

Tingginya kandungan kromium (Cr) pada daging ikan nila merah, dipengaruhi oleh adanya hasil buangan dari limbah industri yang dibuang ke sungai Winongo Yogyakarta tanpa

Kendala yang dihadapi pada budidaya ikan nila di laut dengan salinitasnya tinggi di atas 30 g/L adalah terhambatnya pertumbuhan hingga kematian ikan akibat tekanan hipersalinitas

Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilaporkan oleh Widiyati dan Sudarto (1996), yang melakukan pengujian terhadap tiga populasi ikan nila yang berbeda,

Biaya Anailisis biaya yang dilakukan pada usaha pembesaran ikan nila dalam keramba jaring apung yang ada disekitaran Danau Laut Tawar yang sudah dirata-ratakan disajikan pada tabel