• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1. Aliran dan erosi permukaan

Hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan (Tabel 4) menunjukkan bahwa nilai laju aliran dan erosi permukaan di lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) > lahan bertanaman kayu putih dengan menggunakan teras bangku (plot 1) > lahan bertanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) > lahan bertanaman kayu putih dan tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2). Namun berdasarkan uji t menunjukkan bahwa nilai rata-rata aliran permukaan dari keempat plot tersebut tidak berbeda nyata (plot 4 = plot 1 = plot 3 = plot 2) (Lampiran 13), sedangkan erosi permukaan dari plot 4 tidak berbeda nyata dengan erosi permukaan dari plot 1, demikian juga erosi permukaan dari plot 3 tidak

berbeda nyata dengan erosi permukaan dari plot 2. Erosi permukaan dari dua plot pertama lebih besar dari dua plot ke dua (plot 4 = plot 1 > plot 3 = plot 2) (Lampiran 14).

Gambar 20. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku (plot 1)

Alih ragam hujan menjadi aliran permukaan dari keempat plot secara statistik tidak berbeda nyata, namun dari segi jumlah selama pengamatan bebeda. Aliran permukaan dari plot 4 dan plot 1 lebih besar dari plot 3 dan plot 2, sehingga energi aliran permukaan lebih besar yang menyebabkan erosi permukaan dari plot 4 dan plot 1 menjadi lebih besar dibandingkan dari plot 3 dan plot 2.

Penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku menghasilkan jumlah aliran dan erosi permukaan yang cukup besar karena teras bangku pada bagian talud tidak memiliki tanaman penutup (Gambar 20) dan memiliki kemiringan talud yang besar, hal ini membuat tanah menjadi mudah tererosi. Banyaknya praktik teras bangku juga mempengaruhi laju aliran dan erosi permukaan yang terjadi. Menurut Constantinesco (1976) dalam Arsyad (2010) dengan kelerengan 20% maka terdapat 20 bangku per 100 meter dengan lebar teras 5 meter. Artinya dengan panjang lereng 22 meter maka terdapat 4 sampai 5 bangku dengan lebar teras 5 meter. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan tanaman kacang tanah dan kedelai dan penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku menghasilkan erosi permukaan yang tidak berbeda nyata.

Gambar 21. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4)

Pembuatan teras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Pembangunan teras bangku yang tidak sesuai dengan syarat pembuatan teras akan berdampak pada besarnya laju aliran dan erosi permukaan, hal tersebut yang membuat besarnya aliran permukaan pada plot 1 dan plot 4 tidak berbeda nyata.

Gambar 21 menunjukkan tanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4). Kerapatan tanaman terlihat kurang rapat bila dibandingkan dengan kerapatan tanaman kayu putih yang dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) (Gambar 22) dan lahan bertanaman kayu putih dan tanaman jagung dengan menggunakan teras gulud (plot 2) (Gambar 23). Kerapatan tanaman berperan dalam mengurangi jumlah dan besarnya energi curah hujan, sehingga lahan dengan kerapatan tajuk tanaman lebih tinggi akan mereduksi laju erosi permukaan. Penerapan teras bangku (Gambar 20) secara teoritis akan mereduksi energi aliran permukaan sehingga dapat mereduksi erosi permukaan secara nyata. Namun dalam kasus penelitian ini, teras bangku yang dibuat tidak sesuai dengan teknis pembuatan teras bangku sehingga menghasilkan aliran dan erosi permukaan yang besar.

Gambar 22. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3)

Teras gulud yang dibangun pada plot 2 (Gambar 23) dengan jarak antar gulud 1 – 2 meter dapat menahan aliran dan erosi permukaan sehingga kecepatan aliran permukaan dapat direduksi sehingga mengurangi energi aliran permukaan. Pembangunan teras gulud juga dapat menahan partikel tanah yang terangkut aliran permukaan sehingga mengurangi laju erosi permukaan sampai ke hilir.

Tingkat bahaya erosi dilihat dari laju erosi permukaan tahunan berdasarkan hasil pendugaan menggunakan rasio jumlah hari hujan maupun persamaan regresi, tergolong tingkat ringan dan sedang. Berdasarkan data tersebut kedua penggunaan lahan tersebut tergolong baik (plot 2 dan plot 3) dari segi laju erosi permukaan, sedangkan kedua penggunaan lahan perlu dievaluasi kembali (plot 1 dan plot 4). Penentuan tingkat bahaya erosi yang digunakan berdasarkan kedalaman solum tanah, hal tersebut disebabkan jika laju erosi lebih cepat dari pembentukan tanah disertai kedalaman solum yang dangkal maka tanah akan terkikis secara perlahan-lahan bahkan akhirnya dapat menyikap bahan induk naik ke permukaan tanah.

Gambar 23. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan tanaman jagung teras gulud (plot 2)

Hasil penelitian ini masih perlu dikaji kembali, mengingat hasil pengukuran baru dilaksanakan 44 hari hujan dan terdapat dugaan terjadinya hasil pengukuran yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Hal ini didasarkan pada konstruksi plot dan bak pengukuran aliran dan erosi permukaan yang dibuat tidak sebagaimana konstruksi plot erosi yang baik, yaitu dari plot erosi tidak terdapat bangunan pengarah aliran permukaan yang biasanya dibuat berbentuk segitiga. Bak penampung aliran permukaan dan sedimen yang pertama (bak A) dimensinya terlalu kecil dan ditempatkan tidak di tengah, sehingga bak A tidak dapat menampung aliran permukaan. Plot yang tidak dilengkapi bangunan pengarah aliran permukaan akan menyebabkan aliran permukaan dan sedimen yang terangkut tertahan oleh dinding plot di bagian hilir, sehingga tidak mencapai bak penampung.

5.2.2. Hubungan antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan

Nilai koefesien determinasi (R2) hubungan curah hujan dengan aliran permukaan berbentuk polynomial berkisar antara 80% sampai 90%, sedangkan untuk hubungan antara curah hujan dengan erosi permukaan berkisar antara 60% sampai 80%. Nilai R2 tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai R2 untuk persamaan linear dan exponensial, sehingga model persamaan polynomial dipilih

untuk menggambarkan hubungan hujan dengan aliran permukaan dan dengan erosi permukaan.

Model polynomial dinilai lebih logis dibandingkan dengan model linear dan exponensial, yaitu sejalan dengan model hubungan jumlah hujan dan erosivitas hujan. Perbedaan nilai R2 disebabkan karena kejadian hujan bersifat acak terhadap kondisi parameter lain (pertumbuhan tanaman, penggemburan tanah) yang mempengaruhi laju aliran permukaan, sehingga jumlah hujan bukan satu-satunya parameter yang menyebabkan aliran permukaan, demikian juga dengan kejadian erosi.

Dokumen terkait