LAJU ALIRAN DAN EROSI PERMUKAAN DI LAHAN
HUTAN TANAMAN KAYU PUTIH
(Melaleuca cajuputi ROXB) DENGAN BERBAGAI
TINDAKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR
(Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur)
YULIATNO BUDI SANTOSO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
YULIATNO BUDI SANTOSO. E14061300. Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih(Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Dibimbing oleh
HENDRAYANTO dan CORRYANTI.
Erosi tanah (soil erosion) adalah proses perpindahan partikel tanah yang disebabkan oleh energi alami seperti angin serta air hujan dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung. Erosi alam melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara berkesinambungan. Penggunaan lahan oleh manusia dapat meningkatkan laju erosi melebihi laju pembentukan tanah. Erosi tersebut perlu dikendalikan dengan tindakan konservasi tanah dan air (KTA).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan KTA yang terbaik dalam penanaman kayu putih ditinjau dari laju aliran dan erosi permukaan. Penelitian ini dilakukan di BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur selama bulan Desember 2010 hingga Maret 2011. Data yang dikumpulkan berupa data curah hujan harian, aliran permukaan, erosi permukaan, berat jenis tanah, karakteristik lahan dan penggunaannya.
Hasil pengukuran aliran dan erosi permukaan menunjukkan bahwa laju aliran dan erosi permukaan di lahan bertanaman kayu putih, yang dicampur dengan tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4) > lahan bertanaman kayu putih dengan menggunakan teras bangku (plot 1) > lahan bertanaman kayu putih, yang dicampur dengan tanaman jagung dan kemlandingan (plot3) > lahan bertanaman kayu putih, dan jagung dengan menggunakan teras gulud (plot2). Aliran dan erosi permukaan selama pengamatan 44 hari hujan di plot 4, plot 1, plot 3 dan plot 2 masing-masing adalah 2971,221 m3/ha dan 6,2352 ton/ha, 2929,378 m3/ha dan 6,0226 ton/ha, 2799,582 m3/ha dan 1,8167 ton/ha, 1384,071 m3/ha dan 1,2843 ton/ha.
Berdasarkan uji beda dua nilai rata-rata laju aliran permukaan di keempat plot tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan erosi permukaan di plot 4 tidak berbeda nyata dengan plot 1, tetapi berbeda nyata dengan plot 3 dan plot 2. Erosi di plot 3 tidak berbeda nyata dengan plot 2.
Berdasarkan hasil pendugaan aliran dan erosi permukaan selama satu tahun menggunakan pendekatan regresi, laju aliran dan erosi permukaan di plot 4, plot 1, plot 3, dan di plot 2 masing-masing adalah 17370,97 m3/ha/thn dan 36,03 ton/ha/thn, 17295,72 m3/ha/thn dan 35,46 ton/ha/thn, 16291,23 m3/ha/thn dan 10,59 ton/ha/thn, 8269,77 m3/ha/thn dan 7,43 ton/ha/thn. Laju erosi permukaan tersebut berdasarkan kriteria tingkat bahaya erosi dengan solum tanah adalah 90 cm termasuk ringan dan sedang.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanaman kayu putih yang dicampur dengan jagung dan menggunakan teras gulud berjarak 1–2 meter atau penanaman kayu putih dengan menggunakan tanaman jagung yang rapat dan kemlandingan merupakan praktik penggunaan lahan kayu putih terbaik dibandingkan dengan yang lainnya.
SUMMARY
YULIATNO BUDI SANTOSO. E14061300. Surface Run Off and Surface Erosion on Forest Land Melaleuca cajuputi ROXB With Various Soil and Water Conservation Measures at RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II of East Java. Under supervised by HENDRAYANTO and CORYYANTI.
Soil erosion is the process of soil particles movement caused by natural agents such as wind and rain. Soil erosion is a natural phenomena, and naturally the soil loss is almost balance with the soil development. Human activities on land use may accelerate the erosion, and the rate of erosion may faster than the soil rate formation. Therefore, soil and water conservation measures are needed to control soil erosion.
The purpose of this research is to find out the best soil and water conservation measures on eucalyptus plantation base on the surface run off and surface erosion. This research was conducted in BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II, East Java during December 2010 - March 2011. The measured datas are daily rainfall, surface runoff, surface erosion, soil density, and characteristics of land and landuse.
The results of this measurements indicate that the surface run off and surface erosion on eucalyptus land which is mixed with peanut and soybean crops (plot 4) > eucalyptus landuse using bench terraces (plot 1) > eucalyptus landuse mixed with corn and kemlandingan (plot3) > eucalyptus landuse mixed with corn crops and using terrace gulud (plot2). The value of surface runoff and surface erosion during 44 days daily rainfall observation in plot 4, plot 1, plot 3 and plot 2 are 2971,221 m3/ha and 6,2352 ton/ha, 2929,378 m3/ha and 6,0226 ton/ha, 2799,582 m3/ha and 1,8167 ton/ha, 1384,071 m3/ha dan 1,2843 ton/ha.
The two sample test shows that the surface run off in the four plots are not significantly different, whereas the surface erosion in plot 4 is not significantly different from plot 1, but significantly different from plot 3 and plot 2. Erosion in plot 3 is not significantly different from plot 2.
The result of estimation for surface run off and surface erosion during a year using regression approachment shows that the surface run off and surface erosion in plot 4, plot 1, plot 3 and plot 2 are 17370,97 m3/ha/year and 36,03 tons/ha/year, 17295,72 m3/ha/year and 35,46 ton/ha/year, 16291,23 m3/ha/year and 10,59 ton/ha/year, 8269,77 m3/ha/year and 7,43 ton/ha/year. Surface erosion rate based on the criterian level with solum soil erosion hazard is 90 cm, including light and medium.
This research concludes that eucalyptus landuse mixed with corn corps and using terraces gulud with interval 1 – 2 meters or eucalyptus landuse with the corn corps which is planting nearly and kemlandingan is the best practice landuse than others.
Laju Aliran dan Erosi Permukaan Di Lahan Hutan Tanaman
Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) Dengan Berbagai
Tindakan Konservasi Tanah Dan Air
(Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur)
YULIATNO BUDI SANTOSO
E14061300
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Aliran dan Erosi
Permukaan di Lahan Hutan Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB)
Dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun,
BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
lainnya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Judul Skripsi : Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)
Nama : Yuliatno Budi Santoso
NIM : E14061300
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr Dr. Ir. Corryanti, M.Si NIP. 1961126 1986011 001 NIP. 196600103 198603 2 004
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401199403 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1988 dari ayah Moch. Djawas dan Ibu Martiyanti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN 09 Jakarta
dengan tahun kelulusan 2000 kemudian melanjutkan ke
SLTP Negeri 85 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi di universitas, antara lain menjadi staf divisi acara Cookies-IPB 2006, staf divisi Publikasi, dokumentasi dan dekorasi Gebyar Nusantara 2006. Selain itu penulis aktif menjadi pengurus Divisi Hubungan Luar Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2007-2008, ketua Divisi Keprofesian Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2008-2009, panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) BEM Fakultas Kehutanan dan ketua divisi publikasi, dokumentasi dan dekorasi Temu Manajer (TM) Departemen Manajemen Hutan tahun 2008, ketua panitia E-Green tahun 2009 dan menjadi asisten mata pelajaran Hidrologi Hutan tahun 2010.
Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah Juli-Agustus 2008. Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan di Tanggeung (KPH Cianjur), Jawa Barat Juli 2009. Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Sylvia Ery Timber selama periode Juni-Agustus 2010.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Departement Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Penelitian dengan judul “Laju Aliran dan Erosi Permukaan di Lahan Hutan
Tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) dengan Berbagai Tindakan
Konservasi Tanah dan Air (Studi Kasus RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH
Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” yang disajikan dalam skripsi ini
memuat mencari bentuk tindakan terbaik konservasi tanah dan air pada tegakan
kayu putih. Metode konservasi tanah dan air digunakan untuk mengurangi laju
aliran dan erosi permukaan serta mempertahankan agregat tanah sehingga tanah
tidak mengalami kerusakan. Kerusakan oleh tanah terjadi karena hilangnya unsur
hara, penjenuhan tanah oleh air dan erosi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua Moch. Djawas dan Martiyanti, kedua kakak Jayanto berserta
keluarga (Ecin dan Azka ) dan Hernowo berserta keluarga (Anita, Tama dan
Aina) dan keluarga besar atas dukungan, motivasi, kasih sayang dan doanya.
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr dan Dr. Ir. Corryanti, MSi selaku pembimbing
pertama dan pembimbing kedua atas keikhlasannya dalam membimbing,
memberikan ilmu, dan nasehatnya. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi penulis.
3. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc selaku penguji dari Departemen Teknologi
Hasil Hutan.
4. Ir. Ahmad Hajib, MS selaku ketua sidang dari Departemen Manajemen Hutan.
5. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Ketua Departemen Manajemen Hutan,
serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan.
6. Bapak Asep, Bapak Lojiyanto, Bapak Wito, Nensi, Sanca, Bambang serta staf
pekerja di BKPH Sukun yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
7. Bapak Prasojo, Bapak Muhadi, Bapak Angga, Edy Purwanto, Adam, Rizal,
Desto, Wina Serta teman-teman Rimbawan, Arkan, Pras, Golden dll. Terima
kasih atas persahabatan yang terjalin selama penelitian.
8. Melita terima kasih atas senyum, canda, tawa serta semangatnya kepada
penulis.
9. Teman-teman Laboratorium Hidrologi (Yayat, Rangga, Maria, Popy, Hangga,
Nina, Candra, Adnan, Asep, Ajo, Finy, Sony, Rahma, Ilham, dll). Terima
kasih atas diskusi terkait hidrologi.
10.Keluarga besar Manajemen Hutan angkatan 43.
11.Teman-teman di Fakultas Kehutanan, yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu atas segala pembelajaran hidup dan kebersamaannya selama ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah ilmu
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….. ... i
UCAPAN TERIMA KASIH……… ... ii
DAFTAR ISI……….. .. iii
DAFTAR TABEL……….. ... v
DAFTAR GAMBAR……… ... vi
DAFTAR LAMPIRAN……… ... vii
BAB I PENDAHULUAN……….. .. ……… 1
I.1 Latar belakang ... 1
I.2 Tujuan penelitian ... 2
I.3 Manfaat penelitian ... 2
I.4 Hipotesis penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. ... 3
2.1Aliran permukaan dan erosi ... 3
2.2 Jenis-jenis erosi ... 4
2.3 Dampak penggunaan lahan ... 5
2.3.1 Sawah ... 5
2.3.2 Ladang ... 5
2.3.3 Tumpang sari ... 6
2.4 Dampak aliran dan erosi permukaan ... 7
2.5 Metode pengukuran erosi ... 8
2.5.1 Kotak penampung tanah tererosi ... 8
2.5.2 Petak percobaan lapangan ... 8
2.5.3 Pengukuran kandungan sendimen sungai (aliran permukaan) .... 8
2.5.4 Tongkat pengukur ... 9
2.6 Metode pendugaan erosi ... 9
2.6.1 Universal Soil Loss Equation (USLE) ... 9
2.6.2 Water Erosion Prediction Project (WEPP) ... 10
2.6.3 Soil Water Assessment Tool (SWAT) ... 11
2.6.4 Model AGNPS (Agricultural Non Point Source) ... 11
2.7 Prediksi erosi dan erosi yang masih dibiarkan... 12
2.8 Konservasi tanah dan air ... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16
3.1 Lokasi dan waktu ... 16
3.2 Alat dan bahan ... 16
3.3 Jenis data dan metode pengumpulan data... 18
3.3.1 Jenis data ... 18
3.3.2 Metode pengumpulan data ... 18
3.4 Pengolahan data ... 21
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25
4.1 Letak geografis dan administrasi ... 25
4.2 Iklim ... 25
4.3 Keadaan lapangan dan hidrologi ... 26
4.4 Jenis tanah ... 26
4.5 Penggunaan lahan... 26
4.6 Tutupan lahan... 26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 28
5.1 Hasil ... 28
5.1.1 Curah hujan ... 28
5.1.2 Aliran dan erosi permukaan hasil pengukuran ... 29
5.1.3 Analisis regresi hubungan hujan dengan aliran dan erosi permukaan ... 30
5.1.4 Aliran dan erosi permukaan dugaan selama setahun ... 33
5.1.5 Tingkat bahaya erosi………... 33
5.2 Pembahasan ... 34
5.2.1 Aliran dan erosi permukaan ... 34
5.2.2 Hubungan antara curah hujan dengan aliran dan erosi permukaan ... 38
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
6.1 Kesimpulan ... 39
6.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA………. ... 40
Halaman
DAFTAR TABEL
No
1. Pola penggunaan lahan………. ... 26
2. Komposisi kelas hutan BKPH Sukun ... 27
3. Parameter statistik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan satu tahun Kecamatan Pulung... ... 28
4. Statistik aliran dan erosi permukaan ... 30
5. Model pendugaan aliran dan erosi permukaan ... 31
6. Pendugaan regresi dan hari hujan…….. ... 33
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Bak A plot erosi……… 17
2. Bak B dan bak C plot erosi……… ... 17
3. Ombrometer Manual……….… 17
4. Sketsa pemasangan bak penampung di plot erosi……… 17
5. Sketsa penggunaan lahan di plot 1……… ... 18
6. Sketsa penggunaan lahan di plot 2……… 19
7. Sketsa penggunaan lahan di plot 3……… ... 19
8. Sketsa penggunaan lahan di plot 4……… 20
9. Histograf hujan selama pengamatan (03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011)...………... 28
10. Kejadian hujan dan aliran permukaan selama pengamatan……… 29
11. Kejadian hujan dan erosi permukaan selama pengamatan………. 29
12. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 1………. 32
13. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 2……… 32
14. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 3………. 33
15. Hubungan aliran permukaan dengan curah hujan plot 4……….… 33
16. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 1……….. 33
17. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 2……….. 33
18. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 3……….……….... 33
19. Hubungan erosi permukaan dengan curah hujan plot 4………. 33
20. Bentuk penggunaan lahan kayu putih dengan teras bangku (plot 1) .... .... 34
21. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman kacang tanah dan kedelai (plot 4)………... 35
22. Bentuk penggunaan lahan kayu putih yang dicampur tanaman jagung dan kemlandingan (plot 3) ……….. 36
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No
1. Data aliran dan erosi permukaan selama pengamatan ... 43
2. Curah hujan selama pengamatan dan curah hujan sisa ... 45
3. Berat volume dan berat jenis tanah plot erosi ... 45
4. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 1 (teras bangku) ... 45
5. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 2 (teras gulud dan jagung)………. ... 45
6. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 3 (jagung dan kemlandingan)………. ... 46
7. Analisis curah hujan dengan aliran permukaan plot 4 (kacang tanah dan kedelai)……… ... 46
8. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 1 (teras bangku) ... 46
9. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 2 (teras gulus dan jagung)……… ... 46
10. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 3 (tanaman jagung dan kemlandingan) ... 46 11. Analisis curah hujan dengan erosi permukaan plot 4 (tanaman kacang tanah dan kemlandingan)... 47
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Erosi tanah (soil erosion) adalah proses perpindahan tanah yang
disebabkan oleh energi alami seperti angin dan air hujan dan merupakan gejala
alam yang wajar dan terus berlangsung. Erosi alam melaju seimbang dengan laju
pembentukan tanah sehingga tanah mengalami peremajaan secara
berkesinambungan. Erosi tanah akan menjadi bahaya jika laju erosi berlangsung
lebih cepat dari laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara
berangsur akan menipiskan tanah, bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan
induk tanah atau batuan dasar ke permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya
merusak daerah yang terkena erosi langsung (on-site), akan tetapi juga berbahaya
bagi daerah hilirnya (off site).
Bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang perlu
mendapat perhatian dalam upaya pelestarian fungsi DAS mengingat pengelolaan
sumberdaya alam di daerah hulu ini akan berdampak terhadap daerah di hilirnya.
Usaha-usaha penggunaan lahan di bagian hulu DAS haruslah diupayakan
mengadopsi teknologi-teknologi yang mangacu pada prinsip-prinsip konservasi
tanah dan air, karena penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi
tanah dan air akan berdampak negatif, seperti peningkatan aliran permukaan dan
erosi, dan dampak-dampak negatif lain yang berkaitan dengan degradasi lahan.
Erosi yang diendapkan di daerah hilir akan berakibat buruk pada bangunan
atau tubuh alam tempat penyimpanan atau penyalur air sehingga menimbulkan
pendangkalan yang berakibat kapasitas tampung atau salurannya menurun dengan
cepat serta merusak lahan usaha dan pemukiman. Oleh karenanya, usaha
penanggulangan atau pengendalian erosi harus menjadi bagian yang utama dari
setiap penggunaan lahan (landuse).
Konservasi tanah dan air dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang
tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
untuk mencegah kerusakan lahan (Arsyad 2010). Konservasi tanah dan air (KTA)
merupakan salah satu tindakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan
menerapkan konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi,
menyediakan air dan mengurangi hilangnya unsur hara dalam tanah serta
menjadikan lahan tidak kritis lagi.
Praktik pembangunan hutan di Perum Perhutani diduga kurang
memperhatikan kaidah KTA sehingga dapat meningkatkan laju aliran dan erosi
permukaan yang akhirnya dapat menurunkan tingkat produktivitas lahan. Untuk
mengetahui dampak dari praktek pembangunan hutan terutama dalam kegiatan
penanaman yang dilakukan oleh Perhutani perlu dilakukan penelitian laju aliran
dan erosi permukaan dari lahan dengan praktek penanaman dan penggunaan
tindakan KTA tertentu. Penelitian ini mengambil kasus penanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi ROXB).
I.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan konservasi tanah
dan air dilahan hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca cajuputi ROXB) terbaik
ditinjau dari laju aliran dan erosi permukaan.
I.3 Manfaat penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan Perum Perhutani dalam pengambilan keputusan
penggunaan tindakan pengendalian aliran dan erosi permukaan.
2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
I.4 Hipotesis penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran permukaan dan erosi
Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang disebut suplai air
permukaan tanah, akan mengalir dipermukaan tanah atau masuk kedalam tanah.
Air yang mengalir dipermukaan tanah disebut aliran permukaan (run off), dan air
yang masuk kedalam tanah disebut infiltrasi (infiltration). Aliran permukaan (run
off) adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran
inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad 2010).
Aliran permukaan memiliki sifat yang dinyatakan dalam jumlah,
kecepatan, laju, dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi
kemampuan untuk menimbulkan erosi. Jumlah aliran permukaan menyatakan
jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa
tertentu, dinyatakan dalam tinggi kolam air (mm atau cm) atau dalam volume air
(m³). Kecepatan aliran permukaan adalah waktu yang dilalui oleh suatu titik pada
aliran dalam menempuh jarak tertentu, dinyatakan dalam m per detik. Kecepatan
aliran permukaan dipengaruhi oleh dalamnya aliran atau radius hidrolik,
kekerasan permukaan dan kecuraman lereng. Laju aliran permukaan adalah
banyaknya atau volume air yang mengalir melalui suatu titik persatuan waktu,
dinyatakan dalam m³ per detik atau m³ per jam. Laju aliran permukaan juga
dikenal dengan istilah debit air. Rasio debit maksimum (Qmax) terhadap minimum
(Qmin) menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut. Semakin kecil
Qmax / Qmin semakin baik keadaan vegetasi dan tata guna lahan suatu DAS, dan
semakin besar rasio tersebut, maka semakin buruk keadaan vegetasi dan
penggunaan lahan tersebut. Gejolak atau turbulensi yang terjadi sewaktu air
mengalir di permukaan tanah merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh
sebagai penyebab erosi (Arsyad 2010).
Sedangkan menurut Rahim (2006), limpasan permukaan atau aliran
permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan
tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan sangat bergantung kepada jumlah air
lahan), jenis tanah, ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya. Limpasan
permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebabkan
pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran.
Aliran permukaan mengandung bahan yang terlarut, bahan padat yang
tersuspensi, dan bahan kasar yaitu pasir serta kerikil dan batuan yang terletak di
dasar sungai (bed load). Bahan terlarut dan tersuspensi dalam aliran permukaan
dapat diketahui dengan mengambil contoh air kemudian diuapkan sehingga
seluruh bahan padat yang didapat dinamai jumlah bahan padat atau sendimen.
Banyaknya erosi dari suatu bidang tanah atau dari DAS dapat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi sedimen dengan jumlah aliran permukaan pada suatu
kejadian hujan atau suatu jangka tertentu (Arsyad 2010).
2.2. Jenis - jenis erosi
Menurut Suripin (2002), erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur,
erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Erosi lembar (sheet
erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu
permukaan tanah. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran permukaan yang merata
diatas permukaan tanah merupakan penyebab erosi. Erosi alur (rill erosion) adalah
pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan
parit-parit kecil dan dangkal. Erosi alur terjadi karena air mengalir di permukaan
tanah tidak merata tetapi berkonsentrasi pada alur tertentu sehingga pengangkutan
tanah terjadi pada tempat aliran permukaan terkonsentrasi. Kecenderungan
terjadinya erosi alur lebih dipengaruhi oleh cara bertanam dan sifat fisik tanah dari
pada air hujan.
Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi
alur yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U,
bergantung pada kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang
umum terdapat pada daerah-daerah yang substratanya mudah lepas dan umumnya
berasal dari batuan sendimen. Erosi tebing sungai (River bank erosion) terjadi
sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh terjangan aliran sungai yang kuat
tebing tidak ada atau jika pengelolaan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing
sungai (Arsyad 2010).
Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar.
Berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada tanah longsor pengangkutan tanah dalam
volume besar terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah di atas suatu lapisan kedap air serta tanah yang jenuh. Erosi internal
adalah terangkutnya butiran-butiran tanah ke bawah ke dalam celah-celah atau
pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal
mungkin tidak menyebabkan kerusakan berarti karena sebenarnya bagian-bagian
tanah tidak terangkut keluar tempat tersebut, dan tanah akan baik kembali setelah
dilakukan pengolahan tanah (Arsyad 2010).
2.3. Dampak penggunaan lahan
2.3.1. Sawah
Sawah adalah suatu bentuk usaha tani di atas lahan yang digenangi air dan
ditanami dengan padi. Sumber air dapat berasal dari irigasi atau air hujan
(Arsyad 2010). Salah satu fungsi sawah adalah sebagai penyaring sedimen karena
sebagian tanah yang terangkut tersebut akan terendapkan (Sinukaban 1994 dalam
Kundarto 2005). Dalam proses erosi di lahan sawah, proses pelepasan tanah
terutama terjadi saat pembajakan, dan proses pengangkutan pada pelumpuran
merupakan penyebab erosi terbesar. Proses pengendapan sedimen terutama terjadi
pada petak-petak yang berada di bawah dan dekat dengan petak yang diolah
(Kundarto 2005). Masalah erosi pada sawah telah dipecahkan dengan sempurna
yaitu dengan dibangunnya teras bangku dan penghayutan lumpur keluar tertutup
oleh lumpur yang dibawa air masuk ke sawah (Arsyad 2010)
2.3.2. Ladang
Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usaha tani yang
berpindah-pindah dari satu bidang lahan ke bidang lain dalam siklus tertentu yang
mengandalkan sumber air dari curah hujan. Ancaman terhadap kelestarian
lingkungan masih cukup tinggi karena peladangan berpindah masih terjadi,
usaha tani masih terbatas, sedangkan gangguan hewan ternak terhadap usaha tani
masih cukup tinggi (Kundarto 2005). Jika tanah bekas ladang tidak ditanami
tanaman tahunan akan tetapi dikembalikan kepada alam agar vegetasi alam
tumbuh kembali maka setelah 15 atau 20 tahun baru tanah tersebut dibuka
kembali (Arsyad 2010)
Sistem ladang hanya dapat dipertahankan jika kepadatan penduduk masih
memungkinkan waktu yang cukup untuk pertumbuhan kembali hutan.
Pencegahan erosi merupakan bagian utama dalam pengelolaan tanah perkebunan.
Usaha-usaha ditunjukan untuk mencegah erosi, memelihara kesuburan tanah dan
tata air, yang diterapkan sejak mulai pembukaan tanah dan berlangsung selama
perkebunan berdiri (Arsyad 2010).
2.3.3. Tumpang sari
Tumpang sari merupakan pola tanam antara tanaman pohon (hutan)
dengan tanaman pertanian, mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga
berpengaruh efektif terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air
tanah (Wongso 2010). Keuntungan dari sistem ini didapat oleh kedua pihak, pihak
petani mendapat kesempatan berusaha tani dalam areal yang terbatas dan bahaya
perusakan hutan dapat diatasi. Keuntungan Departemen Kehutanan atau perhutani
adalah penghematan biaya pembersihan tanah, penanaman dan pengamanan oleh
karena dibebankan oleh petani (Arsyad 2010). Tajuk tanaman dan pepohonan
yang relatif rapat sepanjang tahun pada pola tumpang sari menyebabkan sebagian
besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah sehingga tanah
terlindungi dari pukulan air yang bisa memecahkan dan menghancurkan agregat
menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh air selain itu kandungan bahan
organik di lapisan atas melaui pelapukan serasah yang jatuh ke permukaan tanah
sepanjang tahun dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah serta lebih lanjut
dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air (Ananda 2010).
Seperti yang dilakukan Perhutani dalam rangka pelaksanaan program
pembangunan hutan, menerapkan pola agroforestry dengan melibatkan
masyarakat sekitar hutan untuk ikut berpartisipasi, seperti program pembangunan
hutan bersama masyarakat (PHBM). Selain itu, penghijauan di lahan petani
karena petani tertopang kebutuhan hidupnya dari usaha pertaniannya sekaligus
sebagai upaya penghijauan (Wongso 2010).
2.4. Dampak aliran dan erosi permukaan
Erosi dan sendimentasi menjadi penyebab utama berkurangnnya
produktivitas suatu lahan pertaniaan dan berkurangnnya kapasitas saluran atau
sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo 2006). Menurut
Sihite (2001), banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air
yang ada seperti sungai, danau, atau waduk sehingga dampak yang ditimbulkan
disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum
partikel-partikel tanah tersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti
dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi,
atau yang lain sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak
off-stream.
Dampak erosi tanah di tapak (on site) merupakan dampak yang dapat
terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas.
Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan
kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah
kritis. Dampak erosi tanah di luar penggunaan lahan (off site) merupakan dampak
yang sangat besar pengaruhnya. Sendimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang
terbawa bersama sendimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat
besar dalam kehidupan. Bentuk dampak di luar penggunaan lahan antara lain
adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan
pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian
ekosistem perairan (Sihite 2001).
Menurut Arsyad (2010), hilangnya satu atau beberapa unsur hara dari
daerah perakarannya menyebabkan merosotnya kesuburan tanah, sehingga tanah
tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk
mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Tanah yang dikatakan rusak
kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35 cm) memang telah
banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan
2.5. Metode pengukuran erosi
Berbagai cara dapat digunakan untuk mengukur besarnya tingkat erosi.
Beberapa metode digunakan mengukur perubahan permukaan tanah dan yang
lainnya mengukur banyaknya tanah yang terbawa oleh air dari suatu areal tererosi.
Adapun perhitungan erosi adalah sebagai berikut :
2.5.1. Kotak penampung tanah tererosi
Menurut Ellison (1949) dan Osborn (1953) dalam Arsyad (2010) kotak
penampung adalah kotak kecil untuk menampung tanah tererosi dapat berupa alat
yang dinamakan vertical splash board (papan penampung vertical). Metode ini
digunakan untuk erosi yang terjadi pada setiap kejadian hujan, namun dapat juga
digunakan untuk menampung erosi jangka waktu yang lebih lama (Arsyad 2010).
2.5.2. Petak percobaan lapangan
Ukuran petak yang standar mempunyai panjang 22 m dan lebar 1,8 m
namun tetap dimungkinkan untuk membuat petak dengan ukuran yang berbeda.
Pembatas petak dapat terbuat dari logam, kayu, atau material lain yang tidak
merembes air dan tidak berkarat. Pembatas tersebut minimal mempunyai
ketinggian 15 – 20 cm diatas permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari adanya percikan air maupun partikel tanah keluar/masuk ke dalam
petak. Bagian awal pembatas ditanam ke dalam tanah dengan kedalaman yang
cukup sehingga stabil dan kemungkinan terjadinya rembesan air dari dan/atau
keluar petak yang diminimalkan. Di ujung bawah petak dipasang talang untuk
mengalirkan air dari petak ke bak penampung. Bak penampung harus tertutup
untuk menghindari masuknya air hujan maupun percikan tanah langsung
(Suripin 2002). Pengukuran erosi menggunakan petak percobaan demikian ini
ditujukan untuk mengukur erosi setiap kejadian hujan, yang kemudian
dijumlahkan untuk waktu atau tahun sehingga didapat data erosi tahunan (Arsyad
2010).
2.5.3. Pengukuran kandungan sendimen sungai (aliran permukaan)
Pengukuran erosi dan aliran permukaan dari DAS kecil yang berukuran
antara 2 sampai 5 ha digunakan untuk mempelajari pengaruh berbagai tindakan
(Arsyad 2010). Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan memasang
Parshall flume dan pengukur tinggi air otomatis untuk DAS yang agak datar atau
menggunakan H flume dan pengukur tinggi air otomatis untuk DAS yang
berlereng lebih curam sedangkan pengukuran hasil sendimen dilakukan dengan
mengambil contoh air dalam interval tertentu.
Pengukuran sedimen suspensi dilakukan dengan cara mengambil
sampel/contoh air dan membawa ke laboratorium untuk dapat diketahui
konsentrasi sedimen dalam satuan mg/liter atau ppm (part per million), selain itu
dalam analisa laboratorium dapat diketahui Berat Jenis (BJ) dan besaran ukuran
butir. Data yang didapat dari pengukuran konsentrasi sendimen air sungai
dikalikan dengan debit sungai sesuai dengan waktu pengukuran akan memberikan
gambaran hasil sendimen dalam suatu waktu yang panjang, seperti sebulan atau
setahun (Arsyad 2010).
2.5.4. Tongkat pengukur
Tongkat pengukur yang ditancapkan kedalam tanah dapat digunakan untuk
mengukur besarnnya erosi yang terjadi untuk suatu masa tertentu. Tongkat
pengukur dapat berupa batangan besi atau kayu, yang diberi tanda batas
permukaan tanah pada waktu dibenamkan dan setelah waktu tertentu penurunan
permukaan tanah dari keadaan semula menunjukkan kedalaman erosi yang terjadi.
Dalamnya tongkat yang dibenamkan sekitar 30 cm, dapat juga lebih pendek jika
tanahnya dangkal atau lebih dalam jika tanahnya lepas (Arsyad 2010).
2.6. Metode pendugaan erosi
2.6.1. Universal soil loss equation (USLE)
Menurut Ispriyanto (2001) menyebutkan bahwa : model kotak kelabu
untuk sebidang tanah : Universal Soil Loss Equation (USLE); USLE
memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu
pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam
pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin
dilakukan atau sedang digunakan. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang
untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah
pengolahan lahan tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan
rumus USLE :
A = R K x Ls C P
dimana :
A : Jumlah erosi (ton/ha/tahun)
R : Faktor erosivitas hujan
K : Faktor erodibilitas tanah
LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng
C : Faktor tanaman (penggunaan tanaman)
P : Faktor teknik konservasi tanah
Berdasarkan hasil perbandingan besarnya erosi hasil pengukuran pada
petak erosi standar (Wischmeter plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa
model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi
rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi.
Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model USLE disempurnakan menjadi
RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modifed USLE) dengan menggunakan
teori erosi modern dan data-data terbaru, tetapi masih tetap berbasis plot
(Kundarto 2005). USLE menggunakan curah hujan sebagai indikator energi
perusak agregat tanah, MUSLE dan RUSLE menggunakan jumlah aliran
permukaan untuk mensimulasi erosi dan hasil sendimen. Subsitusi ini
memberikan beberapa keuntungan : ketepatan prediksi model tersebut meningkat,
keperluan menggunakan rasio pelepasan dihilangkan dan hasil sendimen untuk
satu peristiwa hujan dapat dihitung (Arsyad 2010).
2.6.2 Water erosion prediction project (WEPP)
Water Erosion Prediction Project (WEPP) merupakan teknologi prediksi
erosi baru yang didasarkan pada fundamental perumusan iklim, teori infiltrasi,
hidrologi, ilmu tumbuhan, hidrolika, mekanika erosi (Flanangan 1995 dalam
Arsyad 2010). Sedangkan menurut (Ananda 2010), WEPP merupakan suatu
model yang menghasilkan perhitungan harian dari keadaan tanah dan biomassa
pada suatu lahan. Apabila hujan turun, run off dihitung. Apabila terjadi run off,
maka sebaran, angkutan dan deposit sedimen dapat dihitung pada lereng.
pertumbuhan tanaman, dan iklim tanah penutup lahandan database tanaman untuk
kondisi yang umum yang terjadi di Amerika.
Model erosi WEPP menghitung kehilangan tanah sepanjang suatu lereng
dan hasil sendimen yang terdapat diujung bawah lereng tersebut. Erosi tanah pada
areal berlereng dinyatakan dalam dua komponen, yaitu pelepasan butir-butir tanah
oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan butir-butir tanah oleh aliran
permukaan dangkal, yang dikenal dengan komponen erosi antara alur (interrill
erosion), dan pelepasan butir-butir tanah oleh tegangan geser (shear sress) serta
pengangkutan oleh aliran terkonsentrasi yang dikenal dengan komponen erosi alur
(rill erosion) (Arsyad 2010).
2.6.3. Soil water assessment tool (SWAT)
Soil Water Assessment Tool (SWAT) adalah model prediksi untuk skala
DAS, SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengelolahan
lahan (land management practices) terhadap air, sendimen dan bahan kimia
pertanian yang masuk kesungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks
dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolahannya yang bermacam-macam
sepanjang waktu yang lama jadi SWAT adalah untuk memprediksi hasil untuk
suatu kejadian hujan atau suatu peristiwa banjir (Arsyad 2010).
2.6.4. Model AGNPS (Agricultural Non Point Source)
Model AGNPS dikembangkan USDA-ARS (United States Departement
Of Agricultural) Nort Central Soil Conservation Service yang berkerja sama
dengan USDA-SCS, MDC (Minnersota Polution Conteal Agency) (Young 1987
dalam Ananda 2010). Model ini terus berkembang dan telah diterapkan di
berbagai negara untuk menentukan langkah-langkah kebijakan dan evaluasi dalam
kegiatan konservasi seperti Amerika, Kanada dan negara lain.
Kelebihan dari model ini adalah parameter-parameter model yang
terdistribusi diseluruh areal DAS sehingga nilai-nilai parameter model
benar-benar mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS.
Selain erosi model ini juga mampu menghasilkan keluaran seperti volume dan laju
puncak aliran permukaan, laju sendimen dan kehilangan hara N, P dan COD
2.7. Prediksi erosi dan erosi yang masih dibiarkan
Prediksi erosi pada sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan
laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan
lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi dapat dibiarkan atau ditoleransikan
dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan penggunaan lahan dan
tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah
sehingga tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari (Arsyad 2010). Erosi
sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Oleh karena itu,
erosi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
penggunaan lahan dan pengelolaannya. Karena rumitnya sistem erosi tanah
dengan berbagai faktor yang berinteraksi, maka pendekatan yang paling memberi
harapan dalam pengembangan metode dan prediksi adalah dengan merumuskan
model konseptual proses erosi itu (Arsyad 2010).
Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan laju erosi
yang dibiarkan adalah kedalaman tanah, ciri-ciri fisik dan sifat-sifat tanah lainya,
yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit,
penyusutan kandungan bahan organik, kehilangan hara dan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh sedimen di lapangan (Arsyad 2010)
2.8. Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air
(Arsyad 2010). Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang
jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar
tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim
kemarau. Konservasi tanah memiliki hubungan yang erat dengan konservasi air.
Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memperngaruhi tata air
pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya (Arsyad 2010)
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam
bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan
maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan (Hardiyatmo 2006). Pengelolaan
tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air
karana memiliki sifat ; (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem
dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah sehingga
memperbesar laju infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Sedangkan metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang
diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran
permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode
mekanik dalam konservasi tanah berfungsi (a) memperlambat aliran permukaan,
(b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak
merusak, (c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air kedalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah, dan (d) penyedia air bagi tanaman. Termasuk dalam
metode mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah (1) pengolahan tanah, (2)
pengolahan tanah menurut kontur, (3) guludan, (4) parit pengelak, (5) teras, (6)
dam penghambat, waduk, kolam, rorak, (7) perbaikan drainase, dan (8) irigasi
(Arsyad 2010).
Menurut Hardiyatmo (2006), teras bangku merupakan metode konservasi
mekanik yang telah banyak diaplikasikan petani di Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa. Metode ini sangat efektif untuk mencegah erosi dan aliran permukaan.
Kelemahannya tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, misalnya pada
tanah bersolum dangkal. Teknik konservasi ini juga tergolong mahal, sehingga
sulit diterapkan petani tanpa disertai subsidi dalam pembuatannya.
Teras gulud adalah guludan bersalur yang dibuat memanjang menurut arah
garis kontur atau memotong lereng (Arsyad 2010). Semakin pendek jarak teras
akan semakin kecil erosi yang terjadi pada lahan teras (Sinukaban 1994). Hasil
penelitian tentang teras gulud sebelumnya, diantaranya oleh (Lestari 2004)
menunjukkan bahwa luas guludan (Tinggi 15 cm dan lebar 20 cm) yang
dilengkapi saluran (kedalaman 15 cm dan lebar 20 cm) dan lubang resapan
(diameter 8 cm dan kedalaman 1 m) lebih efektif dalam menekan aliran dan erosi
permukaan serta menyelamatkan unsur hara lebih banyak dari pada bedengan
konvensional (lebar saluran 20 cm dan kedalaman saluran 15 cm).
2.9. Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi ROXB)
Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi) merupakan tumbuhan perdu yang
ke bawah. Tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi), merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri. Dari daunnya tumbuhan ini mengandung minyak atsiri
sekitar 0,5-1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang
terkandung terhadap bahan yang disuling (anonymous a 2010). Daunnya berbentuk
lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah,
sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas.
Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering,
di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin
atau sentuhan air laut.
Sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotiledonae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca Cajuputi
Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Pohon kayu putih
tumbuh baik di daerah air yang bergaram, angin bertiup kencang berhawa panas
dan sedikit dingin. Pohon kayu putih paling baik tumbuh di daerah yang
mempunyai ketinggian tempat kurang dari 400 meter dari permukaan laut.
Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu
putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas
permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang
cukup baik untuk berkembang (anonymous a 2010).
Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak
atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama,
pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan
menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun
Perum Perhutani (2006), Pohon Kayu Putih dapat tumbuh di atas tanah
yang kering dan tandus, bahkan pohon kayu putih dapat tumbuh pada tanah yang
berbatu, tanah-tanah yang buruk aerasinya. Perum Perhutani (2006), pohon kayu
putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang baik tentang tanahnya dan dapat
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang sifat dan fisiknya buruk sehingga
dapat disebut tumbuhan jenis pioner. Pada tahun 1924 diadakan percobaan
penanaman kayu putih yang berasal dari Pulau Buru, di daerah Sukun, Pulung dan
Bondrang pada areal yang luasnya masing-masing 0,25 Ha.
Di Indonesia umumnya tanaman kayu putih berwujud sebagai hutan alam
dan hutan tanaman. Hutan alam terdapat di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusa
Laut dan Ambon), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian
Jaya, sedangkan yang merupakan hutan tanaman terdapat di Jawa Timur
(Ponorogo, Kediri, Madiun), Jawa Tengah (Solo dan Gundih), Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Jawa Barat. Spesies yang dapat menghasilkan minyak kayu putih
masih belum jelas, namun ada beberapa spesies yang sudah diketahui dapat
menghasilkan minyak kayu putih dan telah dibudidayakan manusia diantaranya
adalah Melaleuca leucadendron LINN, dengan ciri daun kecil, Melaleuca
Cajaputi ROXB, dengan ciri daun lebar dan Melaleuca viridiflora CORN, dari
ketiga jenis ini yang banyak digunakan untuk industri minyak kayu putih adalah
Melaleuca leucadendron LINN, tanaman ini dikembangkan dengan stek akar
batang maupun biji. (anonymous a 2010).
Menurut hasil penelitian Sinukaban (2007), laju aliran dan erosi
permukaan yang terjadi di lahan kayu putih umur 3 tahun tumpangsari dengan
kacang merah pada tanah Typic eutrandept lereng 60 % sebesar 1,24 mm/ha dan
100,8 kg/ha. Permukaan daun yang halus dan licin serta kedudukan yang
cenderung vertikal menyebabkan air dengan mudah lepas dan jatuh sebagai hujan
lolos tajuk atau mengalir ke ranting dan batang sehingga suplai air ke permukaan
tanah menjadi cukup tinggi dan pada gilirannya akan mengurangi daya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan waktu
Penelitian dilaksanakan di lahan hutan tanaman Kayu Putih (Melaleuca
cajuputi ROXB), Petak 34, RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun, Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian dilakukan selama 4 bulan yang terdiri
dari 2 tahap, yaitu pengambilan data di lapangan bulan Desember 2010 sampai
Februari 2011 dan tahap analisis tanah tererosi di laboratorium yang dilakukan
pada bulan Februari 2011 sampai Maret 2011 di Laboratorium Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perum Perhutani, Cepu, Jawa Tengah.
3.2. Alat dan bahan
Alat dan Bahan yang digunakan adalah :
1. Empat plot erosi ukuran (22 x 8 x 0,2) m,
2. Bak ukur erosi ukuran (0,59 x 0,3 x 0,2) m (bak A) (Gambar 1) dan dua drum
masing-masing berukuran (r = 0,59 m, t = 0,68 m) (bak B dan bak C)
(Gambar 2) dipasang di setiap plot erosi,
3. Alat penakar hujan manual (ombrometer) (Gambar 3),
4. Gelas Ukur 100 ml,
5. Botol air mineral berukuran 500-600 ml,
6. Oven manual,
7. Kertas saring,
8. Timbangan digital dengan ketelitian 10-3 gram,
9. Meteran, Hypsometer,
10.Ring sampel tanah,
11.Penggaris, alat tulis dan kalkulator,
12.Plastik bening,
13.Perangkat lunak Minitab 14.0 dan Microsoft Office Excel 2010.
Berikut ini adalah gambar sketsa plot erosi, bak A, bak B dan bak C, serta
ombrometer manual.
[image:31.595.94.429.69.755.2]Gambar 1. Bak A plot erosi Gambar 2. Bak B dan bak C plot erosi
[image:31.595.223.400.439.633.2]Gambar 4. Sketsa pemasangan bak penampung di plot erosi
3.3. Jenis Data dan Metode pengumpulan data 3.3.1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari :
1. Informasi karakteristik plot erosi
2. Curah hujan harian dan curah hujan tahunan, aliran dan erosi permukaan
3. Bobot isi tanah
3.3.2. Metode pengumpulan data 1. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan di 4 plot adalah sebagai berikut:
a. Plot 1 (Lahan kayu putih dengan teras bangku), berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 42 buah dengan jarak tanam 3 x 1 m dan
menggunakan teras bangku sebanyak 10 buah dengan tinggi teras 20-30 cm dan
lebar teras 120 – 280 cm dengan kelerengan 20 % (teras bangku). Sketsa teras
Gambar 5. Sketsa penggunaan lahan di plot 1
b. Plot 2 (Lahan kayu putih dengan teras bangku dan jagung), berupa lahan yang ditanami tanaman kayu putih sebanyak 32 buah dan tanaman jagung
sebanyak 206, dan menggunakan teras gulud sebanyak 18 guludan dengan jarak
antar gulud 1-1,5 meter dengan kelerengan 20 % (teras gulud dan tanaman
jagung). Sketsa plot 2 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Sketsa penggunaan lahan di plot 2
[image:33.595.131.485.79.313.2]sebanyak 187 serta tumbuhan bawah kemlandingan yang ditanam menyebar di
[image:34.595.88.485.100.769.2]dalam plot dengan kelerengan 20 %. Sketsa plot 3 disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Sketsa penggunaan lahan di plot 3
d. Plot 4 (Lahan kayu putih dengan tanaman kacang tanah dan kedelai), berupa lahan yang ditanami kayu putih sebanyak 32 pohon dan kacang tanah
hampir setengah plot serta kacang kedelai sisanya dengan kelerengan 20 %.
Sketsa plot 4 disajikan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Sketsa penggunaan lahan di plot 4
2. Curah hujan, aliran dan erosi permukaan
Mengukur curah hujan harian (mm/hari) di plot erosi, diukur satu kali pada
[image:34.595.139.484.135.333.2]pengamatan. Curah hujan harian selama satu tahun diperoleh dari instansi sekitar
lokasi pengamatan yang telah mengukur curah hujan minimal selama satu tahun.
Pengukuran erosi dan aliran permukaan menggunakan bak ukur erosi. Bak
ukur erosi terdiri dari plot ukur erosi yang memiliki panjang 22 m, tinggi 20 cm
dan lebar 8 meter. Plot dihubungkan dengan bak penampung berukuran panjang
59 cm, tinggi 20 cm dan lebar 20 cm (Bak A) dan bagian terendah bak ini
dilubangi 5 buah lubang. Lubang ke-3 atau lubang tengah dihubungkan ke bak
penampung (Bak B) yang dihubungkan dengan pipa paralon sepanjang 50 cm dan
Bak B diberi lubang sebanyak 8 buah lubang, dan lubang pertama disalurkan
dengan pipa paralon sepanjang 50 cm menuju bak penampung (Bak C).
Proses pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Mengukur tinggi muka air didalam bak A, bak B dan bak C di setiap plot
menggunakan penggaris atau meteran untuk mengetahui volume aliran
permukaan.
2. Mengaduk air dan tanah yang berada dalam bak penampung secara merata.
3. Mengambil contoh air dari bak A, bak B dan bak C masing-masing sebanyak
500-600 ml dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
4. Mendiamkan contoh air sampel selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam, contoh air tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring
yang sebelumnya telah dioven selama 1 jam dalam suhu 105oC dan diketahui
beratnya (berat awal).
6. Memasukkan contoh tanah yang disaring tersebut kedalam oven sampai
memiliki berat yang konstan pada suhu 105oC.
7. Setelah dioven didiamkan sesaat kemudian ditimbang dan dicatat berat (berat
akhirnya).
3. Data bobot isi tanah
Data bobot isi tanah di masing-masing plot erosi didapat dari data contoh
tanah yang diambil dengan menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah
dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bagian hulu, tengah dan hilir plot erosi.
Ring sample dengan volume yang telah diketahui dibenamkan ke dalam tanah,
kemudian diambil contoh tanah tersebut. Setelah diambil contoh tanah tersebut
didapat bobot isi tanah dengan pembagian antara berat kering tanah dan volume
ring sampel.
3.4 Pengolahan data
1. Aliran dan erosi permukaan
Vaij* + (n(Vbij)) + (n x m(Vcij))
Vpij = …..…..……….(1)
A
(Vaij* x Caij*) + (n(Vbij x Cbij) + (n x m(Vcij x Ccij)
Epij = ………(2)
1000000 A
Keterangan :
Vpij = Volume aliran permukaan (m3/ha) dalam plot erosi ke-i
Epij = Erosi permukaan (ton/ha) dari jenis tindakan konservasi tanah ke-i
Vaij = Volume pada bak A (m3)
Vbij = Volume pada bak B (m³)
Vcij = Volume pada bak C (m³)
Caij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak A dari jenis tindakan konservasi
tanah ke-i
Cbij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak B dari jenis tindakan konservasi
tanah ke-i
Ccij = Konsentrasi sendimen (gr/m3) bak C dari jenis tindakan konservasi
tanah ke-i
A = Luas plot pengamatan erosi (ha)
n = Banyaknya lubang bak A
m = Banyaknya lubang bak B
i = Plot ke-i, i = 1, 2, 3 dan 4
j = Hujan ke-j; j = 1,2,3,... dst (Jumlah hari hujan)
ket *) : Kontruksi pada bak A terlalu rendah sehingga hanya menampung sedimen hasil erosi tanpa disertai aliran permukaan. Dalam perhitungan aliran permukaan (Vpij) nilai aliran permukaan bak A (Vaij) tidak dimasukan, serta dalam perhitungan erosi permukaan (Epij) sendimen diambil dan dioven pada suhu ±105o C dan diukur berat keringnya.
Uji beda nilai rata-rata digunakan untuk mengetahui kesamaan aliran dan
erosi permukaan antar plot erosi dilokasi pengamatan dan curah hujan di lokasi
pengamatan dengan curah hujan Kecamatan Pulung dalam periode waktu yang
sama dengan periode pengamatan dilakukan uji t dengan rumus :
X1 – X2
t hit = ………..(3)
S2gab √1/n1 + 1/n2
(n1 – 1)S21 + (n2 – 1)S22
S2 gab = ………...(4)
n1 + n2 - 2
Keterangan
t
hit : Nilai t hitungX1 : Rata-rata kelompok 1
X2 : Rata-rata kelompok 2
S2gab : Varian dari kedua kelompok
N1 : Jumlah sampel kelompok 1
N2 : Jumlah sampel kelompok 2
S21 : Varian kelompok 1
S22 : Varian kelompok 2
Bandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dengan kriteria pengujian adalah :
H0: µ1 = µ2 (-tα/2 < thit < tα/2), Terima H0 bila nilai thitung < ttabel
H1: µ1 ≠ µ2 (thit < -tα/2 dan thit > tα/2), Tolak H0 bila nilai thitung > ttabel
3. Hubungan antara aliran dan erosi permukaan dengan hujan
Untuk mengetahui hubungan aliran permukaan dengan curah hujan serta
hubungan erosi permukaan dengan curah hujan digunakan analisis regresi dengan
curah hujan sebagai peubah bebas. Model yang dipilih merupakan model dengan
koefisien determinasi (R2) terbesar serta logis dalam pendugaan aliran permukaan
dan erosi permukaan. Sebelumnya, untuk membantu dalam pemilihan model, data
aliran permukaan dan erosi permukaan terhadap curah hujan ditampilkan dalam
Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan
penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat
membantu dalam pemilihan model dan melakukan Analisis Sidik Ragam /
Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mempermudah dalam melakukan analisis
regresi, maka digunakanlah software Minitab 14.
Ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu
hubungan regresi yang berpengaruh maka dilakukan uji regresi dengan uji F.
Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai
F tabel pada tingkat nyata tertentu.
Kriteria pengujian :
Ho : ß = 0, tidak ada satupun peubah bebas yang berpengaruh terhadap Y
(Fhit < Ftabel)
H1 : ß = 0, setidaknya ada satu atau lebih peubah bebas yang berpengaruh
terhadap Y (Fhit > Ftabel)
4. Pendugaan aliran dan erosi tahunan
Pendugaan aliran dan erosi permukaan setahun dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu 1) menggunakan rasio jumlah hari hujan selama penelitian
dengan jumlah hari hujan setahun, dan 2) menggunakan persamaan regresi dengan
memasukan variable X (Curah hujan harian selama satu tahun) selanjutnya
menjumlahkan variabel Y (Aliran permukaan atau erosi permukaan).
Pendugaan menggunakan rasio jumlah hari hujan dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
n
Vtpi = ∑ (Vpij)………..………..(5)
j=1
n
Etpi = ∑ (Epij)…..……….…………..………(6)
j=1
HHt
Vi = x Vtpi………...………..………...….(7)
HHp
HHt
Ei = x Etpi………..………(8)
Keterangan :
Vi : Volume aliran permukaan tahunan (m3/ha/tahun) dari plot ke-i
Ei : Erosi tahunan (ton/ha/tahun) dari plot ke-i
Vtpi : Total volume aliran permukaan selama pengamatan (m3/ha)
Etpi : Total erosi permukaan selama pengamatan (ton/ha)
HHt : Jumlah hari hujan selama satu tahun (hari/tahun)
HHp : Jumlah hari hujan selama pengamatan (hari)
Vpij : Volume aliran permukaan (m3/ha) pada plot ke –i pada hari hujan ke-j
Epij : Volume erosi permukaan (ton/ha) pada plot ke – i pada hari hujan ke-j
i : Plot ke-i, i= 1,2,3dan 4
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak geografis dan administrasi
Letak geografis BKPH Sukun adalah 111°17’04’’ - 111°52’16’’ Bujur
Timur dan 7°49’01’’- 8°20’12’’ Lintang Selatan dengan batas-batasnya adalah
sebagai berikut :
1. Sebelah Barat : Kecamatan Siman dan Pal B 617 ke Utara sampai dengan
Pal B 714 belok ke timur sampai dengan B 732 belok ke
Utara sampai dengan B 756/B1
2. Sebelah Utara : Kecamatan Jenangan dan Pal B1 atau Kalimiring ke timur
sampai kali Taeng / sampai dengan Pal BS.
3. Sebelah Timur : Kecamatan Pulung dan Pal B6 ke Selatan sampai pal B46 ke
timur sampai dengan Pal B 58 belok ke selatan sampai
dengan Pal B 75
4. Sebelah Selatan : Kecamatan Mlarak dan Alur B atau Pal B 56 ke barat
sampai dengan Pal B 12 dan belok ke utara sampai dengan
Pal B 617.
Sumber :RPHL Perum Perhutani, 2006
Sedangkan menurut administrasi pemerintah kawasan BKPH Sukun
termasuk wilayah Kecamatan Pulung, Siman, Mlarak dan Jenangan, Kabupaten
Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Wilayah hutan BKPH Sukun jangka 2006-2010
seluas 3.736,10 Ha yang terbagi dalam 5 RPH, yaitu RPH Tambaksari 856,4 ha,
RPH Sukun 734,2 ha, RPH Ngelayang 856,4 ha, RPH Sidoharjo 692,8 ha dan
RPH Depok 753,7 ha (Perum Perhutani 2006).
4.2. Iklim
Tipe iklim di wilayah BKPH Sukun menurut penentuan iklim Schmidt dan
Ferguson yang ditetapkan berdasarkan data curah hujan, yaitu perbandingan
jumlah Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Menurut segitiga Schmidt dan
Ferguson wilayah BKPH Sukun termasuk dalam tipe Iklim C dengan nilai Q
suhu udara berkisar antara 18o s/d 31o celcius serta kelembapan berkisar antara
44-85% (Perum Perhutani 2006).
4.3. Keadaan lapangan dan hidrologi
Keadaan lapangan wilayah hutan BKPH Sukun secara umum bergelombang
ringan dengan punggung yang membujur ke arah barat diantara punggung tersebut
terdapat sungai-sungai yang mengalir dari timur ke barat antara lain : Sungai
Jurang Awang sampai Cimanuk dan sungai Plosorejo. BKPH Sukun,KPH Madiun
termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dengan Sub Das
Kali Madiun.
4.4. Jenis tanah
Keadaan tanah di BKPH Sukun terdiri dari tanah laterit agak miskin mineral
tetapi mempunyai sifat fisik yang baik antara lain porositas dan daya tahan air
sedangkan jenis tanahnya adalah latosol. Pohon kayu putih dapat tumbuh dengan
baik di kawasan tersebut.
4.5. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan yang ada di sekitar BKPH Sukun dimanfaatkan untuk
sawah, ladang/tegalan. Pekarangan, berupa hutan negara atau penggunaan lainnya.
Lahan yang ada sebagian besar berupa hutan negara, sedangkan penggunaan
untuk sawah juga sedemikian luas dengan keberadaan hutan sedemikian luas
tersebut merupakan potensi yang diharapkan masyarakat untuk dapat menambah
lapangan pekerjaan. Adapun secara lengkap gambaran umum penggunaan lahan
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Pola penggunaan lahan
No Kecamatan
Penggunaan Lahan (Ha)
Sawah Tegalan Perkarangan Hutan Negara
Hutan
Rakyat Perkebunan Lainnya Jumlah 1 Siman 1562 87 1108 956 - - 82 3795 2 Jengan 2714 995 1395 524 58 45 213 5944 3 Mlarak 1361 812 825 596 - - 126 3720 4 Pulung 2392 1727 1505 7062 - - 69 12755
Jumlah 8029 3621 4833 9138 58 45 490 26214
4.6. Tutupan Lahan
Tegakan produktif yang ada di wilayah BKPH Sukun didominasi oleh
Tabel 2 dibawah ini. Kelas hutan produktif kayu putih hanya 62,3 % (2306,8 ha)
dari total luas kawasan (3710 ha). Sedangkan kawasan dibagian hutan sukun yang
seharusnya dapat dikelola sebagai areal produksi daun kayu putih seluas 3462,7
[image:42.595.100.514.174.473.2]ha.
Tabel 2. Ko mposisi kelas hutan BKPH Sukun
Kelas Hutan Luas (Ha) Persen (%)
1 2 3
Produktif
KU I 407,9 KU II 682,7 KU III 525,7 KU IV 257,6 KU V 0 KU VI 0 KU VII 162,4 KU VIII 202,5 KU XI 68
Jumlah Produktif 2306,8 62,3 Tak Produktif
LTJL 0 TPR 135,5 TKL 105,3 TKPBK 915,1
Jumlah Tak Produtif 1155,9 31,2 Bukan Untuk Produksi
TBP 32,3 LDTI 31,2 HL 174,8
Jumlah Bukan Untuk Produksi 238,3 6,4 Jumlah Seluruh 3701
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Curah hujan
[image:43.595.94.511.153.773.2]Histograf curah hujan selama pengamatan disajikan dalam Gambar 9.
[image:43.595.120.496.207.446.2]Gambar 9. Histograf hujan selama pengamatan (03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011)
Gambar 9 menunjukkan bahwa selama 63 hari pengamatan terjadi 44 hari
hujan. Hujan maksimum sebesar 71,69 mm/hari dan minimum sebesar 0,50
mm/hari. Statistik curah hujan di lokasi plot selama pengamatan (CHp) dan curah
hujan 1 tahun di Kecamatan Pulung (CHt) disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Parameter statist ik curah hujan selama pengamatan dan curah hujan satu tahun Kecamatan Pulung
Maksimum (mm) Minimum (mm) Rata-rata (mm) Simpangan baku
CHp 71,69 0,50 15,74 15,74
CHt 119,00 1,00 17,74 20,15
Hasil uji t antara curah hujan di lokasi pengamatan dengan curah hujan di
(03 Desember 2010 sampai 02 Februari 2011) menunjukkan bahwa CHp dan CHt
pada waktu yang sama tidak berbeda nyata. Hasil pengujian selengkapnya
disajikan di (La