BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Pembahasan
Dari data hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang pengaruh dukungan sosial suami
terhadap kecemasan istri menghadapi masa menopause di Kecamatan Medan Sunggal.
2.1. Dukungan Sosial Suami
Sofiana (2005) menyatakan bahwa dukungan sosial yang berasal dari suami membuat seseorang merasakan kenyamanan, perhatian, didengar, penghargaan dan bisa menerima kondisinya. Dukungan sosial diperoleh karena kehadiran orang lain dalam keakraban sosial mempunyai manfaat emosional dan efek perilaku bagi pihak penerima yaitu tersedianya dukungan bagi individu ketika menghadapi masalah dan mencari seseorang untuk membantu membicarakan jalan keluar permasalahan yang dialaminya. Bentuk dukungan sosial bisa berupa kesempatan untuk bercerita, meminta pertimbangan, bantuan, nasehat, tersedianya rasa nyaman, atau bahkan tempat berkeluh kesah.
Dari hasil distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan dukungan sosial suami responden di Kecamatan Medan Sunggal, didapatkan bahwa mayoritas responden (n=93;94,9%) dalam kategori dukungan sosial suami baik, dan hanya 5 responden (5,1%) dukungan sosial suami dalam kategori cukup, sedangkan untuk dukungan sosial suami kurang tidak ada. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kuntjoro (2002) bahwa menopause adalah proses alamiah yang harus diterima dan disikapi secara positif oleh wanita serta direspon secara bijak oleh suami karena perubahan perilaku wanita tersebut.
Juga dijelaskan oleh Kasdu (2002) bahwa pasangan hidup sudah selayaknya memberikan dukungan pada masa tansisi dalam kehidupan seorang wanita menopause. Peran positif suami akan menumbuhkan pemikiran yang
positif juga bagi istri yang sedang menghadapi masa menopause sehingga setiap peristiwa dan perubahan hidup yang dialami selalu dipandang dari segi yang baik, dengan demikian kecemasanpun dapat diatasi dengan baik (Lianawati, 2008). 2.2. Kecemasan Istri Menghadapi Masa Menopause
Kecemasan merupakan perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman (Purba, 2008).
Dari hasil penelitian di dapat hasil bahwa mayoritas responden (n=88;89,8%) memiliki tingkat kecemasan ringan, dan hanya 10 responden (10,2%) berada pada cemas sedang, sedangkan untuk cemas berat tidak ada.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Purwoastuti (2008) bahwa menopause sebagai salah satu bagian perubahan kehidupan dari seseorang wanita dapat menyebabkan kecemasan. Kasdu (2002) juga menjelaskan bahwa seorang wanita pada umumnya akan mengalami ketidakstabilan emosi seiring dengan berakhirnya masa haidnya, dan hal ini bisa menimbulkan kecemasan bagi mereka.
Pendapat lain menjabarkan bahwa kecemasan dapat timbul pada wanita menopause dimana hal tersebut dimungkinkan oleh pengaruh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron sesuai dengan pertambahan usia yang membawa perubahan drastis pada penampilan fisik wanita. Tidak hanya itu, perubahan tersebut dapat menganggu kestabilan emosi dan dapat mempengaruhi keadaan psikologis wanita dengan timbulnya kecemasan (Yatim, 2001; Harlock, 1999). Masih menurut Kasdu (2002) bahwa masa menopause ini sering bertepatan dengan keadaan menegangkan lainnya dalam kehidupan wanita, seperti merawat
orang tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, melihat anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah serta penyesuaian-penyesuaian lainnya. Pandangan seseorang mengenai menopause sangat mempengaruhi perubahan psikologis pada masa menopause. Pandangan ini dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu serta faktor yang berasal dari lingkungan sosial. Selain itu mitos yang timbul di masyarakat dan stereotip negatif tentang menopause dapat menimbulkan kecemasan (Hastutik, 2009; Sumanto, 2009).
Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis (Anwar, 2007).
Tingkat kecemasan ringan yang dialami oleh responden menurut Stuart (2001) berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari penurunan fungsi-fungsi tubuh pada masa menopause. Kecemasan ini meningkatkan lapangan persepsi, dapat memotivasi belajar, dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
Dari data yang terkumpul, mayoritas responden dalam kategori cemas ringan (n=88;89,8%), dimana karakteristik demografi responden dalam rentang usia berada pada 53-58 tahun, pendidikan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, mempunyai anak 4-6 orang (n=50;51,0), dan bekerja.
Asumsi peneliti, cemas ringan yang dialami mayoritas responden disebabkan oleh adaptasi terhadap menopause yang telah terjadi. Hal ini dapat di lihat dari usia yang menunjukkan bahwa terjadinya menopause telah lama dialami
(± 2 tahun), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwita (2003) bahwa telah lamanya mengalami menopause mempunyai pengaruh terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause. Semakin lama wanita telah mengalami menopause, maka semakin berkurang keluhan-keluhan psikologisnya karena sudah dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
Jika di lihat dari aspek pendidikan, mayoritas responden mempunyai pendidikan yang cukup baik. Dengan tingkat pendidikan tersebut, wanita akan mempunyai pandangan hidup yang matang, dan mempunyai peluang kerja yang lebih besar. Purwita (2003) menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause. Yang banyak mengalami keluhan psikologis adalah wanita dengan tingkat pendidikan sedang (68%), yang mempunyai keluhan berat adalah wanita dengan tingkat pendidikan rendah (60%), tingkat pendidikan tinggi mengalami keluhan ringan (50%), dan 30% tidak mengalami keluhan.
Status bekerja atau tidak bekerja juga akan mempengaruhi cara wanita dalam mengatasi masalah yang terkait perubahan fisik dan psikologis selama menjalani masa menopause. Dengan bekerja, wanita akan dapat mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan harga dirinya, mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi masalah, memiliki dukungan sosial yang cukup dari lingkungannya sehingga beban hidup dan kecemasan akan berkurang (Hutapea, 2005).
Hasil penelitian Addy (2009) yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kecemasan menghadapi menopause pada wanita bekerja dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita tidak bekerja, dimana wanita bekerja kecemasannya lebih rendah (rata-rata 71,024) dari pada wanita tidak bekerja (rata-rata 103,585). Juga di Kabupaten Sidoardjo ditemukan, sebagian besar wanita tidak bekerja mengalami kecemasan ringan (36,2%) dan wanita bekerja tidak mengalami kecemasan (37,3%). Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita bekerja tidak mudah mengalami kecemasan menghadapi masa menopasue, karena wanita bekerja lebih mempunyai kesibukan yang dapat mengalihkan keluhan-keluhan yang dirasakannya menjelang menopause, sehingga kecemasannya lebih rendah daripada wanita tidak bekerja, ini sejalan dengan penelitian. Jika dilihat hasil distribusi frekuensi pada data demografi, sebesar (n=28;28,6%) respoden bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Kepasrahan wanita menopause berkaitan dengan keyakinan yang mereka anut. Mayoritas suku jawa adalah pemeluk agama Islam, dan ajaran agama tersebut mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah pembentukan sikap wanita dalam menghadapi masa menopause, yang merupakan takdir bagi semua wanita. Agama islam mengajarkan untuk sabar dan ikhlas dalam menerima takdir, selalu berfikir positif, dan dapat mengambil hikmanya. Kebanyakan wanita beragama Islam merasa lebih tenang pada masa menopause, karena lebih leluasa untuk beribadah, sehingga kegiatan ibadah lebih meningkat di usia tua (Koentjaraningrat, 2002; Abdullah, 2004).
Kehidupan dengan pernikahan dan keluarga yang bahagia adalah faktor pendukung yang penting bagi wanita dalam menghadapi menopause. Kepuasan dalam menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya merupakan kekuatan tersendiri dalam menghadapi menopause dan masalah-masalahnya. Dukungan sosial suami ditemukan sebagai faktor eksternal paling ampuh dalam membantu perempuan untuk melalui masa menopause tanpa kecemasan berlebih (Lianawati, 2008). Sehingga wanita dapat beradaptasi dan menghadapi menopause dengan bijaksana, seiring dengan bertambah matangnya usia dan meningkatnya kehidupan religius dan spiritual (Kasdu, 2002; Hutapea, 2005).
Penelitian spiritual yang dilakukan oleh Aminoto tentang hubungan tingkat spiritual (spiritual quotient) dengan tingkat kecemasan wanita menopause dengan hasil korelasi negatif yang cukup signifikan antara tingkat spiritual dan tingkat kecemasan (r = - 0,542; p = 0.01) artinya bahwa faktor spiritual secara signifikan mampu meramalkan tingkat kecemasan wanita pada masa menopause. Peningkatan kehidupan spiritual merupakan upaya positif untuk dapat menghadapi stressor yang muncul pada masa menopause.
Latar belakang pendidikan, usia, status pekerjaan, adaptasi akan mendukung perubahan-perubahan dalam menghadapi masa menopause. Ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa responden yang mempunyai kategori kecemasan sedang adalah mayoritas dialami oleh responden dengan taraf demografi seperti: tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan SD) dan tidak bekerja serta dukungan sosial suami yang diterima oleh responden pada kategori cukup.
Hastutik (2009) mengemukakan bahwa wanita yang sudah memahami tentang menopause serta dapat menerima hal-hal yang berhubungan dengan menopause secara wajar, mereka akan menerapkan hidup sehat dengan tidak mencemaskan datangnya menopause karena menopause adalah hal yang alami yang akan dialami oleh wanita. Tetapi berbeda dengan wanita yang belum mengerti tentang menopause serta informasi yang didapat kurang mengenai menopause, individu akan menganggap menopause sebagai sesuatu yang harus ditutupi atau dihindari. Wanita yang takut akan datangnya menopause dan memandang menopause sebagai suatu ancaman bagi mereka.
2.3. Pengaruh Dukungan Sosial Suami Terhadap Kecemasan Istri Menghadapi Masa Menopause di Kecamatan Medan Sunggal
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 98 orang yang telah mengalami masa menopause yang berada di Kecamatan Medan Sunggal di dapatkan nilai kekuatan korelasi (r) = -0,535, nilai signifikansi (p) 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami terhadap kecemasan istri menghadapi masa menopause, yang berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan suami maka semakin rendah kecemasan yang dialami istri menghadapi masa menopause. Begitu juga sebaliknya, semangkin rendah dukungan yang diberikan oleh suami maka semangkin tinggi kecemasan istri menghadapi masa menopause. Maka hipotesis peneliti ini diterima (terdapat pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial suami terhadap kecemasan istri menghadapi masa menopause di Kecamatan Medan Sunggal). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ariskawati (2002)
yang dilakukan di kota Malang menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan (F=53,642; sig=0,000) antara dukungan sosial suami terhadap kecemasan istri pada masa menopause.
Hasil penelitian juga menunjukkan secara deskriptif dapat dianalisa bahwa pada responden dengan kategori kecemasan ringan mempunyai dukungan sosial suami yang baik, sedangkan pada kategori kecemasan sedang, dukungan sosial suami yang diterima dalam kategori cukup.
Dukungan sosial suami membantu individu selama menghadapi kecemasan karena dukungan memberikan situasi aman, kepercayaan diri, perasaan bahwa dirinya mendapat dukungan. Hasil analisa korelasi diatas sesuai dengan pendapat Indie (2009) bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif kecemasan sehingga menimbulkan ketenangan batin, perasaan senang dalam diri, dicintai, diperhatikan, nyaman sehingga dapat mengurangi kecemasan. Pendapat Kuntjoro (2002) juga menguatkan pendapat ini, bahwa pihak keluarga terutama suami harus dapat merespon secara tepat dengan membantu memahami berbagai gejala fisik maupun psikologis yang dialami wanita menopause.
Pengaruh dukungan sosial suami terhadap kecemasan istri menghadapi masa menopause sebenarnya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti pendidikan, sosial ekonomi, budaya, pekerjaan, ajaran agama, lingkungan dan pengetahuan tentang menopause (Ibrahim, 2002; Kasdu, 2002). Perubahan dalam lingkungan juga dapat menyebabkan kecemasan walaupun perubahan tersebut menyenangkan, faktor pikiran dan perasaan seseorang juga turut berperan dalam
kecemasan yang dialami responden penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Addy (2009) berdasarkan pendekatan kognitif, dalam ilmu psikologis, pada dasarnya gangguan emosi (takut, cemas, stres) yang dialami manusia sangat di tentukan oleh bagaimana individu menilai, peristiwa yang dialaminya. Namun faktor-faktor tersebut diatas tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kecemasan pada wanita menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapat semangat/dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang di sekitarnya telah memberikan dukungan. Akan tetapi banyak juga wanita menopause yang tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya (Kuntjoro, 2002).
Menopause merupakan satu proses fisiologik normal serta alami sesuai dengan siklus biologi yang dialami seorang wanita, maka seharusnya wanita bisa menghadapinya dengan bijak dan tenang sehingga dapat melalui masa menopause dengan percaya diri dan bahagia (Anwar, 2007; Aryasatiani, 2007).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang dialami istri menghadapi masa menopause memiliki pengaruh terhadap dukungan yang diberikan oleh suami sehingga kecemasan dapat diatasi, namun ada beberapa faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kecemasan istri menghadapi masa menopause dan mungkin faktor-faktor tersebut lebih dominan dalam memberikan kontribusi pengaruh bagi kecemasan istri dalam menghadapi masa menopause.