• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Setiap tanaman membutuhkan nutrisi (makanan) untuk kelangsungan hidupnya. Tanah sebagai media tanam utama, harus mempunyai unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, dibagi menjadi tiga golongan.

Unsur hara makro primer, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur hara makro sekunder sedang, yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil,

seperti sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Dan yang ketiga adalah unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B), mangan (Mn), dan molibdenum (Mo) (Yuwono, 2009). Kompos yang sudah jadi atau siap digunakan untuk memupuk tanaman mengandung sebagian besar unsur hara makro primer, makro sekunder dan unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan tanaman. Berikut ini adalah unsur hara ideal yang terkandung di dalam pupuk kompos :

Tabel 4.9 Kandungan Ideal Hara Kompos

No Komponen Kandungan (%) 1 Kadar Air 41,00 - 43,00 2 C-Organik 4,83 - 8,00 3 N 0,10 - 0,51 4 P2O5 0,35 - 1,12 5 K2O 0,32 - 0,80 6 Ca 1,00 - 2,09 7 Mg 0,10 - 0,19 8 Fe 0,50 - 0,64 9 Al 0,50 - 0,92 10 Mn 0,02 - 0,04

Kesalahan dosis pemberian salah satu unsur tersebut sebenarnya akan menyebabkan kurang optimumnya hasil yang diperoleh sebab salah jika N diberikan kurang maka N akan menjadi pembatas dari P dan pada kondisi yang demikian, tanggapan tanaman terhadap pemupukan P sangat tergantung pada tersedianya unsur N di dalam tanah (Havlin et al, 2005). Menurut Wang et al. (2007) dan Homer (2008) bahwa kondisi pertumbuhan tanaman yang baik akibat tercukupinya hara N akan menyebabkan tanaman mampu menyerap P lebih efektif. Pada umumnya tanggapan tanaman terhadap suatu unsur hara bisa berubah-ubah tergantung pada status ketersediaan unsur hara lainnya dan adanya pengaruh dari lingkungan(Fahmi dkk., 2010). Hasil pengujian pupuk dan tanah penelitian yang dijadikan sebagai media tanam, menunjukkan perbandingan sebagai berikut:

Tabel 4.10 Perbandingan Kandungan Unsur Hara Pupuk Penelitian, Tanah Penelitian dan Pupuk Kompos Ideal

Unsur Pupuk Ketapang Tanah Penelitian Pupuk Kompos Ideal

N 0,88 % 0,20 % 0,10-0,51 %

P 0,97 % 492 mg/100g 0,35-1,12 %

K 0,81 % 43 mg/100g 0,32-0,80 %

Dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa kandungan unsur nitrogen (N) dalam pupuk daun ketapang melebihi batas kandungan nitrogen pada pupuk kompos ideal sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman bayam terutama pada jumlah daun. Dari hasil uji statistik jumlah daun juga menunjukkan bahwa hasilnya tidak

signifikan, sehingga diduga bahwa yang menyebabkan jumlah daun tidak berbeda nyata adalah unsur nitrogen yang terlalu banyak pada pupuk kompos daun ketapang. Jika tanaman kelebihan unsur N, maka dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat terlihat pada rata-rata pengukuran jumlah daun pada perlakuan 3 dengan komposisi pupuk yang diberikan sebesar 70% (1,4 kg) hasilnya paling kecil dibandingkan dengan kontrol. Pada kontrol hanya menggunakan tanah yang terdapat di sekitar lokasi penelitian dan setelah dilakukan uji di laboratorium, hasil kandungan unsur N pada tanah yang digunakan pada kontrol yaitu sebesar 0,20 % dan masuk ke dalam kandungan ideal. Hasil pengukuran pada tinggi tanaman, rata-rata tertinggi diperoleh oleh kontrol hal ini juga dapat disebabkan oleh jumlah N yang terlalu banyak dapat menyebabkan unsur N akan mengikat unsur hara lain, sehingga akan sulit diserap tanaman dan pertumbuhan tanaman bayam cabut pada perlakuan P1, P2 dan P3 terhambat pertumbuhannya.

Pertumbuhan tanaman bayam cabut dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada beberapa faktor yang berpotensi menghambat proses pertumbuhan tanaman yaitu :

1. Serangan Hama dan Penyakit

Pertumbuhan tanaman bayam cabut antar perlakuan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hormon dan gen pada tanaman tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah air, cahaya, nutrisi, Kelembaban, suhu, oksigen, dan pH. Selain faktor- faktor tersebut, pertumbuhan bayam cabut juga dipengaruhi oleh hama atau

penyakit bawaan dari biji yang mengganggu pertumbuhan tanaman bayam cabut sejak dibeli dari toko pertanian. Serangan hama dan penyakit yang berasal dari luar, serta iklim.

a. Hama

1) Ulat (Spodoptera sp.)

Ulat yang menyerang tanaman bayam adalah jenis ulat grayak yang memiliki ciri-ciri, tubuhnya bewarna hijau tua, hijau muda dan ada juga yang bewarna putih agak bening jika masih kecil. Ulat ini memakan daun tanaman bayam cabut, sehingga meninggalkan bekas berupa daun yang rombeng dan bolong. Saat ditemukan ulat ini sedang bersembunyi dengan menempel pada bagian bawah daun dan batang daun. Warna tubuh yang seperti warna lingkungan sekitarnya membuat ulat ini sangat sulit ditemukan jika tidak mengamati tanaman dengan jeli.

Pengendalian hama ulat ini dilakukan dengan mengambil ulat tersebut dan dimusnahkan, jika sudah terlalu parah, dibasmi dengan petisida organik yang telah dipersiapkan sebelumnya yang terbuat dari air sari tembakau, daun mindi, daun pepaya, laos, kunyit, jahe, bawang putih, gadung dan daun sirih yang difermentasi selama 2 minggu dari tanggal 1 April 2017 sampai tanggal 15 April 2017. Sebelum digunakan, pestisida sebanyak 500ml dicampur air sebanyak 300ml agar tidak terlalu pekat. Adanya hama ulat menyebabkan pertumbuhan jumlah daun pada

tanaman bayam cabut terganggu karena daun menjadi bolong dan ada pula yang dimakan ulat hingga habis. Penggunaan pestisida organik digunakan sejak tanaman berumur 2 hari setelah dipindah ke dalam polybag yaitu pada tanggal 16 April 2017 karena pada tanggal ini tanaman belalang sudah diserang oleh hama ulat dan belalang. Penyemprotan pestisida terakhir dilakukan dua hari sebelum panen yaitu tanggal 4 Mei 2017 karena dirasa sudah tidak ada serangan hama yang begitu berarti lagi. Penyemprotan pestisida alami seharusnya dilakukan setiap didapati adanya hama, namun hal itu menyesuaikan dengan cuaca yang cukup labil, karena mengingat penyemrotan hama dilakukan pada pagi atau sore hari tergantung cuaca, jika hujan tidak dilakukan penyemprotan pestisida.

2) Belalang (Valanga nigricornis, Oxya chinensis, Locusta migratoria)

Belalang menyerang tanaman bayam cabut pada bagian daun dengan ciri-ciri belalang ada yang bewarna cokelat, kuning dan hijau muda, kebanyakan belalang meninggalkan bekas pada daun berupa daun yang rombeng dan bolong-bolong yang cukup besar. Belalang ini hinggap dan berpindah-pindah sehingga sulit sekali dibasmi. Pembasmian terhadap hama belalang ini dilakukan sama dengan pembasmian hama ulat yaitu dengan pestisida organik. Yang membedakan adalah jika ditemukan belalang hanya diusir keluar dari lokasi penlitian karena penangkapan belalang cukup sulit dilakukan. Pada saat ditemukan belalang sedang bertengger pada batang daun, ada pula yang kedapatan sedang memakan tanaman penelitian hingga daunnya habis tanpa tersisa. Gambar hama belalang dapat dilihat pada gambar 4.5, sebagai berikut :

b. Penyakit

Penyakit yang menjangkit tanaman bayam cabut selama masa penelitian berlangsung yaitu serangan bulai atau downy mildew, dengan gejala yaitu pada daun timbul bercak warna putih kekuningan, umumnya bulat dengan batas yang jelas seperti mengikuti alur tulang daun (Nurasanah dkk, 2016). Kadang-kadang bercak menyatu membentuk bercak lebih lebar yang selanjutnya dapat menyebabkan bentuk daun abnormal, kaku, mengering dan mudah hancur. Pada pagi hari yang dingin timbul miselium dan konidium (Pratama dkk, 2013). Daun yang terjangkit penyakit downy mildew telah terlihat sejak hari ke 16 yaitu pada tanggal 30 April 2017, namun karena dirasa belum terlalu parah dan masih berupa bercak kekuningan akhirnya dibiarkan dulu sambil melihat perkembangan selanjutnya. Namun setelah didiamkan hingga keesokan hari, dan semakin parah karena permukaan daun yang semakin cokelat karena mengering dan terkena air hujan ditumbuhi oleh jamur. Akhirnya dilakukan pencegahan penyebaran dengan cara memetik daun yang terjangkit penyakit

downy mildew. Pemetikan daun dimulai dari batang daun. Penyakit

downy mildew ini disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar tempat penelitian yang terlalu lembab sehingga menyebabkan tumbuhnya jamur pada permukaan daun yang terjangkit penyakit ini. Gambar daun yang terjangkit penyakit downy mildew dapat dilihat pada gambar 4.6 sebagai berikut

Gambar 4.6 Daun yang terjangkit penyakit downy mildew

2. Faktor-Faktor Lain a. Iklim

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma yang berlokasi di desa Paingan, Kabupaten Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan mulai dari pembuatan pupuk hingga panen dari tanggal 28 Februari 2017 sampai dengan 6 Mei 2017 (2 bulan 8 hari). Menurut Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi (BMKG), musim kemarau tahun ini mundur 1-2 dasarian (sepuluh hari) dari kondisi normal dan akan terjadi secara bertahap mulai April 2017 mulai dari Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, hingga Kabupaten Sleman bagian Utara. Setelah itu, kemarau akan terjadi secara total di DIY mulai Mei hingga Oktober

2017. Suatu wilayah dikatakan telah memasuki musim kemarau apabila intensitas curah hujan telah tercatat kurang dari 50 milimeter perdasarian. Pada Maret 2017, curah hujan di DIY mulai mengalami penurunan dari rata-rata harian saat musim hujan. Sedangkan masa transisi pergantian musim atau pancaroba baru terjadi pada awal April. Adapun pada pertengahan Februari hingga 22 Februari, kondisi curah hujan di DIY masih cukup tinggi dengan rata-rata lebih kurang 150 milimeter perminggu. Terjadinya anomali cuaca ini menyebabkan curah hujan yang tidak menentu selama masa penelitian (Sigit, 2017).

b. Suhu Udara

Suhu udara juga dipengaruhi oleh cuaca. Hujan yang sering turun selama masa penelitian menyebabkan suhu udara pada tempat penelitian berada antara 26,1ᵒC – 35,4ᵒC. Pengukuran Suhu udara menggunakan alat yaitu termohigrometer yang diletakkan di tengah- tengah tempat penelitian dan ditunggu selama ± 5 menit. Menurut Warisno dan Kres (2010), suhu udara pada kisaran tersebut termasuk suhu yang panas. Tanaman bayam cabut yang merupakan tanaman sayuran hijau akan dapat tumbuh dengan optimal pada suhu udara 20-30ᵒC. Kenaikan suhu yang drastis hingga mencapai 35,4ᵒC karena pengukuran dilakukan pada pagi hari setiap pukul 08.00 WIB dan terkadang suhu di tempat penelitian tidak stabil bisa optimal bisa

juga hingga 35,4ᵒC. Data pengukuran suhu udara selama penelitian dapat dilihat pada lampiran no 10.

c. Kelembaban Udara

Pada saat penelitian dilakukan pengukuran Kelembaban udara menggunakan termohigrometer dengan cara menyimpannya di tengah-tengah tempat penelitian dan ditunggu selama ± 5 menit. Kelembaban udara tempat penelitian berkisar anatara 50-92%. Kondisi lembab menyebabkan banyaknya air yang diserap ke dalam tanaman sehingga mendukung aktivitas pemanjangan sel-sel. Kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan bayam cabut adalah 40-60% (Anonim, 2011). Menurut Yusni B (2001) tanaman bayam cabut cocok bila ditanam di lahan terbuka dengan sinar matahari penuh atau berawan dan tidak tergenang air / becek.

Jika dilihat dari hasil pengukuran Kelembaban udara pada tempat penelitian, sudah dapat dikatakan baik karena saat Kelembaban udara terendah 50% hanya terjadi pada 1 kali saja yaitu pada tanggal 16 April 2017 yaitu pada hari kedua setelah bayam dipindah ke polibag. Keadaan saat pengukuran hari itu dapat dikatakan suhu cukup panas sebesar 35,5ᵒC, sehingga mempengaruhi pengukuran Kelembaban yang mencapai 50%. Kelembaban udara sebesar 50% masih masuk dalam Kelembaban udara ideal bagi tanaman bayam, namun seterusnya Kelembaban udara di tempat

penelitian mencapai hingga 92%. Menurut Cahyono (2003) Kelembaban udara yang lebih dari 90% berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman, yakni tanaman tumbuh tidak sempurna, tanaman tidak subur serta kualitas daun akan jelek. Sebaliknya jika Kelembaban terlalu rendah akan menyebabkan kenaikan suhu dan dehidrasi pada tanaman. Kelembaban udara tinggi menyebabkan transpirasi menjadi lambat, sehingga penyerapan unsur hara juga akan lambat. Kelembaban udara yang tinggi dapat menstimulir pertumbuhan jamur, fungi, bakteri, yang dapat merugikan tanaman. Data Kelembaban dan suhu udara secara lengkap dapat dilihat pada lampiran no 10.

d. pH Tanah dan pH Pupuk Ketapang

Pada saat pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara memilih 3 polybag dari tiap kelompok perlakuan dengan cara pengamatan dan dipilih mana yang terlihat basah, sedang dan kering setelah itu baru dilakukan pengukuran pH tanah dengan menggunakan alat yaitu soil tester dengan cara menusukkannya ke dalam tanah yang ada di polybag dan ditunggu selama ± 5 menit. Hasil pengukuran pH tanah adalah pH terendah didapat 4,4 dan yang tertinggi mencapai 6,3. Menurut Rukmana (2010), kisaran pH yang baik sebagai syarat tumbuh tanaman bayam cabut adalah 6-7. Derajat keasaman (pH) sangat penting bagi pertumbuhan tanaman

bayam cabut, menurut Rukmana (2010) bila pH tanah di atas 7 pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning-kuningan (klorosis) akibat ketersediaan unsur nitrogen, besi, mangan, borium dan tembaga relatif sedikit. Sebaliknya pada pH dibawah 6 pertumbuhan tanaman bayam cabut akan menurun akibat unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium dan magnesium menurun dengan cepat. Terjadinya kelainan pada tanah yang memiliki pH di bawah 6 karena unsur alumunium, besi dan mangan merupakan racun bagi tanaman tersebut. Hasil pengukuran pH tanah yang lengkap dapat dilihat pada lampiran no. 11.

Saat pembuatan pupuk ketapang, dilakukan pula pengukuran pH pupuk secara berkala tiap 3 hari sekali dan didapati hasil pengukuran terakhir pada tanggal 28 Maret 2017, didapati hasil pengukuran pH pupuk ketapang sebesar 6. Menurut Yuwono (2009), pH pupuk optimal untuk digunakan pada tanaman berkisar antara 6- 8. Dapat disimpulkan bahwa pupuk ketapang yang dibuat telah memenuhi standar pH pupuk yang telah siap digunakan. Pengukuran pH pupuk ketapang dapat dilihat pada lampiran no. 28.

e. Kelembaban Tanah

Pada saat penelitian juga dilakukan pengukuran Kelembaban tanah dengan menggunakan alat soil tester dengan cara menusukkannya ke tanah pada polybag yang ingin diukur dan

ditunggu selama ± 5 menit. Pengukruan Kelembaban tanah sama seperti pengukuran pH tanah yaitu dipilih 3 polybag tiap kelompok perlakuan dan diobservasi mana yang basah, sedang dan kering setelah itu baru dilakukan pengukuran Kelembaban tanah. Pada pengukuran Kelembaban tanah cukup sulit karena jika dilihat dari permukaan tanah terlihat kering tapi jika digali sedikit kedalam, tanahnya cukup lembab dan basah, sehingga pengukuran Kelembaban tanah bisa dibilang cukup sulit. Hasil pengukuran Kelembaban tanah terendah yaitu 2% dan tertinggi yaitu 6%. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh alat yang error karena satu alat dipakai oleh seluruh mahasiswa lain yang juga penelitian di kebun percobaan dan dikalibrasi hanya seminggu sekali, sehingga bisa saja alat error karena kurang dikalibrasi secara rutin. Hasil pengukuran kelembaban tanah dapat dilihat pada lampiran no. 12.

Dokumen terkait