• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Pola pertumbuhan Tanaman Kedelai Tiap Minggu

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pola pertumbuhan tinggi tanaman dari minggu ke-3 hingga minggu ke-6 merupakan fase pertumbuhan vegetatif, dapat diketahui dari pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yang meningkat pesat. Pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10 pertumbuhan tinggi sudah stabil dan terjadi penurunan jumlah daun. Hal tersebut dapat terjadi karena tanaman dari minggu ke-7 hingga minggu ke-10 merupakan masa pertumbuhan generatif, dimana masa terbentuknya polong dan pengisian polong.

Pertumbuhan tinggi tanaman mengalami peningkatan yang pesat dari minggu ke-3 hingga minggu ke-6. Hal tersebut dapat terjadi karena tanaman mengalami

etiolasi sehingga tinggi tanaman kedelai yang dihasilkan menjadi tidak normal. Peningkatan tinggi yang cukup pesat ini disebabkan karena adanya penutupan dengan plastik menyebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk menjadi berkurang. Hal ini didasarkan atas pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai dengan tanaman kontrol yang ditumbuhkan di area terbuka. Pada minggu ke-3 rata-rata tinggi tanaman yang ditanam di areal terbuka adalah 8.11 cm meningkat hingga tanaman berukuran 8.6 cm pada minggu ke-5, sedangkan rata-rata tinggi tanaman yang ditanam di areal tertutup meningkat dari 28.18 cm hingga mencapai 73.9 cm. Data perbandingan tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran 7.

Selain itu, penanaman dilakukan pada awal musim penghujan sehingga cuaca yang sering mendung dan hujan di siang hari menyebabkan tanaman mendapatkan cahaya kurang dari 10 jam sehari. Intensitas cahaya yang kurang mengaktifkan hormon auksin di mana terjadi pemanjangan sel yang membuat tanaman menjadi lebih tinggi, sedangkan tanaman yang ditanam di areal yang terbuka mendapatkan cahaya yang cukup sehingga hormon auksin menjadi tidak aktif.

Pertumbuhan jumlah daun juga meningkat pada minggu ke-3 hingga minggu ke-6 untuk setiap perlakuan. Meningkatnya jumlah daun disebabkan karena adanya batang yang tumbuh sehingga jumlah daun juga semakin bertambah. Pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10, tanaman sudah berbunga dan membentuk polong sehingga pertumbahan jumlah daun tidak meningkat pesat bahkan mengalami penurunan di minggu ke-8. Hal tersebut dapat terjadi karena unsur hara yang didapatkan untuk pertumbuhan generatif seperti pembentukan bunga,

polong dan pengisian polong berasal dari daun sehingga daun-daun akan menguning dan akhirnya gugur.

Pada tanaman yang diberi perlakuan B, C dan D mengalami peningkatan jumlah daun yang sedikit dan mengalami penurunan jumlah daun hingga minggu ke-10. Hal ini dapat disebabkan karena pertumbuhan vegetatif tidak begitu baik yang disebabkan karena unsur hara sudah disuplai untuk pertumbuhan generatif sehingga masa pertumbuhan generatif lebih cepat.

2. Pengaruh pemberian konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda terhadap pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, jumlah polong dan bobot kering biji

Berdasarkan analisis statistik dengan uji Anova diketahui bahwa konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai varietas Grobogan. Namun, konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun, jumlah polong, dan bobot biji kering pada tanaman kedelai varietas Grobogan.

Konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai varietas Grobogan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi tersebut, yaitu cahaya. Itensitas cahaya yang diterima oleh kedelai tidak penuh karena terhalang oleh plastik serta cuaca yang sering mendung dan hujan di siang hari juga mengurangi penyinaran kurang dari 10 jam sehari. Faktor cahaya tersebut mempengaruhi faktor internal pada tanaman, yaitu adanya kerja dari hormon auksin. Menurut Aryulina, Muslim, Manaf, dan Winarni

(2009) hormon auksin berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses pemanjangan sel. Jika terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Tanaman kedelai tersebut tidak mendapatkan cahaya yang cukup sehingga mengaktifkan hormon auksin dan tanaman menjadi lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan pemberian pupuk lamtoro dengan konsentrasi berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun, di mana tanaman yang diberi perlakuan A (10%) memiliki pertambahan jumlah daun yang lebih baik terhadap perlakuan B (20%) dan perlakuan D (40%). Perlakuan A (10%) menghasilkan rata-rata pertambahan jumlah daun yang paling baik. Menurut Setyati dalam Palimbungan (2006) penambahan nitrogen yang cukup pada tanaman akan mempercepat laju pembelahan dan pemanjangan sel, pertumbuhan akar, batang dan daun berlangsung secara cepat.

Penambahan pupuk cair daun lamtoro dengan konsentrasi rendah yaitu 10% justru dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun karena kebutuhan nutrisi tanaman sudah terpenuhi. Tanaman yang diberikan perlakuan B (20%) dan D (40%) mengalami masa generatif lebih cepat sehingga unsur hara seperti nitrogen, kalium, kalsium dan magnesium yang diserap untuk memenuhi pembentukan bunga, polong, dan pengisian polong. Menurut Salisburry dan Ross (1995) antara organ vegetatif dan organ reproduktif terjadi persaingan dalam memperebutkan hara.

Namun, perlakuan A (10%) tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan E (50%) dan K (kontrol). Berdasarkan hasil pengamatan pemberian pupuk cair kaya nitrogen dengan konsentrasi rendah mendukung pertumbuhan bintil akar pada tanaman, yaitu 90% dari tanaman yang diberi perlakuan A memiliki bintil akar. Menurut Sears dan Lynch dalam Pitojo (2007) jika kadar nitrogen dalam tanah sangat rendah, 66% dari nitrogen tanaman merupakan hasil penambatan N2 udara. Penambatan nitrogen bebas dari udara dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang ada di bintil akar sehingga terjadi proses reduksi N2

menjadi NH4 (Dixon & Wheeler dalam Salisburry & Ross, 1995).

Perlakuan E juga memberikan pengaruh yang tidak berbeda. Hal ini dapat terjadi karena pembentukan bintil akar pada tanaman yang diberi perlakuan E tidak berkembang dengan baik. Hal ini dapat dilihat bahwa 60% dari tanaman tersebut tidak memiliki bintil akar. Tanaman tersebut lebih banyak menyerap unsur hara nitrogen dengan konsentrasi yang tinggi dari pupuk cair yang diberikan. Menurut Sears dan Lynch dalam Pitojo (2007) jika kadar nitrogen dalam tanah sangat tinggi, + 20% nitrogen tanaman kedelai merupakan hasil penambatan N2 dari udara. Sedangkan perlakuan K (kontrol), 90% tanaman juga memiliki bintil akar. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan jumlah daun berasal dari unsur hara nitrogen yang merupakan hasil fiksasi dari bakteri yang ada di bintil akar.

Berdasarkan hasil uji Duncan, konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah polong yang dihasilkan, dimana perlakuan A (10%), E (50%), dan K (0%) berbeda terhadap

perlakuan B (20%). Hal tersebut dapat terjadi karena pertumbuhan vegetatif pada tanaman yang diberi perlakuan B (20%) tidak begitu baik karena unsur hara nitrogen yang belum mencukupi sehingga mempengaruhi pembentukan cabang batang yang akan tumbuh buku-buku produktif yang menghasilkan polong. Jika buku produktif sedikit maka jumlah polong yang dihasilkan juga sedikit. Perlakuan A pertumbuhan vegetatif baik karena banyak cabang batang yang membuat adanya buku-buku reproduktif sehingga jumlah polong yang dihasilkan juga lebih banyak dilihat dari rata-rata yang dihasilkan, meskipun tidak berbeda dengan perlakuan E (50%) dan K (0%). Hal ini juga berkaitan dengan unsur nitrogen yang didapatkan baik dari pemberian pupuk cair ataupun fiksasi nitrogen bebas dari udara.

Selain itu, pembentukan polong dipengaruhi oleh pembentukan bunga. Bunga dapat mengalami kegagalan penyerbukan. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (AAK, 1989).

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap rata-rata bobot biji kering yang dihasilkan, di mana perlakuan K memiliki bobot biji kering yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan B(20%), C(30%), dan D(40%). Tanaman yang tanpa diberi perlakuan menghasilkan bobot biji kering yang paling banyak di antara perlakuan lainnya karena memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik sehingga buku-buku produktif yang dihasilkan juga lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan B(20%), C(30%), dan D(40%). Tanaman yang

diberi perlakuan B(20%), C (30%), dan D(40%) pertumbuhan vegetatif seperti cabang batang untuk pertumbuhan buku-buku produktif tidak banyak sehingga mempengaruhi jumlah polong dan bobot kering biji yang dihasilkan.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya campuran pupuk pada media tanam pada semua tanaman. Media tanam yang digunakan menggunakan campuran pupuk bokashi. Pupuk bokashi mengandung komponen seperti kotoran sapi dan rerumputan kering yang juga mengandung nitrogen, sehingga tanaman yang tanpa diberi perlakuan sudah mendapatkan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan bintil akar yang dapat menfiksasi nitrogen bebas di udara dan dapat mencukupi untuk pertumbuhan jumlah daun, jumlah polong, dan bobot kering bijinya. Namun, jika kandungan nitrogen di tanah berlebihan akan mengurangi efektivitas bintil akar untuk melakukan fiksasi nitrogen bebas di udara.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai adalah adanya serangan hama. Tanaman masih dapat diserang hama meskipun sudah dipasang paranet. Pada fase vegetatif, hama yang banyak ditemukan adalah ulat grayak dan belalang. Menurut Pitojo (2007), gejala kerusakan tanaman akibat serangan ulat grayak adalah daun tanaman habis (hanya tersisa tulang daun), polong muda rusak, atau seluruh tanaman rusak. Ulat yang baru keluar dari telur hidup bergerombol, memakan permukaan daun, kemudian berpencar untuk mencari makanan pada rumpun lain (AAK, 2012). Belalang yang ditemukan berukuran besar dan memakan daun-daun sehingga mempengaruhi jumlah daun yang dihasilkan. Pada masa pengisian polong, hama yang banyak ditemukan adalah kepik coklat. Kepik coklat merusak dengan cara menusuk dan

menghisap cairan biji, sehingga polong-polong gugur atau hampa, mengering, biji berbintik, bintik, dan akhirnya menjadi busuk berwarna hitam.

Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan penyemprotan pestisida organik secara teratur. Pestisida yang digunakan adalah pestisida organik “Pesona” dengan takaran 10 ml pestisida dilarutkan dalam 1 L air, kemudian disemprotkan pada daun, batang ataupun polong pada tanaman dengan interval penyemprotan 3 kali dalam seminggu. Meskipun sudah dilakukan penyemprotan pestisida, pengumpulan populasi hama secara langsung juga tetap dilakukan dengan melakukan pengecekan setiap harinya.

Dokumen terkait