• Tidak ada hasil yang ditemukan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.6. Pengamatan Scanning Electrone Microscope (SEM)

Pengamatan mikroskopis struktur permukaan film bioplastik menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM). Pengamatan dilakukan pada film bioplastik yang memiliki nilai karakteristik terbaik. Film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4% memiliki rata-rata nilai laju transmisi uap air terendah yakni 5,8 g/m2/hari. Karakteristik laju transmisi uap air merupakan salah satu indikator terbentuknya ikatan silang antara kitosan, CMC dan glutaraldehida. Semakin rendah nilai laju transmisi uap air maka glutaraldehida semakin baik berikatan dengan CMC dan kitosan dengan menutup pori-pori film. Hasil pengamatan SEM menunjukan bahwa permukaan mikroskopis film bioplastik berbahan dasar kitosan terplastis CMC dengan penambahan glutaraldehida memiliki pori-pori yang rapat, kompak dan tidak ditemukan pahatan pada struktur mikroskopis film. Hasil yang berbeda dapat dilihat pada hasil pengamatan film bioplastik kitosan terplastis CMC tanpa penambahan glutaraldehida yang memiliki pori-pori tidak rapat dan banyak terdapat pahatan (Saputra, 2012). Hasil

analisis struktur mikroskopis permukaan film bioplastik menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7. Struktur mikroskopis film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida (Saputra, 2012) (a). Struktur mikroskopis film bioplastik dengan

penambahan glutaraldehida 4% (Dokumentasi penelitian) (b)

Pada Gambar 5.7 (a), dapat dilihat bahwa banyak pahatan pada permukaan film. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat ikatan silang antara kitosan dan CMC sehingga pori-pori matriks lebar. Penambahan glutaraldehida menimbulkan ikatan silang antara kitosan dan CMC sehingga matriks semakin rapat (Gambar 5.7. b).

5.2. Pembahasan

Pengamatan warna film bioplastik dilakukan secara fisik dengan mengamati warna pada masing-masing perlakuan. Penampakan fisik film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida memiliki warna jernih sedangkan penampakan fisik film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida memiliki warna coklat pekat. Kenampakan coklat pekat ditimbulkan oleh penambahan glutaraldehida yang merupakan cairan coklat sehingga penambahan glutaraldehida dengan konsentrasi berbeda akan menghasilkan film bioplastik dengan kenampakan warna yang berbeda pula. Semakin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan maka

warna yang dihasilkan pada film bioplastik akan semakin pekat. Kenampakan film bioplastik akan berpengaruh terhadap organoleptik produk yang akan dikemasnya sehingga akan menurunkan daya tarik konsumen terhadap produk tersebut.

Penambahan glutaraldehida dalam penelitian ini mengacu pada fungsi glutaraldehida sebagai agen penaut silang (crosslinking agent) sehingga glutaraldehida dapat mengisi rongga antara CMC dan kitosan. Glutaraldehida sebagai crosslinking agent berperan dalam mengikat kitosan dan CMC dengan adanya ikatan silang yang terjadi antara gugus aldehid (C=O) pada glutaraldehida dengan gugus amin (NH2) pada kitosan (Leceta and Guerrero, 2012) dan gugus hidroksil pada CMC (Asma et al., 2014). Ikatan silang yang terjadi antara kitosan, glutraraldehida dan CMC akan menurunkan rata-rata nilai ketebalan, persen pemanjangan dan waktu degradasi sempurna, sedangkan pada rata-rata nilai kuat tarik akan mengalami peningkatan. Ikatan silang antara kitosan dan glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8. Crosslinking kitosan dengan glutaraldehida (Goncalves et al., 2005). Ketebalan merupakan karakteristik film bioplastik yang berhubungan dengan organoleptik produk. Bioplastik sebagai pengemas makanan primer berpengaruh pada aspek rasa dan kenampakan sedangkan sebagai kemasan

sekuder, bioplastik berpengaruh pada aspek kenampakan. Bioplastik yang terlalu tipis akan mudah mengalami kerusakan berupa sobek serta fungsinya sebagai pelindung produk akan terganggu. Namun bioplastik yang terlalu tebal akan berpengaruh terhadap rasa dari produk yang dilapisi dan akan mengganggu kenampakan produk.

Pada penelitian ini, film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida memiliki ketebalan berkisar antara 0,1-0,21 mm. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan agen penaut silang yakni 0,3 mm. Semakin tinggi konsentrasi penambahan glutaraldehida maka akan semakin banyak kitosan yang tertarik dengan CMC sehingga rongga antar komponen akan semakin kecil yang diikuti dengan penurunan nilai rata-rata ketebalan film. Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan film adalah sifat dan komposisi bahan (Sara, 2015). Penambahan komposisi bahan akan meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan jika bahan tambahan tersebut memiliki sifat tidak larut pada larutan bioplastik. Glutaraldehida merupakan cairan berwarna coklat yang larut sempurna dalam larutan bioplastik kitosan terplastis CMC. Kelarutan sempurna dibuktikan oleh tidak adanya gumpalan pada larutan bioplastik setelah pencampuran. Glutaraldehida akan bekerja mengisi rongga pada matriks film sehingga tidak akan meningkatkan nilai rata-rata ketebalan film.

Mengacu pada standar JIS 2-1707 yang menyebutkan bahwa maksimal ketebalan bioplastik adalah 0,25 mm, maka perlakuan terbaik pada karakteristik ketebalan didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 3,5% yang memiliki nilai ketebalan 0,21 mm. Hal ini dikarenakan film bioplastik

tanpa tanpa penambahan glutaraldehida memiliki nilai ketebalan yang melebihi standar yakni 0,3 mm.

Kuat tarik merupakan besar gaya yang diperlukan hingga bioplastik putus. Nilai kuat tarik rendah berarti bioplastik tersebut mudah rusak dan nilai kuat tarik tinggi mengindikasikan bahwa bioplastik yang dihasilkan dapat melindungi produk dari gangguan mekanik berupa benturan ataupun gesekan antar produk. Nilai rata-rata kuat tarik filmbioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 53,41-120,04 KgF/cm2. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 41,96 KgF/cm2. Penambahan glutaraldehida dengan kosentrasi berbeda juga berpengaruh pada nilai rata-rata kuat tarik yang dihasilkan. Penambahan glutaraldehida yang lebih tinggi akan meningkatkan ikatan silang sehingga matriks film semakin rapat dan diperlukan gaya yang lebih besar dibandingkan matriks film dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida yang lebih rendah dan atau tanpa penambahan glutaraldehida. Purwatiningsih (2007) menyatakan bahwa makin tinggi konsentrasi glutaraldehida, titik pecah matriks gel makin kecil karena ikatan silang matriks makin rapat, sehingga kedalaman penetrasi pada saat gel pecah menjadi kecil, dengan begitu maka kuat tarik film akan semakin tinggi. Ikatan silang antara CMC dan glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.9.

Mengacu pada standar JIS 2-1707 yang menyebutkan bahwa minimal nilai kuat tarik bioplastik adalah 4 KgF/cm2, maka perlakuan terbaik pada karakteristik kuat tarik didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4% yang memiliki nilai kuat tarik tertinggi yakni 120,04 KgF/cm2.

Persen pemanjangan merupakan persentase penambahan panjang film yang diukur dari panjang awal hingga didapatkan panjang ahir setelah pegujian. Nilai rata-rata persen pemanjangan film bioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 4,09-6,39%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 28,28%. Penambahan glutaraldehida dengan kosentrasi berbeda juga berpengaruh pada nilai rata-rata persen pemanjangan yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan, maka ikatan silang yang terbentuk juga akan semakin meningkat. Ikatan silang antara kitosan, glutaraldehida dan CMC akan membuat struktur film semakin rapat dan pori-pori mengecil sehingga peningkatan konsentrasi glutaraldehida akan menurunkan nilai persen pemanjangan. Nilai persen pemanjangan merupakan indikator elastisitas plastik. Semakin tinggi nilai persen pemanjangan maka plastik memiliki karakteristik makin elastis dan melindungi produk lebih bagus.

Mengacu pada standar JIS 2-1707 yang menyebutkan bahwa minimal nilai persen pemanjangan bioplastik adalah 70%, maka perlakuan terbaik pada karakteristik persen pemanjangan didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 0% yang memiliki nilai persen pemanjangan tertinggi yakni 28,28%.

Laju transmisi uap air merupakan parameter yang menunjukan kualitas bioplastik dalam mempertahankan kualitas produk yang akan dikemasnya. Nilai laju transmisi uap air yang tinggi mengindikasikan bahwa bioplastik memiliki pori-pori besar sehingga uap air dapat dengan mudah melewati matriks film. Semakin tinggi aktivitas uap air yang melewati matriks film maka kualitas film tersebut juga semakin rendah dikarenakan film kurang baik dalam melindungi produk dari serangan bakteri yang terbawa oleh uap air dari lingkungan sekitar. Air juga merupakan media pertumbuhan bakteri, sehingga semakin tinggi laju transmisi uap air, maka bakteri akan mudah berkembang biak pada produk yang dikemas dan menurunkan kualitas produk.

Nilai rata-rata laju transmisi uap air film bioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 5,8-6,57 g/m2/hari. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 13,37 g/m2/hari. Penambahan glutaraldehida dengan konsentrasi yang berbeda memiliki rata-rata nilai laju transmisi uap air yang berbeda pula. Penambahan glutaraldehida 4% memiliki nilai laju transmisi uap air terendah yakni 5,8 g/m2/hari. Hal ini mengindikasikan bahwa glutaraldehida telah berikatan dengan CMC dan kitosan sehingga menutup pori-pori film dan menghambat laju transmisi uap air. Konsentrasi glutaraldehida bertolak belakang dengan nilai laju transmisi uap air. Semakin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan maka ikatan silang yang terbentuk akan semakin banyak sehingga menutup pori-pori film.

Mengacu pada standar JIS 2-1707 yang menyebutkan bahwa minimal nilai laju trasnmisi uap air bioplastik adalah 7 g/m2/hari, maka perlakuan terbaik pada

karakteristik laju trasnmisi uap air didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4% yang memiliki nilai laju trasnmisi uap air terendah yakni 5,8 g/m2/hari.

Waktu degradasi sempurna (complete degradability time) merupakan parameter yang menunjukan kualitas plastik sehingga dapat digolongkan dalam plastik biodegradable atau non-biodegradable. Perhitungan waktu degradasi sempurna dilakukan dengan melakukan estimasi yang didasarkan pada persen kehilangan berat plastik pada waktu uji penguburan dalam tanah. Hasil rata-rata waktu degradasi sempurna film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida adalah 42-134 hari. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil rata-rata waktu degradasi sempurna film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 7 hari. Peningkatan konsentrasi glutaraldehida diikuti dengan peningkatan waktu degradasi sempurna film bioplastik. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara glutaraldehida dengan kitosan dan CMC sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk memecah polimer-polimer yang berikatan kuat menjadi monomer.

Mengacu pada standar ASTM D-6002 yang menyebutkan bahwa biodegradasi film bioplastik membutuhkan 60 hari untuk terurai secara keseluruhan (100%), maka perlakuan terbaik pada karakteristik waktu degradasi sempurna didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 0% yang memiliki waktu degradasi sempurna terendah yakni 7 hari.

Lama waktu terdegradasi film bioplastik dari penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan film bioplastik dari pati kulit singkong dengan pemlastis

gliserol yang membutuhkan waktu degradasi sempurna selama 14 hari (Anita dkk., 2013). Shakina dkk., (2012) berpendapat bahwa kemampuan degradasi plastik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis tanah, jenis mikroba, dan kelembaban. Lama waktu degradasi juga dipengaruhi oleh komponen yang terkandung dalam film bioplastik dimana pada penelitian ini terdapat tiga komponen (kitosan, CMC dan glutaraldehida) sedangkan pada penelitian Anita dkk., (2013) hanya terdapat dua komponen (gliserol dan pati). Perbedaan jumlah komponen penyusun juga diikuti dengan peningkatan jumlah ikatan silang yang terdapat pada matriks film. Ikatan yang semakin banyak dan kuat akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk terdegradasi sempurna dibandingkan matriks film yang memiliki ikatan lebih sedikit.

Menurut Sihaloho (2011), bahwa proses degradasi biodegradable film kemasan pada tanah dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul menghasilkan polimer dengan berat molekul yang lebih rendah. Tahapan selanjutnya adalah degradasi oleh mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga) serta aktivitas enzim. Mikroba dalam mendegradasi partikel organik dengan menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mendegradasi partikel ke ukuran yang lebih kecil dan dapat larut dalam air.

Grafik hasil rata-rata nilai ketebalan bertolak belakang dengan nilai kuat tarik dan waktu degradasi sempurna namun berbanding lurus dengan nilai persen pemanjangan dan laju transmisi uap air. Penurunan rata-rata nilai ketebalan dikarenakan adanya peningkatan jumlah ikatan silang sehingga komponen-komponen akan terikat dan menurunkan nilai ketebalan. Pori-pori matriks akan

semakin mengecil sehingga dapat menurunkan laju transmisi uap air yang melewati film dan memudahkan film mengalamai pemanjangan dikarenakan tidak adanya ikatan silang yang menahan komponen penyusun film. Seiring dengan menurunnya nilai ketebalan yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah ikatan silang, maka nilai kuat tarik akan mengalami peningkatan. Semakin banyak ikatan silang dalam matrik film maka gaya yang dapat ditahan oleh film pun semakin besar. Begitu pula dengan parameter waktu degradasi sempurna, penguraian oleh mikroorganisme di dalam tanah akan semakin lama dengan meningkatnya jumlah ikatan silang yang terdapat dalam matriks film.

Ada dua faktor yang menyebabkan hubungan antar parameter, diantaranya adalah proses pembuatan film bioplastik dan sifat bahan penyusunnya. Nilai ketebalan akan berbanding lurus dengan nilai transmisi uap air dan persen pemanjangan jika pada proses pembuatan film bioplastik kurang homogen dikarenakan masih adanya rongga pada matriks film. Namun nilai ini bisa bertolak belakang jika pengadukan yang dilakukan dengan baik sehingga didapatkan matriks film yang memiliki struktur kompak dan rapat dan dapat menekan nilai laju transmisi uap air. Sifat komponen penyusun juga berpengaruh dalam hubungan antar parameter. Komponen penyusun yang bersifat hidrofilik akan meningkatkan nilai laju transmisi uap air, meskipun matrik film memiliki struktur mikroskopis yang rapat dan berpori kecil.

Pengamatan mikroskopis permukaan film bioplastik dilakukan dengan analisis Scanning Electrone Microscope (SEM). Hasil analisis SEM menunjukan bahwa film bioplastik memiliki permukaan yang berpori rapat. Hal ini

mengindikasikan bahwa glutaraldehida berikatan silang dengan CMC dan kitosan yang dapat dibuktikan dengan rendahnya nilai laju transmisi uap air yang dimiliki film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 3,5% yakni 6,57 g/m2/hari. Matriks film dengan pori-pori yang rapat akan dapat melindungi produk yang dikemasnya dari bakteri yang terbawa oleh udara dari lingkungan.

Dokumen terkait