• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, untuk mempermudah menganalisis data yang diperoleh, maka peneliti memaparkan berdasarkan tujuan penelitian, berikut uraiannya :

Strategi komunikasi yang terjadi di panti asuhan menggunakan komunikasi antarpribadi kelompok kecil. Strategi ini merupakan cara yang efektif dalam mendekatkan pengasuh pada anak dan mengenali anak lebih jauh. Hal ini terkait pengembangan kemandirian anak. Dalam melakukan pengasuhan, masing-

106

Pengasuhan menurut para pengasuh antara lain sebagai kegiatan berbagi kasih, memberi pengajaran (mandiri, bertanggung jawab, kedisiplinan, dan kesadaran diri), memberi bekal keterampilan, mengenali minat dan bakat anak, mengenali kemampuan anak, mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan anak untuk mengenali diri dan pada akhirnya berkemauan untuk sukses.

Rangkuman tentang pengasuhan oleh para pengasuh di atas memiliki kesamaan dengan definisi Sunarti (2004) menyatakan, pengasuhan diartikan sebagai implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, dan memiliki karakter-karakter baik.

Kesamaan keduanya terdapat pada poin “pembentukan anak”, dengan kegiatan yang dilakukan selama pengasuhan akan berujung pada pembentukan diri anak menjadi masyarakat yang baik dengan menumbuhkan karakter-karakter baik dalam diri anak asuh. Selain itu pengasuhan menurut para pengasuh panti seturut pula dengan beberapa tujuan pengasuhan yaitu pengembangan konsep diri, mengajarkan disiplin diri, dan mengajarkan keterampilan perkembangan.

Strategi yang dilakukan oleh para pengasuh di Panti Asuhan Putri St. Angela pun beragam. Terkhusus pada kepatuhan, panti asuhan mewajibkan semua anak untuk mengikuti aturan tanpa terkecuali. Namun pada praktiknya terdapat pula tantangan dalam mendapatkan kepatuhan anak. Sehingga terdapat beberapa strategi komunikasi mendapatkan kepatuhan yang ada di panti asuhan. Pon-poin yang ada tersebut mengacu pada Teori Kepatuhan Marwell dan Schmitt. Beberapa strategi komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh untuk mendapatkan kepatuhan antara lain:

1. Pemberian penghargaan. Pemberian penghargaan dilakukan bukan dalam bentuk benda nyata, namun dengan memberikan pujian dan

107

2. Hukuman. Dalam pengasuhan anak, diupayakan untuk mengasuh dengan kesabaran dan kasih sayang. Namun pemberian hukuman praktis seperti mengerjakan beberapa tugas tetap perlu dilakukan untuk mengajarkan anak, bahwa akan ada ganjaran untuk setiap tindakan yang dilakukan. Sehingga perlu untuk mematuhi aturan agar terhindar dari hukuman atau ganjaran negatif.

3. Keahlian. Keahlian yang dimiliki anak akan mendapatkan penghargaan dari pengasuh dan anak asuh lainnya. Keahlian dalam hal ini antara lain prestasi di sekolah, kemajuan berwirausaha “Snack St. Angela”, hasil keterampilan manik-manik yang dipuji oleh pelanggan, dan pertunjukan seni (paduan suara, tari, drama) yang sukses ditampilkan.

Pengasuh menunjukkan bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam berlatih dan berdisiplin mengikuti aturan/jadwal akan mendapatkan ganjaran positif yang sesuai dengan pengorbanan yang dilakukan. 4. Komitmen Impersonal. Berkaitan dengan poin sebelumnya dimana

anak yang patuh akan mendapatkan penghargaan dan dijadikan role

model anak lain agar berperilaku patuh pula sehingga anak yang belum

patuh terpacu untuk menjadikan dirinya sebagai role model pula bagi teman-temannya.

5. Komitmen Personal. Komitmen personal lebih mengacu pada akibat yang akan diterima secara pribadi bila tidak patuh. Komitmen personal tidak selamanya berkaitan dengan tindakan timbal balik seperti utang. Karena di panti asuhan, kepatuhan adalah hal wajib, sehingga tidak ada meminta kembali apa yang telah diberikan. Komitmen personal berarti menjauhkan dirinya dari hukuman. Sehingga semakin anak patuh, maka semakin jauh pula dari hukuman dan sebaliknya. Selain itu semakin anak patuh, semakin tinggi citra positif yang dimilikinya baik dikalangan pengasuh maupun diantara anak asuh lainnya.

Adapun kelima pokok strategi yang telah dilaksanakan di panti asuhan tersebut terkait pula dengan poin-poin dalam 16 Teori Kepatuhan. Beberapa poin yang sesuai dengan keadaan panti asuhan tersebut, antara lain:

108

a. Menunjukkan keahlian atas hasil positif. Menunjukkan bagaimana

hal-hal baik akan terjadi bagi mereka yang patuh.

b. Menunjukkan keahlian atas hasil negatif. Menunjukkan bagaimana

hal-hal buruk akan terjadi terhadap mereka yang tidak patuh.

c. Membuat daya tarik moral. Menggambarkan kepatuhan sebagai hal

yang baik dilakukan secara moral.

d. Menyatakan perasaan positif. Mengatakan kepada orang lain betapa

senangnya dia jika terdapat kepatuhan.

e. Perubahan peran secara positif. Menghubungkan kepatuhan

dengan orang-orang yang memiliki kualitas baik.

f. Menunjukkan penghormatan positif. Mengatakan kepada seseorang

bahwa ia akan disukai orang lain jika ia patuh.

g. Ancaman. Menunjukkan bahwa hukuman akan dikenakan bagi yang

tidak patuh.

h. Mengenakan stimulasi aversif. Menggunakan hukuman hingga

diperoleh kepatuhan.

i. Menyatakan perasaan negatif. Mengatakan kepada orang lain

betapa tidak senangnya dia jika tidak ada kepatuhan.

j. Perubahan peran secara negatif. Menghubungkan ketidakpatuhan

dengan orang-orang yang memiliki kualitas buruk.

k. Menunjukkan penghormatan negatif. Mengatakan kepada seseorang

bahwa ia akan kurang disukai orang lain jika tidak patuh.

Dalam mengetahui efektifitas komunikasi yang terjadi antara pengasuh dan anak asuh dapat dilihat dari ciri-ciri kemandirian yang sudah ada pada anak asuh dan dilakukan pembandingan dengan Teori Ciri Kemandirian oleh Suyoto, dkk. Sejumlah 4 orang target observasi yang ditetapkan berada pada rentang usia 6-12 tahun. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok target observasi yang dikategorikan atas kemandirian, keaktifan, dan kreativitas yang lebih/kurang

109

asuh lain seusianya. Beberapa ciri yang dirangkum yaitu:

 Bersifat ramah, terbuka, dan mudah untuk diberi arahan.

 Mampu dan sigap mengurus keperluan diri sendiri.

 Mau mengajak dan mengarahkan temannya.

 Berinisiatif.

 Bijak dan mudah mengerti.

 Mampu mengerjakan tugas pribadi dan tugas kelompok dengan hasil pekerjaan yang rapi.

 Tekun.

 Disiplin.

Target observasi 3 dan 4 digolongkan dalam Kelompok 2 yang berkarakteristik kemandirian, keaktifan, dan kreativitas yang kurang dibanding anak asuh lain seusianya. Beberapa ciri yang dirangkum yaitu:

 Cenderung tertutup dan sering menghindar.

 Sering lalai dalam mengerjakan tugas pribadi.

 Belum mampu memprioritaskan tugas utama.

 Bebal.

 Harus selalu diawasi.

 Respon dan reaksi sering tidak sejalan.

Mengerjakan tugas sering dipengaruhi oleh suasana hati (moody). Namun berdasarkan wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan, kedua kelompok anak tersebut sudah memiliki ciri kemandirian sesuai dengan Teori Ciri Kemandirian oleh Suyoto,dkk. antara lain:

a. Menemukan dirinya atau identitas dirinya.

Keempat target observasi telah mengenal identitas dirinya, bukan hanya terbatas pada identitas diri secara fisik tetapi juga terkait dengan latar belakang dan keberadaan dirinya di panti asuhan. Selain itu mereka bukan hanya memikirkan kebutuhan diri mereka yang layak,

110

keluarga mereka.

b. Membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam bertindak.

Pertimbangan yang dilakukan terkait dengan kemampuan dalam menilai diri mereka sendiri. Keempat target observasi mampu memberikan penilaian kemandirian dan kepatuhan yang mereka miliki, didasarkan pada apa yang telah mereka lakukan dalam mencapai tindakan yang mereka nilai sebagai bentuk kemandirian dan kepatuhan.

Sedangkan beberapa ciri yang belum secara merata dimiliki oleh anak usia 6-12 tahun antara lain:

a. Memiliki inisiatif.

Anak asuh masih harus disuruh dan diingatkan oleh pengasuh dalam mengerjakan tugas pribadinya.

b. Bertanggung jawab atas tindakannya.

Beberapa anak asuh masih melakukan tugasnya secara sembrono selain itu masih lalai dalam mengerjakan tugas pribadinya. Padahal tugas pribadi seperti menjaga kebersihan, kerapian, dan kedisiplinan merupakan hal yang akan langsung berdampak bagi diri sendiri jika dilakukan secara baik maupun tidak.

c. Mencukupi kebutuhan dirinya.

Beberapa anak masih harus diawasi dalam pengerjaan tugas. Selain itu masih belum mampu mengurus keperluan dirinya sendiri.

d. Mampu membebaskan diri dari keterikatan yang tidak perlu.

Beberapa anak masih belum mampu memilih prioritas pekerjaan yang harus dilakukan terlebih dahulu.

e. Mampu mengambil keputusan sendiri dalam bentuk kemampuan memilih.

111

Adapun perbedaan dalam ciri kemandirian yang ada pada anak terkhusus bagi anak panti asuhan ini dipengaruhi oleh latar belakang anak sebelum diasuh di panti asuhan. Faktor yang mempengaruhi pengembangan kemandirian dan kepatuhan anak asuh diantaranya:

a. Gen atau turunan orang tua

Mohammad Ali (2009) menyatakan terdapat faktor yang mempengaruhi kemandirian individu, baik faktor sifat yang telah dimiliki sejak lahir maupun dibentuk oleh lingkungan. Ia juga menambahkan orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian yang tinggi juga, namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu yang menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.

b. Pola asuh orang tua

Anak akan tetap mengikuti pola pengasuhan yang sebelumnya diperoleh anak dari orang tua/keluarga kandungnya. Sehingga cara tersebut tetap terbawa hingga ke panti asuhan. Jika pola asuh panti asuhan mirip dengan pola asuh yang pernah diperoleh anak sebelumnya, maka anak akan lebih mudah menerima didikan dari pengasuhnya. Sebaliknya jika pola asuh yang diterima anak sebelumnya cenderung berbeda, maka anak akan lebih sulit menerima didikan dari pengasuhnya.

Secara keseluruhan anak panti asuhan sudah dapat dikatakan mandiri karena dengan keadaan anak asuh sendiri yang memang sudah dituntut untuk mandiri dalam mempersiapkan diri dan bertanggung jawab atas kewajibannya. Terkhusus bagi anak usia 6-12 tahun, anak sudah dapat dikatakan mandiri dan lebih mudah untuk diberikan arahan dibandingkan anak asuh dengan usia yang lebih tua. Meski tidak terdapat acuan tertulis dalam menentukan kemandirian anak. Pengasuh mengklasifikasikan sikap kemandirian anak berdasarkan jenjang

Dokumen terkait