• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hubungan antara Fasilitas Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instuktur di Balai Latihan Kerja. Tanda positif pada koefisien korelasi (r)

Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif. Hal ini berarti korelasi antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur mempunyai arah hubungan yang sama. Artinya bahwa semakin baik fasilitas kerja yang disediakan oleh BLK Jogjakarta untuk menunjang segala kegiatan instruktur di BLK tersebut maka semakin baik pula gaya mengajar instruktur tersebut. Kondisi peralatan kerja yang baik dan lengkap, penerangan dan kelembaban udara yang cukup merupakan bagian dari kondisi fasilitas kerja yang baik. Fasilitas kerja yang baik adalah fasilitas kerja yang dapat melancarkan atau mendukung instruktur untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Fasilitas kerja yang baik dapat memotivasi instruktur dalam meningkatkan kinerjanya sebagai tenaga pelatih di kelas prakteknya. Dengan meningkatnya kinerja instruktur maka instruktur tersebut dapat menciptakan berbagai variasi dalam gaya mengajarnya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ahyari (1983:207) yang menyatakan bahwa jika lingkungan kerja yang baik dalam suatu instansi dapat terealisasi maka akan menjadikan produktivitas kerja karyawan instansi tersebut akan meningkat. Instruktur yang produktif akan selalu menciptakan kreativitas-kreativitas dalam mengajar.

Harga signifikant value sebesar 0,33 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar adalah signifikan. Dengan demikian, terdapat hubungan yang berarti antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur di BLK Jogjakarta. Oleh

karena itulah, pihak BLK Jogjakarta lebih memperhatikan lagi fasilitas kerja yang digunakan oleh instruktur dalam menunjang program latihannya baik dari segi kelengkapan fasilitas kerja tersebut maupun dari segi perawatan fasilitas kerja itu.

Berdasarkan tabel indeks dan interpretasi korelasi, hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur mempunyai hubungan yang rendah. Koefisien korelasi antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur adalah 0,312 termasuk dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan fasilitas kerja khususnya peralatan yang digunakan instruktur dalam mengajar, misalnya mesin-mesin banyak yang rusak dan sudah ketinggalan jaman (out of date). Kelembaban udara yang kurang terjaga, pemakaian yang mesin yang sembarangan merupakan beberapa contoh dari penyebab rusaknya peralatan kerja tersebut. Selain itu, kurangnya penerangan dan sulitnya mendapatkan aliran listrik di kelas praktek juga merupakan penyebab dari rendahnya hubungan antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur. Kondisi seperti itu akan membuat instruktur menjadi tidak semangat dalam mengajar. Gaya mengajar yang digunakannya pun monoton. Akibatnya kelas praktek menjadi lesu, gairah belajar siswa pun menurun.

Analisis deskripsi data menunjukkan bahwa fasilitas kerja di BLK Jogjakarta termasuk dalam kategori baik. Terciptanya fasilitas kerja yang baik merupakan usaha yang melibatkan seluruh personil yang ada di BLK Jogjakarta baik karyawan normatif, instruktur maupun siswa yang

mengikuti pelatihan di BLK. Dengan adanya fasilitas kerja yang baik maka instruktur pun semakin leluasa untuk mengembangkan gaya mengajarnya dalam suatu kelas praktek. Hal ini akan mengakibatkan kelas praktek akan menjadi hidup dan tidak membosankan. Dengan demikian lulusan dari BLK Jogjakarta pun menjadi semakain berkualitas yang nantinya dapat menjadi salah satu unsur penarik minat masyarakat untuk berlatih di BLK Jogjakarta.

2. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instuktur di Balai Latihan Kerja. Tanda positif pada koefisien korelasi (r) Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif. Hal ini berarti korelasi antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur mempunyai arah hubungan yang sama. Artinya bahwa semakin lama instruktur mengikuti diklat maka semakin baik pula gaya mengajar instruktur tersebut. Materi-materi yang diberikan dalam diklat merupakan materi-materi yang menunjang dalam pelaksanaan tugas instruktur. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Manullang (1981:86) yang menyatakan bahwa bahan-bahan yang diajarkan dalam diklat harus berhubungan erat dengan job specification jabatan para peserta diklat. Hal ini dimaksudkan agar setelah

diklat, para peserta diklat dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil. Contohnya saja diklat assisten instruktur listrik, assisten instruktur tata niaga dan sebagainya. Instruktur yang mengikuti diklat selama kurang dari 1 (satu) tahun akan berbeda dalam mengajar dengan instruktur yang telah mengikuti diklat selama lebih dari 5 (lima) tahun. Hal ini dikarenakan pengetahuan tentang materi praktek lebih banyak dikuasai instruktur yang telah mengikuti diklat selama lebih dari 5 (lima) tahun daripada instruktur yang baru mengikuti diklat kurang dari 1 (satu) tahun. Dengan demikian, materi-materi yang akan disampaikan dalam kelas praktek menjadi lebih urut. Instruktur tersebut pun menjadi lebih menguasai materi praktek sehingga komunikasi antara instruktur dengan siswanya pun menjadi lancar. Bila ada siswa yang bertanya maka instruktur dapat menjawab pertanyaan siswa tersebut dengan sigap.

Harga signifikant value sebesar 0,02 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar adalah signifikan. Dengan demikian, terdapat hubungan yang berarti antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur di BLK Jogjakarta. Oleh karena itulah, instruktur harus serius dalam mengikuti diklat. Dengan demikian, instruktur tersebut dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya selama diklat ke dalam kelas prakteknya.

Berdasarkan tabel indeks dan interpretasi korelasi, hubungan antara pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan gaya mengajar instruktur

mempunyai hubungan yang agak rendah. Koefisien korelasi antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur adalah 0,447 termasuk dalam kategori agak rendah. Hal ini disebabkan dalam mengikuti diklat banyak instruktur yang ikut-ikutan saja. Dalam artian diklat hanya sebagai prasyarat untuk menaikkan jabatan. Selain itu, ada juga alasan dalam mengikuti diklat yaitu untuk refreshing. Kesibukan instruktur dalam mengajar misalnya menyusun program latihan yang meliputi kurikulum, silabus alat dan bahan latihan dan sebagainya membuat instruktur menjadi penat sehingga membutuh refreshing agar dapat kembali bersemangat dalam bekerja. Dalam pelaksanaan diklat, instruktur diturut untuk aktif dalam mengikuti kegiatan diklat dari kegiatan awal diklat sampai pada kegiatan akhir diklat. Bila instruktur malas-malasan dalam mengikuti kegiatan diklat maka hasil yang akan diperolehnya pun tidak optimal. Dengan demikian, instruktur tersebut akan mendapatkan pengetahuan yang terbatas. Hal ini pun akan mengakibatkan instruktur tersebut menjadi tidak kreatif dalam mengembangkan gaya mengajarnya.

3. Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Gaya Mengajar Instruktur di Balai Latihan Kerja

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instuktur di Balai Latihan Kerja. Diterimanya hipotesis ini disebabkan oleh pengalaman kerja instruktur di BLK Jogjakarta sudah cukup lama

sehingga dapat dipastikan bahwa instruktur tersebut sudah mengalami dan menghadapi berbagai macam situasi ketika mengajar/melatih dan mengetahui karakteristik siswanya dari tahun ke tahun dan hal tersebut mampu menempa pribadi instruktur itu ke arah yang lebih baik lagi. Tanda positif pada koefisien korelasi (r) Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif. Hal ini berarti korelasi antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar mempunyai arah hubungan yang sama. Artinya bahwa semakin lama pengalaman kerja yang dimiliki oleh instruktur di BLK Jogjakarta maka semakin baik pula gaya mengajar instruktur tersebut. Dengan pengalaman kerja yang lama maka instruktur tersebut telah banyak berinteraksi dengan berbagai macam situasi dalam kelas prakteknya. Instruktur tersebut juga sudah bisa mengenal berbagai macam karakteristik siswa. Dengan demikian, masalah-masalah yang timbul dalam kelas praktek akan dapat dengan mudah diatasi oleh instruktur tersebut. Pengalaman kerja seorang instruktur pun akan menuntun instruktur tersebut dengan lebih mudah dalam mengambil langkah-langkah yang tepat pada saat atau situasi tertentu dalam proses belajar-mengajar. Instruktur tersebut juga semakin menguasai gaya mengajar yang bisa diterapkannya dalam suatu kondisi di kelas prakteknya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Maryoto (1987:90) yang menyatakan bahwa pengalaman kerja yang dimiliki seseorang kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Harga signifikant value sebesar 0,41 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar adalah signifikan. Dengan demikian terdapat hubungan yang berarti antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur di BLK Jogjakarta. Oleh karena itulah, dalam perekrutan instruktur, pengalaman kerja seorang instruktur menjadi aspek yang harus diperhatikan oleh pihak BLK Jogjakarta. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Maryoto (1987:48) yang menyatakan bahwa suatu perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang sudah berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman karena mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nantinya akan dikerjakan. Instruktur yang berpengalaman akan dipandang lebih mampu menciptakan suasana kelas yang harmonis dalam proses latihan dibandingkan dengan instruktur yang kurang berpengalaman. Hal ini berarti dengan pengalaman kerja yang tinggi, instruktur mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan mengajarnya sehingga dapat mengoptimalkan gaya mengajar instruktur tersebut dalam setiap proses belajar dan berlatih yang diselenggarakan pada waktu itu. Hal serupa juga dikemukakan oleh Yuniarti. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja dengan keterampilan mengajar guru. Pengalaman kerja akan mempengaruhi keterampilan mengajar guru. Guru yang berpengalaman akan dipandang lebih mampu dan produktif dibandingkan guru yang kurang

berpengalaman. Hal ini berarti dengan pengalaman kerja yang tinggi, maka guru dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan efisien dan efektif serta kualitas dan kemampuan kerja menjadi bertambah dan bekembang. Semakin lama guru bekerja akan lebih terampil dalam mengajar sehingga mendapatkan hasil kerja yang tinggi.

Berdasarkan tabel indeks dan interpretasi korelasi, hubungan antara pengalaman kerja dengan gaya mengajar instruktur mempunyai hubungan yang rendah. Koefisien korelasi antara fasilitas kerja dengan gaya mengajar instruktur adalah 0,299 termasuk dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan semakin lama instruktur bekerja maka instruktur tersebut juga akan semakin berkutat dengan rutinitas kegiatan belajar-mengajar dalam kelas prakteknya. Frekuensi rutinitas yang tinggi dan kegiatan mengajar yang itu-itu saja tanpa diiringi dengan variasi-variasi dalam mengajar akan menciptakan tingkat kejenuhan dalam mengajar pada diri instuktur tersebut. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Simanjuntak (1985:34) yang menyatakan bahwa keterampilan yang dikerjakan berulang-ulang akan menjadi gerakan yang otomatis dan menjadi suatu kebiasaan sehingga keterampilan yang dimiliki akan menurun sampai tingkat yang paling minimal. Instruktur tersebut pun akan mengalami kebosanan dan mencapai titik kejenuhan dalam mengajar sehingga instruktur tersebut tidak bisa lagi kreatif dalam mengembangkan gaya mengajarnya.

BAB VI

Dokumen terkait