BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Ditinjau dari Masa kerja
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau
dari masa kerja. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai
Fhitung = 8,252 lebih besar dari Ftabel = 2,428. Nilai probabilitas 0,000
lebih kecil dari taraf signifikasi (α =5%) atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang masa kerja guru diperoleh hasil
sebagai berikut: guru yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun
sebanyak 9 responden, masa kerja 1-5 tahun sebanyak 30 responden,
masa kerja 6-10 tahun sebanyak 15 responden, masa kerja 11-15 tahun
sebanyak 20 responden dan masa kerja lebih dari 15tahun sebanyak 85
responden. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap
KTSP diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria sangat positif
sebanyak 19 responden, positif sebanyak 67 responden, cukup positif
sebanyak 35 responden, negatif sebanyak 32 responden dan sangat
negatif sebanyak 6 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai persepsi terhadap KTSP adalah
positif.
Secara umum para guru menanggapi positif diberlakukannya
KTSP. Hal ini tampak dari dukungan guru bahwa menurut mereka usaha
perkembangannya; peningkatan kecerdasan dan pengetahuan peserta
didik lebih mudah dicapai dengan KTSP; KTSP memudahkan peserta
didik melanjutkan pendidikan lebih lanjut dan menuntut peserta didik
untuk dapat hidup mandiri; peserta didik mendapatkan pengalaman
belajar dengan mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui KTSP. Para guru juga setuju
bahwa pengembangan kurikulum berpusat pada potensi, kebutuhan,
kepentingan dan lingkungan belajar peserta didik; penyusunan
kurikulum harus melibatkan stakeholder/ pemangku kepentingan,
menyeluruh, berkesinambungan; memadukan kepentingan nasional,
daerah, kepentingan warga sekolah dan partisipasi aktif warga sekolah
serta memadukan kepentingan nasional maupun daerah; kurikulum
disusun dengan langkah – langkah yang jelas sesuai dengan tujuan yang
diharapkan; kurikulum memberikan otonomi penuh kepada sekolah
untuk mengembangkan peserta didik sesuai dengan kondisi dan
potensinya. Mereka juga setuju bahwa pelaksanaan kurikulum dapat
membudayakan belajar bagi peserta didik; pelaksanaan kurikulum
memberikan kebebasan pada sekolah untuk menentukan mata pelajaran
beserta alokasi waktu; menyelenggarakan mata pelajaran muatan lokal;
beban belajar; kriteria kenaikan kelas, kelulusan dan kriteria penjurusan
serta pelaksanaan KTSP memberikan kebebasan dalam penyusunan
kalender pendidikan berdasarkan kebutuhan, karakteristik sekolah
Mereka juga sependapat bahwa KTSP menuntut sekolah untuk
mengarahkan peserta didik memiliki keterampilan yang mendukung
keunggulan lokal dan global; sekolah memiliki visi; menetapkan tujuan
dan indikator berdasarkan visi sekolah; visi sekolah dijabarkan secara
terperinci. Mereka juga setuju bahwa silabus harus memuat keseluruhan
materi dan kegiatan serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan;
pengembangan silabus secara relevan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, spiritual peserta didik; komponen
silabus harus terpisah berdasarkan fungsinya; cakupan silabus harus
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata dan aktual; komponen silabus dapat
mengakomodasikan keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat;
pengembangan silabus juga harus mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Para guru juga sependapat adanya pemberian tugas berupa
tes, karya ilmiah dan laporan kegiatan untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik; pemberian latihan sesuai dengan kemampuan peserta
didik; serta acuan penilaian KTSP berdasar apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah melihat hasil belajarnya; sistem penilaiannya
berdasarkan pengalaman belajar secara terus-menerus; penilaian KTSP
diarahkan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi dan hasil
belajar perlu dianalisa lebih lanjut. Para guru menanggapi positif dengan
fasilitator utama dalam pelaksanaan KTSP dan bertanggungjawab dalam
mencapai tujuan pendidikan serta untuk menunjukkan kinerja yang
optimal sesuai dengan karakteristik KTSP.
Hasil deskripsi data masa kerja guru menunjukkan sebagian besar
mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun. Hal ini membuktikan bahwa
sebagian besar guru yang diteliti mempunyai masa kerja lama,
pengalaman mengajar yang lama serta telah mengalami banyak
perubahan kurikulum, sehingga mereka dapat membandingkan dan
mengetahui kelebihan dari kurikulum yang telah diberlakukan selama di
sekolah. Guru yang mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun sebagian
besar memandang negatif dengan diberlakukan KTSP, karena dengan
adanya perubahan kurikulum yang baru menambah beban mereka.
Selain itu kurikulum tingkat satuan pendidikan sulit ditelaah maksudnya.
Rata-rata guru yang memiliki masa kerja lebih dari 15 tahun mengalami
kesulitan dalam pelaksanaan KTSP serta belum dapat menyesuaikan
dengan keragaman karakteristik, kondisi, dan potensi peserta didik saat
ini, seperti: belum pandai dalam mengikuti perkembangan teknologi
serta perkembangan zaman. Hal ini berbeda dengan guru yang memiliki
masa kerja kurang dari 15 tahun, mereka memandang positif dengan
diberlakukannya kurikulum yang baru, memberikan peluang bagi
mereka untuk membuktikan kinerja dan kreativitas. Hal tersebut
disebabkan karena guru yang mempunyai masa kerja kurang dari 15
perkembangan zaman sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik
saat ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Duncan (Miftah Thoha,
1983:142), persepsi yang berbeda tergantung dari sudut pandang dan
dipengaruhi oleh pengalaman waktu yang lama.
2. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Ditinjau dari Jenjang Pendidikan
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari
jenjang pendidikan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan
nilai Fhitung = 3,161 lebih besar dari Ftabel = 2,428. Nilai probabilitas
0,016 lebih kecil dari taraf signifikasi (α =5%) atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang jenjang pendidikan guru
diperoleh hasil sebagai berikut: guru berpendidikan D1 sebanyak 18
responden, berpendidikan D2 sebanyak 4 responden, berpendidikan D3
sebanyak 44 responden, berpendidikan S1 sebanyak 91 responden dan
berpendidikan S2 sebanyak 2 responden. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berpendidikan S1. Sedangkan deskripsi
data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan
diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria sangat positif sebanyak 19
responden, positif sebanyak 67 responden, cukup positif sebanyak 35
responden, negatif sebanyak 32 responden dan sangat negatif sebanyak 6
mempunyai persepsi terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan
adalah positif.
Secara umum para guru menanggapi positif diberlakukannya
KTSP. Hal ini tampak dari dukungan guru bahwa menurut mereka usaha
pematangan diri peserta didik harus disesuaikan dengan fase
perkembangannya; peningkatan kecerdasan dan pengetahuan peserta
didik lebih mudah dicapai dengan KTSP; KTSP memudahkan peserta
didik melanjutkan pendidikan lebih lanjut dan menuntut peserta didik
untuk dapat hidup mandiri; peserta didik mendapatkan pengalaman
belajar dengan mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui KTSP. Para guru juga setuju
bahwa pengembangan kurikulum berpusat pada potensi, kebutuhan,
kepentingan dan lingkungan belajar peserta didik; penyusunan
kurikulum harus melibatkan stakeholder/ pemangku kepentingan,
menyeluruh, berkesinambungan; memadukan kepentingan nasional,
daerah, kepentingan warga sekolah serta partisipasi aktif warga sekolah
serta memadukan kepentingan nasional dan daerah; kurikulum disusun
dengan langkah – langkah yang jelas sesuai dengan tujuan yang
diharapkan; kurikulum memberikan otonomi penuh kepada sekolah
untuk mengembangkan peserta didik sesuai dengan kondisi dan
potensinya. Mereka juga setuju bahwa pelaksanaan kurikulum dapat
membudayakan belajar bagi peserta didik; pelaksanaan kurikulum
beserta alokasi waktu; menyelenggarakan mata pelajaran muatan lokal;
beban belajar; kriteria kenaikan kelas, kelulusan dan kriteria penjurusan
serta pelaksanaan KTSP memberikan kebebasan dalam penyusunan
kalender pendidikan berdasarkan kebutuhan, karakteristik sekolah dan
peserta didik, tetapi tetap berpedoman pada standar isinya. Mereka juga
sependapat bahwa KTSP menuntut sekolah untuk mengarahkan peserta
didik memiliki keterampilan yang mendukung keunggulan lokal dan
global; sekolah memiliki visi; menetapkan tujuan dan indikator
berdasarkan visi sekolah; visi sekolah dijabarkan secara terperinci.
Mereka juga setuju bahwa silabus harus memuat keseluruhan materi dan
kegiatan serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan;
pengembangan silabus secara relevan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, spiritual peserta didik; komponen
silabus harus terpisah berdasarkan fungsinya; cakupan silabus harus
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata dan aktual; komponen silabus dapat
mengakomodasikan keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat;
pengembangan silabus juga harus mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Para guru juga sependapat adanya pemberian tugas berupa
tes, karya ilmiah dan laporan kegiatan untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik; pemberian latihan sesuai dengan kemampuan peserta
peserta didik setelah melihat hasil belajarnya; sistem penilaiannya
berdasarkan pengalaman belajar secara terus-menerus; penilaian KTSP
diarahkan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi dan hasil
belajar perlu dianalisa lebih lanjut. Para guru menanggapi positif dengan
diberlakukannya KTSP karena para guru sadar bahwa mereka adalah
fasilitator utama dalam pelaksanaan KTSP dan bertanggungjawab dalam
mencapai tujuan pendidikan serta untuk menunjukkan kinerja yang
optimal sesuai dengan karakteristik KTSP.
Hasil deskripsi data jenjang pendidikan guru menunjukkan
sebagian besar berpendidikan S1. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru
sebagian besar telah menempuh pendidikan formal yang tinggi. Jenjang
pendidikan guru yang dimaksud adalah jenjang pendidikan formal yang
dicapai guru untuk dapat melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang
guru. Pada umumnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang dicapai
oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta pengetahuannya dalam
memahami sesuatu. Karenanya, guru yang mempunyai jenjang
pendidikan yang tinggi memandang positif dengan diberlakukannya
kurikulum tingkat satuan pendidikan sedangkan guru yang mempunyai
pendidikan rendah memandang negatif kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Hal ini disebabkan guru yang memiliki jenjang pendidikan
tinggi memiliki pengetahuan, wawasan luas untuk memahami KTSP.
Selain itu juga guru yang memiliki jenjang pendidikan tinggi lebih
yaitu utamanya mengembangkan kreativitas. Guru dengan pendidikan
S1 akan memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan
keterampilan yang lebih mantap dibandingkan dengan guru yang
berpendidikan lebih rendah. Dengan semakin luasnya wawasan,
keinginan yang tinggi untuk mengembangkan kreativitas, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang berbeda ini
membuat pandangan guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan
berbeda. Selain hal tersebut, kemungkinan disebabkan guru yang
berpendidikan S1 lebih mudah dalam menelaah dan mengerti apa yang
terkandung dalam isi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Berbeda
dengan guru yang mempunyai jenjang pendidikan rendah akan
memandang bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan sulit ditelaah
sehingga mereka mengalami kebinggungan dalam melaksanakannya.
Hal ini sejalan dengan Paul Suparno (2002:100) yang menyatakan
bahwa untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru haruslah
berubah menjadi guru otonom. Guru otonom adalah pemikir dan
perancang bahan pelajaran yang kritis dan analitis, serta memiliki daya
kreatifitas tinggi dan berperilaku inovatif. Jenjang pendidikan yang
seharusnya diselesaikan agar bisa menjadi guru yang otonom adalah
minimal berpendidikan S1 untuk guru SD dan SMP, serta S2 untuk guru
3. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau
dari Status Guru.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari
status guru. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai Fhitung
= 3,272 lebih besar dari Ftabel = 2,667. Nilai probabilitas 0,023 lebih
kecil dari taraf signifikasi (α =5%) atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang status guru diperoleh hasil
sebagai berikut: guru berstatus PNS sebanyak 101 responden, berstatus
Guru tetap yayasan sebanyak 19 responden, berstatus Guru bantu
sebanyak 6 responden dan berstatus guru honorer sebanyak 33
responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berstatus PNS. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh hasil sebagai berikut:
untuk kriteria sangat positif sebanyak 19 responden, positif sebanyak 67
responden, cukup positif sebanyak 35 responden, negatif sebanyak 15
responden dan sangat negatif sebanyak 6 responden. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai persepsi
terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah positif.
Secara umum para guru menanggapi positif diberlakukannya
KTSP. Hal ini tampak dari dukungan guru bahwa menurut mereka usaha
pematangan diri peserta didik harus disesuaikan dengan fase
didik lebih mudah dicapai dengan KTSP; KTSP memudahkan peserta
didik melanjutkan pendidikan lebih lanjut dan menuntut peserta didik
untuk dapat hidup mandiri; peserta didik mendapatkan pengalaman
belajar dengan mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui KTSP. Para guru juga setuju
bahwa pengembangan kurikulum berpusat pada potensi, kebutuhan,
kepentingan dan lingkungan belajar peserta didik; penyusunan
kurikulum harus melibatkan stakeholder/ pemangku kepentingan,
menyeluruh, berkesinambungan; memadukan kepentingan nasional,
daerah, kepentingan warga sekolah serta partisipasi aktif warga sekolah
serta memadukan kepentingan nasional dan daerah; kurikulum disusun
dengan langkah – langkah yang jelas sesuai dengan tujuan yang
diharapkan; kurikulum memberikan otonomi penuh kepada sekolah
untuk mengembangkan peserta didik sesuai dengan kondisi dan
potensinya. Mereka juga setuju bahwa pelaksanaan kurikulum dapat
membudayakan belajar bagi peserta didik; pelaksanaan kurikulum
memberikan kebebasan pada sekolah untuk menentukan mata pelajaran
beserta alokasi waktu; menyelenggarakan mata pelajaran muatan lokal;
beban belajar; kriteria kenaikan kelas, kelulusan dan kriteria penjurusan
serta pelaksanaan KTSP memberikan kebebasan dalam penyusunan
kalender pendidikan berdasarkan kebutuhan, karakteristik sekolah dan
peserta didik, tetapi tetap berpedoman pada standar isinya. Mereka juga
didik memiliki keterampilan yang mendukung keunggulan lokal dan
global; sekolah memiliki visi; menetapkan tujuan dan indikator
berdasarkan visi sekolah; visi sekolah dijabarkan secara terperinci.
Mereka juga setuju bahwa silabus harus memuat keseluruhan materi dan
kegiatan serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan;
pengembangan silabus secara relevan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, spiritual peserta didik; komponen
silabus harus terpisah berdasarkan fungsinya; cakupan silabus harus
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata dan aktual; komponen silabus dapat
mengakomodasikan keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat;
pengembangan silabus juga harus mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Para guru juga sependapat adanya pemberian tugas berupa
tes, karya ilmiah dan laporan kegiatan untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik; pemberian latihan sesuai dengan kemampuan peserta
didik; serta acuan penilaian KTSP berdasar apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah melihat hasil belajarnya; sistem penilaiannya
berdasarkan pengalaman belajar secara terus-menerus; penilaian KTSP
diarahkan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi dan hasil
belajar perlu dianalisa lebih lanjut. Para guru menanggapi positif dengan
diberlakukannya KTSP karena para guru sadar bahwa mereka adalah
mencapai tujuan pendidikan serta untuk menunjukkan kinerja yang
optimal sesuai dengan karakteristik KTSP.
Hasil deskripsi data tentang status guru menunjukkan sebagian
besar guru berstatus PNS. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar guru diangkat dan bekerja dalam suatu instansi milik pemerintah
atau di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh negara. Guru yang
berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat dibandingkan
guru yang PNS. Guru PNS meskipun jam mengajar sedikit dan kurang
berprestasi tidak akan mengubah statusnya dan akan tetap memperoleh
kenaikan pangkat yang berkala sedangkan guru non PNS akan mengajar
dengan jam mengajar yang lebih banyak dan mencari prestasi untuk
mengubah statusnya. Selain itu guru di sekolah swasta yang berstatus
non PNS akan menjalankan tugasnya lebih sungguh-sungguh karena
kelangsungan hidup sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru di
sekolah tersebut, sedangkan guru PNS akan lebih ringan bebannya
karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah. Sebagian besar guru PNS
memandang negatif dengan diberlakukannya KTSP karena KTSP akan
membebani mereka dan menuntut mereka untuk lebih kreatif. Guru PNS
memandang bahwa dengan diberlakukannya KTSP tidak akan mengubah
status mereka, sehingga para guru PNS tidak perlu menyesuaikan diri
dengan kurikulum yang baru yang serba otonom ini. Sedangkan guru
yang non PNS memandang positif, hal tersebut disebabkan mereka
mereka. Hal ini sejalan dengan Djohar (2006:116) bahwa status
kepegawaian seseorang akan sangat berpengaruh terhadap etos dan
mentalitas kerja. Guru non PNS akan memiliki totalitas yang berbeda
dalam menghadapi pekerjaannya dibandingkan dengan guru PNS. Hal
inilah yang diduga menyebabkan perbedaan persepsi diantara mereka
berbeda.
4. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau
dari Golongan Jabatan.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari
golongan jabatan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai
Fhitung = 3,929 lebih besar dari Ftabel = 2,159. Nilai probabilitas 0,001
lebih kecil dari taraf signifikasi (α =5%) atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang golongan jabatan diperoleh
hasil sebagai berikut: guru yang tidak mempunyai golongan sebanyak 52
responden, bergolongan II/d sebanyak 1 responden, bergolongan III/a
sebanyak 10 responden, bergolongan III/b sebanyak 5 responden,
bergolongan III/c sebanyak 12 responden, bergolongan III/d sebanyak
37 responden dan bergolongan IV/a sebanyak 38 responden. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden bergolongan
IIId. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum
tingkat satuan pendidikan diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria
cukup positif sebanyak 35 responden, negatif sebanyak 32 responden
dan sangat negatif sebanyak 6 responden. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mempunyai persepsi terhadap
kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah positif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru yang mempunyai persepsi positif setuju
dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Secara umum para guru menanggapi positif diberlakukannya
KTSP. Hal ini tampak dari dukungan guru bahwa menurut mereka usaha
pematangan diri peserta didik harus disesuaikan dengan fase
perkembangannya; peningkatan kecerdasan dan pengetahuan peserta
didik lebih mudah dicapai dengan KTSP; KTSP memudahkan peserta
didik melanjutkan pendidikan lebih lanjut dan menuntut peserta didik
untuk dapat hidup mandiri; peserta didik mendapatkan pengalaman
belajar dengan mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni melalui KTSP. Para guru juga setuju
bahwa pengembangan kurikulum berpusat pada potensi, kebutuhan,
kepentingan dan lingkungan belajar peserta didik; penyusunan
kurikulum harus melibatkan stakeholder/ pemangku kepentingan,
menyeluruh, berkesinambungan; memadukan kepentingan nasional,
daerah, kepentingan warga sekolah serta partisipasi aktif warga sekolah
serta memadukan kepentingan nasional dan daerah; kurikulum disusun
dengan langkah – langkah yang jelas sesuai dengan tujuan yang
untuk mengembangkan peserta didik sesuai dengan kondisi dan
potensinya. Mereka juga setuju bahwa pelaksanaan kurikulum dapat
membudayakan belajar bagi peserta didik; pelaksanaan kurikulum
memberikan kebebasan pada sekolah untuk menentukan mata pelajaran
beserta alokasi waktu; menyelenggarakan mata pelajaran muatan lokal;
beban belajar; kriteria kenaikan kelas, kelulusan dan kriteria penjurusan
serta pelaksanaan KTSP memberikan kebebasan dalam penyusunan
kalender pendidikan berdasarkan kebutuhan, karakteristik sekolah dan
peserta didik, tetapi tetap berpedoman pada standar isinya. Mereka juga
sependapat bahwa KTSP menuntut sekolah untuk mengarahkan peserta
didik memiliki keterampilan yang mendukung keunggulan lokal dan
global; sekolah memiliki visi; menetapkan tujuan dan indikator
berdasarkan visi sekolah; visi sekolah dijabarkan secara terperinci.
Mereka juga setuju bahwa silabus harus memuat keseluruhan materi dan
kegiatan serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan;
pengembangan silabus secara relevan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, spiritual peserta didik; komponen
silabus harus terpisah berdasarkan fungsinya; cakupan silabus harus
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata dan aktual; komponen silabus dapat
mengakomodasikan keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat;
psikomotorik. Para guru juga sependapat adanya pemberian tugas berupa
tes, karya ilmiah dan laporan kegiatan untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik; pemberian latihan sesuai dengan kemampuan peserta
didik; serta acuan penilaian KTSP berdasar apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah melihat hasil belajarnya; sistem penilaiannya
berdasarkan pengalaman belajar secara terus-menerus; penilaian KTSP
diarahkan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi dan hasil
belajar perlu dianalisa lebih lanjut. Para guru menanggapi positif dengan
diberlakukannya KTSP karena para guru sadar bahwa mereka adalah
fasilitator utama dalam pelaksanaan KTSP dan bertanggungjawab dalam
mencapai tujuan pendidikan serta untuk menunjukkan kinerja yang
optimal sesuai dengan karakteristik KTSP.
Hasil deskripsi data tentang golongan jabatan guru sebagian besar
guru tidak memiliki golongan jabatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa