• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam dokumen LOCUS OF CONTROL DAN MASA KERJA (Halaman 89-98)

METODE PENELITIAN

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

sangat rendah. Sementara, pada guru yang memiliki masa kerja >25 tahun, nilai koefisien determinasi variabel kecerdasan emosional terhadap variabel profesionalisme guru adalah sebesar 0,273. Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru dikategorikan rendah. Hasil perhitungan ini mendukung hasil pengujian hipotesis interaksi variabel masa kerja dengan variabel kecerdasan emosional menguatkan pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Profesionalisme Guru Ditinjau dari Locus of Control

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari locus of control. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan nilai koefisien regresi

( )

β3 sebesar -0,015 dan hasil perhitungan nilai signifikansi koefisien regresi yang menunjukkan angka sebesar 0,023 yang lebih kecil dari nilai alpha (ρ =0,023<α =0,050). Artinya semakin locus of control guru cenderung internal, maka semakin lemah pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.

Deskripsi profesionalisme guru menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan tinggi (128 orang guru atau 74,85%). Hasil ini didukung oleh mean (97,33), median (97), modus (97), dan standar deviasi (5,129). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru menguasai dan menerapkan empat kompetensi dasar keguruan (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) dalam proses belajar mengajar. Guru menguasai secara mendalam bahan/materi yang diajarkannya dan cara mengajarkannya kepada siswa, bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, membina hubungan baik dengan sesama rekan guru, orang tua siswa dan masyarakat, serta siap sedia membantu pengguna jasanya.

Deskripsi kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan tinggi (120 orang guru atau 70,71%). Hasil ini didukung oleh mean (91,46), median (91), modus (92), dan standar deviasi (6,040). Hal ini tampak dari kemampuan guru dalam mengenali perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain, mengetahui kekuatan diri, mengetahui keterbatasan diri, memiliki keyakinan akan kemampuan sendiri, mampu menahan emosi dan dorongan negatif, menjunjung norma kejujuran, bertanggung jawab atas kinerja sendiri, luwes terhadap perubahan, terbuka terhadap ide-ide dan informasi baru, dorongan untuk menjadi lebih baik, mampu menyesuaikan dengan suasana kelompok, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan dalam kondisi kegagalan dan hambatan, memahami perasaan orang lain, tanggap akan

kebutuhan orang lain, mengerti perasaan orang lain, siap sedia melayani, keterampilan persuasif, terbuka mendengarkan orang lain dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan tanggung jawab, memiliki semangat kepemimpinan, bersedia berkolaborasi dengan orang lain, kemampuan membangun tim.

Deskripsi locus of control menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan internal (104 orang guru atau 60,82%). Hasil ini didukung oleh mean (110,04), median (110), modus (110), dan standar deviasi (8,857). Kecenderungan locus of control internal guru dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor usia, pengalaman akan perubahan, pelatihan, dan pengalaman, efek terapi (Phares dalam London & Exner, 1978:291-294) Individu yang berorientasi internal cenderung memandang dunia sebagai Sesuatu yang dapat diramalkan dan tindakannya dianggap sangat menentukan akibat yang diterima, baik positif maupun negatif, lebih perseptif dan siap belajar dari lingkungan, memiliki daya tahan yang lebih besar terhadap pengaruh orang lain, lebih cepat dalam mengambil keputusan dan tindakan karena merasa mampu mengontrol lingkungannya (Engler, 1985 dalam Suhartanto, 1996:6).

Profesionalisme guru merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, merupakan suatu sikap atau tingkah laku serta memerlukan pendidikan profesi agar memuaskan anak didiknya. Tinggi

rendahnya tingkat profesionalisme guru sebagaimana menjadi hasil penelitian ini berhubungan dengan tinggi rendahnya kecerdasan emosional seseorang. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Goleman, 1999:45). Seorang guru yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mau menuntut dirinya untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain untuk menanggapinya dengan tepat, dan menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Hal demikian akan mendorong seorang guru bersikap profesional terhadap anak didiknya, rekan kerja, atau pun masyarakat pengguna jasanya.

Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan (control) peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo, 2002:122). Locus of control terbagi menjadi dua dimensi, yaitu: locus of control internal dan locus of control eksternal. Dalam penelitian ini derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru tersebut berbeda pada guru dengan locus of control yang berbeda. Pada guru dengan locus of control internal, derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme lebih rendah dibandingkan dengan guru yang memiliki locus of control eksternal. Seorang guru dengan locus of control eksternal percaya bahwa nasibnya (termasuk kesuksesan atau kegagalan) ditentukan

oleh alam, orang lain (orang tua, atasan, dosen/guru, teman, pemerintah dan lain-lain), takdir, kekuatan gaib, dewa, atau Tuhan. Sedangkan guru dengan locus of control internal percaya bahwa nasibnya ditentukan oleh dirinya sendiri (usaha, ketekunan, kepercayaan diri, sikap, minat, dan sebagainya). Dengan demikian seorang guru dengan locus of control internal akan segera intropeksi dan berusaha memperbaiki diri apabila mengalami kegagalan atau kendala. Sedangkan pada guru dengan locus of control eksternal bila menghadapi kegagalan atau kendala akan segera mencari kambing hitam, termasuk mencari perlindungan kepada sesuatu yang dianggap yang maha kuasa (Sarwono, 2006:615). Penelitian tentang pengaruh locus of control di beberapa negara Amerika Serikat, seperti yang dilakukan oleh Anderson, Hattie & Hamilton dan lain-lain menunjukkan bahwa orang dengan locus of control internal lebih berhasil daripada orang dengan locus of control eksternal. Akan tetapi, pada beberapa skripsi dan tesis di perpustakan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia justru membuktikan bahwa tes locus of control mempunyai daya diferensiasi yang rendah, yaitu tidak mampu membedakan antara orang yang memiliki locus of control internal dari yang eksternal. Beberapa hasil penelitian tersebut bukan menunjukkan ketidakakuratan alat ciptaan Rotter tetapi memang mayoritas orang Indonesia sendirilah yang cenderung mempunyai kecenderungan locus of control eksternal, yang mana mereka cenderung menyalahkan orang lain atau lingkungan tanpa melihat dirinya sendiri, sehingga sulit mengidentifikasi yang mempunyai kecenderungan

locus of control internal (Sarwono, 2006:616). Mengingat hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan memiliki locus of control internal, maka akan semakin melemahkan pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.

)

2. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Profesionalisme Guru Ditinjau dari Masa Kerja

Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari masa kerja. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan nilai koefisien regresi

(

β3 sebesar 0,001 dan hasil perhitungan nilai signifikansi koefisien regresi yang menunjukkan angka sebesar 0,041 yang lebih kecil dari nilai alpha (ρ =0,041<α =0,050). Artinya semakin banyak masa kerja guru, maka semakin kuat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.

Deskripsi profesionalisme guru menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan tinggi (128 orang guru atau 74,85%). Hasil ini didukung oleh mean (97,33), median (97), modus (97), dan standar deviasi (5,129). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru menguasai dan menerapkan empat kompetensi dasar keguruan (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) dalam proses belajar mengajar. Guru menguasai secara mendalam bahan/materi yang diajarkannya dan cara mengajarkannya kepada siswa, bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, membina hubungan baik dengan

sesama rekan guru, orang tua siswa dan masyarakat, serta siap sedia membantu pengguna jasanya.

Deskripsi kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan tinggi (120 orang guru atau 70,71%). Hasil ini didukung oleh mean (91,46), median (91), modus (92), dan standar deviasi (6,040). Hal ini tampak dari kemampuan guru dalam mengenali perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain, mengetahui kekuatan diri, mengetahui keterbatasan diri, memiliki keyakinan akan kemampuan sendiri, mampu menahan emosi dan dorongan negatif, menjunjung norma kejujuran, bertanggung jawab atas kinerja sendiri, luwes terhadap perubahan, terbuka terhadap ide-ide dan informasi baru, dorongan untuk menjadi lebih baik, mampu menyesuaikan dengan suasana kelompok, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan dalam kondisi kegagalan dan hambatan, memahami perasaan orang lain, tanggap akan kebutuhan orang lain, mengerti perasaan orang lain, siap sedia melayani, ketrampilan persuasif, terbuka mendengarkan orang lain dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan tanggung jawab, memiliki semangat kepemimpinan, bersedia berkolaborasi dengan orang lain, kemampuan membangun tim.

Deskripsi masa kerja menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan banyak (68 orang guru atau 39,77%). Hasil ini didukung oleh mean (219,78), median (244), modus (24), dan standar deviasi (119,18). Guru yang memiliki masa kerja lebih banyak dipandang

memiliki lebih banyak pengalaman, pengetahuan, keterampilan-keterampilan dalam mengajar, dan lebih mampu menjalankan pekerjaannya dibandingkan dengan guru yang masa kerjanya lebih sedikit.

Profesionalisme guru merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, merupakan suatu sikap atau tingkah laku serta memerlukan pendidikan profesi agar memuaskan anak didiknya. Tinggi rendahnya tingkat profesionalisme guru sebagaimana menjadi hasil penelitian ini berhubungan dengan tinggi rendahnya kecerdasan emosional seseorang. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Goleman, 1999:45). Seorang guru yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mau menuntut dirinya untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain untuk menanggapinya dengan tepat, dan menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Hal demikian akan mendorong seorang guru bersikap profesional terhadap anak didiknya, rekan kerja, atau pun masyarakat pengguna jasanya.

Masa kerja adalah lamanya waktu seseorang bekerja dalam suatu organisasi atau perusahaan (Moh. As’ad dalam Kuncoro, 2003:5). Masa kerja diukur dengan ukuran tahun atau bulan. Masa kerja berhubungan

dengan waktu kerja seseorang, yaitu segi kualitas seseorang di dalam menjalani pekerjaanya. Dalam penelitian ini derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru berbeda pada guru dengan masa kerja yang berbeda. Guru yang masa kerjanya lebih banyak mempunyai profesionalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang masa kerjanya lebih sedikit. Hal ini disebabkan guru yang masa kerjanya lebih banyak pada umumnya mempunyai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan mengajar yang lebih banyak dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik dan pengajar dibandingkan dengan guru yang masa kerjanya lebih sedikit. Guru yang memiliki masa kerja lebih banyak dituntut untuk lebih terampil, ahli, berpengalaman, aktif, kreatif, inisiatif, profesional, memiliki cakrawala dan pengetahuan yang luas dalam hal mengajar dan memiliki pemahaman akan anak didik yang lebih tinggi. Oleh karena itu, guru yang masa kerjanya lebih banyak cenderung memiliki tingkat profesionalisme lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang masa kerjanya lebih sedikit. Mengingat hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru terkategorikan memiliki masa kerja sangat banyak, maka akan semakin menguatkan pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru.

BAB V

Dalam dokumen LOCUS OF CONTROL DAN MASA KERJA (Halaman 89-98)

Dokumen terkait