• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, peneliti berpendapatbahwa : pedagang memiliki kemampuanuntuk merubah potensi menjadi suatu prestasi dan kineja yang lebih baik. Sehingga arah tujuan usaha yang tepat untuk dilaksanakan adalah dengan meningkatkan danmemperbesar

usaha.Dalam berbagai persoalan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sekaligusuntuk memperluas peran serta memanfaatkan berbagai peluang yang ada.Selanjutnyauntuk penelitian yang berikutnya, untuk mengetahui strategi bersaingpada pedagang khususnya pedagang kaki lima seharusnya menambah objekpenelitian lebih dari banyak dan bervariasi untuk melihat hasil yang konkrit. Dan untukmenghasilkan data yang lebih objektif, selain pihak pedagang peneliti selanjutnyasebaiknya melibatkan konsumen dan elit yang konsen terhadap pedagang kaki limasebagai responden.

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Pedagang Kaki Lima (PKL) 2.1.1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pengertian pedagang sektor informal sangat terkait dengan ekonomi informal. Kebanyakan usaha informal terdiri dari aktivitas ekonomi yang sah dengan kelembagaan dan organisasi yang lemah, sektor informal terdiri darikegiatan komersil yang sah seperti warung sembako, penjual pakaian di jalanan dan lainnya dengan tanpa persyaratan legal, seperti harus mempunyai ijin dan membayar pajak.

Menurut Lili N. Schock dalam bukunya menyebutkan istilah “kaki lima” sudah lama dikenal di tepi jalan.Istilah tersebut berasal dari zaman antara tahun 1811-1816, saat Napoleon menguasai benua Eropa dan daerah-daerah koloni Belanda di Asia berada di bawah kekuasaaan administrasi Inggris.Sedangkan istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda, tepatnya pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang mengharuskan pedagang informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1,2 meter dari bangunan formal di pusat kota (Danisworo, 2000). Peraturan ini diberlakukan untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap memberikan kesempatan kepada pedagang informal untuk berdagang.

Sampai sekarang sistem lalu lintas di sebelah kiri masih berlaku, sedangkan trotoar untuk pejalan kaki tidak banyak bertambah.Pada tempat yang sempit inilah para pedagang tepi jalan melakukan usahanya. Jadi, kaki lima adalah

trotoar, yaitu tepi jalan yang ditinggikan yang biasanya mengitari rumah, bangunan-bangunan. Maksud sebenarnya kaki lima adalah untuk tempat bagi mereka yang berbelanja standar pasar, tetapi biasanya tempat ini menjadi terlalu sempit dan penuh sesak dengan manusia yang saling mendorong karena dari kaki lima biasanya tempatnya tidak terlalu lebar.

Pemahaman pedagang kaki lima saat ini telah berkembang dan dilihat dari berbagai sudut pandang. Dalam pandangan pemerintah disebutkan bahwa pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap (Permendagri nomor 41/2012 pasal 1).

Pengertian pedagang kaki lima menurut ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Kelima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga (kaki) gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Dari beberapa pandangan tersebut dapat diambil satu benang merahnya bahwa yang dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah mereka yang berjualan di tempat-tempat umum yang sifatnya tidak permanen, bermodal kecil dan dilakukan secara pribadi atau berkelompok.

Untuk lebih jelasnya, kegiatan pedagang kaki lima dalam sektor ekonomi yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal;

b. pada umumnya unit usaha tidak memiliki ijin usaha;

c. pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerjanya;

d. pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak menyentuh ke sektor tersebut;

e. unit usaha mudah masuk dari sub sektor ke sub sektor lain;

f. teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional;

g. modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga relatif kecil;

h. pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak membutuhkan pendidikan khusus;

i. pada umumnya unit usaha termasuk “one man enterprises”, dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga;

j. sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga tidak resmi;

k. hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi untuk masyarakat golongan berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga menengah.

Oleh sebab itu, pedagang kaki limadapat dianggap sebagai kegiatan ekonomi masyarakat bawah.Memang secara defactopedagang kaki lima adalah sebagai pelaku ekonomi di pinggiran jalan. Pedagang kaki lima dalam melakukan

aktivitasnya di mana barang dagangannya diangkut dengan gerobak dorong, bersifat sementara, dengan alas tikar dan atau tanpa meja serta memakai atau tanpa tempat gantungan untuk memajang barang-barang jualannya, dan atau tanpa tenda, dan kebanyakan jarak tempat usaha antara mereka tidak dibatasi oleh batas-batas yang jelas. Para pedagang kaki limaini tidak mempunyai kepastian hak atas tempat usahanya.

Perlu kita akui bahwa kegiatan sektor informal telah memainkan peranan yang penting dalam perekonomian di negara berkembang.Sektor informal bukanlah suatu fenomena yang esklusif dalam ekonomi transisi atau ekonomi berkembang (developing economies) seperti yang terjadi di wilayah Asia Tenggara. Pedagang kaki lima sebagai suatu jenis kegiatan ekonomi pada sektor infomal telah menunjukkan eksistensinya dalam wilayah perkotaan.

Menurut Tri Kurniadi dan Hassel (2003 : 5) bahwa secara kasat mata perkembangan pedagang kaki lima tidak pernah terhentinya timbul seiring dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini membawa akibat positif dan negatif.Positifnya perdagangan terlihat dari fungsinya sebagai alternatif dalam mengurangi jumlah pengangguran serta dapat melayani kebutuhan masyarakat ekonomi masyarakat menengah kebawah. Negatifnya dapat menimbulkan masalah dalam pengembangan tata ruang kota seperti mengganggu ketertiban umum dan timbulnya kesan penyimpangan terhadap peraturan akibat sulitnya mengendalikan perkembangan sektor informal ini.

Penyebab menjamurnya pedagang kaki lima terutama lima tahun belakangan ini seiring dengan adanya krisis moneter yang sudah begitu akut, adalah ciri-ciri yang khas dari sektor informal, yaitu:

a. Mudah dimasuki,

b. Fleksibel (waktu dan tempat beroperasinya), c. Bergantung pada sumber daya lokal,

d. Skala operasinya yang kecil.

Sehingga ada kemungkinan para pedagang makanan atau pedagang komoditi lainnya pada saat diperlukan misalnya pada bulan Puasa banting stir dan berdagang bahan-bahan untuk keperluan Lebaran. Keberadaan pedagang sektor informal ini kadang-kadang terlupakan, sehingga pada setiap kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan ekonomi praktis, sektor informal sering terlupakan.

Sebetulnya pedagang sektor informal terutama pedagang kaki lima ini bisa dipakai sebagai penarik wisatawan dari manca negara, seperti misalnya Yogya dengan jalan Malioboronya, Tokyo-Jepang dengan Naka Okachi - Machi dan Harajukunya, Bangkok dengan jalan Petchburi dan jalan Pratunamnya, Singapura dengan Bugis street, Arab street dan Change alley-nya.

Pedagang kakilimamerupakan suatu kelengkapan kota-kota diseluruh dunia dari masa dahulu. Sebagai suatu kelengkapan, pedagang kaki limatidak mungkin dihindari atau ditiadakan. Karena itu kalau ada suatu pemerintahan kota ingin meniadakan pedagang kaki lima akan menjadi kebijaksanaan atau tindakan yang sia-sia.

Pedagang kaki limabagi sebuah kota tidak hanya mempunyai fungsi ekonomi, tetapi juga fungsi sosial budaya. Sebagai suatu fungsi ekonomi, pedagang kaki lima tidak pula semestinya hanya dilihat sebagai tempat pertemuan penjual dan pembeli secara mudah.Tidak pula hanya dilihat sebagai lapangan

kerja tanpa membutuhkan syarat tertentu.Tidak pula dilihat sebagai alternatif lapangan kerja informal yang mudah terjangkau akibat suatu keadaan ekonomi yang sedang merosot. Pedagang kaki limaharuslah dilihat sebagai pusat-pusat konsentrasi kapital, sebagai pusaran kuat yang menentukan proses produksi dan distribusi yang sangat menentukan tingkat kegiatan ekonomi masyarakat dan negara.

Sebagai sebuah fungsi sosial, pedagang kaki lima tidak semestinya hanya dilihat sebagai pedagang yang serba lemah, tidak teratur, berada ditempat yang tidak dapat ditentukan, mengganggu kenyamanan dan keindahan, sehingga harus selalu ditertipkan oleh petugas.Sebagai suatu gejala sosial, pedagang kaki lima menjalankan fungsi sosial yang sangat besar. Mereka lah yang menghidupkan dan membuat kota selalu semarak tidak sepi dan dinamis.

Sebagai pola-pola dan sistem tertentu pedagang kaki limamerupakan daya tarik tersendiri bagi sebuah kota. Demikian pula dari sudut budaya, pedagang kaki limamenjadi pengemban perkembangan budaya bahkan menjadi modal budaya tertentu. Melalui pedagang kaki limakarya-karya budaya diperkenalkan kepada masyarakat. Selain itu, pedagang kaki limasendiri merupakan gejala budaya bagi sebuah kota dan menciptakan berbagai corak budaya tersendiri pula.

Pemerintah Kota Medan pun sebetulnya bisa meniru hal ini dengan menata suatu daerah untuk dijadikan daerah khusus untuk pedagang kaki lima dengan beberapa syarat yaitu setiap pedagang diharuskan mempunyai bentuk kios yang seragam, kebersihan yang harus selalu terjaga yang dikelola oleh mereka sendiri dan pelaksanaannya diperiksa oleh aparat pemda yang jika dilanggar lahannya akan disita dan tidak diperbolehkan lagi berjualan. Dihindarinya praktek jual

belilapak yang biasanya terjadi baik itu yang dilakukan Pemkot maupun oleh organisasi kepemudaan, dihilangkannya pungutan liar atau uang jago yang biasanya ada. Karena kedua hal yang terakhir disebutkan masih ada maka biasanya pedagang akan bertindak seenaknya karena merasa mereka telah membeli lapak, dan mempunyai penjamin yang menghalalkan mereka untuk bertindak semaunya.

Keberadaan pedagang kaki lima tidak jarang menimbulkan konflik dengan Pemerintah Kota, yang cenderung menganggap mereka sebagai pengganggu kelancaran aktivitas dan ”ketertiban” kota, sehingga perlu disingkirkan. Kemudian tempat-tempat penampungan pedagang kaki lima ini jika ingin menarik perhatian masyarakat atau turis asing, maka harus dibuat spesifik dengan menjual barang-barang khusus yang laku tidak hanya oleh masyarakat kota juga laku sebagai buah tangan untuk wisatawan asing atau mancanegara. Dan dari segi lokasi harus mudah dijangkau dari segala arah, mempunyai sarana parkir cukup, dan tidak menimbulkan kemacetan yang bisa membebani kota di kemudian hari.

2.2. Analisis SWOT

2.2.1. Pengertian Analisis SWOT

Analisis adalah tahap sistem dilakukan setelah tahap pengumpulan data. Tahapanalisis sistem merupakan tahan yang kritis dan sangat penting karena kesalahan di dalamtahap ini akan menyebabkan kesalahan pada tahap selanjutnya. Proses analisis sistemdalam pengembangan sistem informasi merupakan suatu prosedur yang dilakukan untukpemeriksaan masalah dan penyusunan alternatif pemecahan masalah yang timbul sertamembuat spesifikasi sistem yan baru (Sutabri, 2003:84).

Analisis adalah penguraian suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagianbagian,komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengepaluasipermasalahan-permasalahan yang terjadi serta kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan (Jogiyanto, 2005:129).Berdasarkan dua pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa analisismerupakan proses sistem dalam pengembangan informasi merupakan suatu proseduryang dilakukan utuk pemeriksaan masalah dan penyusunan alternatif pemecahan masalahyang timbul serta membuat spesifikasi sistem yang baru.

Pengertian analisis SWOT menurut Rangkuti (2006:18) adalah “ identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dimana setiap perusahaan harus bisa memaksimalkan setiap kekuatan (Strength) dan peluang (Oppourtunities) dan bisa meminimalkan kelemahan (Weakness) serta ancaman (Threats).

Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal usaha dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal usaha yang ada.Pendekatan ini menganjurkan bahwa isu pertama usaha harus dianalisis secara hati-hati dan cermat.Formulasi strategi harus diarahkan kepada berbagai usaha yang penting dan mendesak untuk segera diselesaikan. Analisis ini akan sangat membantu di dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang sifatnya strategi bagi pedagang.

Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategis secara berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahan. Dengan demikian,

perencana strategis harus menganalisis factor-faktor strategis dalam kondisi yang ada saat ini.

Kekuatan adalah kondisi suatu perusahaan yang mampu untuk melakukan semua tugasnya secara baik dikarenakan semua sarana dan prasarana sangat mencukupi (umumnya diatas rata-rata industri).Rangkuty (2006:18) Kelemahan adalah sebagai dari analisis lingkungan internal perusahaan yang membantu manajemen untuk membantu adanya kelemahan-kelemahan penyimpangan yang membuat posisi perusahaan tidak menguntungkan sehingga mempengaruhi tingkat kemampuan bersaing dengan para pesaing dalam industry manufaktur. Rangkuti (2006:19).

Peluang adalah bagian dari analisis lingkungan eksternal perusahan yang membantu manajemen dalam mencari dan mengetahui apa saja yang menjadi peluang dan kesempatan bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya sehingga perusahaan tersebut dapat meraih pangsa pasar dengan keuntungan yang lebih besar. Rangkuti (2006:19) Ancaman adalah bagian dari analisis lingkungan eksternal perusahaan yang membantu manajemen untuk mengetahui tantangan yang akan dan telah dihadapi perusahaan yang timbul karena karena adanya suatu kecenderungan atau perkembangan yang tidak menguntungkan di luar perusahaan. Rangkuty (2006:19)

Analisa SWOT (SWOT Analysis) adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga dalam skala yang lebih

luas. Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eskternal yang mempengaruhi pola strategi institusi/lembaga dalam mencapai tujuan.

Dilihat dari sejarahnya dan penggunaannya saat ini, metode SWOT banyak dipakai di dunia bisnis dalam menetapkan suatu perencanaan strategi perusahaan (strategicplanning) sehingga literatur mengenai metode ini banyak berkaitan dengan aspek penerapan di dunia bisnis meskipun pada beberapa analisa ditemukan pula penggunaan SWOT untuk kepentingan public policy. Metode SWOT pertama kali digunakan oleh Albert Humphrey yang melakukan penelitian di Stamford University pada tahun 1960-1970 dengan analisa perusahaan yang bersumber dalam Fortune 500.

Meskipun demikian, jika ditarik lebih ke belakang analisa ini telah ada sejak tahun 1920-an sebagai bagian dari Harvard Policy Model yang dikembangkan di HarvardBusiness School. Namun pada saat pertama kali digunakan terdapat beberapakelemahan utama di antaranya analisa yang dibuat masih bersifat deskripstif dan belum/tidak menghubungkan dengan strategi-strategi yang mungkin bisadikembangkan dari analisa kekuatan-kelemahan yang telah dilakukan.

Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yangmempengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan kelemahan tambahan berdasarkan analisa

lingkungan internal dan eksternal yang dilakukan. Dari analisa tersebut potensi dari suatu institusi untuk bisa maju dan berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana institusi memanfaatkan pengaruh dari luar sebagai kekuatan tambahan serta pengaruh lokal dari dalam yang terdapat empat langkah utama yang harus dilakukan, yaitu :

1. Mengidentifikasi existing strategy yang telah ada dalam institusi sebelumnya.Strategi ini bisa jadi bukan merupakan strategi yang disusun berdasarkankebutuhan institusi menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang ada melainkan merupakan strategi turunan yang telah ada sejak lama dipeganginstitusi.

2. Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi institusi dan masih mungkin terjadi di masa mendatang.

3. Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahanlingkungan yang ada.

4. Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi kekuatan/peluang, dan sudah tidak sesuai merupakan kelemahan. 2.2.2. Faktor Lingkungan dalam Analisis SWOT

Walaupun terdapat beberapa metode penentuan faktor SWOT, secara umum terdapat keseragaman bahwa penentuan tersebut akan tergantung dari faktor lingkungan yang berada di luar institusi. Faktor lingkungan eksternal mendapatkan prioritas lebih dalam penentuan strategi karena pada umumnya

faktor-faktor ini berada di luar kendali institusi (exogen) sementara faktor internal merupakan faktor-faktor yang lebih bisa dikendalikan.

Faktor-faktor yang menjadi kekuatan-kelemahan peluangdan ancaman. a. Kekuatan dan Kelemahan. Kekuatan adalah faktor internal yang ada

di dalam institusi yang bisa digunakan untuk menggerakkan institusi ke depan. Suatu kekuatan / strenghth (distinctive competence) hanya akan menjadi competitive advantage bagi suatu institusi apabila kekuatan tersebut terkait dengan lingkungan sekitarnya, misalnya apakah kekuatan itu dibutuhkan atau bisa mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Jika pada instutusi lain juga terdapat kekuatan yang dan institusi tersebut memiliki core competence yang sama, maka kekuatan harus diukur dari bagaimana kekuatan relatif suatu institusi dibandingkan dengan institusi yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua kekuatan yang dimiliki institusi harus dipaksa untukdikembangkan karena adakalanya kekuatan itu tidak terlalu penting jika dilihat dari lingkungan yang lebih luas. Hal-hal yang menjadi opposite dari kekuatan adalah kelemahan. Sehingga sama dengan kekuatan, tidak semua kelemahan dari institusi harus dipaksa untuk diperbaiki terutama untuk hal-hal yang tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar.

b. Peluang dan Ancaman. Peluang adalah faktor yang di dapatkan denganmembandingkan analisa internal yang dilakukan di suatu institusi (strenghth dan weakness) dengan analisa internal dari kompetitor lain. Sebagaimana kekuatan peluang juga harus diranking berdasarkan success probbility, sehingga tidak semua peluang harus dicapai dalam

target dan strategi institusi. Peluang dapat dikatagorikan dalam tiga tingkatan :

1. Low, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang kecil dan peluangpencapaiannya juga kecil.

2. Moderate: jika memiliki daya tarik dan manfaat yang besar namunpeluang pencapaian kecil atau sebaliknya.

3. Best, jika memiliki daya tarik dan manfaat yang tinggi serta peluangtercapaianya besar.

c. Ancaman adalah segala sesuatu yang terjadi akibat trend perkembangan(persaingan) dan tidak bisa dihindari. Ancaman juga bisa dilihat dari tingkatkeparahan pengaruhnya (serousness) dan kemungkinan terjadinya (probabilityof occurance). Sehingga dapat dikatagorikan : 1. Ancaman utama (major threats), adalah ancaman yang

kemungkinan terjadinya tinggi dan dampaknya besar. Untuk ancaman utama ini, diperlukan beberapa contingency planning yang harus dilakukan institusi untuk mengantisipasi.

2. Ancaman tidak utama (minor threats), adalah ancaman yang dampaknya kecil dan kemungkinan terjadinya kecil

3. Ancaman moderate, berupa kombinasi tingkat keparahan yang tinggi namun kemungkinan terjadinya rendah dan sebaliknya.

d. Sehingga dari kacamata analisa lingkungan eksternal dapat dijelaskan bahwa :

1. Suatu institusi dikatakan memiliki keunggulan jika memiliki majoropportunity yang besar dan majorthreats yang kecil

2. Suatu institusi dikatakan spekulatif jika memiliki high opportunity dan threats pada saat yang sama

3. Suatu institusi dikatakan mature jika memiliki low opportunity dan threat

4. Suatu institusi dikatakan in trouble jika memiliki low opportinity dan high threats.

Tujuan penetapan visi antara lain adalah:

1. mencerminkan apa yang akan dicapai

2. memberikan arah dan fokus strategi yang jelas

3. menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategik 4. memiliki orientasi terhadap masa depan.

Meskipun sifatnya adalah impian, visi harus memenuhi kriteria di antaranya adalah :

a. Dapat dibayangkan oleh seluruh anggota organisasi

b. Mengandung nilai yang diinginkan oleh anggota organisasi c. Memungkinkan untuk dicapai

d. Terfokus pada efisiensi, efektivitas dan ekonomis

e. Berwawasan jangka panjang tetapi tidak mengabaikan perkembangan zaman

f. Dapat dikomunikasikan dan dimengerti oleh seluruh anggota organisasi. Dari visi akan dituangkan cara yang digunakan institusi dalam mencapai visi. Secara konseptual cara tersebut akan tertuang dalam misi dan secara aplikatif akan terlihat dalam strategi.

2.2.3. Metode SWOT

Untuk mendapatkan informasi dari berbagai narasumber melalui analisis SWOT di atas digunakan metode survey dengan frame sample pihak-pihak (stakeholders) yang bisa memberikan penilaian aspek internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja suatu institusi atau lembaga. Untuk itu, dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan gambaranawal dari peta permasalahan yang ada di institusi. FGD harus dilakukan dengan komprehensif artinya melibatkan seluruh stakeholders sehingga peta yang terbentuk telah mewakili seluruh kepentingan stakeholders. Karena sifatnya yang bersumber dari informasi kualitatif pemilihan responden yang credible sangat mempengaruhi hasil akhir dari analisa SWOT sehingga hendaknya harus dilakukan dengan beberapa kualifikasi.

2. Pembuatan kuesioner SWOT berdasarkan informasi yang telah dikumpulkandalam FGD. Secara umum kuesioner ini memiliki katagorisasi penilaian sebagai berkut:

a. Penilaian faktor internal dan eksternal. Di sini responden membrikan preferensi opini terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dari institusi pada saat ini dan perkiraan di masa mendatang. b. Penilaian urgensi. Di sini responden diminta untuk menilai tingkat

urgensi faktor tersebut untuk ditangani. Penilaian ini berhubungan dengan skala prioritas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan pembangunan yang tercermin melalui faktor-faktor yang dinilai.

c. Faktor inilah yang kemudian terkatagori sebagai kekuatan atau kelemahan(dari analisa internal) dan peluang atau ancaman (dari analisa eksternal).

3. Setelah kuesioner terisi dan terkumpul semua, penilaian faktor dilakukan dengan meranking bobot penilaian pada ”penilaian responden” yang memiliki nilai maksimal 6 dan minimal 1. Faktor-faktor yang memiliki nilai di atas median (atau rata-rata dilihat dari persebaran distribusi probabilitasnya) disebut dengan ”kekuatan” pada analisa internal dan ”peluang” pada analisa eskternal. Sebaliknya faktor-faktor yang memiliki nilai penilaian di bawah median disebut dengan ”kelemahan” pada analisa internal dan ”ancaman” pada analisa eksternal.

4. Membentuk suatu kuadran faktor pembangunan, yaitu suatu blok yangmenjelaskan posisi dari kombinasi faktor internal dan eksternal

Dokumen terkait