• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, usia ibu hamil di kelompokkan menjadi tiga kategori yaitu usia <20 tahun dan usia >35 tahun yang merupakan kelompok usia resiko tinggi pada masa kehamilan dan usia 20-35 tahun yang merupakan kelompok usia reproduktif (tidak beresiko tinggi). Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 77 orang (80,2%) merupakan kelompok usia 20-35 tahun. Seorang ibu diharapkan dapat hamil dan melahirkan pada usia yang reproduktif agar ibu tetap sehat dan menghasilkan bayi yang sehat juga. Periode usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan salah satu kondisi yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dijalani.

Penting sekali menyampaikan informasi tentang inisiasi menyusu dini pada ibu yang hamil di usia reproduktif karena apabila pengetahuan ibu kurang tentang inisiasi menyusu dini, dengan informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan dapat menambah pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini sehingga di kehamilan berikutnya ibu diharapkan dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu hamil dengan usia reproduktif memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Kurangnya pengetahuan ibu hamil disebabkan karena kurangnya

informasi yang diperoleh ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan pada saat pemeriksaan kehamilan.

Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh kepada respon orang tersebut terhadap sesuatu yang datang dari luar (Rusnita, 2008 dalam Ananda, 2009). Pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini lebih dari setengah (52,1%) ibu hamil lulusan SMA yaitu sebanyak 50 orang. Tingkat pendidikan ibu hamil yaitu lulusan SMA, tetapi ibu hamil masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Dimana inisiasi menyusu dini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang baru di Indonesia.

Pada hasil penelitian ini, Sebanyak 60 orang ibu hamil (62,5%) memiliki jumlah anak lebih dari 1 orang. Ibu yang sudah memiliki anak dapat memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai inisasi menyusu dini dibandingkan ibu yang belum memiliki anak. Hal ini terkait dengan pengalaman ibu yang sudah pernah melahirkan dan menyusui bayi sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Rakhmat (2007) bahwa pengalaman akan mempengaruhi persepsi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu hamil yang memiliki anak lebih dari 1 masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini disebabkan karena ibu hamil kurang mendapatkan informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan. Selain itu, pada saat peneliti melakukan pengumpulan data lebih dari setengah ibu hamil mengatakan belum pernah melakukan inisiasi menyusu dini

pada saat pengalaman melahirkan sebelumnya. Alasan ibu tidak menyusui bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI ibu tidak keluar setelah melahirkan.

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar ibu hamil merupakan kategori memiliki pendapatan keluarga 1-3 juta perbulan yaitu sebanyak 55 orang (57,3%) dimana pendapatan keluarga ibu hamil tersebut dapat dikategorikan kedalam UMR. Dengan pendapatan tersebut ibu hamil dapat menentukan makanan yang terbaik bagi bayinya yaitu tidak hanya mengandalkan ASI saja tetapi juga dalam pemberian susu formula. Pada penelitian ini, lebih dari setengah ibu hamil berpendapat apabila ASI tidak keluar setelah bayi lahir maka bayi dapat diberikan susu formula dan jika bayi hanya diberikan ASI saja bayi tidak kenyang.

Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari setengah (56,3%) ibu hamil memiliki riwayat persalinan normal yaitu sebanyak 54 orang. Inisasi menyusu dini tidak hanya dapat dilakukan melalui proses persalinan normal saja akan tetapi dengan proses Caesar pun dapat dilakukan, yang disesuaikan juga atas indikasi dokter yang berwenang untuk mengizinkan apakah proses inisiasi menyusu dini bisa dilakukan atau tidak yang dilihat dari keadaan kondisi ibu dan bayi (Yulianti, 2008).

5.2.2. Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini

Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengidentifikasi persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini di klinik bersalin kota medan, dengan jumlah sampel sebanyak 96 orang.

Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa 43,8% ibu hamil memiliki persepsi positif tentang inisiasi menyusu dini dan 56,3% ibu hamil memiliki persepsi negatif tentang inisiasi menyusu dini. Pada penelitian ini, persepsi ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dinilai dalam lima aspek yaitu persepsi ibu hamil terhadap manfaat inisiasi menyusu dini, tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini, tatalaksana inisiasi menyusu dini, inisiasi menyusu dini yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, serta penghambat inisiasi menyusu dini.

Jumlah ibu hamil lebih banyak memiliki persepsi negatif (56,3%) tentang inisiasi menyusu dini. Peneliti mengasumsikan ibu hamil memiliki persepsi negatif terkait juga dengan latar belakang pendidikan ibu hamil. Mayoritas ibu hamil berlatar belakang pendidikan lulusan SMA, tetapi mereka memiliki pengetahuan yang kurang tentang inisiasi menyusu dini. Lebih dari setengah ibu hamil memiliki jumlah anak lebih dari 1 dan pernah mengalami persalinan sebelumnya, tetapi tidak semua dari mereka mengetahui tentang inisiasi menyusu dini. Hal ini disebabkan karena kurangnya

pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Tenaga kesehatan kurang memberikan informasi tentang inisiasi menyusu dini kepada ibu hamil. Sesuai dengan pendapat Sunaryo (2004) bahwa seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang suatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk dari pada individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya. Pada saat peneliti melakukan pengumpulan data lebih dari setengah ibu hamil juga mengatakan tidak pernah melakukan inisiasi menyusu dini saat pengalaman melahirkan sebelumnya dikarenakan ASI masih sulit keluar setelah melahirkan. Selain itu, responden memiliki persepsi negatif tentang iniasasi menyusu dini dapat dinilai dari lima aspek yaitu :

a. Manfaat inisiasi menyusu dini

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, tidak semua dari keseluruhan ibu hamil mengetahui tentang manfaat inisiasi menyusu dini. Dari pernyataan yang dijawab ibu hamil terkait dengan manfaat inisiasi menyusu dini lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 4 yaitu bayi tidak dapat segera disusui setelah lahir karena saat disusui untuk pertama kalinya ASI masih sulit keluar dan juga ibu setuju dengan pernyataan 5 yaitu jika ASI yg keluar sedikit ataupun tidak keluar setelah bayi lahir, pemberian ASI dihentikan sementara sampai ASI mulai keluar. Pengetahuan yang kurang

mengenai IMD dan pemberian ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini. Dari penelitian yang dilakukan, responden menyatakan bahwa meraka tidak menyusui bayinya segera setelah lahir dikarenakan ASI ibu yang belum keluar setelah persalinan. Jadi pemberian ASI di tunda sampai ASI keluar dan bayi di beri makanan pengganti ASI seperti susu formula.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kristiyansari (2009) isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui puting susu. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. Hal ini memaksa penolong persalinan memberikan makanan pengganti ASI.

b. Tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini

Berdasarkan pernyataan yang ditujukan untuk ibu hamil terkait dengan tahapan perilaku bayi dalam pelakasanaan inisiasi menyusu dini, lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab tidak setuju pada pernyataaan positif yaitu pada pernyataan 9, 10, dan 11. Ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 9 yaitu antara 30-40

menit pelaksanaan inisiasi menyusu dini bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, menjilat tangan dan ini merupakan saat yang tepat untuk segera menyusui bayi. Ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 10 yaitu Antara 30-40 menit pelaksanaan inisiasi menyusu dini bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, dan menjilat tangan. Ini saat yang tepat untuk segera menyusui bayi.

Ibu hamil juga tidak setuju dengan pernyataan 11 yaitu bayi harus melakukan kontak kulit dengan kulit ibunya paling tidak selama satu jam segera setelah bayi lahir agar bayi mengenali ibu dan siap untuk menyusu. Ibu hamil tidak mengetahui tentang tahapan perilaku bayi dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Ibu hamil kurang memperoleh informasi tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan.

c. Tatalaksana Inisiasi menyusu dini

Ibu hamil juga masih banyak tidak mengetahui tentang tatalaksana inisiasi menyusu dini. Lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 16 yaitu jika bayi tidak dapat menyusu segera setelah lahir, maka bayi dapat diberikan makanan pengganti ASI seperti susu formula. Peneliti mengasumsikan hal ini karena ibu hamil menyatakan tidak menyusui bayinya segera setelah lahir dikarenakan ASI nya tidak

keluar sehingga memberikan makanan pengganti seperti susu formula. Kemudian, lebih dari setengah ibu hamil berpendapatan cukup besar perbulan yaitu 1-3 juta perbulan dimana pendapatan tersebut dapat dikategorikan kedalam UMR. Dengan penghasilan tersebut terkait dengan kesanggupan ibu hamil dalam membeli susu formula. Dari penelitian yang dilakukan peneliti, juga didapatkan bahwa ibu hamil beranggapan apabila bayinya hanya diberikan ASI saja bayi tidak kenyang untuk itu harus diberi makanan tambahan lain seperti susu formula.

Lebih dari setengah ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan 18 yaitu penggunaan obat-obatan pada saat persalinan akan mempengaruhi proses menyusui segera setelah bayi lahir. Hal ini berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang menyatakan bahwa disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan atau hypnobirthing. Obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya.

d. Inisiasi menyusu dini yang dinjurkan dan tidak dianjurkan Terkait dengan proses pelaksanaan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan dan tidak dianjurkan didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah ibu hamil yang menjawab setuju dengan pernyataan

negatif pada pernyataan 19 yaitu apabila bayi kesulitan mencari puting susu ibu pada saat melakukan proses menyusui segera setelah bayi lahir, maka dapat membantu memasukkan puting susu ibu kedalam mulut bayi. Peneliti mengasumsikan hal ini terkait dengan lama nya waktu pelaksanaan proses inisiasi menyusu dini, dimana bayi memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam proses inisiasi menyusu dini. Karena waktu nya yang lama maka lebih baik tenaga kesehatan ataupun ibu membantu bayi untuk segera menyusu.

Lebih dari setengah ibu hamil setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 20 yaitu lebih baik bayi dibersihkan terlebih dahulu sebelum melaksanakan proses menyusui segera setelah lahir. Berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang berpendapat Verniks (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.

Ibu hamil juga setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 21 yaitu lebih baik bayi dibedong pada saat melakukan proses menyusui segera setelah bayi lahir agar bayi tidak kedinginan. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Roesli (2008) bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payuadara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan

hasil penelitian (Dr. Niels Bergman,2005 dalam Roesli, 2008) ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan 1 derajat lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1 derajat. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2 derajat untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir.

e. Penghambat pelaksanaan inisiasi menyusu dini

Berdasarkan pernyataan yang ditujukan untuk ibu hamil terkait dengan penghambat pelaksanaan inisiasi menyusu dini, lebih dari setengan ibu hamil setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 23 yaitu proses menyusui segera setelah bayi lahir tidak dapat langsung dilakukan karena akan membuat bayi kedinginan. Ibu hamil setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 24 yaitu bayi belum siap untuk menyusu dalam satu jam pertama setelah lahir karena akan tertidur. Hal ini berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang menyatakan Justu pada 1 sampai 2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk banding.

Ibu hamil setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 27 yaitu penting sekali membersihkan, memandikan, menimbang dan mengukur bayi sebelum melakukan proses menyusui segera setelah bayi lahir. Hal ini berbeda dengan pendapat Roesli (2008) Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

Lebih dari setengah ibu hamil juga setuju dengan pernyataan negatif pada pernyataan 26 yaitu terbatasnya tenaga kesehatan pada saat persalinan dapat menghambat pelaksanaan proses menyusui segera setelah bayi lahir. Pengetahuan tentang inisiasi menyusui dini (IMD) belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga oleh petugas kesehatan. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, dan diberi pakaian. Berhasil atau tidaknya inisiasi menyusu dini tergantung pada petugas kesehatan karena merekalah yang pertama membantu ibu bersalin melakukan inisiasi menyusu dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Mereka

diharapkan dapat memahami dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini (Roesli, 2008).

Serta lebih dari setengah ibu hamil tidak setuju dengan pernyataan positif pada pernyataan 28 yang menyatakan bahwa jika bayi tidak disusui segera setelah bayi lahir, maka ia akan sulit menyusu karena akan tertidur. Pernyataa tersebut berbeda dengan pendapat Roesli (2008) yang menyatakan biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam satu jam pertama, karena bayi baru lahir sangat aktif dan tanggap dalam satu jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan tertidur.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di klinik bersalin, kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini dari tenaga kesehatan. Selain itu, pada saat peneliti melakukan pengumpulan data lebih dari setengah ibu hamil mengatakan belum pernah melakukan inisiasi menyusu dini saat pengalaman melahirkan sebelumnya. Alasan ibu tidak menyusui segera setelah bayinya lahir disebabkan karena ASI ibu yang tidak keluar setelah bayi

lahir. Maka dari itu ibu harus memberikan susu formula sebagai makanan pengganti ASI bagi bayi.

Sebagaimana yang dinyatakan Roesli (2008) bahwa dalam prakteknya sulit sekali untuk melaksanakan inisiasi menyusu dini. Kesulitan ini tidak terletak pada aspek tekhnis, tetapi lebih pada aspek sosial. Aspek sosial disini meliputi masyarakat yang belum banyak tahu tentang inisiasi menyusu dini (terutama Ibu yang mau melahirkan), tenaga penolong persalinan yang belum mengenal lebih jauh inisiasi menyusu dini, serta keengganan tenaga kesehatan untuk melakukan inisiasi menyusu dini karena berbagai alasan. Penting sekali dianjurkan kepada tenaga kesehatan untuk menyampaikan informasi inisiasi menyusu dini pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan inisiasi menyusu dini.

Dokumen terkait