• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di Ayer keroh, Melaka tahun 2010, diperoleh data dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 orang responden. Data tersebut dijadikan panduan dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoadmodjo, 2007).

Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Bagi faktor pendidikan, ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. dimana sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 orang (51%) memiliki pengetahuan yang sedang tentang penggunaan obat anti nyeri yang dijual bebas dan sebagian kecil pula berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 10 orang (10%). Jika dilihat pada Tabel 5.1. pula mayoritas responden berpendidikan sehingga tingkat Sekolah Menengah yaitu sebanyak 58 orang (58%). Berdasarkan data ini dapat dibuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik juga pengetahuan responden terhadap penggunaan obat anti nyeri yang dijual bebas.

Berdasarkan Tabel 5.3. hampir kesemua responden menjawab dengan benar yaitu sebanyak 98 orang (98%) mengenai kapan obat anti nyeri digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan orang telah mengetahui indikasi penggunaan obat anti nyeri yang dijual bebas. Ini mungkin disebabkan mereka telah mendapatkan informasi yang baik dari lingkungan keluarga, tetangga maupun dari media cetak.

Lama penggunaan obat anti nyeri pula mendapat persentase kedua terbesar yaitu sebanyak 81 orang (81%) yang menjawab dengan benar. Hal ini adalah karena mungkin mereka memang sudah mengetahui bahwa obat ini jika digunakan secara berlama-lamaan bisa menimbulkan efek toksik pada tubuh. Namun begitu, mereka juga berkemungkinan menjawab dengan benar oleh karena mereka hanya menggunakan obat tersebut saat mereka sakit saja dan merasakan mereka tidak perlu menggunakan obat anti nyeri apabila diri sudah sehat.

Mayoritas responden menjawab dengan benar tentang cara pemilihan obat anti nyeri yaitu sebanyak 75 orang (75%) memilih obat anti nyeri yang sesuai dengan gejala yang dialami. Manakala sebagian kecil memilih obat anti nyeri dengan cara yang salah yaitu berdasarkan harga murah dan mahal tanpa memikirkan efektifitas obat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada orang yang belum memahami beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat yang sesuai yaitu menurut tipe rasa nyeri yang dialami, kontraindikasi dan profil efek samping setiap obat (American Pharmacists Association, 2008).

Berdasarkan Tabel 5.4. juga, mayoritas responden menjawab dengan salah dan tidak tahu yaitu sebanyak 40 orang (40%) dan 34 orang (34%) mengenai efek penggunaan obat anti nyeri dalam jumlah dosis yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan orang masih tidak mengetahui apa yang bisa terjadi jika dosis diambil secara berlebihan. Masih ramai yang belum menguasai apa yang dikatakan dengan dosis terapeutik dan dosis toksis. Mungkin juga mereka merasakan jika mengambil obat dalam dosis yang tinggi akan mempercepatkan proses penyembuhan gejala nyeri yang dialami, sedangkan hal tersebut hanya akan menimbulkan ’ceiling effect’ dimana efek yang diinginkan tidak akan bertambah lagi walaupun dosis telah ditingkatkan dan hanya efek toksis yang akan bertambah.

Kegunaan obat anti nyeri pula mendapat persentase terbesar yaitu sebanyak 72 orang (72%) yang menjawab dengan salah. Mereka berpendapat bahwa obat anti nyeri hanya bisa meredakan rasa nyeri tetapi tidak demam. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak menguasai pengertian dari nyeri itu sendiri dan efek-efek dari

obat anti nyeri seperti efek antiinflamasi, efek analgesik dan efek antipiretik (Rang et al., 2003).

Berdasarkan Tabel 5.3., sebanyak 61 orang (61%) menjawab dengan salah tentang cara untuk mendapatkan obat anti nyeri. Mereka berpendapat bahwa semua obat anti nyeri harus didapatkan dengan preskripsi dokter saja sedangkan terdapat beberapa golongan obat anti nyeri yang dapat diperolehi dari warung atau farmasi(apotek). Menurut American Pharmacists Association, obat anti nyeri yang dijual bebas biasanya digunakan untuk merawat rasa nyeri yang ringan hingga sedang dan selamat serta efektif untuk digunakan dalam waktu yang singkat jika diambil sesuai arahan. Terdapat tiga jenis analgetika yang dijual bebas yaitu salisilat, derivat asam propionat dan aminofenol.

Selain itu, kebanyakan responden juga menjawab tidak tahu yaitu sebanyak 59 orang (59%) tentang efek penggunaan obat anti nyeri dalam tempoh yang lama. Hal ini mungkin adalah karena kebanyakan orang hanya menggunakan obat anti nyeri dalam waktu yang singkat saja. Selepas gejala nyeri yang dialami telah hilang, mereka sudah tidak menggunakan lagi obat-obat tersebut. Ini juga dapat membuktikan bahwa pengalaman seseorang itu merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan (Notoadmodjo, 2007). Hal ini juga mungkin adalah karena pada produk obat-obatan tidak terdapatnya catatan tentang efek samping obat jika digunakan secara berlama-lamaan.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa masih banyak orang yang belum menguasai tentang jenis-jenis obat yang termasuk anti nyeri yaitu sebanyak 27 orang (27%) menjawab dengan salah dan 11 orang (11%) menjawab tidak tahu. Soalan ini sekaligus dapat menguji pengetahuan responden tentang pengertian obat anti nyeri. Berdasarkan Tabel 5.4., pernyataan nomor enam (6), 17 orang (17%) dari jumlah responden yang menjawab salah menyatakan bahwa obat antibiotik merupakan obat yang termasuk anti nyeri dan 5 orang (5%) daripadanya berpendapat bahwa obat batuk merupakan obat anti nyeri. Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lelo et al. (1995) tentang penggunaan obat anti nyeri di Medan yang

menunjukkan sebanyak 5,37% dari masyarakatnya menggunakan obat bebas bukan analgetika. Ini menunjukkan bahwa obat bebas yang disangka berkhasiat analgetika, sebenarnya diindikasikan untuk maksud yang lain. Penggunaan obat bebas yang tidak berkhasiat analgetika jelas tidak akan mengurangi keluhan rasa sakit yang diderita disamping penderita mengeluarkan dana secara sia-sia (Lelo et al., 1995).

Dokumen terkait