• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.5. Pembahasan

Dividen kas merupakan masalah yang sering kali menjadi topik pembicaraan yang hangat di antara para pemegang saham dan juga pihak manajemen perusahaan emiten. Kebijakan dividen tidak relevan (Soetrisno, 2003), karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kebijakan dividen mempertimbangkan banyak faktor. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti telah mengembangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian dividen kas sesuai dengan tujuan dan jenis data yang tersedia dalam penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian dividen kas yang dijelaskan melalui Return On Investment (ROI), Cash Ratio, Current Ratio, Debt to Total Asset (DTA),

Earning Per Share (EPS), Debt to EquityRatio (DER) dan Dividend Pay out Ratio digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kebijakan pembagian dividen kas.

Hasil uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa secara simultan faktor-faktor yang mempengaruhi dividen kas yang dijelaskan melalui Return On Investment (ROI), Cash Ratio, Current Ratio, Debt to Total Asset (DTA), Earning Per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER) dan Dividend Pay out Ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas pada perusahaan manufaktur jenis consumer goods pada tahun 2004 - 2007. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Sunarto & Kartika (2003) dan Nurhidayati (2006).

Sedangkan secara parsial hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ROI tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa ROI tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas, sehingga para pemegang saham tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan ROI ketika pemegang saham tersebut mengharapkan besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ROI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividen kas, namun secara teoritis tidaklah demikian. Van Horne (2005) mengemukakan bahwa ROI merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak dari total investasi yang digunakan oleh perusahaan. Bagi pemegang saham semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, sehingga wajar jika pemegang saham mengharapkan pembagian dividen kas jika ROI meningkat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kartika & Sunarto (2003), Nurhidayati (2006) dan Susanto (2002).

DTA tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa DTA tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas, sehingga para pemegang saham tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan DTA ketika pemegang saham tersebut mengharapkan besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. DTA merupakan rasio antara total hutang baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang terhadap total aktiva baik aktiva lancar maupun aktiva tetap dan aktiva lainnya (Van Horne, 2005). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktifitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Teori ini didukung oleh Parthington (1989) yang menunjukkan bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran yang semakin rendah. Hasil penelitian untuk variabel DTA ini mendukung penelitian Kartika & Sunarto (2003) dan Nurhidayati (2006).

Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa EPS tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas, sehingga para pemegang saham tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan EPS ketika pemegang saham tersebut mengharapkan besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada, Riyanto (2001) mengemukakan bahwa Earning Per Share merupakan tingkat

keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya. Dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban bunga dan pajak. Para calon pemegang saham tertarik dengan EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. EPS merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Hasil penelitian ini kontradiktif terhadap hasil penelitian Kartika & Sunarto (2003), Nurhidayati (2006), Parthington (1989) dan Surasmi (1998) .

Dividend payout ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa dividend payout ratio tidak dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas, sehingga para pemegang saham tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan dividend payout ratio ketika pemegang saham tersebut mengharapkan besarnya dividen kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Dividend payout ratio merupakan bagian laba perusahaan yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Menurut Limtner (1956), perusahaan menetapkan target dividend payout ratio yang didasarkan pada target keuntungan. Jika target keuntungan tercapai dan telah dianggap stabil, maka perusahaan akan menyesuaikan besarnya dividen yang akan dibayarkan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya, yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih

yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout ratio.

Current ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa current ratio digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas. Para pemegang saham sangat penting untuk mempertimbangkan current ratio dalam rangka memprediksi besarnya dividen kas yang akan diterima. Riyanto (2001) mengemukakan bahwa likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi. Sementara itu keuntungan yang besar belum menunjukkan jumlah dana yang benar-benar tersedia dalam kas, apalagi jika dana tersebut telah diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan perusahaan. Dalam hal ini posisi likuiditas perusahaan rendah karena dividen merupakan cash out flow, maka dividen tergantung dari kemampuan membayar (current ratio) perusahaan tersebut. Apabila manajemen perusahaan menurunkan dividen maka pemegang saham akan menganggap penurunan dividen sebagai tanda perusahaan sedang mengalami kesulitan finansial. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Parthington (1989) dan Nurhidayati (2006).

Cash ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa cash ratio dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran besarnya dividen kas, sehingga para pemegang saham sangat penting untuk mempertimbangkan cash ratio ketika memprediksi besarnya dividen kas yang akan diterima.

Cash ratio termasuk dalam rasio likuiditas, semakin kuat posisi likuiditas perusahaan, maka kemampuannya untuk membayar dividen akan semakin besar pula. Kas adalah bentuk yang paling likuid yang bisa digunakan segera untuk memenuhi kewajiban finansial, sehingga apabila manajemen perusahaan menurunkan dividen maka pemegang saham akan menganggap penurunan dividen sebagai tanda perusahaan sedang mengalami kesulitan finansial. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Parthington (1989).

Debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur jenis cunsomer goods yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2004 – 2007. Hasil ini mengindikasikan bahwa debt to equity ratio dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran dividen kas, sehingga para pemegang saham sangat penting untuk mempertimbangkan debt to equity ratio ketika memprediksi besarnya dividen kas yang akan diterima. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Riyanto (2001) bahwa debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin rendah debt to equity ratio maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam membayar seluruh kewajibannya.

Dokumen terkait