• Tidak ada hasil yang ditemukan

APRIL 2009 – MARET 2010

5.3. Hasil Analisa Data

Dari hasil penelitian ini, distribusi berdasarkan infeksi antenatal, intranatal gagal diperoleh akibat kekurangan sumber dari rekam medis manakala bagi infeksi pascanatal sebanyak 7 neonatus (37%) yang didiagnosa sepsis selepas kelahiran. Ini dipaparkan dalam tabel 5.3 di bawah.

Tabel 5.3.

Distibusi sampel berdasarkan infeksi antenatal, intranatal dan pascanatal

Kategori n (%)

Antenatal N/A N/A

Intranatal N/A N/A

Pascanatal 7 37

Total 19 100

Hasil penelitian juga memaparkan distribusi neonatus yang dilahirkan BBLR berdasarkan umur ibu. Data ini disajikan dalam tabel 5.4 di bawah.

Tabel 5.4

Distribusi sampel berdasarkan umur ibu

Kategori (tahun) n (%)

<20 25 36.8

20-35 21 30.9

>35 22 32.3

Penelitian ini juga memaparkan distribusi neonatus yang dilahirkan BBLR berdasarkan tingkat paritas ibu. Data ini disajikan dalam tabel 5.5 di bawah.

Tabel 5.5

Distribusi sampel berdasarkan paritas ibu

Kategori n (%)

Multipara 45 66.2

Primipara 23 33.8

Total 68 100

Dari data yang diambil di catatkan juga faktor resiko terjadinya sepsis pada neonatus BBLR. Data ini disajikan dalam tabel 5.6 di bawah.

Tabel 5.6

Distribusi sampel berdasarkan faktor resiko

Faktor resiko n (%)

Ibu 9 48

Neonatal 5 26

Lain-lain 5 26

5.4 Pembahasan

5.4.1. Distribusi sampel berdasarkan jumlah neonatus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi neonatus berat badan lahir rendah yang mengalami Sepsis Neonatorum dengan melihat kepada rekam medis yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan mulai April 2008 hingga Maret 2010. Secara keseluruhan, jumlah neonatus yang BBLR yang mengalami sepsis pada bulan April 2008 hingga Maret 2010 adalah seramai 19 neonatus (28%) daripada 68 neonatus yang BBLR. Menurut Eka Rahayu (2009), bilangan neonatus BBLR yang mengalami sepsis merupakan prioritas yang menyumbang kepada mortalitas neonatus di seluruh indonesia. Menurut penelitian yang dijalankan oleh Eka Rahayu di RSU Dr. Soetomo pada tahun 2003, 62,87% dari 307 kasus kematian neonatal merupakan BBLR, dengan infeksi sebagai penyebab kematian. Penelitian yang dijalankan oleh Abhay T.Bang (2005) di Gadchiroli,India pula menyatakan dari seluruh kematian neonatus di daerah itu, neonatus BBLR yang mengalami sepsis mencatatkan persentase tertinggi dengan 35% berbanding morbiditas yang lain. Morbiditas dan mortalitas neonatus BBLR yang mengalami sepsis ini masih tinggi di kalangan neonatus kerana sikap si ibu yang kurang menjaga pemakanan semasa kehamilan, ibu yang menghisap rokok semasa hamil, ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan berkala, alat-alatan semasa proses kelahiran yang tidak steril, perawat dan dokter yang memegang bayi tidak melakukan tindakan mencuci tangan yang benar di samping perawatan ruangan bayi baru lahir yang terlalu padat.(Wibowo, 2007). Walaupu n jumlah hasil penelitian yang diperoleh ini kurang dari yang diharapkan tetapi Sepsis Neonatorum masih lagi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi dikalangan neonatus. Insidensi penyakit ini masih lagi tinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

5.4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin.

Dari hasil penelitian ini, distribusi neonatus laki-laki dan perempuan BBLR yang mengalami sepsis adalah sebanyak 11 neonatus (58%) laki-laki manakala 8 neonatus (42%) adalah perempuan. Jumlah yang diperoleh ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata bersesuaian dengan meta analisis yang dikemukan oleh Kramer’s dalam penelitian mendoza (2000) yang menyatakan tiada perbedaan dalam distribusi kelamin dikalangan neonatus BBLR yang mengalami sepsis. Penelitian terdahulu oleh Mendoza (2000) di MCU-FDTMF hospital di Manila menyatakan bahawa ratio antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1 tetapi perbedaannya adalah tidak signifikan. Mendoza turut menyatakan jenis kelamin tidak menentukan secara nyata kerentanan neonatus terhadap infeksi. Oleh itu, berdasarkan penelitian ini dan sebelumnya dapat disimpulkan bahawa tiada perbedaan yang nyata antara jenis kelamin neonatus laki-laki maupun perempuan lahir BBLR yang mengalami sepsis.

5.4.3. Distribusi sampel berdasarkan infeksi antenatal, intranatal dan pascanatal.

Pada penelitian ini, tidak dapat ditentukan jumlah neonatus yang mengalami sepsis pada saat antenatal dan intranatal kerana kekurangan sumber dari rekam medis itu sendiri. Rekam medis yang diperoleh tidak dicatatkan saat kapan neonatus BBLR mulai mengalami tanda-tanda sepsis dan kekurangan informasi dari maternal untuk mengenal pasti sama ada si ibu mempunyai riwayat infeksi pada saluran urinarius atau saluran reproduksi. Untuk infeksi pascanatal telah dicatatkan sebanyak 7 neonatus (37%) yang mengalami sepsis pascanatal dari 19 neonatus yang terdeteksi. Tetapi mengikut penelitaan Satrio Wibowo (2007) infeksi yang tersering pada neonatus adalah melalui intranatal dan diperparahkan lagi jika si ibu mempunyai riwayat infeksi pada saluran uninarius atau reproduksi. Selain itu, Wibowo juga menyatakan infeksi pascanatal boleh dicegah dengan memastikan alat-alatan yang akan digunakan semasa prosedur kelahiran telah steril dan perawat dan dokter telah melakukan prosedur mencuci tangan yang benar semasa memegang bayi.

5.4.4. Distribusi sampel berdasarkan paritas ibu.

Pada penelitian ini dibahagikan sampel BBLR berdasarkan paritas ibu yang terbahagi kepada 2 kelompok yaitu multipara dan primipara. Dari hasil penelitian didapati neonatus BBLR ini kebanyakkan dilahirkan oleh ibu yang multipara. Sebanyak 45 neonatus (66.2%) dari 68 kesemuanya yang BBLR dilahirkan oleh ibu yang multipara dan selebihnya 23 neonatus (33.8%) dilahirkan oleh ibu yang primipara. Menurut Astuti M. (2008), faktor yang menyebabkan tingginya kejadian BBLR di kalangan ibu yang multipara adalah kerana pada ibu yang multipara yang lebih dari 3x melahirkan anak kesehatannya mudah terganggu dan sering mengalami anemia pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ibu yang multipara ini dinding perut dan dinding rahim mereka sudah mengalami kekenduran. Ini menyebabkan rahim si ibu tidak dalam keadaan sedia untuk menerima kandungan. Jarak kelahiran turut berperan yaitu bila jarak kelahiran anak yang dikandung bukan anak pertama,status gizi ibu hamil belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya, oleh karena itu si ibu belum siap untuk kehamilan berikutnya (FKM UI, 2007). Menurut Sarwono (2007), paritas tinggi (> 3 anak) mempunyai angka kematian maternal, lebih tinggi dibanding dengan kematian maternal pada paritas rendah (≤ 3 anak). Pada paritas rendah, risiko

kematian maternal dapat dicegah dengan asuhan obstetrik yang lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.

5.4.5. Distribusi sampel berdasarkan umur ibu.

Penelitian ini juga menentukan kejadian BBLR berdasarkan umur ibu. Dari hasil penelitian, peringkat umur ibu dibahagi kepada 3 kelompok yaitu umur <20 tahun, 20 hingga 35 tahun dan >35 tahun. Bagi kelompok umur <20 tahun, 25 neonatus (36.8%) dilahirkan BBLR, kelompok umur 20 hingga 35 tahun, 21 neonatus(30.9%) dilahirkan BBLR manakala kelompok umur >35 tahun, 22 neonatus(32.3%) dilahirkan BBLR. Ibu yang hamil kurang dari 20 tahun merupakan kehamilan yang sangat berisiko, baik terhadap dirinya maupun terhadap bayi yang dikandungnya karena

pertumbuhan linear (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada usia 16-18 tahun dan dilanjutkan dengan pematangan pertumbuhan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linear selesai yaitu pada usia 20 tahun. Akibat terhadap dirinya (hamil pada usia kurang dari 20 tahun) meliputi komplikasi persalinan dan gangguan penyelesaian pertumbuhan optimal karena masukan gizi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang masih tumbuh. (FKM UI, 2007). Ibu yang hamil pertama pada usia lebih dari 35 tahun mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungannya juga sudah menua, jalan lahir juga bertambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar ibu hamil mendapatkan anak cacat, berat badan lahir rendah, terjadi persalinan macet dan perdarahan (Poedji Rochyati, 2003). Persentase kelahiran neonatus yang BBLR pada usia reproduksi yaitu 20-35 tahun adalah disebabkan faktor sosioekonomi ibu dan pendidikan ibu yang rendah menyebabkan kurangnya penjagaan kesehatan diri ibu. Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

5.4.6. Distribusi sampel berdasarkan faktor resiko

Dari hasil penelitian ini, sebanyak 9 (48%) adalah faktor resiko dari ibu, 4 (26%) adalah faktor resiko dari neonatal manakala 5 (26%) adalah faktor resiko lain-lain. Faktor resiko dari ibu adalah dominan kerana kebanyakkan ibu adalah dari status sosioekonomi yang rendah, status paritas yang multipara dan sebahagiannya mengalami ketuban pecah dini yang lebih dari 18 jam. Riwayat demam pada ibu tidak dijumpai kerana kurangnya informasi dari rekam medis. Faktor resiko dari neonatal adalah disebabkan cacat bawaan dan prosedur invasif semasa proses kelahiran. Faktor resiko lain-lain adalah disebabkan pemasangan kateter pada bayi dan kontak tangan secara langsung oleh tenaga medis yang memegang bayi.(Sarwono,2006)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Prevalensi neonatus dengan BBLR yag mengalami Sepsis Neonatorum di RSUP H. Adam Malik, Medan pada April 2008 hingga Maret 2009 adalah seramai 9 neonatus (26%) daripada 35 neonatus manakala pada April 2009 hingga Maret 2010 seramai 10 orang (30.3%) daripada 33 neonatus.

6.2 Saran

1. Antara saran bagi penelitian selanjutnya adalah:

a) Mengkaji faktor-faktor lain yang menjadi hubungan kepada terjadinya penyakit Sepsis Neonatorum seperti gaya hidup ibu yang tidak sihat, faktor sosioekonomi dan faktor kelahiran di rumah sakit atau di luar rumah sakit.

b) Melakukan waktu penelitian yang lebih lama dan penelitian seterusnya dilakukan secara potong lintang untuk menentukan saat infeksi neonatus sama ada antenatal, intranatal atau pascanatal.

2. Ibu hamil perlu lebih prihatin terhadap pengambilan gizi yang seimbang dan tahap status kesehatan yang baik baik. Ibu hamil juga dinasihatkan tidak merokok semasa kehamilan kerana ini boleh menjejaskan tumbuh kembang janin dan bayi tersebut serta menyebabkan janin atau bayi mudah tekena infeksi.

3. Petugas kesehatan dan dokter yang mengendalikan bayi di bangsal atau ruangan bayi disarankan supaya melakukan tindakan mencuci tangan yang benar sebelum dan selepas memegang bayi untuk mengelakkan bayi terkena infeksi pascanatal.

Dokumen terkait