• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Nyeri merupakan salah satu gejala pasca operasi yang paling sering

dilaporkan pasien. Henzler et al. (2004), mengatakan bahwa pasien yang

menjalani jenis operasi mata tertentu, terutama dengan menggunakan general

anestesi, lebih sering mengalami nyeri pasca operasi yang serius. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi berdasarkan jenis operasi mata yang merupakan salah satu faktor resiko dari nyeri yaitu jenis operasi mata, di Rumah Sakit Mata SMEC Medan. Penelitian dilakukan dengan menilai skor Visual Analogue Scale (VAS) pada 8 jam, 16 jam dan 24 jam pasca operasi pada pasien yang menjalani operasi mata dengan general anestesi.

Dalam penelitian ini, sebanyak 51 pasien yang terdiri dari 39 pasien (76,5%) dengan jenis tindakan operasi intraokuler dan 12 pasien ( 23,5%) dengan jenis tindakan operasi ekstraokuler. Berdasarkan tabel 5.2, didapatkan operasi paling banyak yang dilakukan menggunakan general anestesi adalah pada tindakan operasi intraokuler yaitu operasi vitrektomi sebanyak 22 orang (43,1%), diikuti operasi katarak sebanyak 8 orang (15,7%). Pada tindakan operasi ekstraokuler, didapatkan operasi paling banyak adalah pada operasi eksisi tumor yaitu sebanyak 6 orang (11,8%) diikuti operasi lasik sebanyak 3 orang (5,9%). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan operasi intraokuler jauh lebih banyak dibanding jenis tindakan operasi ekstraokuler sesuai dengan penelitian Mladen et al. (2014) yang mengatakan jenis yang paling umum dari operasi mata dengan general

anestesi selama periode 5 tahun yang dianalisis di University Hospital Split,

Croatia adalah plana pars vitrektomi , diikuti oleh operasi katarak yaitu jenis tindakan operasi masing masing adalah tindakan intraokuler.

Dari hasil keseluruhan keluhan nyeri pasca operasi, didapatkan sebanyak 42 orang (82,3%) mengeluhkan nyeri pasca opersi mata yaitu sebanyak 33 orang (64,7%) pasien pada operasi intraokuler dan 9 orang (17,7%) pasien pada operasi ekstraokuler. Banyaknya keluhan nyeri pasca operasi yang dikeluhkan ini kemungkinan dikarenakan adanya keterbatasan dalam pemberian terapi pasca

36

operasi. Pada pasien peserta asuransi kesehatan milik pemerintah, terdapat batasan limit manfaat dan terapi dalam perawatan pasca operasi sesuai jenis asuransi kesehatan yang sudah disetujui di rumah sakit (Sulastomo,2007). Berdasarkan tabel 5.7, yaitu keluhan tingkat nyeri 8 jam pasca operasi mata, ditemukan keluhan nyeri sebanyak 39 orang (76,5%) dengan tingkat nyeri yang paling banyak dirasakan sampel adalah nyeri ringan sebanyak 33 orang (64,7%) yang terdiri dari 29 orang (56,9%) pada operasi intraokuler dan 4 orang (97,8%) pada operasi ekstraokuler.

Dari hasil keluhan tingkat nyeri 16 jam pasca operasi mata pada tabel 5.8, didapatkan sebanyak 34 orang (66,6%) dengan sebagian besar sampel yaitu sebanyak 30 orang (58,8%) mengeluhkan nyeri ringan yang terdiri dari 25 orang (49,0%) pada operasi intraokuler dan 5 orang (9,8%) pada operasi ekstraokuler.

Berdasarkan tabel 5.9, hasil penelitian keluhan tingkat nyeri 24 jam pasca operasi mata dengan general anestesi ditemukan sebanyak 29 orang (56,9%) dengan sampel paling banyak mengeluhkan nyeri ringan yaitu sebanyak 28 orang (54,9%) yang terdiri dari 20 orang (39,2%) pada operasi intraokuler dan 8 orang (15,7%) pada operasi ekstraokuler. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Porella Tiinonen et al. (2013), didapatkan persentase tertinggi nyeri mata 24 jam pasca operasi mata katarak (intraokuler) adalah sebanyak (10%) pada keluhan nyeri sedang, sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit SMEC, tidak ada sampel dengan operasi intraokuler yang mengeluhkan nyeri sedang 24 jam pasca operasi mata.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi di Rumah Sakit Sumatera Medical Eye Centre adalah cukup tinggi yaitu, sebanyak 42 orang (82,3%) mengeluhkan nyeri yang signifikan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sobas et al. (2015) yang didapatkan insidensi nyeri sebanyak 97% dilaporkan selama periode pasca operasi. Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan di The Royal Infirmary of Edinburgh oleh Koay et al. (1992), dimana insidensi nyeri pasca operasi mata dengan general anestesi dilaporkan cukup tinggi dengan rata rata mengeluhkan nyeri ringan dan sedang, sejalan dengan hasil penelitian ini. Hal ini dapat

37

diperkirakan karena pemberian analgesik yang masih belum adekuat. Tetapi pada penelitian yang dilakukan di Kuopio University Hospital, Kuopio, Finland oleh Porela-Tiihonen et al. (2013), hasil yang didapatkan sangat berbeda dengan hasil penelitian ini, dimana sebanyak 67 orang (34%) mengeluhkan nyeri pasca operasi mata. Ada kemungkinan hasil yang berbeda ini lebih disebabkan oleh kurangnya sampel yang didapatkan di Rumah Sakit SMEC dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini dapat dikatakan sudah cukup baik karena rata rata dari 82,3% pasien yang mengeluhkan nyeri adalah nyeri ringan yaitu nyeri yang masih dapat ditahan dan tidak mengganggu aktivitas pasien yaitu dengan skor Visual Analogue Scale (VAS) adalah 1-3 (Whitten E et al, 2005).

Jika dilihat pada hasil penelitian ini, skor Visual Analogue Scale (VAS) pasien makin menurun dengan bertambahnya jam. Pada 8 jam pasca operasi mata dengan kedua jenis tindakan operasi, didapatkan lebih banyak pasien mengeluhkan nyeri sedang dan nyeri ringan dibanding pada 16 jam dan 24 jam pasca operasi mata. Sesuai dengan penelitian Porela-Tiihonen et al. (2013) bahwa pada beberapa jam pertama pasca operasi lebih banyak dikeluhkan gejala nyeri bermakna yaitu sebanyak 34% dari keseluruhan pasien dan semakin berkurang keluhan nyeri pada 24 jam pasca operasi yaitu menjadi 10%. Hal ini mungkin dikarenakan terjadinya penurunan tekanan intraokuler dengan bertambahnya jam sesuai dengan penelitian Bhalil et al. (2009), didapatkan adanya penurunan tekanan intraokuler pada 24 jam pasca fakoemulsifikasi. Mekanisme penurunan tekanan intraokular ini masih bersifat spekulatif. Diduga aliran aqueous humor membaik dengan adanya pelebaran sudut bilik mata depan pasca operasi katarak (Berdahl JP, 2007). Sedangkan pada operasi ekstraokuler, penurunan keluhan nyeri adalah kemungkinan dari efek insisi operasi yang semakin berkurang. Operasi ekstraokular adalah operasi yang dilakukan pada struktur sekitar mata itu sendiri, seperti kelopak mata dan konjungtiva. Jaringan ini memiliki suplai darah yang sangat baik. Oleh karena itu jaringan dapat sembuh dengan baik dan jarang terinfeksi serius. Jaringan tersebut berada pada permukaan tubuh sehingga paparan terhadap pembedahan biasanya tidak menjadi masalah (Smith, 2004). Pengalaman nyeri merupakan perasaan yang subjektif untuk setiap individu

38

(Mladen et al, 2014). Nyeri pasca operasi yang bervariasi sangat dipengaruhi oleh otonom, psikologis dan perilaku respon yang dapat menghasilkan perasaan tidak menyenangkan, sensorik yang subjektif dan pengalaman emosional yang tidak diinginkan (Mwaka et al.,2013).

Jenis operasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkatan nyeri pasca operasi, karena jenis operasi akan menentukan luasnya manipulasi operasi serta kerusakan jaringan yang akan terjadi. Lokasi dan ukuran insisi juga merupakan faktor yang berpengaruh pada nyeri pasca operasi. Insisi yang panjang lebih menyebabkan nyeri dibandingkan insisi yang pendek (Rahman dan Beattie, 2005). Perbedaan nyeri yang ditemukan pada opersi ekstraokuler yaitu eksisi tumor pada mata mungkin dipengaruhi oleh lokasi dan ukuran insisi yang telah dijalankan. Pada penelitian ini ditemukan pada tindakan operasi intraokuler didapatkan insidensinya dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan operasi ekstraokuler. Hal ini diperkirakan berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intraokuler mata. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan tekanan intraokular pasca operasi katarak dalam 8 sampai 12 jam pasca operasi. Penelitan Lee et al. tahun 2007 yang bertujuan untuk mengevaluasi tekanan intraokular pasca fakoemulsifikasi didapatkan rata-rata tekanan intraokular meningkat pada 12 jam pasca operasi. Salah satu penyebab peningkatan tekanan intraokular ini adalah adanya retensi dari bahan viskoelastik dan inflamasi. Namun, peningkatan tekanan intraokular biasanya bersifat sementara dimana tekanan intraokular akan menurun dalam 1 sampai 4 hari pasca operasi (O’Brien. PD, 2007). Ada kemungkinan juga hasil yang berbeda ini lebih disebabkan oleh kurang setaranya jumlah pasien yang menjalani masing-masing operasi mata, dimana operasi intraokuler lebih mendominasi, sehingga keluhan nyeri kurang dapat ditemui pada operasi lainnya.

39

Dokumen terkait