• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang dicetuskan oleh kehamilan. Dikatakan hipertensi dalam kehamilan jika tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih. Preeklampsia adalah salah satu bentuk dari hipertensi dalam kehamilan dan merupakan penyebab kematian maternal ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara status gravida dan hipertensi dalam kehamilan (p > 0,05). Dari 27 orang primigravida, 3 orang mengalami hipertensi dalam kehamilan dan 24 orang tidak mengalami hipertensi dalam kehamilan. Pada kelompok multigravida, dari 33 orang, 7 orang di antaranya mengalami hipertensi dalam kehamilan sementara 26 orang lainnya tidak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lydakis, et al., (2001) di mana prevalensi preeklampsia pada kelompok responden normotensive dan

hypertensive tidak dipengaruhi oleh etnis, status gravida (primigravida maupun multigravida), merokok, dan umur. Dalam penelitiannya didapatkan prevalensi preeklampsia lebih tinggi pada penderita hipertensi kronik.

Pada penelitian ini lebih banyak multigravida yang mengalami hipertensi dalam kehamilan (7 orang) dibandingkan dengan primigravida (3 orang). Hal ini disebabkan responden multigravida usianya lebih tua dibandingkan dengan responden primigravida. Pada orang yang lebih tua tekanan darah cenderung lebih tinggi. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan peningkatan usia, sementara TDD (tekanan darah diastolik) meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun (Suhardjono, 2006).

Walaupun demikian, peneliti lebih banyak mendapatkan literatur yang menyatakan ada hubungan antara status gravida dan hipertensi dalam kehamilan seperti penelitian Herna´ndez-Dı ´az (2009) di Swedia, risiko kejadian preeklampsia sebesar 4,1% pada kehamilan pertama dan 1,7% pada kehamilan

selanjutnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Artikasari (2009) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di mana dari 60 responden primigravida, 35 orang (29,2%) mengalami preeklampsia, sedangkan dari 60 responden multigravida, 24 orang (20,0%) mengalami preeklampsia. Berdasarkan penelitian Sharma, et al., (2003) kejadian hipertensi gestasional adalah 8 – 10% pada nullipara. Hipertensi gestasional lebih cenderung terjadi pada primigravida dibandingkan dengan multigravida (p < 0,004) (Saeed, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa status primigravida berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, baik itu preeklampsia maupun hipertensi gestasional.

Tidak adanya hubungan antara status gravida dan hipertensi dalam kehamilan pada penelitian ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah sampel, tingkat pengetahuan ibu hamil yang sudah lebih baik, kejadian hipertensi dalam kehamilan yang rendah di RSUP Haji Adam Malik Medan, faktor risiko lain yang tidak dapat dikendalikan, dan faktor risiko status gravida (primigravida) yang bukan merupakan faktor risiko tinggi terjadinya preeklampsia.

Sedikitnya jumlah sampel menyebabkan sampel yang ada tidak representatif terhadap populasi. Selain itu, jumlah kasus preeklampsia di RSUP Haji Adam Malik Medan tidak tinggi. Pada tahun 2009, kasus preeklampsia adalah sebesar 22 kasus, sedangkan pada tahun 2010 terdapat 28 kasus preeklampsia. Walaupun terjadi peningkatan kasus preeklampsia pada tahun 2010, jumlah kasus tersebut masih tergolong sedikit. Hal ini berdampak kepada sedikitnya kasus preeklampsia yang dapat dinilai faktor risikonya.

Berdasarkan observasi peneliti, di Poliklinik Ibu Hamil (PIH) RSUP Haji Adam Malik dilakukan penyuluhan kesehatan ibu hamil dan janin oleh dokter muda dan perawat yang sedang berada pada stase Obgyn. Para dokter muda dan perawat yang sedang menjalani minggu ke-3 di stase Obgyn akan melakukan penyuluhan tentang HIV, sedangkan pada minggu ke-6 memberikan penyuluhan tentang kesehatan ibu dan anak. Penyuluhan dilakukan kepada pasien yang berada di lorong tempat menunggu dekat PIH. Dengan adanya kegiatan ini, pengetahuan para pasien, terutama ibu hamil, tentang kesehatan ibu dan anak seperti, pola diet, pentingnya antenatal care, pengenalan tanda bahaya selama kehamilan, serta

pengetahuan HIV menjadi lebih baik. Dengan demikian, ibu hamil lebih menjaga kesehatan kehamilannya sehingga penyakit dan komplikasi selama kehamilan, salah satunya hipertensi dalam kehamilan, dapat dicegah. Selain itu, kesadaran tentang pentingnya antenatal care akan mendorong ibu hamil tersebut untuk rutin kontrol kehamilan sesuai yang dianjurkan dokter. Tingkat pengetahuan dan kesadaran ibu hamil terhadap kesehatan kehamilannya ini dapat menjadi salah satu faktor sedikitnya kejadian hipertensi dalam kehamilan di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Hipertensi dalam kehamilan, khususnya preeklampsia, dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, di antaranya nullipara terutama usia < 20 tahun, riwayat hipertensi dan penyakit ginjal, riwayat preeklampsia/eklampsia sebelumnya, kehamilan multifetus, DM, mola hidatidosa, multipara dengan usia > 35 tahun. (Roeshadi, 2006). Beberapa faktor risiko lain yang mempengaruhi kejadian preeklampsia adalah penyakit vaskularmaternal, penyakit autoimun, serta genetik maternal dan paternal (Matthiesen, et al., 2005).

Faktor risiko riwayat hipertensi sebelumnya menunjukkan bahwa ada faktor genetik hipertensi berperan terhadap terjadinya preeklampsia. Berdasarkan penelitian Zhu, et al (2001) dan Angius, et al (2002) terhadap 15 keluarga di Finlandia mendapatkan bahwa ada overlapping lokus pada kromosom 2p25 yang berhubungan dengan preeklampsia dengan lokus gen yang berperan pada hipertensi general.

Selain itu, BMI (Body Mass Index), diet, stres, dan kecemasan berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia. Berdasarkan penelitian Saeed et al (2011) didapatkan bahwa risiko terjadinya baik hipertensi nonproteinuria (Mean BMI= 27.16±5.46) maupun preeklampsia (Mean BMI= 27.39±6.15) meningkat secara konsisten dengan peningkatan BMI. Dari penelitian Jain, et al (2011) didapatkan bahwa penurunan kadar kalsium, magnesium, dan zinc pada serum wanita hamil merupakan salah satu faktor penyebab preeklampsia. Dengan pemberian 1 gr kalsium per hari akan menurunkan risiko preeklampsia sebesar 30% (Duley, 2003). Stres dan kecemasan selama kehamilan juga dapat mempengaruhi kejadian preeklampsia. Riwayat gangguan mood dan kecemasan

pada wanita hamil akan meningkatkan risiko preeklampsia sebesar 2,12 kali (Qiu,

et al, 2009).

Dalam penelitian ini hanya dinilai satu faktor yang diduga sebagai faktor risiko hipertensi dalam kehamilan, sementara faktor-faktor risiko lainnya seperti yang disebutkan di atas tidak dapat dikendalikan. Dapat ditemukan responden yang memiliki faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan sebanyak dua, tiga, dst, sementara di sisi lain lebih banyak responden yang tidak memiliki faktor risiko lebih dari satu. Ketidaksetaraan faktor risiko yang dimiliki oleh responden bisa menjadi salah satu penyebab tidak adanya hubungan antara status gravida dan hipertensi dalam kehamilan.

Penyebab tidak adanya hubungan status gravida dan hipertensi dalam kehamilan lainnya adalah faktor risiko status gravida bukanlah merupakan faktor risiko tinggi penyebab preeklampsia. Faktor risiko tinggi dalam menyebabkan preeklampsia adalah riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya, penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid, Diabetes Tipe 1 atau Tipe 2, dan hipertensi kronik. Status primigravida merupakan faktor risiko sedang terjadinya preeklampsia di samping faktor risiko lain seperti umur 40 tahun atau lebih, interval kehamilan lebih dari 10 tahun, BMI 35 kg/m2 atau lebih pada kunjungan pertama, riwayat keluarga dengan preeklampsia, dan kehamilan multifetus (NICE Clinical Guideline, 2010).

Penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan sebab dan akibat yang paling baik adalah dengan desain cohort di mana pengamatan dan follow up

dilakukan sampai periode tertentu di masa depan untuk melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional di mana pengamatan dan pengambilan data hanya dilakukan pada satu waktu saja sehingga sulit untuk menentukan sebab akibat. Selain itu, pada penelitian dengan desain cross sectional dibutuhkan jumlah sampel yang besar, sementara pada penelitian ini jumlah sampel cukup sedikit.

Walaupun dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara status gravida dan hipertensi dalam kehamilan, tetapi berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh peneliti terdapat hubungan antara status gravida dan

hipertensi dalam kehamilan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lagi yang dalam pelaksanaannya mengatasi masalah-masalah yang dikemukakan di atas terutama dalam hal jumlah sampel yang lebih banyak dan desain penelitian agar didapatkan hasil yang lebih valid dan reliable.

Dokumen terkait