BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menjawab pertanyaan
bagaimana hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan
insiden diare pada bayi 0-6 bulan di Puskesmas Aek Goti Kecamatan
Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
2.1. Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas bayi mendapatkan
makanan pendamping ASI pada usia 5-6 bulan (45%). Hasil ini tidak sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansar, Lubis, Aritonang (2005) yang
menyatakan bahwa dari 99 responden sebagian besar bayi sudah mendapat
MPASI pada usia 1-3 bulan (25%) bahkan ada yang sudah memberi MPASI
begitu lahir. Pada penelitian tersebut pemberian MPASI pada usia 4-6 bulan
terdapat pada 15% dari keseluruhan responden.
Makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI atau susu botol,
sebagai penambah kekurangan ASI atau susu pengganti (PASI) (Husaini, 2001).
Pemberian makanan tambahan adalah memberi makanan lain selain ASI untuk
mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dengan jumlah yang didapat dari
ASI (Rosidah, 2004).
MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan dan merupakan makanan
peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI
dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima
MP-ASI (Depkes RI, 2004).
Menurut Depkes (1997) pemberian makanan atau minuman pengganti ASI
berbahaya bagi bayi karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk
mencernakan makanan atau minuman selain ASI.
Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian makanan tambahan
pada bayi adalah umur 6 bulan. Makanan tambahan mulai diberikan umur enam
bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf didalam mulut bayi cukup
berkembang untuk mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai
tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dan berminat
terhadap rasa yang baru (Rosidah, 2004). Menurut Ariani (2008) pemberian
makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut (>6 bulan) akan
menimbulkan risiko sebagai berikut: 1) Anak akan minum ASI lebih sedikit dan
ibu pun memproduksinya lebih sedikit sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi anak, 2) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit
sehingga risiko infeksi meningkat, 3) Risiko diare juga meningkat karena
makanan tambahan tidak sebersih ASI, 4) Makanan yang diberikan sebagai
pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena mudah
dimakan bayi, makanan ini memang membuat lambung penuh tetapi memberikan
2.2. Insidensi Diare Pada Bayi 0-6 Bulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa 26 responden (65%) dalam kategori
tidak pernah mengalami diare, 14 orang responden (35%) pernah mengalami
diare, dimana 10 orang responden (25%) pernah mengalami diare 1 kali, 3 orang
responden (7,5%) pernah mengalami diare 2 kali, dan hanya 1 orang responden
(2,5%) pernah mengalami diare lebih dari 2 kali. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamalia (2005) yang menyatakan bahwa
kejadian diare yang dikategorikan berdasarkan frekuensi buang air besar (BAB)
diperoleh bahwa persentase tertinggi sampel tidak mengalami diare sebanyak 64%
(32 sampel), dan 36% (18 sampel) lainnya mengalami kejadian diare.
Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari
biasanya (3 kali dalam sehari) (Masri, 2004). Lebih jauh Masri menjelaskan
bahwa diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan
sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh. Namun, banyaknya cairan
tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat
berakibat kematian.
Sedangkan diare menurut Prabu (2002) merupakan simtom, jadi bukan
penyakit, sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru,
influinza, dan lain-lain. Lebih jauh Prabu menyatakan ada dua jenis diare menurut
lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare
berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlanjut
lebih dari 2 minggu, disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambahnya
berat badan.
2.3. Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Dengan Insiden Diare Pada Bayi 0-6 Bulan di Puskesmas Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhan Batu Selatan
Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa hubungan antara
pemberian makanan pendamping ASI dini berhubungan secara positif denan
insiden diare (r= 0,287). Hasil analisa hubungan kedua variabel tersebut tidak
memiliki nilai signifikansi yang dapat diterima dimana p > 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesa penelitian ditolak, artinya bahwa pernyataan hipotesa
adanya hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan
insidensi diare tidak dapat diterima.
Hasil penelitian ini berolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fatmawati (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan pemberian MPASI
dengan kejadian diare bayi 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Purwosari
Kudus (p=0.011, α =0.329).
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mutiara & Roslianti (2007) tubuh anak
membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan memberikan ASI eksklusif
Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI adalah makanan tambahan selain ASI yang
diberikan pada bayi sampai usia 24 bulan, sehingga MP-ASI diberikan tepat
waktu pada usia 6-12 bulan, karena pada usia tersebut merupakan waktu yang
sangat rawan terjadi malnutrisi (Suhardjo, 1999).
Lebih jauh Suhardjo (1999) mengatakan bahwa pemberian makan setelah
bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal
ini disebabkan sistem imun bayi berumur kurang dari 6 bulan belum sempurna.
Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini sama saja dengan membuka
pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan
secara higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa
bayi yang mendapatkan MPASI sebelum bayi berumur 6 bulan, lebih banyak
terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yang hanya
mendapat ASI eksklusif (Suhardjo, 1999).
Dari hasil penelitian peneliti menemukan beberapa hal yang berkenaan
dengan pemberian makanan pendamping ASI dini, dimana mayoritas ibu
memberikan makanan selain ASI kepada bayi berupa nasi tim saring yaitu
sebanyak 22 orang responden (55%), 10 orang responden (25%) diberikan pisang/
papaya saring, dan 8 orang responden (20%) diberikan biskuit. Dimana 27 orang
ibu responden (67,5%) beralasan memberikan makanan selain ASI pada bayi
karena pekerjaan, 10 orang ibu responden (25%) beralasan ASI tidak cukup, dan 3
orang ibu responden (7,5%) beralasan karena bayi menangis. Mayoritas ibu
(72,5%), 9 orang ibu mengatakan makanan bersih dan sehat (22,5%), dan hanya 2
orang ibu mengatakan banyak mengandung vitamin (5%).
Selain itu mayoritas ibu responden mengatakan tanda-tanda diare pada bayi
yaitu tinja bayi sangat bau (72,5%), dan 11 orang ibu mengatakan tinja bentuknya
cair (27,5%). 16 orang ibu mengatakan keadaan umum pada bayi yang mengalami
diare nafsu makan bayi berkurang (40%), 16 orang ibu mengatakan berat badan
bayi menurun (40%), 7 orang ibu mengatakan suhu tubuh meningkat/ demam