• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

TB peritoneal merupakan penyakit yang sulit dan lambat untuk terdiagnosa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien TB Peritoneal di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-Agustus 2012, TB peritoneal paling banyak dijumpai pada usia 21-30

tahun yaitu 17 orang atau 42,5%. Selain itu berdasarkan pembagian usia produktif menurut depertemen kesehatan RI, pasien TB peritoneal paling banyak pada usia produktif yaitu 37 orang atau 92,5%. Hal ini tentu dapat menggagu tingkat produktifitas kerja sehingga dapat mengurangi tingkat penghasilan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilkukan Arshad Abro dan kawan-kawan bahwa pasien TB Peritoneal yang paling banyak pada usia 21-30 yaitu 33,3% ( Arsyad, 2010) .

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien TB Peritoneal di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-Agustus 2012, jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami TB Peritoneal dari laki-laki yaitu 22 orang atau 55%. Hal ini sesuai dengan buku ilmu penyakit dalam UI yang menyatakan perempuan lebih sering mengalami TB peritoneal dari laki-laki dengan perbandingan 1,5:1 ( Zaid, 2009) .

Pasien TB peritoneal bisa memiliki riwayat TB paru maupun tidak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien TB Peritoneal di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-Agustus 2012 didapatkan yang memiliki riwayat TB paru sebanyak 30 orang atau 75%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Fahmi Yousef Khan dan teman-temannya yang hanya mendapatkan 24% ( 13 dari 54 pasien) yang memiliki riwayat TB paru ( Fahmi, 2011) . Hal ini mungkin karena penyakit TB paru masih banyak di Indonesia, dan dapat berlanjut menjadi TB peritoneal.

Infeksi TB merupakan penyakit menular. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien TB Peritoneal di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-Agustus 2012 didapatkan 25 orang atau 62,5% yang mengalami kontak dengan penderita TB yaitu dengan keluarga atau orang yang tinggal serumah. Hal ini tidak sesuai dengan hali penelitian yang dilakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang hanya menemukan 31,5% (17 dari 54 pasien ) yang memiliki riwayat kontak dengan pasien TB ( Fahmi, 2011). Hali ini mungkin karena infeksi TB merupakan penyakit menular yang masih banyak di Indonesia.

Penyakit TB peritoneal memiliki gejala yang tidak khas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien TB Peritoneal di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2008-Agustus 2012, gejala yang paling banyak adalah abdominal distensi. Pasien yang mengalami abdominal distensi ada 33 orang atau 82,5%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dillakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang mendapatkan 77,8%( 42 dari 54 pasien TB peritoneal) yang mengalami abdominal distensi ( Fahmi, 2011) .

Selain itu pasien yang mengalami nyeri perut yang didapat dari penelitian ada 25 orang atau 62,5%. Hal ini lebih sedikit dari pada hasil penelitian yang dilakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang menemukan 83,3%( 45 dari 54 pasien TB peritoneal) yang mengalami nyeri perut ( Fahmi, 2011) .

Dari hasil penelitian juga didapatkan 65% atau 26 orang yang mengalami penurunan berat badan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Arsad Abro dan kawan-kawan yang mendapatkan 66,6% (40 dari 60 pasien TB peritoneal) yang mengalami penurunan berat badan ( Arsyad, 2010) .

Tidak semua pasien TB peritonel yang mengalami anoreksia. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 32,5% atau 14 orang yang mengalami anoreksi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ali Uzunkoy yang mendapatkan 33,3% (3 dari 9 pasien TB peritoneal) yang mengalami anoreksia ( Ali, 2004) .

Keringat malam tidaklah khas pada pasien TB Peritoneal. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 11 orang atau 27,5% yang mengalami keringat malam. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang menemukan 43,5% (25 dari 54 pasien TB peritoneal) yang mengalami keringat malam ( Fahmi, 2011) .

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 18 orang atau 45% yang mengalami batuk. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang menemukan 37% ( 20 dari 54 pasien TB peritoneal) yang mengalami batuk (Fahmi, 2011) .

Pasien TB peritoneal dapat mengalami demam maupun tidak. Dari hasil penelitian didapatkan hanya 17,5% atau hanya 7 pasien TB peritoneal yang mengalami demam. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitin yang dilakukan Fahmi Yousef dan kawan-kawan yang menemukan 75,9% (41 dari 54 pasien TB peritoneal ) yang mengalami demam ( Fahmi,2011).

Pada penelitian didapatkan berbagai macam pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosa TB peritoneal. Akan tetapi sampai saat ini belum terdapat prosedur yang tetap. Selain itu masing- masing pasien menjalani pemeriksaan penunjang yang berbeda- beda. Hal ini mungkin karena masalah biaya atau masalah lainnya sehingga pasien menolak atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan tersebut.

CT scan dapat digunakan dalam mendiagnosa TB peritoneal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 7 pasien TB Peritoneal yang melakukan pemeriksaan dengan CT scan. Hasil pemeriksaan yang menonjol yaitu asites 100% atau terdapat pada 7 pasien tersebut. Selain itu

42,9% atau 3 oarang memiliki massa di abdomen , dan 42,9% atau 3 orang yang mengalami penebalan dinding abdomen. Hali ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ali Uzunkoy dan kawan-kawan yang mendapatkan 100% (9 dari 9 pasien TB peritoneal) yang mengalami asites, 44% (4 dari 9 pasien TB peritoneal yang memiliki massa di Abdomen), 11,11% (1 dari 9 pasien TB peritoneal yang mengalami penebalan dinding Abdomen) (Ali, 2004) .

USG abdomen juga dapat digunakan untuk mendiagnosa TB Peritoneal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 27 pasien yang melakukan USG. Hasil yang paling utama adalah didapatkan 100% atau 27 orang yang mengalami asites, 14,8% atau 4 orang yang mengalami hepatomegali, 11,1% atau 3 orang yang mengalami penebalan dinding abdomen. Hal ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Fahmi Yousef Khan dan kawan-kawan yang mendapatkan 98% (53 dari 54 pasien TB peritoneal yang mengalami asites), dan 29,6% (16 dari 54 pasien TB peritoneal) yang mengalami penebalan dinding abdomen, tetapi tida ada satu pun ditemukan hepatomegali pada hasil penelitian mereka (Fahmi, 2011) .

Serum CA-125 dapat meningkat pada penderita TB peritoneal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 11 orang yang melakukan pemeriksaan CA-125. Dari hasil penelitian terdapat 100% atau 11 pasien TB peritoneal tersebut mengalami peningkatan serum CA-125. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zaid yang juga mendapatkan 100% (8 dari 8 pasien TB peritoneal) yang mengalami peningkatan serum CA125 ( Zaid, 2009).

Analisa cairan asites juga dapat digunakan dalam mendiagnosa TB peritoneal. Dari penelitian, didapatkan ada 5 pasien yang melakukan pemerikssan sitologi cairan asites. Dari hasil ditemukan bahwa warna cairan asites kuning kemerahan sebanyak 3 orang atau 60%, serta sel limfosit yang dominan yaitu 100% atau 5 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian Fahmi Yousef Khan dan kawan-kawan yang juga menemukan sel limfosit yang dominan pada cairan asites yaitu sebanyak 100% ( Fahmi, 2011) .

Selain sitologi asites juga dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium cairan asites. Dari hasil penelitian, terdapat 9 orang pasien yang melakukan analisa laboratorium cairan asites. Berdasarkan hasil didapatkan bahwa 88,9% atau 8 dari 9 pasien memiliki cairan asites yang eksudat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Zaid yang juga menemukan cairan asites yang eksudat yang dominan pada pasien TB peritoneal ( Zaid, 2009) .

Dokumen terkait