• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel frekuensi jenis kelamin (Tabel 5.1), penyakit rematik lebih rentan diderita oleh wanita (69 orang) jika dibandingkan dengan lelaki (28 orang). Hal ini dudukung oleh teori-teori berdasarkan epidemiologi dimana wanita lebih rentan terkena kebanyakkan daripada penyakit rematik, contohnya seperti OA, RA, LES dan lain-lain lagi. Selain itu, hormon-hormon wanita juga dikatakan turut memainkan peranan dalam hal jenis kelamin sebagai salah satu faktor risiko (Dubey, 2008). Berdasarkan penelitian Salaffi (2009), didapati bahwa pasien yang mengikuti penelitian kebanyakkan adalah perempuan, sama seperti dalam penelitian ini. Secara umum perempuan mempunyai keadaan kesehatan yang lebih buruk dibandingkan dengan lelaki. Hal ini tidak hanya terjadi pada pasien rematik saja, tetapi juga terjadi pada kelompok control.

Dari hasil analisa tabel frekuensi umur (Tabel 5.2), didapati frekuensi penderita penyakit rematik semakin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun. Berdasarkan teori, prevalensi penyakit rematik semakin meningkat dengan usia karena kondisinya yang tidak reversibel. Walaupun beberapa penyakit seperti RA, LES dan spondiloartritis bisa terjadi pada semua usia, tetapi prevalensi meningkat pada usia lebih dari 40 tahun (Dubey, 2008). Hal yang sama juga terjadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Salaffi (2009), dimana pasien dalam penelitiannya

lebih banyak pada usia yang lebih tua. Turut dinyatakan bahwa keadaan kesehatan pasien semakin buruk dengan meningkatnya usia pasien dalam semua kategori penyakit rematik yang dinilai dalam penelitiannya.

Berdasarkan tabel frekuensi jenis penyakit rematik (Tabel 5.3), kejadian yang paling tinggi adalah OA jika dibandingkan dengan penyakit rematik lain. Hal ini didukung oleh teori yang dibahas dalam Bab 2, dimana penyakit OA merupakan penyakit dengan prevalensi yang tertinggi dalam kelompok masyarakat kita dan penyebab kedua tersering dalam ketidakmampuan pada orang tua di negara-negara barat (Dubey, 2008). Berdasarkan penelitian oleh Moskowitz (2009) juga dinyatakan bahwa OA merupakan penyakit arthritis yang paling umum terjadi dimana 27 juta orang dewasa Amerika Serikat menderita penyakit ini. Berdasarkan penelitian Salaffi (2009), dalam kategori penyakit rematik autoimun, penyakit RA mempunyai frekuensi paling tinggi. Hal ini sama seperti hasil penelitian peneliti dimana penyakit RA mempunyai frekuensi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penyakit rematik autoimun yang lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, ternyata mayoritas responden yang menderita penyakit rematik mengalami keterbatasan fungsi fisik apabila melakukan aktivitas-aktivitas pada pertanyaan nomor 1, 2, 7 dan 9. Jelas terlihat bahwa pada kebanyakkan pasien rematik terjadi keterbatasan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan tungkai bawah tubuh. Hal ini mungkin terjadi karena sendi-sendi yang terlibat pada kebanyakkan pasien adalah sendi pinggul, lutut dan kaki, maka ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi ini terjadi. Selain itu, juga didapati bahwa pada pasien OA, sendi-sendi yang sering terlibat adalah sendi-sendi pinggul, lutut dan kaki (Kumar,2005) dan berdasarkan tabel 5.3, didapati bahwa penyakit OA mempunyai total responden yang paling banyak yaitu sebanyak 50 orang.

Dari hasil analisa diketahui bahwa kejadian tidak ada keterbatasan dan kejadian adanya kesulitan dan keterbatasan pada responden, terjadi pada jumlah yang sama apabila melakukan aktivitas-aktivitas pada pertanyaan nomor 6, 8 dan

sendi punggung terlibat pada penyakit rematik seperti LES dan RA, tetapi paling sering pada spondiloartritis karena berdasarkan teori, pada penyakit spondiloartritis, bagian yang paling umum terefek adalah bagian punggung, tulang belakang, leher, tangan dan lutut (Reveille, 2010). Oleh karena total responden untuk penyakit spondiloartritis adalah sebanyak 15 orang, RA sebanyak 30 orang dan LES sebanyak 1 orang (berdasarkan tabel 5.3) maka kejadian tidak ada keterbatasan dan adanya keterbatasan adalah hampir sama.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir semua responden tidak mengalami keterbatasan apabila melakukan aktivitas pada pertanyaan nomor 4, 12, dan 14. Didapati bahwa aktivitas-aktivitas ini membutuhkan penggunaan sendi-sendi kecil seperti sendi-sendi jari tangan dan pergelangan tangan. Pada kebanyakkan penyakit rematik seperti OA, RA dan spondiloartritis, sendi-sendi besar sering terlibat, maka kebanyakkan responden tidak mengalami kesulitan ketika melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi kecil. Tetapi berdasarkan teori, pada RA, sendi-sendi kecil seperti sendi tangan, kaki, pergelangan tangan dan/atau pergelangan kaki juga akan terefek (Dubey, 2008), ini menunjukkan mengapa hanya sebagian kecil responden mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas ini. Hal yang sama terjadi ketika melakukan aktivitas pada pertanyaan nomor 3, 5, 10, 11, dan 13 dimana lebih dari satu per empat dari total responden mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas-aktivitas pada pertanyaan ini. Jelas terlihat bahwa aktivitas-aktivitas-aktivitas-aktivitas ini membutuhkan penggunaan sendi kecil seperti jari kaki dan tangan, serta pergelangan kaki dan tangan.

Berdasarkan penelitian Rugine (2009), pasien RA dan LES mempunyai hampir sama halnya dalam mengalami nyeri dan keterbatasan aktivitas. Berdasarkan penelitian ini, dikatakan terjadinya hal ini karena adanya pengaruh emosional yang kuat bagi pasien dan penyakit rematik inflamasi. Dalam penelitian Salaffi (2009), yang menilai tentang kualitas hidup (quality of life, QOL) pasien RA dan spondiloartritis, menyatakan bahwa pasien RA mempunyai QOL yang paling buruk bila dilihat dari konteks fungsi fisik, keterbatasan yang terjadi akibat kondisi

fungsi fisik dan nyeri. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa kesehatan emosional pasien sangat mempengaruhi kondisi fungsi fisik dan nyeri. Dalam penelitian juga dikatakan bahwa penyakit penyerta lain (comorbidity) juga menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kondisi fisik pasien. Pada pasien spondiloartritis, terjadi progress yang lebih cepat dalam ketidakmampuan fungsional pada usia lebih tua dan perokok (Ward, 2011). Dari hasil penelitian-penelitian ini, pada pendapat peneliti, didapati bahwa penyakit RA, spondiloartritis, dan LES merupakan penyakit autoimun, maka lebih banyak jaringan tubuh yang akan mengalami kelainan. Hal ini mengakibatkan kondisi fisik pasien yang menderita penyakit-penyakit ini menjadi lebih buruk.

Berdasarkan hasil pembahasan didapati antara faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fisik adalah hal-hal seperti umur, jenis kelamin, jenis penyakit rematik, psikososial (status mental pasien), body mass index, merokok, kebiasaan berolahraga, pola makan, sosioekonomi dan lain-lain lagi.

Dokumen terkait