• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian mengenai data demografi responden ditemukan bahwa rata-rata responden berada pada rentang usia 41-50 tahun sebayak 12 responden (40%) dan seluruh responden adalah wanita (100%). Menurut peneliti bahwa sebagian responden telah mencapai usia dewasa dan telah memiliki keluarga, terutama anak, sehingga mereka akan lebih mudah melakukan adaptasi dan memahami kondisi anak, serta membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan pengobatan dengan sikap keibuan mereka. Karena lingkungan yang penuh kasih sayang cukup membentuk rangsangan dan memberikan dampak yang besar pada anak (Hardjadinata, 2009). Selain itu sebagaian besar responden sebanyak 19 responden (63,3%) sudah bekerja cukup lama (5-10 tahun), sehingga mereka bisa dijadikan media yang efektif dalam membantu anak mengekspresikan perasaan anak.

Sebagian besar responden memiliki pendidikan DIII sebanyak 24 orang (80,0%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah memiliki pengetahuan yang cukup dan pengalaman yang matang (5-10 tahun) tentang prinsip dalam terapi bermain bagi anak yang dihospitalisasi, seperti kondisi kesehatan anak, keamanan dan kenyamanan pada anak terhadap benda-benda yang dikenalnya. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih mainan bagi anak yang dirawat di rumah sakit adalah, pilihlah alat mainan yang aman Wong (2004).

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan

a. Faktor Predisposisi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan responden tentang terapi bermain dalam kategori baik sebanyak 25 responden (83,3%), hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Darni (2000) tentang: Faktor- Faktor yang Berkontribusi terhadap Pelaksanaan Aktivitas Bermain di Ruang A1 dan Cempaka RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, yang menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang terapi bermain masih kurang (42,8%). Sedangkan hasil yang diperoleh peneliti tentang sikap responden terhadap terapi bermain, dalam kategori kurang sebanyak 17 orang (56,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darni (2000) bahwa sebanyak 64,20% perawat memiliki sikap yang kurang baik terhadap pelaksanaan terapi bermain. Kondisi yang terjadi di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan menunjukan

bahwa meskipun pengetahuan yang cukup, tetapi mereka belum memiliki sikap yang baik dalam pelaksanaan terapi bermain.

Hal ini mungkin disebabkan kurangnya motivasi mereka dalam melaksanakan terapi bermain. Sedangkan untuk dapat terlaksananya terapi bermain, faktor yang paling berperan adalah perawat itu sendiri (Darni, 2000). Selain itu pelaksanaan terapi bermain lebih banyak dijalankan oleh mahasiswa yang sedang menjalankan praktek belajar lapangan di ruangan mereka, sehingga sikap responden terhadap terapi bermain masih kurang.

b. Faktor Pendukung

Hasil penelitian menujukan bahwa fasilitas terapi bermain dalam kategori tidak lengkap sebanyak 24 responden (80%), hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darni (2000) tentang: Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Pelaksanaan Aktivitas Bermain di Ruang A1 dan Cempaka RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, yang menunjukan bahwa sarana dan fasillitas bermain di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tidak lengkap (35,7%). Manajemen rumah sakit (prosedur tetap) dalam kategori tidak mendukung berjalannya terapi bermain (100%). Hal ini menyebabkan pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan belum optimal.

Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-alat bermain yang sesuai dengan

tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas bermain (Wong, 2008). Dengan demikian, hal ini menunjukan dengan berkurangnya faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi bermain akan sejalan dengan sikap perawat yang kurang dalam melaksanakan terapi bermain tersebut sebanyak 17 responden (56,7%).

c. Faktor Pendorong

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa anak (pasien) memiliki respon yang baik terhadap terapi bermain 25 responden (83,3%). Hal ini menunjukkan bahwa anak sangat senang bermain meskipun kondisi mereka sakit dan lingkungan mereka asing. Selain itu, anak juga melupakan tindakan pengobatan yang menakutkan dan lingkungan rumah sakit yang asing selama perawatan. Ini sesuai dengan pendapat Wong (2008), bahwa beberapa manfaat bermain di rumah sakit adalah memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi bagi anak.

Pihak keluarga pasien (anak) juga sangat merespon terhadap pelaksanaan terapi bermain sebanyak 20 responden (66,7%). Ini menunjukan bahwa orang tua juga terlibat dalam pelaksanaan terapi bermain anak yang sedang dirawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wong, 2008) bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam aktivitas bermain anak.

Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya.

Selain itu pihak dari rumah sakit juga merespon berjalannya terapi bermain RSUP dr. Pirngadi Medan sebanyak 19 responden (63,3%). Artinya, pihak rumah sakit tidak melarang pelaksanaan terapi bermain, meskipun belum adanya prosedur tetap tentang pelaksanaan terapi bermain anak. Menurut peneliti bahwa pihak rumah sakit masih bergantung pada aktivitas dan tugas wajib mahasiswa yang sedang menjalankan praktek belajar lapangan dalam melaksanakan terapi bermain anak di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya tenaga perawat dan tingginya beban kerja perawat, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk melaksanakan terapi bermain.

Kurangnya sosialisasi dan ketegasan dari kepala ruangan kepada perawat tentang pelaksanaan prosedur terapi bermain juga menunjukan bahwa pelaksanaan terapi bermain oleh perawat kurang maksimal. Hal ini dibuktikan dengan terdapat 26,7% responden menyatak kepala ruangan tidak pernah mensosialisasikan pprosedur terapi bermain (tabel 6).

d. Faktor-Faktor Lainnya

Meskipun telah dibahas dalam faktor pendukung, akan tetapi berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden terdapat faktor lain yang yang

mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan, yaitu 10 responden (33,3%) menyatakan prasarana belum disediakan oleh pihak rumah sakit, dikarenakan keterbatasan ruangan di ruang rawat inap anak, perlu juga ditambahkan bahwa, berdasarkan hasil observasi terlihat tata ruang anak serta fasilitas permainan anak yang tidak tertata dengan baik. Wong (2008) menyatakan bahwa untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Faktor lainnya adalah sebanyak 1 responden (3,3%) menyatakan waktu khusus untuk terapi bermain. Whaley & Wong (2004) menyebutkan tehnik bermain untuk anak yang dirawat di rumah sakit adalah dengan menyediakan alat mainan yang merangsang anak bermain dan memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bermain dan menghindari interupsi dengan apa yang dilakukan anak. Selain itu sebanyak 1 responden (3,3%) menyatakan usia anak mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supartini (2004), bahwa faktor yang mempengaruhi terapi bermain pada anak yang pertama adalah tahap perkembangan anak. Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Selain faktor-faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di ruang rawat inap anak yang telah diisi oleh responden di atas, peneliti berasumsi kemungkinan adanya faktor lain lagi yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain oleh perawat, misalnya ada tidaknya jasa (fee) kepada perawat,

reward, pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas terhadap asuhan keperawatan anak khususnya terapi bermain, ataupun hal lain yang memberikan motivasi kepada perawat agar mereka melaksanakan terapi bermain kepada pasien dengan maksimal. Hal ini perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap faktor- faktor tersebut.

Dokumen terkait