• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian dari data demografi menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami stres perkuliahan berusia 20 - 21 tahun sebanyak 63 orang (70,0%), suku Batak sebanyak 56 orang (62,2%). Mayoritas responden mengalami stres ujian berdasarkan tempat tinggal yaitu rumah kos sebanyak 62 orang (63,3%), dan jalur masuk PTN yaitu SNMPTN sebanyak 47 orang (48,0%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwati (2012) mengenai tingkat stres akademik pada mahasiswa reguler angkatan 2010 fakultas ilmu keperawatan Universitas Indenesia menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengalami stres akademik berusia 19 tahun sebanyak 51,0%. Stuart dan Laraia (2005) menyatakan usia berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping. Siagian (2002) juga mengatakan bahwa semakin lanjut usia seseorang akan meningkatkan kedewasaan secara taknis dan psikologisnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahbubah (2006) menunjukkan bahwa usia 20-29 tahun sebanyak 64,9% mengalami siklus menstruasi tidak normal. Benson & Pernoll (2008) mengatakan bahwa faktor usia dapat mempengaruhi variasi panjang siklus menstruasi. Wiknjosastro, (2005) juga mengatakan bahwa panjang pendeknya siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia, aktifitas fisik, dan tingkat stres. Johnson, (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa wanita usia reproduksi memiliki masalah dengan menstruasi yang abnormal seperti syndrom premenstruasi, perdarahan yang berlebihan, dismenorea, dan menstruasi yang tidak teratur. Namun, hasil penelitian yang

dilakukan oleh Mohammad, (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara siklus menstruasi, usia, BMI, dan stres, di mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa berusia 20 – 25 tahun sebanyak 39,8% memiliki siklus menstruasi normal.

Hasil penelitian didapatkan jumlah mahasiswi SI Keperawatan Reguler Jalur A USU mayoritas responden mengalami stres sedang saat ujian sebanyak 68 orang (69,4%). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dayfiventy (2012) menunjukkan bahwa mahasiswa SI Keperawatan Reguler KBK USU mengalami stres saat ujian sebanyak 75,8%.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini (2011), menunjukkan bahwa dari 320 responden diperoleh sebanyak 75,28% mahasiswa keperawatan Universitas Andalas mengalami stres sedang. Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnae (2010), dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stres yang paling banyak dialami oleh mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah stres ringan sebanyak 62 responden (84,93%).

Stres yang ringan yang dialami oleh seseorang dapat memotivasi proses pembelajaran. Sedangkan menurut Potter & Perry (2005) tingkat stres yang sedang sampai dengan berat dapat menghambat pembelajaran. Hal ini dapat menurunkan kapasitas seseorang yang menyebabkan ketidakmampuan memperhatikan (konsentrasi) atau mengerjakan sesuatu, seperti tugas perkuliahan atau ujian. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jenis stressor dan efek stres yang dialami oleh tiap individu berbeda sehingga respon yang ditimbulkan baik dari kondisi psikologis, fisiologis maupun prilaku juga akan berbeda pula. Menurut Rasmun (2004), setiap individu akan mendapat efek stres yang

berbeda-beda. Ringan, sedang, dan beratnya jenis stres yang dialami oleh individu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu perkembangan kepribadian dan pengalaman (Sunaryo, 2004). Dimana tipe kepribadian A merupakan tipe kepribadian yang cenderung untuk mengalami stres (Santrock, 2003).

Stres yang dialami mahasiswi SI Keperawatan Reguler Jalur A USU merupakan stres akademik pembelajaran yaitu kurikulum berbasis kompetisi, di mana mahasiswi harus mengikuti beberapa kegiatan, dan alasan mahasiswi mengalami stres yaitu saat menghadapi ujian blok dikarenakan materi perkuliahan yang akan diuji sangat banyak, jadwal kuliah yang padat dikarenakan perkuliahan yang tidak berlangsung sesuai dengan jadwal, mengikuti ujian skill lab, dan ujian tertulis. Meskipun mereka mempunyai beban yang sama dalam menempuh pendidikan SI Keperawatan, namun tingkat stres mereka berbeda. Cara pandang yang berbeda dari setiap mahasiswi terhadap suatu peristiwa yang sama inilah menyebabkan adanya perbedaan tingkat stres. Perbedaan ini terlihat dari variasi jumlah mahasiswi yang mengalami stres ringan dan stres sedang, bahkan ada 2 mahasiswi yang mengalami stres berat. Karakteristik mahasiswa yang mengalami stres berat dapat diketahui dari jawaban responden pada kuesioner tingkat stres, mudah marah, dan mudah merasa kesal. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat. Cohen, (1996 dalam Sundberg, dkk 2007) dan Siswanto (2007) mengatakan bahwa stres yang berkepenjangan dapat mempengaruhi sistem imun (kekebalan tubuh) dan menjadi faktor pencetus terjadinya kanker.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah seluruh mayoritas responden mempunyai pola menstruasi normal yaitu berada pada rentang 21-35 hari

sebanyak 138 orang (73,4%) dan mayoritas mempunyai lama menstruasi 3-7 hari sebanyak 148 orang (78,7%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukraini, (2010) menunjukkan bahwa mayoritas pola menstruasi berada pada siklus menstruasi 21-35 hari sebanyak 119 orang (87,8%). Namun dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswi SI Keperawatan USU, pada tabel 5.3 menunjukkan ada beberapa mahasiswi yang mengalami polimenorea yaitu sebanyak 35 orang (18,6%) dan oligomenorea sebanyak 15 orang (8,0). Hal ini dapat terjadi karena pola siklus menstruasi sangat bervariasi baik antara perempuan maupun dalam individu itu sendiri. Kisaran normal lama satu siklus adalah 21-35 hari dan ukuran lama siklus yang paling ideal adalah 28 hari. Namun banyak penelitian yang menunjukkan bahwa hanya dua pertiga dari seluruh perempuan yang memiliki lama siklus seperti itu (Millatza 2009). Hal ini dapat terjadi karena panjang pendeknya menstruasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik dan gizi (Octaria, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah seluruh mayoritas responden berdasarkan gambaran siklus menstruasi yaitu normal sebanyak 106 (56,4%) responden. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahbubah (2006) tentang hubungan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada wanita usia 20-29 tahun di Kelurahan Sidoarjo Kecamatan Pacitan juga menunjukkan bahwa mayoritas dari 75 responden memiliki siklus menstruasi yang normal sebanyak 64,9%.

Hasil penelitian juga menunjukkan jumlah seluruh mayoritas mahasiswi yang mengalami gambaran siklus menstruasi tidak normal (abnormal) tidak jauh berbeda dengan gambaran siklus menstruasi normal yaitu sebanyak 82 (43,6%)

responden. Siklus menstruasi yang tidak normal (abnormal) dapat terjadi dikarenakan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor stres. Hasil penelitian Joseph (1997) mengatakan bahwa stres memiliki dampak yang merugikan pada keseimbangan hormon yang dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Hasil penelitian Chrousos (1998) menambahkan bahwa sewaktu stres terjadi aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal bersama-sama dengan sistem saraf autonom menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya pada sistem reproduksi yakni siklus menstruasi yang abnormal.

Hasil analisa data yang dilakukan dengan sistem komputerisasi menggunakan uji korelasi spearman dengan nilai signifikansi (α) 0,05 atau tingkat kepercayaan 95 %, di peroleh nilai p = 0,022 dan nilai korelasi spearman r = 0,167. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara tingkat stres terhadap gambaran siklus menstruasi pada mahasiswi SI Keperawatan Reguler Jalur A Universitas Sumatera Utara. Namun, nilai korelasi spearman antara tingkat stres dengan gambaran siklus menstruasi sangat lemah, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor jumlah reponden, karena banyak sedikitnya responden dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Pengaruh tingkat stres terhadap pola siklus menstruasi melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem berperan dalam reproduksi wanita. Pada keadaan stres terjadi aktivasi amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan

menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah. Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Dari yang tadinya siklus menstruasinya normal menjadi oligomenorea atau polimenorea. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stres yang ada bisa diatasi (Universitas Sriwijaya 2009 dalam Antono 2012).

Dokumen terkait