BAB 5 Hasil Penelitian Dan Pembahasan
2. Pembahasan
Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi kualitas tidur perawat ketika tidak bertugas malam dan ketika bertugas malam dengan parameter tidur di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Sidikalang.
2.1 Kualitas Tidur Perawat Ketika Tidak Bertugas Malam
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006).
Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup dari tidur NREM dan REM. Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kualitas tidur perawat dapat di identifikasi dari beberapa parameter tidur dan dalam penelitian ini parameter tidur meliputi waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur, total jam tidur, frekuensi terbangun, perasaan segar saat bangun, kedalaman tidur, kepuasan tidur, dan konsentrasi dalam melakukan aktivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar waktu yang di butuhkan untuk tertidur 16-30 menit (45%), total jam tidur 6-7 jam (54%), frekuensi terbangun 1-2 kali (44%), kepuasan tidur sedang (49%), perasaan
responden ketika bangun tidur merasa sedikit mengantuk (48%), kedalaman tidur yaitu tidur dan terbangun beberapa kali (35%) dan konsentrasi responden dalam melakukan aktivitas yaitu cukup berkonsentrasi (48%).
Malam hari adalah waktu yang terbaik untuk tidur ini bukanlah masalah kebiasaan bahwa orang yang bekerja di siang hari akan tidur di malam hari, namun secara alamiah terlihat bahwa siang hari lebih cocok untuk bekerja dan malam hari digunakan untuk beristirahat atau tidur. Menurut Prijaksono (2006)ditinjau dari pengaturan tidur, ritme sirkandian memberikan sensasi segar pada jam-jam tertentu.biasanya rangsangan ini mencapai puncak pada pukul 9 pagi sampai 9 malam, sehingga waktu tidur siang tidak akan seefektif tidur malam.
Dan hal ini juga disebabkan karena tidur dimalam hari merupakan waktu yang ideal, karena secara alamiah tubuh mengeluarkan hormone melatonin yang diproduksi oleh pineal body yang membantu tubuh untuk tidur, oeh karena itu tidur tidur disiang hari tidak sepulas dimalam hari.
2.2 Kualitas Tidur Perawat Setelah Bertugas Malam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas waktu yang dibutuhkan oleh perawat setelah bertugas malam untuk tertidur 16-30 menit (41%) dan lebih dari 60 menit (29%), hal ini disebabkan sulit untuk memulai tertidur pada pagi hari dan siang hari walaupun pekerjaan sudah selesai, ini dapat terjadi akibat jam biologis pada waktu pagi siang membuat seseorang selalu alert(terjaga) selain itu ada gangguan lain untuk melakukan aktivitas tidur, keadaan suhu lingkungan
yang panas, penerangan dan kebisingan juga mempengaruhi tidur sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulai tidur (Kozier &Erb, 2004).
Dari hasil penelitian didapati total jam tidur perawat ketika bertugas malam kurang dari 5 jam (80%), hal ini disebabkan individu yang bertugas pada malam hari hanya dapat tidur 3-4 jam karena irama jam biologis merasa bahwa waktu tersebut adalah waktu untuk beraktivitas (Perry &Potter, 2001, Asmadi, 2008). Dan hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Dzauji (2000, dalam Wijaya dkk, 2006) bahwa pekerja yang menjalani shift akan kehilangan 15-20% waktu total jam tidur. Dengan bekerja shift, perawat juga dapat mengalami stimuli fisik dan sosial yang berasal dari sumber eksternal yang berlawanan dengan ritme sirkadian tidur dari siang ke malam.
Frekuensi terbangun 1-2 kali (36%) dan lebih dari 5 kali (32%), kedalaman tidur yaitu tidur sebentar dan sering terbangun (42%). Keadaan ini menunjukkan individu tidak dapat mempertahankan tidurnya. Hal ini beralasn ditinjau dari pengaturan tidur, ritme sirkandian memberikan sensasi segar pada jam-jam tertentu.biasanya rangsangan ini mencapai puncak pada pukul 9 pagi sampai 9 malam, sehingga waktu tidur siang tidak akan seefektif tidur malam (Prijaksono, 2006).
Responden melaporkan bahwa kepuasan tidur yang dirasakan ketika bertugas malam sedang (33%) dan tidak merasa puas (35%), perasaan responden ketika bangun tidur merasa sedikit mengantuk (55%), hal ini menunjukkan tidak terpenuhinya total jam tidur selama 24 jam. Indikator tercukupinya pemenuhan kebutuhan tidur seseorang adalah kondisi tubuh waktu bangun tidur, jika setelah
bangun tidur merasa segar berarti pemenuhan kebutuhan tidur telah tercukupi (Potter & Perry, 2006).
Sebanyak 41% responden mengatakan cukup berkonsentrasi dalam melakukan aktivitas dan kurang berkonsentrasi sebanyak 35%. Rasa kantuk akibat kekuranggan tidur dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi, terganggunya suasana hati seperti emosional, mudah marah dan tersinggung, mudah cemas dan depresi, memperburuk daya tahan tubuh, selalu lelah, penurunan fungsi koordinasi dan mengganggu penampilan (Kozier,Erb, Berman, Snyder, 2004).
Hasil penelitian ini juga sesuai denga penelitian yang dilakukan oleh Padula dan De Abrau (2012) yang meneliti tentang kualitas tidur dan kantuk pada pekerja shift di brazil yang melibatkan 94 responden yaitu pekerja shift 75 responden laki-laki dan 19 responden perempuan. Dan didapatkan hasil sebanyak 63,1 responden perempuan memiliki kualitas tidur yang buruk dan 26,3 % mengalami berbagai macam ganguan tidur sedangkan 64% responden laki-laki memiliki kualitas tidur yang buruk dan 12% mengalami berbagai macam gangguan tidur.
Penelitian yang dilakukan Lestari (2009) yang melibatkan 25 responden pekerja shift, yaitu sebanyak 17 orang (68%) responden saat menjalani shift pagi memiliki kualias tidur yakni kedalaman tidur yang baik sedangkan 16 orang (64%) responden saat menjalani shift malam memiliki kualitas tidur dengan kedalaman tidur yang buruk saat menjalani shift.
Penelitian sebelumnya yang meneliti tentang kualitas tidur perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo pada 75 perawat (68 perawat shift dan 27 perawat non shift) menunjukan bahwa pada kelompok perawat shift paling banyak memiliki kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 64.7% sedangkan pada kelompok perawat non shift memiliki kualitas tidur baik sebanyak 81.5%. Hal ini menunjukan bahwa perawat yang bekerja dengan penerapan shift lebih banyak memiliki gangguan kualitas tidur dibandingkan perawat yang non shift (Safitrie, 2013).