• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil

Bagian ini akan diuraikan tentang pembahasan hasil penelitian dengan konsep atau teori yang ada, perbandingan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berhubungan dengan pengalaman ibu usia remaja dalam menjalani inisiasi menyusu dini di RSUD Kota Padangsidimpuan. Bagian ini akan membahas mengenai keseluruhan tema yang didapatkan dari hasil penelitian. 1. Memposisikan bayi di atas dada

a. Meletakkan bayi di atas dada

Partisipan mengatakan bahwa cara memposisikan bayi di atas dada ibu, bayinya diletakkan langsung di atas dada saat inisiasi menyusu dini setelah di lap darah yang masih nempel di kulit si bayi. Partisipan juga mengatakan bahwa meletakkan bayi langsung di atas dada sebelum dibedong dan ditimbang. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Chomaria (2011) bahwa inisiasi menyusu dini harus di lakukan langsung diletakkan di atas perut ibu saat bayi lahir, tanpa boleh di tunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh di bersihkan hanya di keringkan, kecuali bagian tangannya. Proses ini harus skin to skin antara bayi dan ibu.

Hal ini sesuai dengan konsep Roesli (2012) mengungkapkan bahwa inisiasi menyusu dini dilakukan dengan cara meletakkan bayi di atas perut atau di dada ibunya segera setelah lahir sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang dialami partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada yaitu bayi yang baru lahir diletakkan di atas perut atau dada segera sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu tanpa harus menimbang, mengukur bayi dan membedong bayi.

b. Meletakkan tengkurap di atas dada

Dua partisipan mengatakan bahwa meletakkan bayi yang ditengkurapkan di atas dada dengan posisi miring menghadap ke arah ibu dan tali pusat sudah dipotong untuk memudahkan bayi menyusu dini. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Soetjiningsih (2007) bahwa bayi diletakkan di dada ibunya dengan posisi tengkurap dimana telinga dan lengan bayi berada dalam satu garis sehingga terjadi kontak kulit dan secara alami bayi akan mencari payudara ibu dan mulai menyusu.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang dialami partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada yaitu menyusu dini merupakan suatu rangkaian kegiatan dimana bayi ditengkurapkan di atas dada, tali pusat dipotong untuk memudahkan bayi menyusu dini.

2. Manfaat saat menyusu dini

a. Adanya ikatan batin dengan bayinya

Dua orang partisipan merasakan adanya ikatan batin (bonding) ibu dengan bayinya saat menyusu dini. Hal ini sesuai dengan konsep Roesli (2012)

bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama.

Hal ini sesuai dengan penelitian Nelson (2005) bahwa bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua dan bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan cara mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama akan mempermudah jalinan batin.

Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini sesuai dengan konsep dan hasil penelitian yang ada yaitu dengan menyusu dini ibu merasa adanya ikatan batin dengan bayinya sehingga mereka jadi mudah bekerja sama melakukan kegiatan menyusui untuk pertama kalinya.

b. Lebih dekat dengan bayinya

Tiga orang partisipan merasakan adanya kedekatan antara ibu dan anak. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bobak et al (2004) dimana konsep ibu remaja yang berperan menjadi orang tua ibu merasakan lebih dekat dengan bayi jika melakukan inisiasi menyusu dini.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang dialami partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada dimana ibu merasakan lebih dekat dengan bayi saat menyusu dini.

3. Respon emosional saat menyusu dini a. Respon senang

Dua dari delapan partisipan merasakan senang dan bahagia saat menyusu dini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roesli (2008) ibu merasa bahagia dengan kelahiran anak pertamanya bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam keadaan inisiasi menyusu dini.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bobak et al (2004) mengungkapkan kebahagiaan ibu remaja dan merasakan adanya kedekatan antara ibu dan bayi ketika melakukan inisiasi menyusu dini. Hal ini dimungkinkan karena ibu remaja telah menerima bayi yang dilahirkan dan mampu bertangung jawab terhadap bayinya.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada dimana ibu merasa senang dan bahagia ketika menjalani inisiasi menyusu dini karena merupakan anak yang pertama dan dinanti-nanti kelahirannya.

b. Respon takut, kaget, deg deg an dan perasaan aneh

Lima orang partisipan merasakan respon takut jatuh, kaget, deg-deg an, aneh ketika melakukan inisiasi menyusu dini. Hal ini partisipan mengungkapkan responnya selama melakukan inisiasi menyusu dini bersifat sesaat yang hanya dirasakan ketika inisiasi menyusu dini. Hal ini sesuai dengan penelitian Tucker (2011) bahwa ibu remaja telah dapat menerima peran sebagai ibu yang bertanggung jawab dan perhatian terhadap bayi baru lahir, dimana ibu

remaja dipengaruhi oleh adanya dukungan anggota keluarga yang memiliki pengalaman berhasil dalam inisiasi menyusu dini.

Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Hamilton (2005) bahwa pada kondisi ibu yang tidak nyaman sangat diharapkan dukungan dan semangat untuk mengurangi respon cemas dan takut. Dimana suami sebagai orang terdekat juga dapat memberikan rasa aman dan tenang selama proses menyusu dini.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada dimana ibu mengalami respon takut awal menyusu dini sehingga diperlukan dukungan dan semangat orang terdekat. 4. Respon bayi saat menyusu dini

Dari 8 partisipan tersebut ibu mengalami respon bayi saat menyusu dini, yaitu: bayi diam, bayi mengeluarkan suara, bayi mengeluarkan air liur, bayi mulai bergerak ke arah payudara dan menghisap puting ibu.

a. Bayi diam

Partisipan mengungkapkan respon bayi saat awal menyusu dini setelah bayi diletakkan di atas dada bayi diam, tenang dan berhenti menangis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gupta (2007) bahwa bayi yang menyusu segera setelah lahir belum menunjukkan kesiapan untuk menyusu, dimana bayi diam dan tenang, belum menunjukkan kesiapan untuk menyusu. Refleks menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian WABA (2007) bahwa awal inisiasi menyusu dini, ibu dan bayi menjadi lebih tenang, frekuensi menangis kurang

sehingga mengurangi pemakaian energi. Hal ini akan membantu pernapasan dan bunyi jantung lebih stabil.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dimana ibu merasakan bayinya diam, tenang dan berhenti menangis karena bayi dalam keadaan siaga pada awal bayi diletakkan di atas dada ibu.

b. Bayi mengeluarkan suara

Partisipan mengungkapkan respon bayi setelah bayi diletakkan di atas dada bayi diam, tenang dan berhenti menangis beberapa menit kemudian bayi mengeluarkan suara. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Roesli (2007) antara 30- 40 menit, mengeluarkan suara, memasukan tangan ke mulut dan gerakan menghisap. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibunya.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep yang ada dimana ibu merasakan bayinya mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum karena bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya dan akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

c. Bayi mengeluarkan air liur

Partisipan mengungkapkan respon bayi mengeluarkan air liur karena menyadari bahwa disekitarnya ada makanan, mulutnya terbuka dan menjilati tangannya. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Depkes RI (2008)

bahwa saat menyadari ada makanan di sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liurnya

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang ada merasakan bayinya mengeluarkan air liur karena menyadari bahwa ada makanan disekitarnya.

d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara

Respon bayi mulai bergerak ke arah payudara setelah mengeluarkan air liurnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nelson (2005) bahwa sifat dan prilaku bayi jalinan saling berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan halus ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk mengadakan kontak mata dan mengarah ke payudara.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian WABA (2007) Bayi memulai dengan menyentuh dan memijat payudara. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas payudara ibu, akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan dimulainya pengeluaran air susu ibu serta menimbulkan perasaan kasih sayang pada bayi. Dilanjutkan dengan penciuman, emutan dan jilatan lidah bayi pada puting susu, akhirnya bayi akan meraih payudara dan meminumnya.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Roesli (2008) bayi akan bereaksi dan akan berprilaku, dengan diberi rangsangan sentuhan oleh ibu, dia akan bergerak di atas perut ibu ke arah payudara.

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep dan hasil penelitian sebelumnya dimana ibu merasakan bayinya mulai bergerak ke arah payudara dimana aerola merupakan sasaran bagi bayi untuk bergerak ke arah payudara dan mulai meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.

e. Bayi menghisap puting

Delapan partisipan mengungkapkan respon prilaku bayi mulai menghisap puting, menggulum puting dan melekat dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori Roesli (2008) bahwa bayi menemukan putting susu, refleks mencari putting (rooting) melekat dengan mulut terbuka lebar dan membiarkan bayi dalam posisi skin to skincontact sampai proses menyusu pertama selesai.

Hal ini sesuai dengan penelitian Righard (1990) bahwa Ketika bayi lahir memiliki kemampuan untuk merangkak mendekati payudara ibunya dan menghisap putting. Dalam satu jam pertama bayi langsung di tengkurapkan di atas perut dan dada ibu, umumnya berhasil menemukan payudara dan menghisapnya dalam waktu 50 menit setelah lahir tanpa bantuan dari siapapun

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana kurang lebih 1 jam ibu merasakan bayinya menemukan puting, menjilat, mengulum puting membuka mulut lebar dan melekat dengan baik.

4.2.2 Hambatan dan sumber dukungan Ibu usia remaja saat menyusu dini Selain keempat tema yang diperoleh dari hasil analisa wawancara dengan partisipan, ada hambatan dan sumber dukungan yang diperoleh ibu usia remaja saat menjalani inisiasi menyusu dini. Adapun hambatan ibu usia remaja, yaitu: asi sedikit, takut kedinginan, mitos kolostrum, kebiasaaan suntik vitamin K terlebih dahulu. Sumber dukungan yang diperoleh ibu, yaitu berasal dari sumber internal (suami dan keluarga), dan sumber eksternal (petugas kesehatan).

1. Hambatan saat menyusu dini

Hambatan yang dialami partisipan saat menyusu dini, yaitu sebagai berikut:

a. Asi sedikit

Dua dari delapan partisipan mengatakan bahwa Asi ibu akan sedikit keluar karena putingnya masuk kedalam sehingga menghambat ibu untuk melakukan inisiasi menyusu dini. Dokter menyarankan supaya inisiasi menyusu dini karena dengan menyusu dini akan merangsang produksi Asi dan puting bisa ditarik biar nampak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Hmm, ASI ku nya sedikit keluar kak, takut nggak puas nanti bayi ku kak. Karena puting ku pun kak nggak keluar itu, agak kedalam maksud ku kak...”(Partisipan 1)

“...Ngeluh sih kak, sedikit pula keluar Asi ku kak, makanya IMD kata dokter itu biarterangsang Asi nya keluar...”(Partisipan 6)

Menurut konsep Roesli (2012) bahwa kontak skin to skin dapat membantu untuk mengatasi permasalahan inisiasi menyusu dini. Waktu yang digunakan untuk melakukan kontak skin to skin sebelum menyusui,

ternyata dapat mengurangi stres dan menurunkan tekanan darah ibu. Kontak

skin to skin dapat membantu meningkatkan angka produksi ASI. Ada dua

faktor hormonal yang mempengaruhi sedikit banyaknya produksi ASI adalah prolaktin dan oksitosin. Prolaktin sendiri sangat berpengaruh terhadap produksi ASI sedangkan untuk hormon oksitosin berpengaruh terhadap proses pengeluaran ASI.

Menurut konsep Soetjiningsih (1997) bahwa payudara yang masuk kedalam bisa dipompa terlebih dahulu agar lebih lunak dan bayi dapat menyusu dengan baik.

b. Takut kedinginan

Satu dari delapan partisipan mengatakan bahwa takut bayinya kedinginan karena bayinya tidak langsung dibedong. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Heran iba tong kak dibaen langsung diginjang dada niba kak anak niba on sip halai soni inda dipajelas halai kak, asi inda dibedong langsung nirohakku kak mabiar iba ngali-ngalian baya kak pala dibaen langsung ginjang dada niba kak...” (Heran aku kak diletakkan langsung di atas dada ku kak, kenapa lah nggak dibedong langsung pikir ku kak, takut aku kedinginan kak kalau diletakkan langsung di atas dada kak...”(Partisipan 2)

Menurut konsep Roesli (2012) bahwa kulit ibu berfungsi sebagai inkubator dan merupakan thermoregulator bagi bayi. Suhu kulit ibu 1° celcius lebih tinggi dari ibu yang tidak bersalin. Apabila pada saat lahir bayi mengalami hipothermi, dengan terjadi skin to skin contact secara otomatis suhu kulit ibu akan meningkat 2° celcius. Sebaliknya apabila bayi mengalami hipethermi, suhu kulit ibu akan turun 1° celcius.

c. Mitos kolostrum

Partisipan mengatakan bahwa awalnya ngeluh, tidak percaya kolostrum bagus untuk kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Awalnya ngeluh gitu kak, Asi yang pertama netes itu kan kak apa sih namanya, yang kolostrum itu kak itu mau ku buang itu loh kak ku pikir nggak bagus karena warnanya kuning, bau nya pun ntah apa...”(Partisipan 3)

“...Awalnya janggal kurasa kak, nggak percaya gitu aku Asi yang pertama itu rupanya bagus untuk kesehatan bayi, ku pikir nggak bagus kak, harus dibuang karena kuning dia itu keluar agak lain pula aroma nya kak...” (Partisipan 7)

Menurut hasil penelitian WABA (2007) bahwa bayi akan mendapatkan kolostrum (Liquid Gold) untuk minuman pertama yang merupakan hadiah kehidupan (The gift of live). Meskipun volumenya sedikit, tetapi sangat baik untuk bayi baru lahir. Kolostrum mengandung banyak zat kekebalan aktif, antibodi dan banyak protein protective. Zat kekebalan yang diterima bayi pertama kali akan melawan banyak infeksi. Hal ini akan membantu bayi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Menurut konsep Roesli (2008) bahwa kolostrum mengandung faktor pertumbuhan akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan usus bayi dan mengefektifkan fungsinya.

d. Kebiasaan suntik vitamin K terlebih dahulu

Dua dari delapan partisipan mengatakan bahwa bayi harus disuntikkan vitamin K dan obat tetes mata terlebih dulu sebelum menyusu dini. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Pertamanya langsung ditarok aja ku lihat kak di atas dada ku belum lagi ada disuntik kan vitamin sama obat tetes mata itu kak. kan ada itu biasanya kak dikasih vitamin K itu kak...”(Partisipan 5 )

“...Ngeluh juga aku kak habis lahir kan bayinya biasanya harus disuntik itu langsung vitamin K baru lah dikasih tetes mata, itu yang pernah ku lihat kak walaupun lahirnya di tempat bidan...”(Partisipan 8)

Menurut konsep Roesli (2012) bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya tindakan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri.

2. Sumber dukungan ibu saat menyusu dini

Partisipan mengatakan bahwa saat inisiasi menyusu dini memperoleh dukungan dari berbagai sumber. Dukungan tersebut berasal dari sumber internal dan eksternal.

a. Sumber Internal

Sumber dukungan yang Diperoleh Ibu Remaja dalam menjalani inisiasi menyusu dini berasal dari sumber internal yaitu meliputi keluarga partisipan, yaitu orangtua, suami, mertua. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Datang suami ku dibuat ajalah yang dibilang dokter itu, lagian udahnya dijelaskannya, jangan bandel kau biar lebih sehat nya ini anak kita, gitu lah katanya kak, nurut aja lahku kak...” (Partisipan 1)

“...Natardokkon inda ra kak, ro suami ku kak dielek elek ia baya mabiar ia nakkon nikku, dikira ia sanga hakkasan bage au, ima dokkon ia kak naron na barusan idokkon dokter i tangion soni, ita baen ma sesuai anjuran ni dokter i dah dek ulang manjogal adek dah, harana tu keselamatan ni anak nita don, on ajo mon kak anggi ni kakaki boh...”(Nggak terbilang nggak mau aku kak, udah dibujuk bujuk suami ku kak, takut dia nggak mau aku kak, dipikirnya aku risih kak, apa yang dibilang dokter itu dengar ya dek, mau lah kita apa yang dianjurkan dokter itu jangan bandel adek untuk keselamatan anak kita juga nya, gitu lah dia ngomong kak) (Partisipn 7)

“...Mertua sama suami saya kak, mereka yang menyarankan saya partus di

rumah sakit dan supaya bisa mendapatkan pelayanan yang bagus, gitu

katanya kak...”(Partisipan 3)

b. Dua partisipan mengatakan bahwa mereka juga mendapat dukungan dari dokter, bidan dan perawat (sumber eksternal). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

“...Dokter itu kak, asisten dokter itu juga kak, ada perawat, bidannya lah, orang yang di ruangan itu lah kak yang menyarankan supaya bayi nya diletakkan di atas dada ku supaya lama menyusu nanti ibu. Gitu lah dibilang orang itu kak...”(Partisipan 2)

“...Petugas kesehatan di rumah sakit umum itu lah kak, mereka membimbing

saya kak habis melahirkan terus bayi nya diletakkan di atas perut saya kak

sampai bayi bisa hisap puting susu saya dan bisa menyusu sendiri

kak...”(Partisipan 6)

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mularsih (2011), bahwa pelaksanaan inisiasi menyusu dini sangat memerlukan dukungan dari suami ataupun keluarganya dimana dukungan tersebut sangat dibutuhkan oleh ibu menyusu dini. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Roesli (2008) bahwa dukungan Keluarga dan suami sangat berperan dalam melaksanakan inisiasi menyusu dini. Dukungan keluarga diperlukan untuk ketentraman ibu. Nasehat dari orang yang berpengalaman akan membantu keberhasilan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lee., Long, & Boore (2009)

menunjukkan bahwa suami adalah pendukung utama dalam keluarga selanjutnya ibu kandung dan ibu mertua melengkapi dukungan.

Dua partisipan mengatakan bahwa mereka juga mendapat dukungan dari dari dokter, bidan dan perawat (sumber eksternal). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (1997) beberapa tenaga kesehatan yang dapat berpengaruh terhadap perlakuan inisiasi menyusu dini adalah perawat, bidan dan dokter untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada sarana pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yulianty (2010) dukungan tenaga kesehatan diwujudkan dengan pemberian informasi, melatih keterampilan, dan tindakan tenaga kesehatan terhadap Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman partisipan dalam penelitian ini sesuai dengan teori dan hasil penelitian sebelumnya dimana ibu memperoleh dukungan dari berbagai pihak, baik pihak keluarga dan pihak tenaga kesehatan sehingga memperlancar proses inisiasi menyusu dini

Dokumen terkait