• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.3. Pembahasan

5.3.1 Analisa Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jumlah penghasilan. Karakteristik seseorang seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan lainnya termasuk dalam faktor predisposisi, dan menurut Lawrence Green bahwa perilaku kesehatan akan dipengaruhi oleh faktor predisposisi tersebut. Demikian juga dengan pengetahuan demam dan cara

mengatasinya oleh seorang ibu akan dipengaruhi oleh faktor predisposisi dari ibunya.

Dalam penelitian ini, sebanyak 57,5% responden termasuk dalam kelompok umur 30-40 tahun (Tabel 5.1), yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 1.000.000 sebanyak 19 orang (23,8%) (Tabel 5.4), sebanyak 53 orang (66,3%) responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga (Tabel 5.3), dan menurut tingkat pendidikan (Tabel 5.2) terbanyak pada kelompok pendidikan sedang yaitu sebanyak 37 orang (46,3%).

5.3.2 Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Demam dan Penatalaksanaanya Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoadmotjo, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang demam; baik cara pengukuran demam, suhu normal tubuh, suhu tubuh dikatakan demam, sumber informasi, suhu optimal pemberian antipiretik, jenis antipiretik, lama kerja obat antipiretik, dosis antipiretik, sumber informasi mengenai obat antipiretik, tindakan pengompresan, pengobatan tradisional yang dapat menurunkan demam. Hasil penelitian diperoleh bahwa 12 orang (70,6%) ibu dari tingkat pendidikan tinggi berpengetahuan baik. Sementara 23 orang (50,0%) ibu dari tingkat pendidikan sedang berpengetahuan sedang dan 7 orang (41,2%) ibu dari tingkat pendidikan rendah berpengetahuan kurang.

Pada penelitian Parmar, di Mumbai hanya 15% keluarga yang memiliki termometer di rumahnya sehingga pemeriksaan suhu anak hanya dilakukan dengan menggunakan perabaan tangan. Pada penelitian ini menunjukkan 45% ibu mengukur suhu tubuh anak menggunakan termometer, 35% ibu mengukur suhu tubuh anak menggunakan perabaan tangan di dahi dan sebanyak 20% ibu mengukur suhu tubuh pada anak menggunakan perabaan tangan di leher.

Penelitian Craig menunjukkan bahwa pengukuran suhu di ketiak (aksila) paling banyak dilakukan oleh orangtua, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, didapatkan pengukuran termometer diletakkan di ketiak (aksila) sebanyak 46,3%, di mulut sebanyak 28,5%, di anus 2,5%, di telinga 3,8%, dan sebanyak 18,8% tidak tahu meletakkan dimana termometer untuk mengukur suhu. Menurut AAP, suhu rektal merupakan nilai yang paling mendekati suhu dalam tubuh sebenarnya, suhu tubuh yang diukur dari mulut (oral) ataupun di ketiak (aksila) akan lebih rendah 0,5-0,8°C. Menurut Lubis, pengukuran suhu melalui telinga tidak dianjurkan karena dappat memberikan hasil yang tidak akurat disebabkan liang telinga masih sempit dan basah. Menurut Soedjatmiko, pengukuran suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai tingkat yang membahayakan.

Sebanyak 8,8% ibu menjawab suhu normal pada anak adalah 34-35°C, 50% menjawab suhu normal pada anak adalah 36-37°C, 28,8% ibu menjawab suhu normal pada adalah 38-39°C dan sebanyak 3,8% menjawab tidak tahu suhu normal pada anak. Menurut Breman, kisaran nilai normal suhu tubuh adalah 36,5- 37,5°C.

Penelitian di Kanada, sebagian besar orangtua menganggap suhu > 37°C adalah demam, pada penelitian ini didapatkan sebanyak 37,5% ibu menyatakan suhu dikatakan demam bila > 39°C, 31,3% ibu menyatakan > 38°C, 17,5% ibu menyatakan > 40°C, 3,8% ibu menyatakan > 37°C, dan sebanyak 10% ibu tidak tahu suhu dikatakan demam.

Hampir sebagian ibu mendapatkan informasi tentang demam dan cara mengatasinya dari orangtua sebanyak 40%, dari dokter sebanyak 23,8%, dari lingkungan sebanyak 19 orang 23,8% dan melalui media berupa televisi sebanyak 6,3%.

Berdasarkan penelitian ini diketahui sebanyak 63,8% ibu langsung memberikan obat antipiretik saat anak demam, ibu melakukan pengompresan (15%), ibu memberikan pengobatan tradisional (11,3%) dan sebanyak 10% ibu membawa anak ke dokter ketika anak demam.

Pada penelitian ini didapat 35% ibu memberikan obat antipiretik ketika suhu 39°C, ibu memberikan obat antipiretik ketika suhu 38°C (28,8%), ibu memberikan obat antipiretik ketika suhu 40°C (23,8%), dan sebanyak 11,3% ibu tidak tahu kapan memberikan obat antipiretik.

Berdasarkan penelitian ini dapat didapatkan antipiretik yang banyak diberikan ibu ke anak adalah Parasetamol diikuti Termorex®, Bodrex®, Inzana®, dan Proris®. Parasetamol adalah antipiretik yang paling banyak diberikan pada anak dan aman bila diberikan sesuai dosis. Sebanyak 42,5% ibu meyakini obat antipiretik lama kerjanya menurunkan demam dalam 2-4 jam, serta sebanyak 27,5% ibu memberikan obat antipiretik tiap empat jam jika anak demam dan diberikan tiga kali sehari (27,5%). Penelitian Crocetti, Schmitt, Blumental di Inggris, Pursell dan Kramer menunjukkan bahwa orangtua tidak mengetahui batasan demam pada anak sehingga cenderung menggunakan antipiretik yang berlebihan. Informasi mengenai obat antipiretik ini didapatkan dari dokter (41,3%), kemasan obat (38,8%), orangtua (11,3%), dan teman (8,8%).

Dari penelitian ini didapat persentase penggunaan kompres air dingin untuk menurunkan demam sebanyak 36,3%, air hangat (37,8%), air biasa (20%), alkohol (2,5%) dan sebanyak 7,5% ibu tidak mengetahui penggunaan kompres dalam menurunkan demam. Daerah pengompresan dilakukan di dahi (85%), punggung (7,5%) dan dada (3,8%). Hampir seluruh ibu tidak mengetahui efek samping dari penggunaan alkohol dalam pengompresan (61,3%). Sebanyak 47,5% ibu membawa anaknya untuk mendapatkan pertolongan medis jika pengompresan gagal menurunkan demam pada anak.

Pada penelitian ini didapatkan ibu memberikan pengobatan tradisional berupa ramuan herbal (57,5%), tanaman herbal yang dipercaya menurunkan demam anak adalah bawang merah, daun sirih, daun sambiloto, daun kembang sepatu, daun meniran, air kelapa muda, kunyit, jahe, temulawak, daun alang- alang, batang brotowali, lempuyang, dan daun alamanda. Sebanyak 41,3% ibu menggunakan tanaman herbal yang diberikan sesuai aturan dosis.

Sebanyak 56,3% ibu tidak mengetahui tanda-tanda jika pengobatan tanaman herbal gagal menurunkan demam pada anak. Dari penelitian ini

didapatkan bila pengobatan herbalis gagal menurunkan panas maka ibu akan membawa anaknya ke dokter (80%). Ibu akan membawa anaknya ke dokter bila anak demam lebih dari tiga hari (48,8%) dan anak demam lebih dari tujuh hari (35%).

Menurut Koenraadt (2006) melalui hasil penelitiannya di Thailand yang menyatakan bahwa seseorang dengan pendidikan lebih tinggi berpeluang untuk memanfaatkan banyak sarana informasi untuk meningkatkan pengetahuannya. Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan baik, pada umumnya akan lebih mudah untuk menyerap informasi baru. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Koenraadt (2006). Hal ini bisa saja terjadi karena pemilihan sample yang kurang banyak sehingga mempengaruhi hasil penelitian.

Dokumen terkait