• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada status rekam medis pasien di RSUP Haji Adam Malik, Medan untuk periode Januari hingga Disember 2009 didapatkan sebanyak 73 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dari 98 sampel.

5.2.1 Jumlah kasus mioma uteri menurut usia penderita

Dilihat dari kelompok usia penderita, pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah kasus mioma uteri terbanyak terdapat pada kelompok usia 40-49 tahun yaitu sebesar 33 kasus (45,2%),. Ini juga bertepatan dengan penelitian yang pernah dijalankan di Pusan St. Benedict Hospital (Korea), Jung et-al di Mokpo St Columban’s Hospital bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun (Ran Ok et-al, 2007). Kasus terbanyak adalah pada usia 40-49 karena kasus mioma uteri pada usia ini adalah bersesuaian untuk dilakuakn tindakan kuratif, ditambah pula dengan ukuran mioma uteri yang semakin besar.

5.2.2 Jumlah kasus mioma uteri menurut usia saat mulai haid (menarke) Dilihat dari kelompok usia menarke penderita mioma uteri didapatkan terbanyak menarke terjadi pada kelompok usia 13-15 tahun sebanyak 29 kasus (39,7%), usia dibawah 12 pula sebanyak 16 kasus (21,9%) dan usia di atas 16 tahun sebanyak 7 kasus (9,6%) dan tidak tercatat pula sebanyak 21 kasus yaitu 28,8%. Ini sedikit berbeda dengan satu penelitian yang dijalankan yang menunjukkan usia menarke yang awal yaitu dari usia 11 tahun dan ke bawah akan meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri sebanyak 25%. berbanding usia menarke 12-13 kerana semakin awal seseorang menarke maka produksi estrogen juga semakin lama sehingga pembesaran mioma uteri terjadi dengan konsisten (Baird, 2004). Hasil ini bisa berbeda dengan teori tersebut kerana data yang tidak tercatat agak tinggi yaitu sebanyak 21 kasus (28,8%) yang bisa menganggu nilai data kasus yang sebenar.

5.2.3 Jumlah kasus mioma uteri menurut kehamilan.

Jumlah kasus mioma uteri menurut kehamilan adalah tidak diketahui, hal ini disebabkan tidak ditemukan adanya data pada status rekam medis penderita karena kurang kelengkapan isi rekam medis penderita.

5.2.4 Jumlah kasus mioma uteri menurut jumlah melahirkan (paritas).

Pada kasus ini jumlah kasus mioma uteri pada wanita dengan kelompok paritas nullipara ditemukan sebesar 20,5% dan jumlah kasus mioma uteri yang terbanyak terdapat pada wanita dengan kelompok para yaitu sekitar 79,5%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Bhat dan Kumar di Katsurba Hospital (India) yaitu mioma uteri lebih banyak ditemukan pada kelompok para yaitu sebesar 95% dibanding wanita nullipara yaitu 5% (Bath et-al, 2004 yang dikutip Muzakir, 2008). Walaupun bertentangan dengan teori faktor resiko yang mengatakan peningkatan paritas menyebabkan penurunan insidensi mioma uteri disebabkan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar (Parker, 2007). Kelompok para banyak menderita mioma uteri berdasarkan penelitian ini karena pada usia setelah fase reproduksi adalah usia terbaik dilakukan diterapi dan pasien bertemu dengan dokter karena gejala sudah nyata.

5.2.5 Jumlah kasus mioma uteri menurut kejadian abortus.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita mioma uteri yang tidak pernah abortus adalah sebesar 69,9%, penderita dengan kejadian abortus 1 kali sebanyak 16,4%, abortus 2 kali 8,2% dan abortus 3 kali pula sebanyak 5,5%.Pada penelitian ini sebahagian besar penderita mioma uteri tidak pernah mengalami abortus yaitu sebesar 72,97%, keadaan ini berhubungan dengan sedikit ditemukannya mioma uteri jenis submukosa dikarenakan tiada tercatat data yang lengkap pada rekam medis. Hal ini sesuai dengan teori Judosepoetro yang mengatakan bahwa mioma uteri jenis submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus oleh karena dapat mengakibatkan distorsi rongga uterus (Judosepoetro,2005). Teori ini juga disokong dengan teori Prawirohardjo yang mengatakan perkara yang sama (Prawirohardjo,2007).

5.2.6 Jumlah kasus mioma uteri menurut indeks massa tubuh (IMT).

Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri menurut indeks massa tubuh (IMT) adalah tidak diketahui, hal ini karena tidak ditemukan adanya data mengenai IMT pada status rekam medis penderita.

5.2.7 Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan kadar Hemoglobin (Hb).

Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri berdasarkan kadar Hemoglobin (Hb) diketahui bahwa 38,4% penderita dengan kadar Hb >11gr% yaitu tidak anemia dan 61,6% adalah anemia dengan kategori kadar hemoglobin >7-10gr% sebanyak 27,4%, kadar hemoglobin >10-11gr% sebanyak 20,5% dan kadar hemoglobin dibawah 7gr% sebanyak 13,7%.. Hasil ini bersamaan dengan penelitian yang dilakukan di Nepal, dimana ditemukan hasil persentase pasien yang memiliki kadar Hb rendah pada penderita mioma uteri. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena pada penderita dengan perdarahan yang banyak yang disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang terhakis ketika menstruasi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya anemia (Hart, 2001).

5.2.8 Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan keluhan utama.

Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri berdasarkan keluhan utama penderita didapatkan bahwa keluhan terbanyak adalah perdarahan pervaginam yaitu sebanyak 41,1%, diikuti benjolan perut sebanyak 23 kasus 31,5% yang kemudian perut besar dan nyeri perut yaitu sebanyak 13,7% masing-masing.Hal ini bertepatan dengan penelitian yang dijalankan yang menemukan keluhan utama bagi penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal dan

pembesaran perut terjadi (Pitkin et-al,2003). Perdarahan pervaginam terjadi karena disebabkan pertumbuhan mioma maka banyak dinding endometrium yang terhakis ketika menstruasi (Hart,2000). Pitkin et-al juga mengatakan terjadinya tekanan pada pembuluh darah uterus sehingga dapat meningkatkan aliran darah uterus. Hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital (Korea) yang mengemukakan bahwa

44,1% keluhan utama penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam (Ran Ok et-al,2007).

Dari hasil penelitian antara anemia (Kadar Hb bawah 11gr%) dan keluhan utama, ditemukan mempunyai kaitan karena dari 30 penderita mioma uteri dengan keluhan perdarahan pervaginam ditemukan 26 mengalami anemia. Hal ini menunjukkan keluhan utama mempunyai kaitan dengan kadar Hb penderita mioma uteri.

5.2.9 Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan jenis mioma uteri.

Pada penelitian ini, data berkaitan jenis mioma uteri tidak mencukupi karena kebanyakan tidak tercatat pada rekam medis. Hanya segelintir sahaja yang tercatat yaitu jenis mioma submukosum 5,5% diikuti jenis mioma subserosa dan intramural sebanyak 1,4% masing-masing dan selebihnya yaitu 91,8% tidak tercatat.

5.2.10 Jumlah kasus mioma uteri menurut penatalaksanaan atau terapi yang dilakukan pada penderita.

Penatalaksanaan atau terapi yang dilakukan pada penderita mioma uteri berdasarkan hasil penelitian ini dari 73 kasus mioma uteri, didapatkan terapi yang terbanyak dilakukan adalah histerektomi yaitu sebanyak 86,3% dengan perincian histerektomi total sebanyak 79,5% dan histerektomi subtotal sebesar 6,8%. Sedangkan penatalaksanaan atau terapi dengan miomektomi didapatkan sebanyak 9,6% dan terapi hormonal pula hanyak sebesar 4,1%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Bath dan Kumar di Kasturba Hospital (India) yang mana tindakan atau terapi mioma uteri dengan histerektomi lebih sering dilakukan yaitu sekitar 76,2% diikuti 23,9% diterapi dengan miomektomi (Bath et-al,2004). Histerektomi total dijadikan pilihan pada wanita tua yang tidak menginginkan anak lagi dan pasien yang mengalami perdarahan pervaginam yang berlebihan dan gejala penekanan oleh massa tumor. Histerektomi Subtotal pula lebih kepada pasien yang masih lagi mahu melakukan hubungan seksual dan memiliki rahim (Hadibroto,2005).

Untuk analisa pilihan terapi dengan kaitan usia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 5.11

Distribusi frekuensi usia dengan pilihan terapi Usia

(Tahun)

TAH STAH Miomektomi Obat Total

20-29 3 0 1 1 5

30-39 9 0 1 0 10

40-49 25 4 3 1 33

>50 21 1 2 1 25

Total 58 5 7 3 73

Dari tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa banyak penderita yang mengambil pilihan terapi TAH pada usia 40-49 tahun (25 kasus) dan usia >50 tahun (21 kasus) ini kerana TAH adalah pilihan terapi terbaik untuk wanita yang bukan didalam usia reproduksi. STAH pula dilaksanakan apabila terdapat permintaan dari penderita yang masih mahu melakukan hubungan seksual dan pilihan miomektomi untuk penderita yang masih mahukan anak.

Dokumen terkait