BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.2 Pembahasan
Dari hasil food recall selama 10 hari, dapat diketahui bahwa siswa SMA Santo Thomas 1 Medan pada umumnya makan 3 kali sehari yaitu sarapan pukul 6.30 WIB, makan siang pukul 13.30 WIB, dan makan malam pukul 19.30 WIB. Namun, ada juga sebagian siswa yang tidak sarapan. Padahal sarapan sangat bermanfaat khususnya bagi anak sekolah karena sarapan dapat meningkatkan
27
penelitian Saidin (1991), disebutkan bahwa ada hubungan yang nyata antara kebiasaan sarapan dengan konsentrasi belajar anak yaitu pada kelompok anak yang tidak biasa sarapan didapati daya konsentrasi yang rendah.
Jenis makanan pokok yang dikonsumsi adalah nasi dengan frekuensi konsumsi makanan >1x/hari. Hal ini seperti yang disebutkan Irianto (2004) bahwa zat makanan sebagai sumber energi utama adalah karbohidrat yang berasal dari nasi sebagai makanan pokok. Sumber energi lain yang dikonsumsi siswa SMA Santo Thomas 1 Medan adalah jagung, bubur, dan mie. Namun, frekuensi makan ketiga jenis makanan ini hanya sedikit. Seperti pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa konsumsi jagung dan bubur pada siswa paling banyak adalah 1x sebulan dan mie 1-3x/minggu.
Untuk jenis lauk hewani, yang paling banyak dikonsumsi siswa adalah daging/ayam dengan frekuensi 1-3x/minggu. Seperti yang dijelaskan Almatsier (2001) bahwa lauk hewani dapat memberi rasa nikmat sehingga makanan pokok yang pada umumnya mempunyai rasa netral terasa lebih enak. Untuk konsumsi ikan dan telur paling banyak adalah 4-6x/minggu. Hal ini karena konsumsi telur biasanya hanya merupakan alternatif pengganti lauk jika siswa tidak menyukai lauk yang disajikan di rumah.
Jenis lauk nabati yang paling banyak dikonsumsi siswa adalah tahu dan tempe dengan frekuensi 1-3x/minggu. Tahu dan tempe juga dapat dikonsumsi sebagai alternatif pengganti lauk. Selain itu, di kantin SMA Santo Thomas 1 Medan juga menjual tahu dan tempe goreng sehingga ini merupakan salah satu makanan yang banyak dikonsumsi siswa saat jam istirahat sekolah.
Pada dasarnya, sayuran merupakan bahan pangan yang baik untuk tubuh karena mengandung zat gizi seperti vitamin A, vitamin C, asam folat, magnesium, kalium, dan serat, serta tidak mengandung lemak dan kolesterol (Almatsier, 2002). Namun, untuk konsumsi sayur-sayuran pada siswa SMA Santo Thomas 1 Medan bisa dianggap jarang. Pada tabel 5.6, dapat dilihat bahwa frekuensi konsumsi sayur paling banyak ada pada daun singkong 1x/bulan. Selain itu frekuensi paling banyak konsumsi kangkung adalah 1-3x/bulan, sawi 1-3x/bulan, dan sayur sop 1x/bulan. Dari penelitian Bahria (2010) didapatkan hasil bahwa
28
kebiasaan orangtua mengkonsumsi sayur, ketersediaan sayur di rumah, dan kesukaan terhadap sayur dapat berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada remaja. Selain sayur-sayuran, buah-buahan juga sangat baik untuk tubuh karena kandungan serat dan air pada buah dapat membersihkan kotoran dari dalam usus besar (Gunawan, 1999). Untuk buah-buahan, jenis buah yang paling sering dikonsumsi siswa adalah pepaya dengan frekuensi 1-3x/hari. Sedangkan frekuensi konsumsi pisang paling banyak adalah 4-6x/minggu, jeruk 1-3x/minggu, apel 1x/bulan. Penelitian Bahria (2010) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi buah pada remaja antara lain uang jajan, kebiasaan orangtua mengkonsumsi buah dan ketersediaan buah di rumah. Pada penelitian Soraya (2012), juga disebutkan bahwa selain ketersediaan di rumah, keterpaparan media massa juga mempengaruhi pola konsumsi sayur dan buah pada usia remaja.
Susu dan hasil olahannya merupakan sumber kalsium yang utama (Anderson, 2004). Kalsium bersama-sama dengan fosfor merupakan elemen penyusun utama dari tulang. Selama remaja, kebutuhan kalsium akan meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses pertumbuhan tulang (Hardiansyah, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Okada (2004) menjelaskan bahwa ada pengaruh positif antara mengkonsumsi susu sapi dengan jumlah yang banyak dengan tinggi badan. Namun menurut Khomsan (2004), budaya minum susu di Indonesia masih tergolong rendah. Dalam hal konsumsi susu, pada umumnya siswa SMA Santo Thomas 1 Medan mengkonsunsi susu 1x/hari pada pagi hari saat sarapan atau malam hari sebelum tidur. Pada penelitian Hardiansyah (2008), didapatkan alasan terbanyak remaja tidak mengkonsumsi susu adalah karena tidak suka dengan rasanya.
Penilaian status gizi responden dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) dengan standar antropometri WHO 2007. Dari hasil pengolahan data seperti pada tabel 5.9, didapati pada umumnya status gizi siswa adalah normal yaitu sebanyak 65 orang (74,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan siswa SMA Santo Thomas 1
29
Namun, ada 22 orang yang berada dalam status gizi tidak normal, yaitu 15 orang (17,2%) overweight dan 7 orang (8%) obesitas. Pada penelitian Yani (2013) dikatakan bahwa masalah overweight dan obesitas menjadi masalah di seluruh dunia dan prevelansinya cenderung meningkat baik pada remaja dan dewasa di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang, jumlah anak remaja dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa (Afdal, 2011).
Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dengan energi yang digunakan untuk melakukan kegiatan dan aktivitas fisik (Imam, 2013). Berdasarkan penelitian Hudha (2006), remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik cenderung untuk mengalami kelebihan berat badan. Selain itu, obesitas juga bisa merupakan kelanjutan karena saat bayi tidak mengkonsumsi air susu ibu (ASI) melainkan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi sehingga anak akan mengalami kelebihan berat badan yang berlanjut sampai remaja (Yani, 2013), dan juga diperparah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan kurang sehat seperti
fast food (Toschke et al., 2004).
Nugraha (2009) menyebutkan bahwa kegemukan juga bisa terjadi karena tubuh cenderung untuk menyimpan makanan lebih lama, artinya proses metabolisme tubuh berjalan lambat. Selain itu daya serap tubuh terhadap makanan pada setiap orang juga berbeda. Pada beberapa orang, meskipun konsumsi makanan sedikit, tubuh mereka gemuk karena seluruh kalori yang masuk dapat diserap dengan baik.
Lamanya tidur seseorang juga berhubungan dengan berat badan. Dari penelitian Weiss et al. (2010), ditemukan bahwa remaja yang tidur kurang dari 8 jam per hari cenderung memiliki keinginan yang lebih besar untuk makan daripada remaja yang durasi tidurnya cukup (8,5-9,25 jam). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Shi et al. (2004) pada anak-anak Australia usia 5-15 tahun ditemukan bahwa hubungan antara durasi tidur (<9 jam) dan obesitas lebih kuat pada kelompok remaja awal.
30
Dengan kata lain, penyebab obesitas adalah multifaktor, melibatkan interaksi antara latar belakang genetik, hormon, penggunaan obat-obatan, faktor sosial dan lingkungan seperti gaya hidup dan kebiasaan makan yang kurang baik serta kurangnya aktivitas fisik (Murray, 2009).
Berdasarkan uji statistik pada penelitian, didapati bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi makanan dengan status gizi pada siswa SMA Santo Thomas 1 Medan. Hasil yang sama juga didapati pada penelitian Harahap (2012) pada siswa SMA Negeri 2 RSBI Banda Aceh. Hal ini dikarenakan, status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya pola konsumsi makanan saja. Seperti pada penelitian Yolanda (2014), ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, pengetahuan, dan frekuensi makanan dengan status gizi remaja. Selain itu, pada penelitian Amelia (2008) didapatkan bahwa aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi remaja. Selain aktivitas fisik, body image juga mempengaruhi status gizi seperti yang didapat pada hasil penelitian Riska (2012).
31