• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

5.3. Karakteristik Responden DM Tipe II

Profil lipid yang diteliti pada pasien rawat inap DM Tipe II ini terdiri dari kolesterol total (optimal < 200 mg/dl dan tinggi ≥ 200 mg/dl), Trigliserida

(optimal < 150 mg/dl dan tinggi ≥ 150 mg/dl), kolesterol HDL (rendah < 40

mg/dl, optimal 40 – 59 mg/dl dan tinggi ≥ 60 mg/dl) dan kolesterol LDL ( optimal

< 129 dan tinggi ≥ 130 mg/dl). Karakteristik responden DM tipe II yang diamati

adalah BMI (Body Mass Index) dan profil lipid.

Tabel 5.5. Distribusi responden berdasarkan Status BMI (Body Mass Index)

Status BMI f (Frekuensi) % Frekuensi

Underweight 3 18.8 Normal 7 43.8 Non-Obesitas 3 18.8 Obesitas Total 3 16 18.8 100

Dari tabel 5.5. diatas, didapatkan mayoritas pasien rawat inap DM tipe II memiliki BMI normal sebanyak 7 orang (43.8%).

Tabel 5.6. Distribusi Responden berdasarkan Profil Lipid

Profil Lipid f (Frekuensi) % Frekuensi

Kolesterol Total Optimal 7 43.8 Tinggi 9 56.3 Total 16 100 Trigliserida Optimal 7 43.8 Tinggi 9 56.3 Total 16 100 Kolesterol HDL Rendah 13 81.3 Optimal 3 18.8 Total 16 100 Kolesterol LDL Optimal 10 62.5 Tinggi 6 37.5 Total 16 100

Dari Tabel 5.6. dapat diketahui dengan jelas bahwa pasien rawat inap DM tipe II mayoritas memiliki kolesterol tinggi (56.3%), trigliserida tinggi (56.3%), kolesterol HDL rendah (81.3%) dan kolesterol LDL optimal (62.5%).

Tabel 5.7. Profil Lipid Pasien berdasarkan Status BMI (Body Mass Index)

Dari tabel 5.7. diketahui bahwa kolesterol total optimal lebih banyak pada BMI underweight, normal, non-obesitas masing-masing sebesar 28.6%) dan kolesterol total tinggi lebih banyak pada BMI normal (55.6%), Trigliserida optimal lebih banyak pada BMI normal (57.1%) begitu juga trigliserida tinggi lebih banyak pada BMI normal (33.3%), Kolesterol HDL rendah lebih banyak pada BMI normal (46.2%) begitu juga kolesterol HDL optimal lebih banyak pada pada BMI non-obesitas sebesar 66.7%. Kolesterol LDL optimal lebih banyak pada BMI normal (50.0%) dan kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada BMI normal dan non-obesitas masing-masing sebesar 33.3%.

Profil Lipid

Status BMI

Total

Underweight Normal

Non-Obesitas Obesitas Kol. Total Optimal 2(28.6%) 2(28.6%) 2 (28.6%) 1(14.3%) 7(100%) Tinggi 1(11.1%) 5(55.6%) 1 (11.1%) 2(22.2%) 9(100%) Trigliserida Optimal 1(14.3%) 4(57.1%) 1 (14.3%) 1(14.3%) 7 (100%) Tinggi 2(22.2%) 3(33.3%) 2 (22.2%) 2(22.2%) 9 (100%) HDL Rendah 3(23.1%) 6(46.2%) 1 (7.7%) 3(23.1%) 13(100%) Optimal 0(0.0%) 1(33.3%) 2 (66.7%) 0(0.00%) 3 (100%) LDL Optimal 2(20.0%) 5(50.0%) 1(10.0%) 2(20.0%) 10(100%) Tinggi 1(16.7%) 2(33.3%) 2(33.3%) 1(16.7%) 6 (100%)

Tabel 5.8 Profil Lipid DM Tipe II yang Obesitas dan Non-Obesitas Profil Lipid Status BMI Obesitas Non-obesitas Kolesterotal Total Optimal 1 (33.3%) 2 (66.7%) Tinggi 2 (66.7%) 1 (33.3%) Total 3 (100%) 3 (100%) Trigliserida Optimal 1 (33.3%) 1 (33.3%) Tinggi 2 (66.7%) 2 (66.7%) Total 3 (100%) 3 (100%) Kolesterol HDL Rendah 3 (100%) 1 (33.3%) Optimal 0 (0.0%) 2 (66.7%) Total 3 (100%) 3 (100%) Kolesterol LDL Optimal 2 (66.7%) 1 (33.3%) Tinggi 1 (33.3%) 2 (66.7%) Total 3 (100%) 3 (100%)

Berdasarkan tabel 5.8. diatas terlihat jelas bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas.

5.4. Pembahasan

5.4.1 Demografi Responden

Berdasarkan tabel 5.1. diatas dapat dilihat bahwa 62.5% pasien DM tipe II adalah perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian M, Santoso (2006) yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (61,97%) daripada laki-laki. Hillier, et al., (2001) dalam Purba, D (2009) juga mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang (51%) dari 277 penderita DM tipe II. Gracia-Gracia, et al., (2002) dalam Purba, D (2009) memperoleh 11 orang laki-laki (37.9%) dan 18 orang perempuan (62.1%) dari 29 orang penderita DM tipe II.

Ditinjau dari usia (tabel 5.2), dapat dilihat bahwa mayoritas penderita DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik Medan berusia 44 - 53 tahun (43.8%). Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa prevalensi Diabetes Melitus meningkat seiring dengan terjadinya penuaan seperti pada tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0.19% pada usia < 20 tahun, 8.6% pada usia > 20 tahun dan pada usia >65 tahun prevalensi DM menjadi 20.1% (Power,2005). Namun, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan A, Yulianto (2010) yang mana didapatkan, mayoritas penderita DM tipe II berusia > 40 tahun (80%).Menurut peneliti, hal ini mungkin disebabkan oleh stress menahun yang cenderung menyebabkan seseorang mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak untuk mengatasi stres selain itu kurangnya olahraga dan kegiatan fisik juga dapat menyebabkan resistensi insulin yang berlanjut pada Diabetes Melitus.

Menurut Bao et al., (2008) dalam penelitian Pouwer, F (2010) stres biasanya mengacu pada konsekuensi dari kegagalan organisme manusia atau hewan untuk merespon dengan tepat terhadap ancaman emosional atau fisik, baik yang aktual atau imajinasi. Perilaku yang mencerminkan gejala stres misalnya makan terlalu banyak atau tidak cukup, tidur terlalu banyak atau tidak cukup, penarikan diri dari lingkungan sosial atau mengabaikan tanggung jawab, pemakaian alkohol, nikotin,

atau konsumsi narkoba, dan kebiasaan gugup seperti mondar-mandir atau menggigit kuku.

Stres emosional dapat meningkatkan risiko pengembangan DM tipe II melalui jalur yang berbeda. Jalur pertama adalah melalui mekanisme perilaku. Stres emosional yang ditemukan terkait dengan perilaku hidup tidak sehat, yaitu perilaku makan yang tidak memadai dalam hal kualitas dan kuantitas makanan, olahraga tingkat rendah, merokok dan penyalahgunaan alkohol. Semua faktor ini merupakan faktor risiko untuk pengembangan DM tipe II. Jalur kedua adalah melalui mekanisme fisiologis reaksi stres kronis dan depresi sering ditandai dengan aktivasi jangka panjang dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sistem saraf simpatik yang ditemukan terkait dengan perkembangan obesitas abdominal, dan ini mungkin menjelaskan mengapa depresi atau stres kronis meningkatkan risiko DM (Pouwer F, 2010).

Dari tabel 5.3., diperoleh mayoritas pasien rawat inap DM tipe II di RSUP.H. Adam Malik berasal dari Deli Serdang sebanyak 5 orang (31.3%). Deli serdang merupakan kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang mana tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapitanya meningkat dari tahun ke tahun (www.deliserdang.go.id). Suyono, S (2006) mengatakan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerativ seperti DM. Modernisasi yang terus berlangsung dan kemajuaan teknologi telah membawa perubahan yang cepat pada gaya hidup, misalnya budaya hidangan yang cepat saji, gaya hidup sedentary sehingga berakibat pada aktifitas fisik yang inadekuat yang pada akhirnya berefek pada perkembangan Diabetes Melitus (T, Chandra, 2007). Naomi, et al., (2007) mengamati bahwa terjadi perkembangan resistensi insulin, disfungsi mikrovaskular, dislipidemia, dan tekanan darah yang meningkat setelah sukarelawan yang sehat diistirahatkan dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang inadekuat dan gaya hidup sedentary dapat menginduksi terjadinya resistensi insulin. Menurut Powers (2005),

Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer (terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II. Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang menyebabkan hiperglikemia yang akhirnya berlanjut pada DM tipe II.

Ditinjau dari suku bangsa (tabel 5.4.), didapatkan sebanyak 43.8% penderita DM tipe II merupakan Suku Jawa. Penyebab yang masih mungkin adalah sebagian besar penduduk Sumatera Utara merupakan suku Jawa. Hal ini didukung oleh data yang menyebutkan sekitar sepertiga penduduk Sumatera Utara adalah suku Jawa (33.40%), sedangkan suku Batak Tapanuli dan Toba 25.62% dan suku-suku lainnya 5 – 6% (Dinkes, 2006)

5.4.2. Karakteristik Responden DM Tipe II

Dari tabel 5.5. didapatkan mayoritas penderita DM tipe II terjadi pada pasien dengan BMI normal (43.8%). Hasil ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko pada DM tipe II. Obesitas adalah faktor risiko yang kuat dalam menyebabkan diabetes melitus tipe II dan lebih dari dua pertiga pasien dengan diabetes melitus tipe II mengalami obesitas (Powers, 2005). Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa adiposa yang dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak (Suyono, 2006). Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Colditz et al., (1990) dalam Yumuk et al., (2005) yang menyatakan bahwa resiko meningkatnya diabetes melitus lima kali lipat pada wanita dengan BMI 25 kg/m2 dibandingkan dengan orang dengan BMI 22 kg/m2. Resiko menjadi lebih tinggi mencapai 28 kali lipat dengan BMI 30 kg/m2 dan 93 kali lipat dengan BMI > 35 kg/m2.

Kesenjangan antara teori dan hasil dalam penelitian ini mungkin dikarenakan pasien rawat inap DM tipe II telah mendapat kontrol dan terapi obat antilipidemia

sehingga tidak jarang dijumpai penurunan berat badan dan BMI pada pasien hingga mencapai normal selain itu jumlah sampel yang kecil juga ikut mempengaruhi. Hal inilah yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini, yang mana di dalam data rawat inap penyakit dalam tidak tercantum secara jelas apakah pasien telah mendapat kontrol dan terapi antilipidemia dan kurangnya pemeriksaan profil lipid, berat badan dan tinggi badan sebagai faktor-faktor resiko DM tipe II.

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa mayoritas pasien rawat inap DM tipe II memiliki kadar kolesterol total dan trigliserida yang tinggi serta kadar kolesterol HDL yang rendah sedangkan kolesterol LDL sebagian besar dalam keadaan optimal. Dalam penelitian Smith, S & Lall, A (2008) juga didapatkan bahwa semua pasien DM memiliki kadar kolesterol total, trigliserida yang lebih tinggi dan HDL lebih rendah dibanding dengan pasien yang non-DM. Pada penelitian Zargar, et al., (1995) yang membandingkan kadar profil lipid pasien DM yang obesitas dengan pasien non-DM yang obesitas juga didapatkan peningkatan kolesterol total , trigliserida dan kolesterol LDL pada pasien DM yang obesitas sementara kolesterol HDL tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok.

Ditinjau dari BMI (tabel 5.7.), didapatkan bahwa profil lipid (kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL) tinggi lebih banyak pada BMI normal begitu juga kolesterol HDL rendah lebih banyak pada BMI normal. Hal ini berbeda dengan penelitian Arora, et al., yang mana terdapat hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh dan berat badan pada diabetes melitus selain itu prevalensi penyakit yang berhubungan dengan resistensi insulin (diabetes melitus dan penyakit jantung koroner) meningkat bersamaan dengan meningkatnya BMI karena peningkatan jaringan adiposa yang ditandai dengan menurunnya HDL-C dan meningkatnya trigliserida.

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa obesitas yang ditandai dengan peningkatan jaringan adiposa dapat menyebabkan resistensi insulin yang berhubungan dengan beberapa efek metabolisme lemak yaitu peningkatan trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL (Suyono, 2006).

BAB 6

Dokumen terkait