• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Prototipe buku hasil validasi produk dosen ahli sastra dan bahasa Universitas Sanata Dharma yang setelah dikonverensikan menjadi 3,2 yang termasuk dalam kategori layak untuk diujicobakan. Uji coba produk dilaksanakan dua kali pada tanggal 28-29 Desember 2015 di Dusun Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. Peneliti memilih di desa Kauman dikarenakan ingin melihat perbandingan anak-anak yang ada di kota yang sudah semakin jauh dengan budaya dan hidup dalam kemajuan dengan anak-anak di desa yang dekat dengan budaya dan kehidupannya belum mengalami kemajuan yang sangat pesat seperti di kota.

Secara keseluruhan, uji coba produk diikuti oleh 27 anak namun peneliti hanya mengujikan kepada 11 anak dikarenakan hanya 11 anak yang umurnya mencukupi kriteria penelitian yaitu 9-10 tahun. Berdasarkan hasil analisis dari hasil refleksi anak, peneliti mendapatkan data bahwa buku cerita tradisi ruwatan membantu anak terhadap pemahaman tradisi ruwatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

Prototipe tersebut dinilai baik dan dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan karena:

a. Prototipe disusun untuk memfasilitasi anak memahami tradisi ruwatan. Prototipe yang dikembangkan peneliti berupa cerita tradisi ruwatan tujuannya agar anak-anak dapat memahami tradisi ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa. Tradisi ruwatan merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Menurut, Herawati (2010: 3) Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan

dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (sakit, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.

Melalui prototipe buku ini harapannya anak dapat memahami tradisi ruwatan, sehingga anak sejak usia dini mampu menghargai kebudayaannya. Selain itu sebagai penerus bangsa anak dapat ikut serta menjaga dan melestarikan kebudayaannya. b. Prototipe disusun dengan menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter

kebangsaan.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai positif seperti kebersamaan, berdoa kepada Tuhan, menghormati orangtua (meminta doa restu), menjaga kebersihan dan kesehatan jiwa dan raga. Selain itu menurut penelitian Lestari (2008) yang menjelaskan bahwa dalam tradisi ruwatan terdapat pertunjukkan wayang kulit lakon murwakala yang memiliki simbolis yang penuh dengan etika moral, dan estetika serta nilai-nilai filosofis kehidupan dan bermanfaat bagi penalaran budi pekerti masyarakat.

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang khas–baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28). Nilai-nilai dalam tradisi

ruwatan tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan karakter kebangsaan ternyata memiliki keterkaitan.

Nilai-nilai dalam tradisi ruwatan tersebut jika dikaitkan dalam karakter kebangsaan diantaranya, (1) olah hati yang meliputi bertakwa kepada Tuhan hal tersebut ditunjukkan ketika seorang yang akan diruwat bersujud dihadapan kedua orang tuanya untuk meminta doa restu serta dalang membacakan doa untuk meminta kepada Tuhan agar acara yang akan diselenggarakan dapat berjalan dengan lancer dan anak yang diruwat tersebut dapat menjalani hidupnya dengan lancar tanpa gangguan, (2) olah pikir meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak bertanya dang ingin mengetahui arti dan tata cara dari tradisi ruwatan, (3) olah raga/ kinestetika meliputi bersih dan sehat, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang yang telah selesai diruwat orang tersebut terbebas dari marabahaya atau celaka sehingga akan bersih dan sehat kembali, (4) olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat ditunjukkan saat tradisi ruwatan masyarakat secara bergotongroyong membantu mempersiapkan tumpeng, makanan, dan tempat untuk ruwatan, selain itu nilai kebersamaan tercermin dalam tirakatan atau berdoa dan makan bersama.

c. Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita

Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita anak karena berdasarkan hasil pembagian kuesioner analisis kebutuhan, menunjukkan sebanyak 75,8% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Hardjana (2006: 2-3)

mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak.

Dalam penelitian Subiyantoro yang berjudul “Membangun Karakter Bangsa

Melalui Cerita Rakyat Nusantara” mengatakan bahwa anak-anak usia SD merupakan

masa keemasan, sehingga menjadi momentum atau masa yang paling tepat untuk membentuk dan membangun karakternya. Salah satu upaya untuk membangun karakter anak adalah dengan menggunakan cerita rakyat. Alasannya cerita sesuai dengan tahap kognitif anak. Adapun dipilihnya cerita rakyat karena secara sosio-antropologi cerita ini sesuai kepribadian anak sebagai anggota masyarakat dalam daerah atau budaya tertentu.

Oleh sebab itu penelitian ini disusun berupa buku cerita anak tentang tradisi ruwatan tujuannya untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi ruwatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

d. Prototipe disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun. Peneliti mengembangkan prototipe buku cerita untuk anak usia 9-10 tahun. Menurut Piaget dalam Santrock (2011: 27) anak usia 9-10 tahun berada dalam tahap operasi konkret (mampu berpikir logis, mampu memahami percakapan, mampu mengingat, memahami masalah dan memecahkan masalah yang bersifat konkret). Sehingga prototipe yang peneliti susun dapat membantu anak untuk mengingat dan memahami tradisi ruwatan, karena prototipe disusun berdasarkan gambaran dari objek atau benda-benda asli yang ada di sekitar anak.

Menurut Yusuf (2009: 178-184) Anak usia 9-10 tahun termasuk dalam kategori fase perkembangan anak usia 6-12 tahun diantaranya sebagai berikut: (1) Perkembangan Intelektual, (2) Perkembangan Bahasa, (3) Perkembangan Sosial, (4) Perkembangan Emosi (5) Perkembangan Moral, (6) Perkembangan Motorik. Dengan memperhatikan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun ternyata prototipe yang disusun oleh peneliti mampu membimbing anak untuk menuangkan imajinasinya ke dalam sebuah gambar yang mereka buat. Gamba-gambar tersebut dibuat anak dalam lembar refleksi. Berikut ini beberapa hasil kreatifitas yang dihasilkan oleh anak.

Dokumen terkait