• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan."

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Ambarwaty Subagyo

121134023

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensi dalam tradisi ruwatan adanya perilaku masyarakat yang melakukan kebiasaan gotong royong, bekerjasama, berdoa, meminta doa restu kepada orangtua, perilaku ini ternyata berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Dari hasil wawancara kepada beberapa anak, peneliti menemukan masalah bahwa anak usia 9-10 tahun tidak memahami tradisi ruwatan. Selain itu peneliti juga melakukan analisis kebutuhan pada 29 anak di SDN Nanggulan. Dari analisis kebutuhan tersebut, sebanyak 75,8% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh sebab itu peneliti mengembangkan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R & D) dengan menggunakan enam langkah Sugiyono diantaranya (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul ‘Tradisi Ruwatan’ tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa mendapat skor 3,2 sehingga layak untuk diujicobakan.

(2)

Abstract

THE PROTOTYPE OF CHILDREN’S STORY BOOK DEVELOPMENT ABOUT RUWATAN TRADITION

IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER EDUCATION Ambarwaty Subagyo

Sanata Dharma University 121134023

The research is research and development related to ruwatan tradition. The potential of the ruwatan tradition the behavior of the people who do a habit of mutual cooperation, working, pray, prayed blessing for parents, behavior is in fact with regard to the nationality character education. From the results of interviews to some children, the researchers found a problem that children aged nine to ten per year does not understand ruwatan tradition. In addition researchers also an analysis needs on 29 children in primary school Nanggulan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. From an analysis of these needs , as many as 75,8% of the children need story books about ruwatan tradition. Therefore researchers develop prototype story books about ruwatan tradition in the context of nationality character education.

The kind of research this is research development (R & D) with the use of six paces according to Sugiyono were (1) the potential for and problems, (2) data collection, (3) design a product, (4) validation design, (5) revision design, (6) the trial products. Prototype story books called the ruwatan tradition validated by the literature and language scored 3.2 so as to be feasible to tried out.

Researchers tested limited doing in kauman, ngrundul, kebonarum, klaten, central java for two days. Prototype this researchers could to ten per year. From the reflection trial products, researchers get data about 90,90% the know ruwatan having value mutual cooperation, and through a book this story help understand the meaning of ruwatan tradition. Then as many as 100% of the children said this book helped him to to preserve ruwatan tradition, and understand that prayed blessing in the old man had important. Thus it can be said that the product of research developed by researchers besides help children in understanding ruwatan tradition also had values the nationality character on child.

(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh:

Ambarwaty Subagyo

NIM: 121134023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus yang selalu memberikan kelancaran dalam setiap

langkahku.

2. Orangtua tercinta Bapak Subagyo dan Ibu Sunarni yang selalu

memberikan doa dan restunya sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.

3. Fajar Apit Kurniawan yang selalu memberikan motivasi, doa, dan

membantu menyelesaikan tugas-tugas saya.

4. Sahabat saya Marcellina laras, Maria Goretti Dyah Yuliyanti,

Angela Ayu, Veronica Renny, Nindya Ardeliana, dan Siti

Mabruroh yang selalu memberikan semangat.

5. Kelompok skripsi Focus Study Jawa, kelompok PPL SDN

Caturtunggal 1 dan teman-teman PGSD angkatan 2012 yang

telah berproses bersama dari awal masuk kuliah hingga akhir

kuliah.

6. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

7. Pembaca skripsi ini semoga bermanfaat dan menambah

(7)

v

MOTTO

“Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada

-Nyalah harapanku”

(Mazmur 62:5)

“Lebih baik menjalani kehidupan diri sendiri dengan tak

sempurna, daripada hidup meniru orang lain secara

sempurna.”

(8)
(9)
(10)

viii Abstrak

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

Ambarwaty Subagyo 121134023

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensi dalam tradisi ruwatan adanya perilaku masyarakat yang melakukan kebiasaan gotong royong, bekerjasama, berdoa, meminta doa restu kepada orangtua, perilaku ini ternyata berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan. Dari hasil wawancara kepada beberapa anak, peneliti menemukan masalah bahwa anak usia 9-10 tahun tidak memahami tradisi ruwatan. Selain itu peneliti juga melakukan analisis kebutuhan pada 29 anak di SDN Nanggulan. Dari analisis kebutuhan tersebut, sebanyak 75,8% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh sebab itu peneliti mengembangkan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (R & D) dengan menggunakan enam langkah Sugiyono diantaranya (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul ‘Tradisi Ruwatan’ tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa mendapat skor 3,2 sehingga layak untuk diujicobakan.

Uji coba terbatas peneliti lakukan di Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah selama dua hari. Prototipe ini peneliti ujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi uji coba produk, peneliti mendapatkan data sebanyak 90,90 % anak mengetahui ruwatan memiliki nilai gotong royong, dan melalui buku cerita ini membantunya memahami arti tradisi ruwatan. Kemudian sebanyak 100% anak mengatakan buku ini membantunya untuk ikut melestarikan tradisi ruwatan, serta memahami bahwa meminta doa restu pada orangtua itu penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai karakter kebangsaan pada anak.

(11)

ix Abstract

THE PROTOTYPE OF CHILDREN’S STORY BOOK DEVELOPMENT ABOUT RUWATAN TRADITION

IN THE CONTEXT OF NATIONALITY CHARACTER EDUCATION

Ambarwaty Subagyo Sanata Dharma University

121134023

The research is research and development related to ruwatan tradition. The potential of the ruwatan tradition the behavior of the people who do a habit of mutual cooperation, working, pray, prayed blessing for parents, behavior is in fact with regard to the nationality character education. From the results of interviews to some children, the researchers found a problem that children aged nine to ten per year does not understand ruwatan tradition. In addition researchers also an analysis needs on 29 children in primary school Nanggulan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. From an analysis of these needs , as many as 75,8% of the children need story books about ruwatan tradition. Therefore researchers develop prototype story books about ruwatan tradition in the context of nationality character education.

The kind of research this is research development (R & D) with the use of six paces according to Sugiyono were (1) the potential for and problems, (2) data collection, (3) design a product, (4) validation design, (5) revision design, (6) the trial products. Prototype story books called the ruwatan tradition validated by the literature and language scored 3.2 so as to be feasible to tried out.

Researchers tested limited doing in kauman, ngrundul, kebonarum, klaten, central java for two days. Prototype this researchers could to ten per year. From the reflection trial products, researchers get data about 90,90% the know ruwatan having value mutual cooperation, and through a book this story help understand the meaning of ruwatan tradition. Then as many as 100% of the children said this book helped him to to preserve ruwatan tradition, and understand that prayed blessing in the old man had important. Thus it can be said that the product of research developed by researchers besides help children in understanding ruwatan tradition also had values the nationality character on child.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME),

karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KARAKTER KEBANGSAAN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan

motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini,

peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

(13)

xi

5. Seluruh dosen dan staff sekre maupun karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti.

7. Kedua orangtua Bapak Subagyo dan Ibu Sunarni yang telah menjadi sumber dana selama perkuliahan, serta dukungan semangat dan doanya.

8. Fajar Apit Kurniawan yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan dan bantuanya selama menyelesaikan skripsi.

9. Angela Ayu, Veronica Renny, Marcellina Laras yang sama-sama sedang berjuang dari pagi sampai pagi, serta saling menyemangati dan memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

10. Sahabat-sahabat saya Maria Goretti Dyah Yuliyanti, Nindya Ardeliana, Siti Mabruroh, Kingkin Prabandari, Mustika Ayu, Rosa Inezta, Aning Dwi A, Regina Yovita.

11. Kelompok skripsi Focus Study Jawa, kelompok PPL SDN Caturtunggal 1 angkatan 2012 yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Produk ... 6

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Landasan Teori ... 8

(16)

xiv

2.1.1.1 Pengertian Tradisi atau Upacara Adat Jawa ... 8

2.1.1.2 Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9

2.1.1.3 Tata Upacara Ruwatan... 12

2.1.1.4 Tujuan Ruwatan ... 13

2.1.1.5 Nilai-Nilai Dalam Ruwatan ... 14

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 14

2.1.2.1 Arti Karakter ... 14

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan... 16

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 17

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 18

2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak ... 18

2.1.3.2 Macam-Macam Bentuk Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak ... 20

2.1.4 Peran Media Dalam Pendidikan Karakter ... 20

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 20

2.1.4.2 Media Visual Gambar ... 21

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 Tahun ... 22

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak ... 22

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak ... 23

2.1.5.3 Fase Perkembangan Anak ... 26

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.2.1 Penelitian Berhubungan dengan Buku Cerita Anak... ... 28

2.2.2 Penilitan Berhubungan dengan Ruwatan ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 32

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 34

(17)

xv

3.2.2. Subjek Penelitian ... 35

3.2.3. Objek Penelitian ... 35

3.2.4. Waktu Penelitian ... 35

3.3 Prosedur Pengembangan ... 35

3.3.1. Potensi dan Masalah ... 38

3.3.2. Pengumpulan Data ... 38

3.3.3. Desain Produk ... 39

3.3.4. Validasi Desain ... 39

3.3.5. Revisi Desain ... 40

3.4 Uji Coba Produk ... 40

3.5 Instrumen Penelitian... 40

3.5.1 Kisi-Kisi Instrumen Analisis Kebutuhan ... 41

3.5.2 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Produk... 44

3.5.3 Kisi-Kisi Instrumen Setelah Uji Coba ... 45

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.7 Teknik Analisis Data ... 48

3.7.1 Data Kualitatif ... 48

3.7.2 Data Kuantitatif ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Hasil Penelitian ... 51

4.1.1. Prosedur Penyusunan Prototipe Buku Cerita Anak ... 51

4.1.2. Deskripsi Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak... 66

4.2 Pembahasan ... 68

4.3 Kelebihan dan kelemahan Prototipe ... 74

4.3.1. Kelebihan Prototipe Buku ... 74

4.3.2. Kelemahan Prototipe Buku ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

(18)

xvi

5.3 Saran ... 76

DAFTAR REFERENSI ... 77

LAMPIRAN ... 79

(19)

xvii

Daftar Bagan

(20)

xviii

Daftar Tabel

Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Analisis kebutuhan ... 41

Tabel 2 Kuesioner Analisis kebutuhan Anak ... 43

Tabel 3 Lembar Validasi Produk ... 44

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba ... 46

Tabel 5 Instrumen Uji Coba Produk ... 47

Tabel 6 Skala Likert ... 50

Tabel 7 Data Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak ... 53

Tabel 8 Rekapitulasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak ... 54

Tabel 9 Hasil Validasi Desain ... 61

Tabel 10 Pedoman Kelayakan Prototipe ... 62

(21)

xix

Daftar Gambar

Gambar 1 Sketsa Awal ... 57

Gambar 2 Perbaikan Sketsa oleh Desain Grafis ... 58

Gambar 3 Hasil yang Dibantu Ahli Desain Grafis ... 59

Gambar 4 Hasil yang Dibantu Ahli Desain Grafis ... 60

Gambar 5 Sampul Buku ... 63

Gambar 6 Kegiatan Uji Coba Produk hari Pertama ... 65

Gambar 7 Kegiatan Uji Coba Produk hari Kedua ... 66

Gambar 8 Hasil Keratifitas Anak ... 72

(22)

xx

Daftar Lampiran

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Pulau Jawa merupakan salah satu daerah yang dianggap memiliki tanah yang subur, hal ini membuat pulau Jawa dikenal dengan kesuburan tanahnya yang digunakan sebagai lahan pertanian masyarakat Jawa. Keberadaan masyarakat Jawa sendiri tidak lepas dari kehidupan sosial dan budaya yang mereka lakukan. Kehidupan budaya masyarakat Jawa dipengaruhi oleh kehidupan sebelumnya atau sebuah warisan kebudayaan untuk tetap dipertahankan hal ini disebut sebagai tradisi. Menurut Sunjata (2013: 73) tradisi atau upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Tradisi atau upacara adat Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini salah satunya adalah Ruwatan.

(24)

dari sukerta (sakit, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Jawa yang belum memahami tradisi ruwatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan anak usia 9-10 tahun di Godang, Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah (pedesaan dan di SDN Caturtunggal 1 Sleman (perkotaan), Yogyakarta, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi ruwatan dan baru mendengarnya saat peneliti melakukan wawancara. Hal ini dirasa sangat memprihatinkan karena sebagai penerus bangsa dengan usia yang masih muda ini mereka tidak mengetahui tradisi yang mereka miliki, padahal jika dilihat dengan seksama tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai karakter yang positif yang diggunakan untuk membentuk karakter pada anak. Nilai-nilai karakter tersebut diantaranya kebersamaan, gotong royong, berdoa kepada Tuhan, saling membantu, menghormati orangtua (meminta doa restu), mengajak untuk bersih dan sehat fisik maupun rohani. Nilai-nilai dalam tradisi ruwatan tersebut jika disoroti ternyata memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

(25)

dikaitkan dengan pendidikan karakter kebangsaan diantaranya adalah (1) olah hati yang meliputi bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak yang akan diruwat bersujud dihadapan kedua orang tuanya untuk meminta doa restu dan ki dalang membacakan doa untuk meminta pada Tuhan agar acara yang akan diselenggarakan dapat berjalan dengan lancar, (2) olah pikir meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak bertanya tentang arti dari tradisi ruwatan, (3) olah raga/ kinestetika meliputi bersih dan sehat hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak telah selesai diruwat anak tersebut sudah terbebas dari marabahaya, celaka, gangguan jahat dan akan merasa bersih dan sehat kambali, (4) olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotongroyong untuk membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.

Pada tanggal 27 November 2015 peneliti melakukan pembagian kuesioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SDN Nanggulan Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan terdapat empat permasalahan, yang pertama sebanyak 55.1% anak tidak mengerti atau mengetahui pengertian dari ruwatan, kedua sebanyak 58.6% anak tidak mengerti tata cara ruwatan, ketiga sebanyak 75.8% anak membutuhkan buku yang berisi tentang penjelasan ruwatan dan keempat sebanyak 72.4% anak menjawab bahwa buku berisi penjelasan ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

(26)

ruwatan. Buku cerita tersebut dapat digunakan oleh anak usia 9-10 tahun guna mengetahui cerita sekaligus gambar-gambar tradisi ruwatan. Prototipe buku ini terdiri dari cover yang berjudul “Tradisi Ruwatan”, isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar memahami isi kesuluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian tradisi ruwatan. Cerita tersebut diperkuat dengan 14 gambar-gambar yang sesuai dengan cerita. Prototipe buku ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan dan pendidikan karakter.

Berdasarkan uraian tersebut, untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang tradisi ruwatan yang berkaitan pendidikan karakter kebangsaan sebagai calon guru SD peneliti ingin mengembangkan buku cerita anak untuk usia 9-10 tahun. Peneliti memilih buku cerita anak karena cerita anak memiliki tujuan untuk memperluas pengetahuan anak (Raines & Isbell, 2002: vii). Selain itu anak usia 9-10 tahun mampu berpikir logis, mampu memahami percakapan, mampu mengingat, memahami masalah dan memecahkan masalah yang bersifat konkret (Piaget dalam Santrock, 2011: 27).

(27)

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak dapat membantu anak memahami tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian pengembangan buku cerita tradisi ruwatan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas pengembangan prototipe buku cerita anak dalam

memahami tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4MANFAAT PENELITIAN a. Bagi Peneliti

(28)

b. Bagi Anak

Penelitian ini dapat memfasilitasi anak usia 9-10 tahun guna memperoleh pemahaman tentang tradisi ruwatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebangsaan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat membantu masyarakat Jawa untuk melestarikan dan tetap melakukan tradisi ruwatan, karena tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai yang baik seperti gotong royong, menjaga kebersihan, kebersamaan, berdoa pada Tuhan dan meminta doa restu orangtua.

1.5SPESIFIKASI PRODUK

Spesifikasi produk yang dihasilkan antara lain:

a. Prototipe ini berupa buku cerita anak berjudul “Tradisi Ruwatan”.

b. Prototipe terdiri dari cover, daftar isi, kata pengantar, 14 gambar tentang tradisi ruwatan, dan daftar pustaka.

c. Kata pengantar berisi tentang tradisi ruwatan agar dapat membantu anak memahami isi keseluruhan dari buku yang akan dibaca.

d. Buku cerita berisikan 14 gambar yang berisikan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

(29)

1.6DEFINISI OPERASIONAL 1.6.1 Prototipe

Prototipe/pro·to·ti·pe/ n model yg mula-mula (model asli) yg menjadi contoh; contoh baku; contoh khas. Prototype adalah model atau simulasi dari semua aspek produk sesungguhnya yang akan dikembangkan, model ini harus bersifat representative dari produk akhirnya. (KBBI 2015)

1.6.2 Buku Cerita Anak

Buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan menggunakan sudut pandang anak-anak. Dalam buku cerita anak biasanya mengandung pesan yang positif yang akan disampaikan penulis kepada pembaca. 1.6.3 Tradisi Ruwatan

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010: 3).

1.6.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan

(30)

8 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 LANDASAN TEORI

Peneliti akan membahas mengenai landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, pertanyaan penelitian pada bab II ini. Landasan teoritis merupakan acuan yang digunakan peneliti dalam membuat prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan. Teori-teori yang digunakan merupakan definisi dan hasil analisa pakar yang telah ahli dibidangnya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Berikut akan dijelaskan kajian teori mengenai tradisi atau upacara adat Jawa, macam-macam tradisi Jawa, dan tradisi ruwatan.

2.1.1.1 Pengertian Tradisi atau Upacara Adat Jawa

Upacara adat Jawa merupakan salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur (Sunjata, 2013: 73). Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto (1992: 5) dalam Sunjata (2013: 76), upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama.

(31)

permohonan keselamatan, kesejahteraan untuk masa yang akan datang. Pada umumnya upacara adat Jawa bertujuan untuk mensyukuri karunia Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk keberhasilan dalam kehidupannya.

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa

Berikut ini merupakan contoh beberapa macam tradisi Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini.

1. Nglarung

Nglarung merupakan salah satu upacara tradisional yang ada di Jawa. Nglarung berasal dari kata larung yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tradisi nglarung adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat (Suyami, 2008: 101). Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura (Sunjata, 2013: 75).

(32)

2. Mitoni (Tujuh Bulanan)

Dalam tradisi jawa mitoni merupakan rangkaian upacara yang saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Upacara mitoni merupakan suatu upacara yang dilakukan pada seorang perempuan yang sedang hamil dan dilakukan pada saat usia kandungan menginjak usia tujuh bulan. Upacara ini bertujuan agar bayi yang ada dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh perlindungan dan keselamatan. Upacara yang dilakukan pada saat mitoni antara lain siraman, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain dari calon ayah ke calon ibu, ganti busana, memasukkan kelapa gading, memutus lilitan lawe/ lilitan benang/ janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (Yana, 2012: 50).

Dari pengertian tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa mitoni

merupakan salah satu tradisi Jawa yang diggunakan untuk mendoakan ibu serta

calon bayinya agar sehat dan selalu dalam lindunganNya dari dalam perut hingga

saat lahir di bumi.

3. Miwit

(33)

4. Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan ruwah menjelang bulan puasa (Herawati, 2010:25). Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 ruwah (pembukaan nyadran), 17 ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 ruwah (Sadranan Slikuran), 23 ruwah (Sadranan Telulikuran), dan 25 ruwah (Sadranan Penutup/ Sadranan Slawean). Tujuannya adalah mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan), menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan) karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010:6).

5. Ruwatan

Menurut, Herawati (2010: 3) Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (sakit, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.

(34)

2.1.1.3. Tata Upacara Ruwatan

Menurut Herawati (2010: 6-8) pada dasarnya ada empat hal pokok yang harus dilakukan saat melaksanakan upacara ruwatan, yakni:

1. Upacara Siraman

Upacara siraman dilakukan oleh ibu dari anak yang diruwat dengan air

kembang setaman yang bertujuan untuk membersihkan diri. Setelah

dibersihkan anak mengenakan pakaian adat Jawa dan didampingi oleh

dalang untuk bersujud meminta doa restu dihadapan orangtuanya,

tujuannya agar kehidupannya menjadi baik dan lancar tanpa halangan.

Setelah anak melakukan sungkem, dalang membacakan doa untuk

keselamatan anak dan juga supaya acaranya berlangsung sukses tidak ada

halangan.

2. Pertunjukkan wayang dengan lakon Murwakala.

Pertunjukkan wayang merupakan acara inti dari ruwatan. Dalang

memaikan wayang kulit dengan cerita Murwakala, Sesungguhnya lakon

Murwakala menceritakan kisah Batara Kala saat memburu mangsanya

yaitu anak sukerta (anak-anak yang dianggap kotor, sakit, membawa sial).

Biasanya acara pertunjukkan wayang pada malam harinya diselingi cerita

wayang lain sesuai permintaan yang punya rumah.

3. Upacara Srah-srahan dan Potong Rambut

Sebelum cerita pertunjukkan wayang berakhir dalang menghentikan

sebentar ceritanya dengan dilanjutkan acara srah-srahan yakni anak

(35)

anak yang diruwat tersebut. Dengan gunting yang telah disiapkan, ayah

dan ibu anak yang diruwat melakukan pemotongan rambut, nantinya

potongan rambut tersebut diserahkan kepada dalang untuk dibuang.

Selesai pemotongan rambut, dalang melanjutkan mendalangnya dengan

lakon Murwakala yang tinggal beberapa adegan.

4. Ucapan Terimakasih dan Tirakatan

Setelah rangkaian acara ruwatan berakhir, ayah dan ibu beserta anak yang

diruwat mengucapkan terimakasih kepada dalang karena telah meruwat

dan membebaskan anaknya dari celaka atau marabahaya. Kemudian

keluarga mengajak para tamu yang datang untuk tirakatan yakni berdoa

bersama dan makan bersama sebagai ucapan terimakasih kepada para tamu

yang telah membantu selama berlangsungnya ruwatan.

2.1.1.4 Tujuan Ruwatan

Menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa yang masih melestarikan tradisi Jawa, pelaksanaan ruwatan mempunyai tujuan. Tujuan-tujuan ruwatan sebagai berikut (Herawati, 2010: 14):

1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka yang datang dari sang

mahakala. Keberadaan Batara Kala ini ada pada ritual ruwatan dengan

lakon Batara Kala. Sebenarnya kala adalah waktu.

2. Dalam sebuah ritual ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena

tujuannya adalah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang

(36)

3. Kekuatan alam yang mahadasyat bisa menimbulkan rasa ketakutan dan kengerian pada manusia. Kekuatan alam itu bisa menimbulkan bencana

bagi manusia. Salah satu cara untuk menghindari bencana yaitu dengan

melakukan ruwatan

2.1.1.5 Nilai-nilai dalam Ruwatan

Ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, nilai-nilai yang mengacu terbinanya kebahagiaan semua orang (Bratasiswara, 2000: 636). Seperti nilai kebersamaan, gotong royong, saling membantu, berdoa kepada Tuhan, menghormati orangtua, menjaga kebersihan jiwa dan rohani. Nilai-nilai dalam ruwatan tersebut ternyata memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari karakter, karakter kebangsan, dan pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.2.1 Arti Karakter

(37)

dalam bertindak. Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (KBBI, 2012)

Menurut Koesoema dalam Sumarah, dkk (2015: 09), kata “karakter” berasal dari kata bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, dan “kharax” yang berarti “dipahat”. Karakter memiliki tiga unsur yang meliputi pengetahuan,

perasaan, dan tindakan moral. Ketiganya sering dilambangkan sebagai kepala, hati, dan tangan. Kepala merupakan simbol dari Competence, hati adalah simbol dari Conscience, dan tangan serta kaki sebagai simbol dari compassion manusia. Ketiga metafora bagian tubuh manusia itu digunakan untuk menandaskan bahwa (Setiawan, 2012)karakter manusia adalah suatu kesatuan yang utuh yakni kesatuan yang meliputi segi jasmani dan rohani juga segi pribadi dan sosial (Sumarah, 2015: 10).

Menurut pemerintah, karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).

(38)

membedakan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang tidak baik. Perilaku tersebut dapat berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, mapun berbangsa dan bernegara.. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan formal (sekolah) maupun non formal (keluarga, lingkungan). Karakter juga diggunakan untuk membedakan seseorang dengan yang lain.

2.1.2.2 Karakter Kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07). Dari Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter kebangsaan dibentuk dengan mencerminkan nilai-nilai yang berkaitan dengan olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.

(39)

kembali (jiwa dan raga), (4) olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan. Hal tersebut dapat ditunjukkan saat tradisi ruwatan masyarakat secara bergotongroyong membantu mempersiapkan tumpeng, makanan, dan tempat untuk ruwatan. Selain itu nilai kebersamaan tercermin dalam tirakatan atau berdoa dan makan bersama.

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang khas– baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28). Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan tujuannya (Funderstanding 2006 dalam Samani, 2013:44).

(40)

berpikir kritis, inovatif, kreatif), olah raga (aktifitas yang disertai sportivitas), dan olah rasa dan karsa (kepedulian).

2.1.3 Buku Cerita Anak

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian hakekat buku cerita anak, macam-macam bentuk buku cerita anak, dan tujuan buku cerita anak.

2.1.3.1Hakekat Buku Cerita Anak

Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita. Buku anak adalah buku yang sesuai dengan tingkat kemampuan membaca dan minat anak-anak dari kelompok umur tertentu atau tingkatan pendidikan, mulai prasekolah hingga kelas enam SD (Wikipedia, 2015)

(41)

menarik minat orang, (g) akhir yang baik dengan kesimpulan, (h) berisi pesan atau moral yang jelas.

2.1.3.2Macam-macam Bentuk Buku Cerita Anak

Dalam mengarang buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006: 4). Cerita fiksi adalah cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah sebabnya cerita fiksi juga disebut sebagai cerita rekaan. Selain fiksi ada juga cerita non fiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi merupakan nyata.

(42)

2.1.3.3Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak memiliki tujuan, diantaranya adalah (Raines & Isbell, 2002:vii): (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c) memperluas pengetahuan anak, (d) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak, (e) mengembangkan imajinasi anak, (e) dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literatur.

2.1.4 Peran Media Dalam Pendidikan Karakter

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari media pembelajaran, dan media visual gambar.

2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari Latin, yang merupakan medium yang berarti sesuatu yang terletak di tengah atau suatu alat. Dalam webster dictionary, media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak ditengah dalam bentuk jenjang. Atau alat apa saja yang digunkan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan (Anitah, 2010: 4)

(43)

visual. Smaldino, dkk (2008) dalam Anitah (2010: 5) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi.

Dari pengertian beberapa tokoh di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat berupa orang, bahan, dan alat yang dapat berbentuk lisan maupun visual yang digunakan untuk mempermudah penyampaian informasi yang akan disampaikan kepada orang lain atau penerima pesan.

2.1.4.2Media Visual Gambar

Gerlach & Ely (1980) dalam Anitah (2010: 7) mengatakan bahwa gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Gambar juga memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret (gambaran) masa yang akan datang. Smaldino, dkk (2008) dalam Anitah (2010: 8) mengatakan bahwa gambar atau fotografi dapat memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti: binatang, orang, tempat, atau peristiwa.

Edgar Dale (1963) dalam Anitah (2010: 8) mengatakan bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf dari lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkret (pengalaman langsung). Maka berdasarkan media visual

gambar tersebut, prototipe buku cerita “Tradisi Ruwatan” merupakan salah satu

(44)

Masih menurut Anitah (2010: 8-9) kelemahan gambar sebagai berikut: (a) kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjunkkan di kelas yang besar; (b) gambar mati adalah gambar dua dimensi. Untuk menunjukkan dimensi yang ketiga (kedalam benda), harus digunakan satu seri gambar dai objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda; (c) tidak menunjukkan gerak; (d) pembelajar tidak perlu mengetahui bagaimana membaca gambar.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gambar merupakan bagian dari media pembelajaran yang dapat diggunakan untuk membantu pemahaman seseorang agar lebih jelas dan lebih objektif.

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian dari psikologi perkembangan anak, tugas perkembangan anak, dan fase perkembangan anak. 2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak

Menurut Carpendale, Muller, & Bibok (2008) dalam Santrok, usaha secara kognitif untuk membangun pemahaman mengenai dunianya itu melibatkan dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Sedangkan Byrnes (2008) dalam Santrock, untuk membuat dunia kita masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kita. Selain berusaha mengorganisasikan berbagai pengamatan dan pengalaman, kita juga beradaptasi, yaitu menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru dari lingkungan.

(45)

sebagai berikut: (1) tahap sensorimotor (lahir hingga umur 2 tahun) dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik dan motorik, (2) tahap praoprasi (umur 2 hingga 7 tahun) dalam tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar, (3) tahap operasi kongkrit (umur 7 hingga 11 tahun) tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan dengan contoh-contoh yang konkret., (4) tahap operasi formal tahap operasi formal (11-15 tahun), dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Dari beberapa tahap perkembangan kognitif menurut Piaget tersebut, anak

usia 9 hingga 10 tahun termasuk ke dalam operasi kongkret. Pada masa ini anak

mampu berpikir logis, mampu memahami percakapan, mampu mengingat,

memahami masalah dan memecahkan masalah yang bersifat konkret.

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun menurut Yusuf (2009: 69) sebagai berikut:

a. Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan.

Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin

stabil, makin mantap dan cepat.

b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai

makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan

(46)

diri; (2) mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria

atau wanita) dan juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun

postur tubuh) secara positif.

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan

diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman

sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin

diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik,

tetapi mungkin juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman

sepermainannya suka mengganggu atau nakal.

d. Belajar memainkan peranana sesuai dengan jenis kelaminnya. Apabila

anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin tampak.

Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak

akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas

laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang.

e. Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah

satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan

jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk

menerima pengajaran. Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang

berbudaya, paling sedikit anak harus tamat sekolah dasar (SD), karena dari

sekolah dasar anak sudah memperoleh ketrampilan dasar dalam membaca,

menulis, dan berhitung.

f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat

(47)

ingatan pada kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu

disebut konsep (tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin

bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan

konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah

atau ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat-istiadat dan

sebagainya. Untuk mengembangkan tugas perkembangan anak ini, maka

guru dalam mendidik/ mengajar di sekolah sebaiknya memberikan

bimbingan kepada anak untuk:

1. Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya

tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan

kehidupan bermasyarakat.

2. Banyak membaca buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami

konsep-konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya

dan semakin mudah pula bagi anak untuk mempergunakannya pada

waktu berpikir.

g. Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan

sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal

ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama

(moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan atau tidak

melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah

(48)

h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat

membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan

datang bebas dari pengaruh orangtua dan orang lain.

i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan

lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap tolong

-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain,

toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak orang lain.

2.1.5.3Fase Perkembangan Anak

Anak usia 9-10 tahun termasuk dalam kategori fase perkembangan anak usia 6-12 tahun, menurut Yusuf (2009: 178-184) sebagai berikut :

1. Perkembangan Intelektual

Pada masa ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah berpikir

konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya

sebagai operasi konkret. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan

melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau

penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya.

2. Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam

pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran

dan pernyataan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau

gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar

(49)

3. Perkembangan Sosial

Perkembangan Sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan

sosial. Dalam masa ini anak ditandai dengan adanya perluasan

hubungan, disamping dengan keluarga juga dengan teman sebaya, teman

di kelas sehingga menambah ruang gerak hubungan sosialnya.

4. Perkembangan Emosi

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku

individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi-emosi

yang terjadi dalam masa ini seperti marah, takut, cemburu, iri hati, kasih

sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.

5. Perkembangan Moral

Pada masa ini, anak sudah mengikuti tuntutan dari orangtua atau

lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini anak sudah memahami alasan

yang mendasari suatu peraturan.

6. Perkembangan Motorik

Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik

yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk

belajar ketrampilan yang berkaitan dengan motorik.

2.2. Penelitian yang Relevan

(50)

2.2.1. Penelitian Berhubungan dengan Buku Cerita Anak

Tinjauan pustaka ini digunakan untuk mengkaji hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penulis. Berikut penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya:

Pertama, penelitian yang berjudul “Pengembangan Materi Ajar Cerita Anak Yang Mengandung Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Membaca Cerita Anak SMP Kelas VII di Singaraja” oleh N. M. Ermadwicitawati (2013). Dalam penelitian dijelaskan bahwa siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Singaraja memiliki pemahaman membaca cerita anak yang mengandung nilai karakter dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni bahasa yang diggunakan dalam buku cerita dan isi yang disampaikan dalam cerita anak tersebut. Selain memahami cerita dengan baik, para siswa juga menunjukkan respon yang sangat baik terhadap produk penelitian ini.

(51)

2.2.2. Penelitian Berhubungan dengan Ruwatan

Berikut penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya berhubungan dengan ruwatan:

Pertama, penelitian yang berjudul “Dampak Psikologis Ruwatan” oleh Feriyatin Dwi Astutik. Dalam penelitiannya Feriyatin mengatakan kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa upacara adat ruwatan membawa pengaruh dalam kehidupan seseorang yang telah melaksanakan ruwatan. Dampak psikologis yang dirasakan subyek setelah diruwat menganggap kesialan dalam hidupnya hilang, mendapat ketenangan dalam hidup, lebih dapat mengendalikan emosi, merasa bahagia dan lega setelah diruwat, lebih mawas diri, bahagia kesehatannya membaik, usahanya menjadi lancar, menjadi lebih percaya diri, serta bersemangat dalam bekerja.

(52)

juga memberikan saran agar upacara ruwatan terus dilestarikan dengan jalan disosialisasikan kepada masyarakat melalui pendidikan formal.

Berdasarkan empat penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi: (1) penelitian berkaitan menghasilkan buku cerita yang mengandung nilai karakter, peneliti mendapatkan masukkan bahwa untuk menarik minat anak terhadap buku maka dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor bahasa dan faktor isi yang akan disampaikan. (2) Penelitian berkaitan dengan membangun karakter bangsa melalui cerita rakyat, peneliti mendapatkan masukkan bahwa usia SD merupakan masa keemasan untuk menanamkan karakter bangsa salah satunya melalui cerita rakyat karena sesuai dengan sesuai kepribadian anak sebagai anggota masyarakat dalam daerah atau budaya tertentu. (3) Penelitian berkaitan dengan ruwatan yang membawa pengaruh dalam kehidupan seseorang yang telah melaksanakan ruwatan. (4) Penelitian berkaitan dengan kegiatan yang ada dalam ruwatan lakon murwakala yang memiliki etika moral, nilai-nilai filosofis kehidupan yang bermanfaat bagi penalaran budi pekerti masyarakat. Peneliti mendapatkan masukkan bahwa perlu adanya metode untuk melestarikan tradisi ruwatan agar tidak semakin ditinggalkan dengan cara mensosialisasikan dalam pendidikan formal.

(53)

Bagan 1. Penelitian yang relevan

Penelitian I oleh Feriyatin Dwi Astutik (2007)

Tradisi Jawa ruwatan: Dampak psikologis ruwatan

Penelitian II oleh Lestari Wahyu (2008)

Tradisi Jawa terdapat nilai moral: ruwatan

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter.

Menghasilkan buku cerita anak yang mengandung nilai karakter

Untuk menanamkan nilai karakter usia SD dapat menggunakan buku cerita

rakyat karena sesuai dengan kepribadian anak

ruwatan membawa pengaruh positif dalam hidup seseorang.

Dalam ruwatan terdapat lakon murwakala yang memiliki etika moral,

(54)

2.3. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tujuan penelitian yang terdahulu, ternyata pengembangan buku cerita anak untuk usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan masih relevan untuk diteliti. Kebaruan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu peneliti membuat sebuah prototipe buku cerita mengenai tradisi ruwatan.

Prototipe yang peneliti kembangkan berupa buku cerita anak dengan judul

“Tradisi Ruwatan”. Prototipe buku tersebut dapat digunakan baik di dalam

maupun di luar kelas untuk memfasilitasi anak dalam memahami tradisi ruwatan sebagai salah satu budaya Jawa yang memiliki nilai-nilai karakter kebangsaan. Prototipe yang dikembangkan peneliti berupa: (1) prototipe berupa buku cerita

anak berjudul “Tradisi Ruwatan”. (2) prototipe terdiri dari cover, daftar isi, kata

pengantar, 14 gambar tentang tradisi ruwatan, dan daftar pustaka. (3) Kata pengantar berisi tentang tradisi ruwatan agar dapat membantu anak memahami isi keseluruhan dari buku yang akan dibaca. (4) Buku cerita berisikan 14 gambar yang berisikan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. (5) Prototipe buku dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan dan mengekspresikan kreatifitas anak sesuai dengan imajinasinya saat membuat refleksi.

Peneliti membuat prototype buku ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian yang mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Peneliti berharap prototipe buku cerita “Tradisi Ruwatan” yang dihasilkan dapat membantu anak

(55)

yang diggunakan untuk membentuk karakter kebangsaan yang tercermin dalam buku cerita

2.4. Pertanyaan Penelitian

2.4.1. Bagaimana prosedur penyusunan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

(56)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini metode penelitian ini akan membahas tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur penelitian, uji validitas produk, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan, yang biasa dikenal dengan penelitian R & D (Research and Development). Research and Development yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297). Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita untuk anak usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Produk buku ini berguna bagi anak-anak untuk memahami serta ikut melestarikan tradisi jawa khusunya ruwatan, selain itu produk ini juga dapat diggunakan untuk membentuk karakter kebangsaan anak-anak yang tercermin dalam tradisi ruwatan.

3.2Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

(57)

untuk uji coba produk peneliti lakukan di Kauman, Ngrundul, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun. Untuk wawancara subjek penelitian berjumlah 11 anak, untuk pembagian kuesioner analisis kebutuhan sejumlah 29 anak, sedangkan untuk uji coba produk subjek penelitian berjumlah 11 anak.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita untuk anak usia 9-10 tahun tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama sembilan bulan, terhitung mulai dari bulan Juni 2015 sampai dengan Februari 2016.

3.3Prosedur Pengembangan

(58)

pemakaian, (9) revisi produk, (10) produksi massal. Langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan berikut.

Bagan 2. Langkah-langkah Research and Development (Sugiyono, 2012:297)

Namun, peneliti hanya menggunakan enam langkah dari sepuluh langkah dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dikarenakan keterbatasan waktu, dan biaya. Enam langkah yang diggunakan oleh peneliti akan akan dijelaskan pada bagan 3.3.2. Langkah-langkah prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan akan dijelaskan pada setiap bagian di bawah ini:

(59)

Bagan 3: Prosedur Pengembangan Prototipe

 Pengumpulan lembar kuesioner pra penelitian

 Membuat cerita

Membuat sketsa gambar tradisi ruwatan.  Konsultasi dan revisi sketsa

 Menggabungkan antara cerita dan gambar oleh ahli desain grafis

 Potensi : Tradisi Jawa memiliki nilai-nilai  Masalah : Kurangnya pemahaman anak

tentang tradisi ruwatan melalui wawancara kepada beberapa anak, dan penyebaran lembar kuesioner pra penelitian

 Validasi desain dilakukan oleh ahli bahasa dan sastra

 Perbaikan prototipe berdasarkan kritik dan saran validator

 Revisi prototipe buku cerita

Tahap 6

Uji Coba Produk

(60)

3.3.1 Potensi dan Masalah

Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan oleh peneliti dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa anak-anak usia 9-10 tahun tidak memahami tentang tradisi ruwatan. Selain melakukan wawancara peneliti juga membagikan kuesioner analisis kebutuhan anak di SDN Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun membutuhkan sebuah buku cerita tentang tradisi ruwatan untuk membantunya memahami tradisi ruwatan.

Dari hasil kuesioner analisis kebutuhan, ternyata anak usia 9-10 tahun membutuhkan buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Hal ini mendorong peneliti sebagai seorang calon guru SD, untuk melakukan penelitian membuat buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dengan tujuan untuk mengenalkan salah satu tradisi Jawa dan membentuk karakter kebangsaan agar-anak mulai sejak dini dapat menghargai kebudayaannya.

3.3.2 Pengumpulan Data

(61)

3.3.3 Desain Produk

Dalam tahap ini peneliti melakukan desain produk yang diawali dengan membuat cerita menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami oleh anak. Dalam cerita tersebut peneliti menonjolkan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam tradisi ruwatan seperti gotongroyong, kebersamaan, kerjasama, berdoa kepada Tuhan, menghormati orangtua (meminta doa restu). Setelah selesai membuat cerita, peneliti melanjutkan dengan membuat sketsa yang disesuaikan dengan cerita yang sudah peneliti buat sebelumnya seperti wayangan, gotong royong mendirikan panggung, sungkeman atau meminta doa restu.

Setelah sketsa dan cerita selesai peneliti dibantu seorang desain grafis melakukan tahap finishing untuk melakukan perbaikan gambar dan pemberian warna agar lebih menarik minat anak-anak dalam membaca buku, sehingga anak-anak dapat memahami isi buku tentang tradisi ruwatan dengan mudah. Desain produk ini terdiri dari cover atau sampul, daftar isi, kata pengantar, isi cerita yang berupa teks cerita dan gambar tentang tradisi ruwatan, serta daftar pustaka.

3.3.4 Validasi Desain

(62)

menemukan kelebihan dan kekurangan dari prototipe yang akan dikembangkan guna melakukan perbaikan desain.

3.3.5 Revisi Desain

Dalam tahap ini peneliti melakukan perbaikan desain dari hasil kritik dan saran yang telah ahli sastra dan bahasa berikan terhadap prototipe yang diberikan. Peneliti memperbaiki kekurangan dari pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar lebih baik dan mudah dipahami oleh anak.

3.4Uji Coba Produk

Uji coba produk dilakukan setelah mengumpulkan berbagai informasi guna menentukan kualitas buku cerita tentang tradisi ruwatan. Data tersebut digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan. Dari hasil perbaikan tersebut, maka prototipe dapat diujicobakan kepada anak usia 9-10 tahun sesuai dengan kriteria. Dalam uji coba produk anak akan diberikan lembar kuesioner dalam bentuk refleksi untuk mengetahui apakah anak dapat memahami tradisi ruwatan seperti yang diharapkan oleh peneliti.

3.5Instrumen Penelitian

(63)

3.5.1 Kisi-kisi Instrumen Analisis Kebutuhan

Peneliti menyusun instrumen analisis kebutuhan untuk anak dengan tujuan agar peneliti dapat menyusun produk yang akan dikembangkan sesuai yang dibutuhkan. Kisi-kisi instrumen analisis kebutuhan terdiri dari empat aspek yaitu: (1) definisi tradisi ruwatan, (2) tujuan dari tradisi ruwatan, (3) kegiatan dalam tradisi ruwatan, (4) upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita

.

Keempat aspek tersebut dijadikan kedalam 12 pernyataan. Adapun kisi-kisi instrumen analisis kebutuhan yang kemudian dijadikan sebagai kuesioner analisis kebutuhan untuk anak dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen analisis kebutuhan

No Aspek Nomor Item

Pernyataan

1. Definisi ruwatan

1 dan 2 1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (olah pikir dan olah hati).

2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri

seseorang dari “sukerta” (bahaya, kesialan,

(64)

2. Tujuan ruwatan pada umumnya

3 dan 4 3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang

mengancamnya (olah hati dan olah pikir yang berkaitan dengan beriman pada Tuhan).

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat

seseorang kembali sehat dan ceria (olah raga atau kinestetika ).

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi ruwatan

5-10 5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong (olah rasa dan karsa)

6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang (olah rasa dan olah hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa).

7. Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang (reflektif). (olah pikir)

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat (olah hati yang berkaitan dengan amanah).

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya (olah hati dan olah rasa berkaitan dengan rasa bersyukur dan kepedulian)

(65)

4. Upaya

11-12 11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

Saran atau komentar:

Tabel 2. Kuesioner analisis kebutuhan anak

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya.

2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang.

3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang mengancamnya.

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan, pengaruh jahat, seseorang kembali sehat dan ceria

5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak orang/ gotongroyong.

6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai pembacaan doa oleh dalang

(66)

pertunjukkan wayang.

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat.

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang karena telah mengruwat anaknya.

10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak keluarga.

11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita bergambar.

3.5.2 Kisi-kisi instrumen validasi produk

Peneliti menyusun instrumen validasi produk yang diggunakan untuk menilai produk buku cerita tentang tradisi ruwatan. Kisi kisi yang akan diggunakan untuk mengetahui kualitas produk tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu (1) bahasa, (2) format penulisan prototipe, (3) isi buku. Ketiga aspek tersebut dibuat dalam sembilan aitem. Kisi-kisi instrumen validasi produk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Lembar Validasi Produk

No Item yang dinilai Skor

1-4

Saran

1. Bahasa a. Bahasa sesuai dengan kaidah penulisan (EYD)

b. Bahasa mudah dipahami untuk anak usia 9-10 tahun

2. Format penulisan

Gambar

Gambar 2 Perbaikan Sketsa oleh Desain Grafis .................................................
Gambar juga memberikan gambaran dari waktu yang telah lalu atau potret
gambar mati adalah gambar dua dimensi. Untuk menunjukkan dimensi yang
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen analisis kebutuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembicara, lokasi, tanggal dan waktu, dan tujuan dari kegiatan. Informasi ini harus muncul dengan huruf tebal. Penasehat harus mengatakan pada media mengapa kegiatan ini

PERBEDAAN KUAT TEKAN, BERAT JENIS DAN DAYA SERAP AIR DARI BATA BETON RINGAN FOAM DENGAN KANDUNGAN VOLUME BUSA LERAK 30% DAN 40% SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN AJAR MATA

Metode pengolahan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari sumbernya, kemudian dilakukan suatu analisis. Analisis tersebut dapat digunakan secara

terlibat di dalam proses penyaluran barang mulai dari titik produksi sampai.. titik konsumen dapat dikelompokkan yaitu: (1) penggolongan

• In third example, the prepositional phrase of place beyond the mountains causes the subject town to come after the verb lies.. the subject and verb will

11 Year 1967 on the Mining Main Conditions which have been marginalized and have confused the public tradition law society residing in the Talawi district of the Sawahlunto city.

Perlu diketahui penelitian yang di gunakan secara kuantitatif itu sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan saat ini, penelitian saat ini penulis menggunakan

Dari hasil penelitian ke beberapa pengrajin mebel bambu, hanya beberapa jenis bambu yang layak dipakai sebagai bahan mebel bambu yaitu; bambu apus (tali) yang biasa digunakan untuk