ABSTRAK
Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Kontek Pendidikan Karakter Kebangsaan. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian pengembangan ini berawal dari adanya potensi dan masalah yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensinya adalah dengan adanya tardisi ruwatan dapat membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 20 anak adalah kurang memahami arti dari tradisi ruwatan, kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan memerlukan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan berupa prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
Prototipe buku cerita anak ini menggunakan enam langkah pengembangan meliputi: 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) validitas desain, 5) revisi desain, 6) uji coba produk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Prototipe buku cerita anak berisi 18 gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur (olah hati), dan nilai berdaya tahan dan tangguh (olah raga). Prototipe divalidasi oleh ahli bahasa dengan skor 3,3 (rentang 1-4). Sehingga dikategotrikan “sangat baik”.
Uji coba produk diujikan pada 10 anak di SD Kanisius Kenteng. Hasil dari refleksi menunjukkan 96,7% anak sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ruwatan.
ABSTRACT
Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Children Book Prototype Development About Ruwatan Tradition Focusing on National Character Education. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teachers Education Study Program. Sanata Dharma University.
This particular development research emerged from potential and problems that come with ruwatan tradition. This tradition has potential for developing children’s characters. From the questionnaires that had been distributed to 20 participants, the problems found were the lack of understanding about ruwatan tradition, its ceremonial procession, and the needs of its book. Therefore, the researcher was encouraged to conduct a development research on children book prototype about ruwatan tradition that focuses on national character education.
This children book prototype was elaborated using six development stages which were: 1) potential and problems, 2) data gathering, 3) product design, 4) design validity, 5) design revision, 6) product testing. The purpose of this research was developing the children book prototype related to ruwatan tradition in national character education. This prototype consisted of 18 different stories about ruwatan tradition. There were four activities in ruwatan tradition that adopted the values of character education which were cooperation value (the feeling and the will), reflective value (thought), gratitude value (conscience), and endurance value (physical exercise). The prototype was validated by language expert with the score of 3,3 out of 4. Therefore, it was categorized as “very good”.
Product testing was carried out to 10 children in Kanisius Kenteng elementary school. The result of general reflection showed that 96,7% the children had already understood the values within ruwatan tradition.
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK
TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Maria Septi Hayuadhine
NIM: 121134066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK
TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Maria Septi Hayuadhine NIM. 121134066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur yang tak terhingga peneliti panjatkan atas selesainya skripsi ini. Banyak pihak yang turut mendukung baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan skripsi ini, untuk itu dengan senang hati saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang selalu memberikan kekuatan, kesabaran, kesehatan, dan selalu melimpahkan kasih-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua yang saya cintai dan sayangi, Bapak Tarcicius Suwardi Wardi Siwantara dan Ibu Maria Magdalena Sulasmi yang dengan tulus mencintai dan menyayangi saya, selalu memberikan dorongan, nasihat, doa, bimbingan, dan berjuang tanpa pamrih untuk kebahagiaan anak-anaknya.
3. Adik yang saya kasihi, Agustina Dina Dinanti yang sudah memberikan penghiburan dikala sedang gundah gulana.
4. Andro Kurniawan Rakasiwi, kekasih yang dapat menjadi teman, sahabat, kakak, dan konsultan dari setiap masalah yang saya hadapi.
5. Keluarga besar Parto Ribut dan Karnomo, yang selalu memberikan dukungan, kekuatan, dan doa.
6. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat bagi saya.
7. Teman-teman satu payung, yang selalu saling mendukung, saling berbagi pengalaman, dan keceriaan selama proses pembuatan skripsi ini.
v
MOTTO
“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.”
~Aristoteles~
"Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya
dengan baik." ~Evelyn Underhill~
"Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh,
bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu."
~Marcus Aurelius~
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Februari 2016 Peneliti,
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:
Nama : Maria Septi Hayuadhine
Nomor Mahasiswa : 121134066
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 25 Februari 2016
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Kontek Pendidikan Karakter Kebangsaan. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian pengembangan ini berawal dari adanya potensi dan masalah yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensinya adalah dengan adanya tardisi ruwatan dapat membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 20 anak adalah kurang memahami arti dari tradisi ruwatan, kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan memerlukan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan berupa prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
Prototipe buku cerita anak ini menggunakan enam langkah pengembangan meliputi: 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) validitas desain, 5) revisi desain, 6) uji coba produk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Prototipe buku cerita anak berisi 18 gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur (olah hati), dan nilai berdaya tahan dan tangguh (olah raga). Prototipe divalidasi oleh ahli bahasa dengan skor 3,3 (rentang 1-4). Sehingga dikategotrikan “sangat baik”.
Uji coba produk diujikan pada 10 anak di SD Kanisius Kenteng. Hasil dari refleksi menunjukkan 96,7% anak sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ruwatan.
ix ABSTRACT
Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Children Book Prototype Development About Ruwatan Tradition Focusing on National Character Education. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teachers Education Study Program. Sanata Dharma University.
This particular development research emerged from potential and problems that come with ruwatan tradition. This tradition has potential for developing children’s characters. From the questionnaires that had been distributed to 20 participants, the problems found were the lack of understanding about ruwatan tradition, its ceremonial procession, and the needs of its book. Therefore, the researcher was encouraged to conduct a development research on children book prototype about ruwatan tradition that focuses on national character education.
This children book prototype was elaborated using six development stages which were: 1) potential and problems, 2) data gathering, 3) product design, 4) design validity, 5) design revision, 6) product testing. The purpose of this research was developing the children book prototype related to ruwatan tradition in national character education. This prototype consisted of 18 different stories about ruwatan tradition. There were four activities in ruwatan tradition that adopted the values of character education which were cooperation value (the feeling and the will), reflective value (thought), gratitude value (conscience), and endurance value (physical exercise). The prototype was validated by language expert with the score of 3,3 out of 4. Therefore, it was categorized as “very good”.
Product testing was carried out to 10 children in Kanisius Kenteng elementary school. The result of general reflection showed that 96,7% the children had already understood the values within ruwatan tradition.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, karunia, dan kasih-Nya yang berlimpah sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan PROTOTIPE BUKU
CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN. Penyusun skripsi ini menjadi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan berbagai
pihak. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si, M.Pd. selaku Kaprodi PGSD Universitas
Sanata Dharma.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD
Universitas Sanata Dharma.
4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech. selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
6. Drs. Sukawit, M.A. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tegalrejo 2 yang telah
memberikan ijin serta dukungan selama proses pelaksanaan penelitian di SD
xi
7. Emanuel Sulistya Asmara, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Kenteng
yang telah memberikan ijin untuk melakukan uji coba produk serta dukungan
selama proses pelaksanaan penelitian di SD tersebut.
8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian
ini.
9. Para siswa siswi SD Negeri Tegalrejo 2 dan SD Kanisius Kenteng, khususnya
siswa siswi kelas 4 yang telah bekerja sama dengan baik selama proses
penelitian.
10. Kedua orang tua, Tarcicius Suwardi Wardi Siswantara dan Maria Magdalena
Sulasmi yang selalu mendukung dalam bentuk apapun.
11. Keluarga besar Parto Ribut dan Karnomo yang selalu memberi dukungan dan
doa.
12. Teman-teman kolaboratif yaitu: Laras, Ayu, Reni, Siti, Nike, Ambar, Vinta,
Tyas, Dian, Andro, Dani, dan Wahyu yang telah sama-sama berjuang.
Peneliti juga menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Penelitia
berharap, hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 25 Februari 2016
Peneliti,
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
1.6. Definisi Operasional ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1. Kajian Teori ... 8
2.1.1. Tradisi Jawa ... 8
2.1.1.1.Pengertian Tradisi Jawa ... 8
2.1.1.2.Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9
2.1.2. Ruwatan ... 12
2.1.2.1.Pengertian Ruwatan ... 12
2.1.2.2.Tujuan Upacara Ruwatan ... 12
2.1.2.3.Golongan Sukerta ... 13
2.1.2.4.Tata Upacara Ruwatan ... 14
2.1.2.5.Perlengkapan Upacara Ruwatan ... 15
2.1.2.6.Nilai-Nilai dalam Ruwatan ... 17
2.1.3. Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 18
2.1.3.1.Pengertian Karakter ... 19
2.1.3.2.Karakter Kebangsaan ... 19
2.1.3.3.Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 21
2.1.3.4.Pendidikan Karakter dalam Tradisi Ruwatan ... 23
2.1.4. Buku Cerita Anak ... 23
2.1.4.1.Pengertian Buku Cerita Anak ... 24
2.1.4.2.Tujuan Buku Cerita Anak ... 24
xiii
2.1.5. Literasi Anak ... 26
2.1.6. Anak Usia 9-11 Tahun ... 27
2.1.6.1.Psikologi Perkembangan Anak ... 28
2.1.6.2.Tugas Perkembangan Anak Usia 9-11 Tahun ... 30
2.2. Penelitian yang Relevan ... 31
2.3. Kerangka Berpikir ... 34
2.4. Pertanyaan Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1. Jenis Penelitian ... 37
3.2. Setting Penelitian ... 37
3.2.1. Tempat Penelitian ... 37
3.2.2. Subjek Penelitian ... 38
3.2.3. Objek Penelitian ... 38
3.2.4. Waktu Penelitian ... 38
3.3. Prosedur Pengembangan ... 38
3.3.1. Potensi dan Masalah ... 41
3.5. Instrumen Penelitian ... 43
3.5.1. Kisi-Kisi Lembar Wawancara ... 43
3.5.2. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner ... 44
3.5.3. Validator Kuesioner Pra Penelitian ... 44
3.5.4. Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 46
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.7. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1. Hasil Penelitian ... 51
4.1.2. Manfaat Prototipe Buku Cerita Anak ... 64
4.2. Pembahasan ... 66
4.3. Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 71
BAB V PENUTUP ... 72
5.1. Kesimpulan ... 72
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 72
5.3. Saran ... 72
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ... 44
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 44
Tabel 3.3 Hasil Validasi Kuesioner Pra Penelitian oleh Ahli ... 44
Tabel 3.4 Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 46
Tabel 3.5 Hasil Interval Skala 1-4 ... 49
Tabel 4.1 Hasil Wawancara ... 54
Tabel 4.2 Hasil Rekap Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 54
Tabel 4.3 Hasil Validasi Prototipe oleh Ahli Bahasa Indonesia ... 59
Tabel 4.4 Saran Validator Ahli Bahasa Indonesia dan Revisi ... 60
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Literatur Map dan Penelitian yang Relevan ... 34
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pengembangan Menurut Sugiyono ... 39
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 40
Gambar 4.1 Sketsa Awal ... 57
Gambar 4.2 Perbaikan oleh Ahli Desain Grafis ... 58
Gambar 4.3 Anak-Anak sedang Membaca ... 64
Gambar 4.4 Gambar-Gambar Yang Ada di Dalam Buku Cerita ... 67
Gambar 4.5 Hasil Refleksi anak ... 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 ... 75
a. Pedoman Wawancara ... 75
b. Hasil Wawancara ... 76
Lampiran 2 ... 77
a. Kisi-kisi Kuesioner Pra Penelitian ... 77
b. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 78
c. Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 84
d. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 93
Lampiran 3 ... 94
a. Validasi Prototipe Ahli Bahasa ... 94
b. Kuesioner Uji Coba Produk ... 97
c. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Uji Coba Produk ... 104
Lampiran 4 ... 105
a. Surat Ijin Pra Penelitian di SD Negeri Tegalrejo 2 ... 105
b. Surat Ijin Uji Coba Produk di SD Kanisius Kenteng ... 106
c. Surat Sudah Melakukan Pra Penelitian di SD Negeri Tegalrejo 2 ... 107
d. Surat Sudah Melakukan Uji Coba Produk di SD Kanisius Kenteng ... 108
Lampiran 5 ... 109
a. Hasil Refleksi Anak ... 109
b. Foto Kegiatan Penelitian ... 110
Lampiran 6 ... 112
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1.Latar Belakang Masalah
Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang yang masih
dijalankan oleh masyarakat sampai sekarang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008:645). Tradisi Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak tradisi yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tradisi juga sering disebut upacara adat. Upacara
adat adalah salah satu budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan dan
dilestarikan keberadaannya, selain itu upacara adat juga merupakan kegiatan
pewarisan nilai-nilai dari generasi kegenerasi selanjutnya atau secara turun
temurun (Sulistyobudi dkk, 2013:73).Tradisi Jawa adalah suatu bentuk adat
istiadat yang mengandung nilai-nilai moral, aturan-aturan yang sudah ada, dan
sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa. Terdapat berbagai
macam tradisi yang ada di Jawa beberapa diantaranya adalah nyadran, nglarung,
ruwatan, sekaten, dan masih banyak lagi. Tradisi nyadran adalah tradisi yang bertujuan untuk menghormati dan mendoakan arwah leluhur. Tradisi nglarung
merupakan tradisi yang bertujuan untuk mengucapkan syukur atas hasil laut yang
telah berlimpah. Tradisi ruwatan merupakan tradisi yang bertujuan untuk
membebaskan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang
2
adalah ruwatan yang memiliki nilai gotong royong, reflektif, syukur, berdaya
tahan dan tangguh.
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan
pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3). Ruwatan adalah salah satu
upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai
upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat)
yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Ruwatan bertujuan
untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang
mengancamnya. Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai luhur diantaranya nilai
kebersamaan, nilai gotong royong, dan nilai ketuhanan. Nilai kebersamaan dan
gotong royong dapat dilihat dari kagiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi
ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan. Nilai ketuhanan terlihat saat
anak-yang akan diruwat bersujud dihadapan orang tuanya dan berdoa untuk memohon
kepada Tuhan agar acara dapat terselenggara dengan lancar.
Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.
Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik
anak-anak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuh kembangkan
kepribadian seorang anak (Megawangi & Gaffar dalam Kesuma, 2011:5).
Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan diantaranya
Olah hati meliputi bersyukur kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika
tradisi ruwatan telah selesai diselenggarakan, keluarga menyediakan makanan
tumpeng untuk disantap bersama oleh para warga. Olah pikir meliputi reflektif,
hal tersebut ditunjukkan ketika pemotongan rambut anak yang diruwat. Hal
tersebut melambangkan bahwa anak harus membuang pikiran yang buruk dan
melakukan yang baik. Olah raga/kinestetika meliputi berdaya tahan dan tangguh
hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak yang diruwat menerima srah-srahan
yang berupa kelapa, tebu wulung, dan bunga melati. Hal tersebut melambangan
bahwa seseorang harus memiliki ketangguhan dan berdaya tahan yang kuat . Olah
rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat
ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi
ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong untuk membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.
Pada zaman yang semakin modern ini, banyak anak yang sudah melupakan
tradisi-tradisi Jawa kuhusnya ruwatan. Hal tersebut terbukti ketika peneliti
melakukan wawancara pada empat anak, peneliti mendapatkan data awal bahwa
semua anak tidak memahami tentang tradisi ruwatan, bahkan mereka tidak
mengetahui bahwa tradisi ruwatan adalah bagian dari tradisi Jawa. Para orang tua
kurang menanamkan pemahaman akan tradisi-tradisi Jawa yang kita miliki
khususnya tradisi ruwatan yang sudah ada sejak dulu. Hal tersebut yang
menjadikan anak-anak pada jaman sekarang ini mulai melupakan tradisi-tradisi
Pendidik juga ikut ambil bagian untuk membantu anak agar mereka dapat
mengenal dan melestarikan budaya dan tradisi Jawa terutama tradisi ruwatan.
Tradisi ruwatan sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik kita, selain
untuk mengajarkan tentang melestarikan budaya, di dalam tradisi ruwatan juga
mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk karakter anak yang dapat berguna
bagi kehidupan.
Peneliti melakukan pra penelitian di SD N Tegalrejo 2 pada anak usia 9-11
tahun yang berjumlah 20 anak. Penelitian tersebut dilakukan pada tanggal 4
Desember 2015. Peneliti menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data tentang
pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Hasil dari kuesioner yang telah diisi
oleh anak, menunjukkan bahwa sebanyak 85% anak kurang memahami arti dari
tradisi ruwatan, sebanyak 85% anak kurang memahami tatacara pelaksanaan
tradisi ruwatan, dan sebanyak 90% anak memerlukan buku cerita tentang tradisi
ruwatan.
Data tersebut membuktikan bahwa anak kurang memahami arti dari tradisi
ruwatan dan kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan. Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak
tentang Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti fokus terhadap rumusan
1.2.1. Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang
tradisi ruwatan dalam membangun karakter kebangsaan anak?
1.2.2. Apakah prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dapat membantu
anak memahami nilai-nilai pendidikan konteks karakter kebangsaan?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1. Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam membangun karakter kebangsaan anak.
1.3.2. Menjelaskan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dapat
membantu anak memahami nilai-nilai pendidikan karakter karakter
kebangsaan.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Bagi anak
Anak dapat memahami nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan dalam
tradisi ruwatan.
1.4.2. Bagi peneliti
Mengembangkan prototipe tradisi ruwatan dalam upaya melestarikan salah
satu tradisi Jawa.
1.4.3. Bagi masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa tetap melaksanakan tradisi ruwatan sebab memiliki
1.5.Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.5.1. Prototipe berupa buku cerita bergambar. Ada 17 gambar yang diberi
penjelasan.
1.5.2. Gambar 1-9 menceritakan tentang persiapan upacara ruwatan. Upacara
persiapan tersebut menegaskan adanya nilai gotong royong (olah rasa dan
karsa).
1.5.3. Gambar 10-16 menunjukkan tentang puncak upacara ruwatan yang berisi
kegiatan-kegiatan bagaimana seorang anak dipersiapkan untuk dapat
diruwat atau dibebaskan dari marabahaya. Upacara tersebut mengandung nilai tentang pentingnya ketangguhan dan berdaya tahan anak dalam
menolak Betara Kala (olah raga/kinestetika), sehingga memiliki
kemampuan untuk bisa merefleksikan hal-hal yang baik dan menjauhi
hal-hal yang buruk (olah pikir).
1.5.4. Gambar 17 berisi upacara makan bersama sebagai ucapan syukur kepada
Tuhan karena anak yang diruwat sudah terbebas dari marabahaya.
1.5.5. Prototipe memuat refleksi untuk menggali pengetahuan anak tentang
tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter
kebangsaan.
1.6.Definisi Operasional
1.6.1. Prototipe
Suatu karya tulis yang dijadikan buku sebagai panduan yang belum
diproduksi secara masal.
1.6.2. Buku cerita
Sebuah buku yang berisi cerita dan gambar-gambar yang menarik bagi
anak.
1.6.3. Anak usia 9-11 tahun
Anak dalam tahap operasional konkret, dalam tahap ini anak lebih
menggunakan penalaran yang logis.
1.6.4. Tradisi Ruwatan
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya,
kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3).
1.6.5. Pendidikan karakter kebangsaan
Pendidikan karakter kebangsaan yaitu usaha yang dilakukan secara sadar
dengan tujuan untuk membentuk sikap atau perilaku yang memenudi
olah hati (beriman dan bertakwa), olah pikir (berpikir kritis, rasa ingin
tahua), olah raga (bersih dan sehat, sportif) dan olah rasa dan karsa
8 BAB II LANDASAN TEORI
Pada BAB II ini akan menjelaskan tentang kajian teori, penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.
2.1.Kajian Teori
Kajian teori ini akan membahas tentang tradisi Jawa, pendidikan karakter
kebangsaan, buku cerita anak, anak usia 9-11 tahun.
2.1.1.Tradisi Jawa
Tradisi Jawa ini akan menguraikan tentang pengertian tradisi Jawa,
macam-macam tradisi Jawa, ruwatan.
2.1.1.1. Pengertian Tradisi Jawa
Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang yang masih
dijalankan oleh masyarakat sampai sekarang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008:645). Tradisi merupakan penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang
telah ada merupakan yang paling baik dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2007:1208). Tradisi juga sering disebut upacara adat. Upacara adat adalah salah
satu budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan dan dilestarikan
keberadaannya, selain itu upacara adat juga merupakan kegiatan pewarisan
nilai-nilai dari generasi kegenerasi selanjutnya atau secara turun temurun (Sulistyobudi
dkk, 2013:73). Sejalan dengan definisi tersebut upacara adat merupakan suatu
bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat yang bertujuan untuk
mencari keselamatan secara bersama-sama (Soepanto dalam Sulistyobudi, dkk,
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi Jawa
adalah suatu kebiasaan atau suatu budaya yang sudah ada sejak jaman dahulu
yang masih dijalankan dan dipertahankan oleh masyarakat Jawa sampai sekarang.
Selain itu tradisi Jawa juga mengandung nilai-nilai yang harus diturunkan dari
generasi ke generasi.
2.1.1.2. Macam-macam tradisi Jawa
Jawa sangat kaya akan tradisinya berikut ini merupakan beberapa tradisi
yang ada di Jawa:
1. Nyadran
Nyadran adalah suatu rangkaian kegiatan adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat pada bulan ruwah. Nyadran dilakukan oleh orang Jawa
sebagai penghormatan pada arwah yang sudah meninggal (Herawati, 2010:25).
Nyadran bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur yang sudah meninggal. Selain mendoakan arwah leluhur, kegiatan lain adalah menabur bunga di atas
makam para leluhur.
Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara nyadran adalah nilai spiritual hal
tersebut terlihat ketika sedang berada dimakam, orang-orang mendoakan arwah
leluhurnya masing-masing agar arwah tersebut bisa diterima dan tenang disisi
Tuhan Yang Maha Esa (Herawati, 2010:30). Upacara nyadran juga mengandung
nilai kebersamaan atau bergotong royong hal tersebut dapat dilihat ketika sebelum
melakukan upacara nyadran para masyarakat membersihkan makam secara
bersama-sama dan saling bergotong yorong menyipakan tempat yang akan
dalam upacara nyadran yaitu setelah melaksanakan kenduri tali silaturahmi antar
masyarakat menjadi semakin erat (Herawati, 2010:30).
2. Ruwatan
Ruwatan berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang memiliki arti mengapus kutukan, kemalangan, dan terbebas dari hal-hal yang tidak baik
(Subalidinata dalam Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan merupakan upacara
ritual dengan tujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari
sesuatu yang jahat dan terhindar dari hal-hal yang buruk yang dapat menimpa
seseorang (Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai
sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa
membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati,
2010:3). Berdasarkan dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ruwatan
adalah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk membebaskan diri
seseorang dari hal-hal yang buruk seperti kutukan, bahaya, dan pengaruh jahat
yang dapat mengancam keselamatan hidup seseorang.
Ruwatan bertujuan untuk menghindarkan diri dari marabahaya dan malapetaka yang mengancam, menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang
timbul dari makhluk halus, menghindarkan diri dari bencana yang berasal dari
alam (Herawati, 2010:14). Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara ruwatan
adalah gotong royong atau kerjasama hal tersebut terlihat ketika para masyarakat
secara bergotong royong untuk menyiapkan segala keperluan untuk upacara
selain itu dalam upacara ruwatan juga mengandung nilai spiritualnya yaitu ketika
anak sukerta yang diruwat dimohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar ia
dapat terbebas dari marabahaya yang mengancamnya (Sulistyobudi, dkk,
2013:51-58).
3. Nglarung
Upacara nglarung adalah suatu bentuk ungkapan rasa syukur para nelayan
atas segala hasil laut yang berlimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa selain sebagai
ucapan syukur, upacara nglarung juga merupakan bentuk persembahan kepada
penguasa Laut Selatan yaitu Ratu Kidul atau Kanjeng Nyai Roro Kidul
(Sulistyobudi, dkk, 2013:74). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa tradisi nglarung merupakan tradisi yang bertujuan untuk mengucapkan
syukur atas hasil laut yang telah berlimpah dan persembahan kepada penguasa
laut.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi nglarung adalah nilai gotong
royong terlihat ketika semua masyarakat secara bergotong royong membersihkan
lingkungan tempat pelelangan ikan, memasang tenda, dan memasang tarub, selain
itu saat pelaksanaan inti upacara yaitu pada waktu sesaji akan dilabuh para warga
juga secara bergotong royong ikut mendorong perahu yang dipakai untuk melabuh
(Sulistyobudi, dkk, 2013:110). Upacara nglarung erat kaitannya dengan nilai
spiritual yaitu sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena hasil dan segala rahmatnya yang telah dilimpahkan, selain itu juga untuk
memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam menjalani hidup (Sulistyobudi,
Dari ketiga tradisi tersebut peneliti akan membahas lebih lanjut tentang
tradisi ruwatan.
2.1.2.Ruwatan
Ruwatan ini akan membahas tentang pengertian dari ruwatan, tujuan dari ruwatan, golongan sukerta yang harus diruwat, tata upacara dalam ruwatan, perlengkapan yang ada di dalam ruwatan, dan nilai-nilai yang terkandung di
dalam ruwatan.
2.1.2.1. Pengertian ruwatan
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan
pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3). Ruwatan berasal dari kata
ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang memiliki arti menghapus kutukan, kemalangan, dan terbebas dari hal-hal yang tidak baik (Subalidinata dalam
Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan merupakan upacara ritual dengan tujuan
untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari sesuatu yang jahat dan
terhindar dari hal-hal yang buruk yang dapat menimpa orang tersebut
(Sulistyobudi, dkk, 2013:4).
Berdasarkan dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ruwatan
adalah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk membebaskan diri
seseorang dari hal-hal yang buruk seperti kutukan, bahaya, dan pengaruh jahat
yang dapat mengancam keselamatan hidup seseorang.
2.1.2.2. Tujuan upacara ruwatan
1. Untuk menghindarkan diri dari marabahaya atau malapetaka yang
mengancamnya.
2. Untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk
halus
2.1.2.3. Golongan sukerta
Berikut ini merupakan golongan sukerta yang harus diruwat diantaranya
yaitu (Herawati, 2010:3-4): yang pertama anak laki-laki tunggal tanpa saudara
yang sering disebut anak ontang-anting. Anak sukerta selanjutnya adalah
unting-unting yaitu anak perempuan tunggal tanpa saudara kandung, yang ketiga dhampit yaitu anak kembar laki-laki dan perempuan. Golongan sukerta yang kelima
kedana-kedhini yaitu anak dua bersaudara laki-laki dan perempuan.
Anak golongan sukerta yang selanjutnya adalah pendhawa yaitu anak lima
bersaudara laki-laki semua, yang selanjutnya adalah pendhawi yaitu anak lima
bersaudara perempuan semua. Golongan sukerta yang ketujuh adalah uger-uger
lawang yaitu dua bersaudara laki-laki semua, yang kedelapan adalah kembang sepasang yaitu dua bersaudara perempuan semua. Anak sukerta yang selanjutnya adalah sendhang kapit pancuran yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis
kelamin perempuan, sedangkan anak yang sulung dan bungsu berjenis kelamin
laki-laki, dan golongan sukerta yang terakhir adalah pancuran kapit sendhang
yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin aki-laki, sedangkan anak
2.1.2.4. Tata upacara dalam ruwatan
Tradisi ruwatan memiliki tatacara pelaksanaan, berikut ini merupakan
tatacara pelaksanaan upacara ruwatan (Herawati, 2010:6-8):
1. Upacara siraman
Upacara siraman ditujukan pada anak yang akan diruwat. Siraman dilakukan
oleh orang tua dengan menggunakan air yang ditaburi dengan berbagai
macam bunga. Setelah upacara siraman anak yang akan diruwat mengenakan
pakaian adat Jawa. Anak yang akan diruwat didampingi oleh sanak
saudaranya dan dibimbing oleh dalang bersujud dihadapan orang tuanya
untuk memohon doa restu. Setelah itu dalang membacakan doa untuk
keselamatan anak sukerta dan agar acara dapat berjalan dengan lancar tidak
ada suatu halangan apapun. Setelah itu sesaji dibawa ke tempat yang telah
disediakan yaitu di tempat pertunjukan wayang. Anak sukerta didampingi
oleh orang tuanya menuju tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dalang
menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan tadi.
2. Pertunjukan wayang dengan lakon murwakala
Acara inti pun dimulai dengan adanya pertunjukan wayang dengan lakon
murwakala. Lakon murwakala menceritakan tentang perburuan Betara Kala terhadap tiga puluh enam jenis mangsanya yaitu anak sukerta seperti
ontang-anting, unting-unting, dampit, dan lain sebagainya. Sebelum acara selesai, dalang menghentikan sejenak pertunjukan wayangnya. Dalang melakukan
3. Upacara srah-srahan
Orang tua dari anak sukerta membawa gunting dan saputangan kemudian
menyerahkan anak sukerta itu pada dalang. Gunting yang sudah dipersiapkan
digunakan untuk menggunting rambut anak sukerta. Potongan rambut
tersebut diletakkan di atas saputangan yang sudah dipersiapkan. Potongan
rambut tersebut dibungkus dan diserahkan kepada dalang. Setelah selesai
proses srah-srahan dalang kemudian melanjutkan pertunjukan wayang yang
tinggal beberapa adegan lagi.
4. Ucapan terimakasih
Upacara ruwatan telah berakhir, orang tua dan si anak menghampiri dalang
untuk mengucapkan terimakasih karena anaknya sudah terbebas dari
marabahaya. Acara selanjutnya yaitu makan bersama dan dilanjutkan dengan
tirakatan.
2.1.2.5. Perlengkapan upacara tradisi ruwatan
Perlengkapan-perlengkapan yang digunakan untuk upacara ruwatan adalah
sebagai berikut: tempat tirta atau tempat air, dupa, kemenyan, candu, bunga
berbagai macam, biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa,
itik, dan burung), janur, daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh
atau sirih, injet atau kapur, tembakau), jajanan pasar, lawe, duk, cerutu, tumpeng,
minuman 48 macam (dhawet, rujak degan, arak, dan lain sebagainya), ayam, babi,
potongan kuku atau rambut yang diruwat, pakaian yang diruwat (Sulistyobudi,
Perlengkapan-perlengkapan tersebut juga memiliki makna atau arti
tersendiri. Makna dari perlengkapan-perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut
(Sulistyobudi, dkk, 2013:42-45): yang pertama tirta atau air sebagai lambang air
suci atau air kehidupan, yang selanjutnya dupa, kemenyan, candu melambangkan
bau wewangian yang harum semerbak dan pucuk dari dupa, kemenyan, dan candu
sebagai lambang wahana penyimpanan doa permohonan. Berbagai macam bunga
seperti bunga kanthil, melati, mawar merah dan putih, kenanga, dan bunga
setaman memiliki lambang bau dan warna. Bunga kanthil melambangkan rasa
cinta kasih, bunga melati melambangkan kesucian dan kemurnian dari dalam diri
manusia, bunga mawar merah melambangkan pengharapan dunia yang indah dan
mawar putih melambangkan rasa cinta kasih atau kepasrahan yang murni, bunga
kenanga memiliki makna bahwa manusia harus selalu mengenang Sang Pencipta
dan leluhur, sehingga manusia selalu ingat dan waspada dalam menjalani hidup,
bunga setaman melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia.
Biji-bijian seperti gabah, kedelai, jagung, kacang, dan lain sebagainya
melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang baik, sehingga
saat tumbuh bisa menjadi tanaman yang subur dan bermanfaat. Empon-empon
bermanfaat sebagai bumbu masak dan juga kesehatan, sehingga empon-empon
memiliki makna agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan dengan baik.
Telor ayam, angsa, bebek, dan burung melambangkan keempat penjuru mata
angin yaitu angin Timur, Selatan, Barat, dan Utara. Selain itu juga sebagai simbol
Bathara Guru/Putih, Bathara Bhrama/Merah, Bathara Mahadewa/Biru, Bathara
Daun jati, kluwih, dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat
menemukan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita
atau cahaya kehidupan. Pisang raja melambangkan bahwa kehidupan itu berbagai
macam isinya. Lawe dan duk melambangkan manusia harus selalu melaksanakan
kesucian dan selalu ingat dan waspada. Babi melambangkan kehidupan yang
kotor, manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi. Pakaian sebagai
lambang pribadi manusia. Rambut sebagai simbol mahkota yang dimiliki oleh
manusia. Makna yang terakhir adalah tumpeng. Tumpeng memiliki makna bahwa
kehidupan manusia harus dapat menyatu dengan alam.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut yang digunakan dalam upacara
ruwatan. Perlengkapan tersebut juga mengandung banyak makna yaitu sebagai lambang kesucian, pengharapan, rasa, cinta kasih, kemurnian dan masih banyak
lagi. Tentunya perlengkapan tersebut sangat berarti upacara ruwatan, karena
barang-barang yang digunakan untuk sesaji tersebut merupakan bagian dari
manusia dan berada disekeliling manusia.
2.1.2.6. Nilai nilai dalam ruwatan
Ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013:51-58):
1. Gotong royong atau kerjasama
Gotong royong merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat. Nilai gotong royong di dalam upacara ruwatan
terlihat pada saat mempersiapkan pembuatan tempat sesaji, menata
yang akan digunakan untuk upacara ruwatan. Warga bergotong royong dan
ikut ambil bagian, tidak ada yang membeda-bedakan status sosialnya.
2. Solidaritas
Solidaritas adalah suatu bentuk kesatuan dan kebersamaan yang diusahakan
oleh manusia untuk membentuk kesetiakawanan dalam kelompok atau
masyarakat.. Bentuk solidaritas adalah saling menghormati satu dengan yang
lain, saling tolong menolong, berperilaku baik. Adanya solidaritas tersebut
maka kebersamaan dalam ruwatan menjadi lebih hikmad.
3. Spiritual
Spiritual erat kaitannya dengan kejiwaan, rohani, batin, mental, dan moral.
Upacara ruwatan jelas sekali berkaitan dengan spiritual. Manusia memiliki
empat unsur yaitu unsur tanah, api, air dan udara. Orang yang diruwat pada
umumnya mengalami gangguan disalah satu unsur sehingga tidak ada
keseimbangan ke empat unsur tersebut. Cara untuk menyeimbangkannya
adalah dengan diruwat, agar sukerta yang ada di dalam tubuh seseorang
tersebut dimohonkan ampun pada Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai tersebut apabila diajarkan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu
adalah suatu pendidikan. Kebiasaan tentang nilai-nilai tersebut yang dapat
membentuk karakter anak sedikit demi sedikit. Berikut ini akan dijelaskan lebih
lanjut tentang pendidikan karakter kebangsaan.
2.1.3.Pendidikan Karakter Kebangsaan
Pendidikan karakter kebangsaan ini akan membahas tentang pengertian dari
2.1.3.1. Pengertian dari karakter
Karakter berasal dari Yunani dari kata charassein yang berarti membuat
tajam atau membuat dalam (Bagus dalam Kurniawan, 2013:28). Suyanto dalam
Kurniawan (2013:28), mendefinisikan karakter adalah sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang khas dalam diri seseorang. Karakter adalah sesatu yang sangat
penting demi tercapainya tujuan hidup manusia. Sejalan dengan definisi tersebut,
karakter merupakan dorongan pilihan seseorang sebagai penentu hal yang terbaik
dalam hidup seseorang (Samani dkk, 2011:22). Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dalam Samani, dkk (2011:42), karakter adalah akhlak atau budi
pekerti serta kejiwaan yang membedakan seseorang dengan yang lain. Kementrian
Pendidikan Nasional dalam Samani, dkk (2011:42) berpendapat bahwa karakter
adalah nilai-nilai yang baik yang ada dalam diri seseorang dan dituangkan dalam
perilaku.
Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh seseorang yang mengandung
nilai, kemampuan, dan moral (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
karakter adalah suatu nilai perilaku yang menjadi ciri khas manusia yang
berhubungan dengan sikap, moral, dan keterampilan.
2.1.3.2. Karakter kebangsaan
Karakter bangsa merupakan kualitas yang dimiliki oleh bangsa yang memiliki
ciri khas yang baik tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,
berlandaskan dengan filsafat Pancasila artinya setiap aspek dari karakter harus
dilandasi dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, untuk keterangan yang
lebih lanjut akan dijelaskan sebagai berikut (Pemerintah Republik Indonesia,
2010:20-21):
1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain
dapat saling menghormati dan saling bekerjasama dengan umat agama lain,
tidak memaksakan agama dan kepercayaan orang lain.
2. Bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab
Karakter kemanusiaan seseorang tercermin dalam persamaan derajat, hak dan
kewajiban, saling mencintai, tenggang rasa, saling menghormati, saling
bekerjasama dan bergotong royong dengan orang lain, dan lain sebagainya.
3. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa
Karakter kebagsaan seseorang tercermin dalam sikap persatuan, kesatuan, dan
kepentingan bersama, rela berkorban demi bangsa dan negara, menjunjung
tinggi bangsa Indonesia, dan lain sebagainya.
4. Bangsa yang demokratis menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia
Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang lebih
mengutamakan kepentingan orang lain dan kepentingan negara, tidak
memaksakan kehendak orang lain, mengutamakan musyawarah bersama dan
memutuskan pendapat secara bersama demi kepentingan bersama, dan
5. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan
Karakter keadilan sosial seseorang tercermin dalam perbuatan yang
mencerminkan sikap gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang lain,
dan lain sebagainya.
2.1.3.3. Pendidikan karakter kebangsaan
Pendidikan karakter diperlukan untuk mencapai karakter kebangasaan.
Pendidikan karakter kebangsaan yaitu usaha yang dilakukan oleh suatu negara
atau pemerintah melalui proses pendidikan dan pembelajaran guna mewujudkan
kehidupan suatu bangsa dan negara dengan dasar ideologi, bermoral,
bertoleran,bergotong royong, berakhlak mulia, berbudaya, dan berdasarkan
Pancasila yang dijiwai oleh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7). Pendidikan karakter kebangsaan dapat
membentuk individu-individu yang berkarakter yang dimaknai dalam empat
bagian yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Keempat bagian
tersebut akan dijelaskan secara lebih lanjut (Pemerintah Republik Indonesia,
2010:22).
1. Karakter yang bersumber dari olah hati
Olah hati adalah kemampuan hidup manusia yang bersumber dari hati untuk
mengelola aspek-aspek spiritual yang membentuk karakter manusia (Yaumi,
2014:53). Karakter yang bersumber dari olah hati adalah sebagai berikut:
beriman dan bertakwa, bersyukur, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan,
bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah,
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir
Olah pikir adalah berkaitan dengan otak, pikiran, dan cipta (Yaumi, 2014:45).
Karakter yang bersumber dari olah pikir diantaranya adalah sebagai berikut:
cerdas, kritis, kreatif, inovativ, ingin tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan
reflektif.
3. Karakter yang bersumber dari olah raga
Olah raga merupakan suatu bentuk akivitas fisik yang melibatkan gerakan
tubuh dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh atau jasmani
(Yaumi, 2014:56). Karakter yang bersumber dari olah raga diantaranya adalah
bersih dan sehat, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan, bersahabat,
kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa
Olah rasa lebih cenderung pada emosional, empati, perasaan moral (Yaumi,
2014:50).karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa adalah sebagai
berikut: kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah,
hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmoplit (mendunia), mengutamankan
kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa
dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Karakter olah hati, olah pikir, olah raga/kinestetika, dan olah rasa dan karsa
juga terdapat di dalam tradisi ruwatan. Oleh kerena itu, peneliti akan menguraikan
nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi
2.1.3.4. Pendidikan karakter dalam tradisi ruwatan
Karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan diantaranya meliputi olah
hati meliputi bersyukur kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika tradisi
ruwatan telah selesai diselenggarakan, keluarga menyediakan makanan tumpeng
untuk disantap bersama oleh para warga. Olah pikir meliputi reflektif, hal tersebut
ditunjukkan ketika pemotongan rambut anak yang diruwat. Hal tersebut
melambangkan bahwa anak harus membuang pikiran yang buruk dan melakukan
yang baik. Olah raga/kinestetika meliputi berdaya tahan dan tangguh hal tersebut
ditunjukkan ketika seorang anak yang diruwat menerima srah-srahan yang berupa
kelapa, tebu wulung, dan bunga melati. Hal tersebut melambangan bahwa
seseorang harus memiliki ketangguhan dan berdaya tahan yang kuat . Olah rasa
dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat
ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi
ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong untuk membantu
mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.
Agar anak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tardisi ruwatan.
Peneliti membuat buku cerita anak tentang tardisi ruwatan. Berikut ini akan
diuraikan lebih lanjut tentang buku cerita anak.
2.1.4.Buku Cerita Anak
Buku cerita anak akan membahas tentang pengertian buku cerita anak, tujuan
2.1.4.1. Pengertian buku cerita anak
Buku cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan
memuat cerita yang menarik dan terdapat lebih banyak gambarnya (Hardjana,
2006:2). Sejalan dengan pendapat tersebut cerita anak adalah cerita yang ditulis
dengan menggunakan sudut pandang anak, artinya cerita tersebut ditulis sesuai
dengan pengalaman sehari-hari anak (Kurniawan, 2013:18). Berdasarkan
beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita anak adalah cerita
yang ditujukan untuk anak-anak dan sesuai dengan pengalaman sehari-hari anak.
Ciri khas dari cerita anak adalah sebagai berikut (Raines & Isbell, 2002:viii): jalan
cerita yang mudah diikuti pleh anak-anak, kata dan ucapan yang berulang, kisah
atau ceritanya yang dapat dengan mudah ditebak oleh anak, berisi tentang
sekumpulan kegiatan, ceritanya lucu, cerita berisi kejadian yang dapat menarik
minat anak, akhir yang baik dengan kesimpulan atau hasil refleksi, cerita berisi
pesan atau moral yang jelas
2.1.4.2. Tujuan buku cerita anak
Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang berguna
bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya
adalah (Raines & Isbell, 2002:vii): buku cerita dapat membuat anak menjadi
terinspirasi, membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, memperluas
pengetahuan anak, menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,
mengembangkan imajinasi anak, dapat memotivasi anak untuk lebih banyak
Dari beberapa tujuan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan
dari buku cerita adalah dapat menambah informasi dan mengembangkan imajinasi
anak. Selain itu setelah anak mendengarkan cerita, anak dapat menceritakan
kembali dengan bahasanya sendiri.
2.1.4.3. Macam-macam bentuk buku cerita anak
Buku cerita dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu fiksi dan non fiksi.
Fiksi dalam bahasa Inggris ialah fiction yang diturunkan dari bahasa Latin fictio
yang memiliki arti membentuk, membuat, mengandakan, dan menciptakan
(Tarigan dalam Hardjana, 2006:4). Fiksi adalah cerita yang dibentuk, dibuat,
diadakan, dan diciptakan. Cerita fiksi adalah cerita yang semula tidak ada
kemudian dengan sengaja dibentuk, dibuat, diadakan, maupun diciptakan agar
cerita tersebut menjadi ada (Hardjana, 2006:4). Berdasarkan definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa carita fiksi merupakan cerita yang tidak nyata atau
benar-benar terjadi. Cerita tersebut hanyalah sebuah karangan yang dibuat oleh
penulis. Macam-macam dari cerita fiksi adalah novel, cerita pendek, cerkak, fabel,
cerita bergambar, dan lain-lain (Hardjana, 2006:4).
Lawan dari cerita fiksi ialah cerita nonfiksi. Cerita nonfiksi adalah cerita yang
berdasarkan kenyataan (Hardjana, 2006:4). Tujuan dari cerita non fiksi adalah
untuk menciptakan kembali segala sesuatu yang telah terjadi. Contoh dari cerita
nonfiksi adalah biografi, sejarah, dan lain sebagainya (Hardjana, 2006:5).
Peneliti menggunakan cerita fiksi untuk membuat buku cerita tentang tradisi
2.1.5.Literasi Anak
Kata “literasi” berasal dari bahasa Latin literatus, yang berarti orang yang
belajar (Foster & Purves dalam Tiatri, 2004:44). Seorang literatus adalah orang
yang memiliki kemampuan membaca, menulis, dan bercakap-cakap dengan
menggunakan bahasa Latin (Tiatri, 2004:44). Dapat disimpulkan bahwa literasi
anak adalah kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki oleh anak.
Membaca adalah proses bahasa, anak yang akan belajar membaca harus
memahami hubungan antara bacaannya dan bahasanya (Abidin, 2012: 14).
Membaca dikatakan dikatakan sebagai suatu proses karena dengan menggunakan
bahasa yang dilisankan. Tujuan dari membaca adalah 1) memperoleh tingkat
pemahaman yang cukup atas isi bacaan, 2) memperoleh informasi dan menambah
wawasan, 3) dapat menambah kosa kata (Abidin, 2012:5-8).
Berdasarkan penelitian dan data statistik yang dilakukan di Inggris dan
Amerika, pertumbuhan bahasa yang normal pada anak adalah sebagai berikut
(Mustafa, 2005:11): 1) anak usia 2 tahun mampu menguasai 275 kosakata, 2) anak
usia 4 tahun mampu menguasai 1550 kosakata, 3) anak usia 6 tahun mampu
menguasai 2560 kosakata, 4) anak usia 8 tahun mampu menguasai 3600 kosakata,
5) anak usia 10 tahun mampu menguasai 5700 kosakata, 6) anak usia 12 tahun
mampu menguasai 7500 kosakata, 7) anak usia 14 tahun mampu menguasai 9000
kosakata. Anak yang memiliki IQ sedang dan cerdas mampu menguasai 12 ribu
kosakata, sedangkan anak degan IQ jenius mampu menguasai 14 ribu kosakata.
Anak dengan usia 9-11 tahun diharapkan mampu menguasai 3600 sampai 5700
Faktor-faktor pendukung untuk meningkatkan keterampilan membaca adalah
(Mustafa, 2005:69) yang pertama memilah-milah persoalan sehingga membuat
anak bergairah membaca dan lebih serius. Faktor yang kedua memperhatikan
beberapa pertanyaan yang diajukan kepada anak kemudian memintanya untuk
menjelaskan topik yang anak baca. Faktor yang selanjutnya adalah memanfaatkan
informasi sekolah untuk menjelaskan manfaat membaca, yang keempat adalah
menjelaskan secara singkat otobiografi tokoh-tokoh terkenal. Faktor yang kelima
adalah menjelaskan kepada anak buku-buku terkenal dalam bidang ilmu
pengetahuan kemanusiaan (humaniora).
Faktor keenam memotivasi anak untuk membaca dengan serius dengan cara
mengadakan lomba membaca, yang selanjutnya mengadakan pertemuan untuk
mendengarkan bacaan yang baik. Faktor kedelapan meningkatkan kemampuan
mendengar, kemampuan membaca cepat, kemampuan menghubungkan hasil
bacaannya. Faktor kesembilan anak merangkum hasil bacaannya, yang
selanjutnya menerbitkan majalah dinding yang memuat hasil karya anak. Faktor
yang kesebelas perpustakaan sekolah hendaknya menyiapkan buku-buku dan
cerita-cerita yang sesuai dengan tingkatan anak, dan faktor yang terakhir adalah
menyediakan komputer. Fakto-faktor tersebut sangatlah mendukung minat anak
dalam membaca.
2.1.6.Anak Usia 9-11 Tahun
Anak usian 9-11 tahun akan membahas lebih lanjut tentang psikologi
2.1.6.1. Psikologi perkembangan anak
Jean Piaget berpendapat bahwa tahap opersional konkret dimulai pada umur
7-11 tahun. Usia 9-11 tahun termasuk dalam operasional konkret. Tahap ini
ditandai dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada
aturan-aturan yang logis (Anggota IKAPI, 2001:69). Dalam tahap ini anak-anak mulai
menggunakan pemikiran yang logis untuk memecahkan suatu masalah. Tahap
opersional konkret ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan kenyataan
atau konkret. Ciri-ciri pemikiran konkret adalah sebagai berikut (Anggota IKAPI,
2001:77-86):
a. Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh
Pada tahapan ini anak akan menggambarkan semua kejadian yang dialami.
Anak juga akan menggambarkan seluruh ingatan, pengalaman dan objek yang
dialami dan ditemui dalam kehidupan sehari-harinya
b. Melihat dari berbagai macam segi
Pada tahap ini anak lebih cenderung melihat suatu objek atau persoalan secara
lebih menyeluruh dengan melihat aspek-aspeknya. Anak mulai melihat
persoalan dari sudut pandang yang luas tidak hanya dari satu sudut pandang
saja.
c. Serasi
Anak pada tahap ini mulai dapat menyusun atau mengatur unsur-unsur
menurut besar kecilnya benda atau unsur tersebut. Misalnya jika anak
dapat menyusunnya mulai dari tongkat yang paling pendek sampai tongkat
yang paling panjang, sehingga akan terlihat serasi.
d. Klasifikasi
Pada tahapan ini anak mulai dapat mengelompokkan dan menyatukan suatu
objek sesuai dengan kesamaannya. Misalnya jika anak diberikan 5 benda
yang berbentuk lingkaran yang memiliki ukuran sama dan berwarna merah,
dengan 5 lima benda yang berbentuk segitiga dengan ukuran yang sama dan
berwarna kuning. Benda-benda tersebut diletakkan secara acak, maka anak
umur 7-11 tahun akan mengelompokkan benda tersebut sesuai dengan bentuk
dan warnannya.
e. Kausalitas
Pada tahap ini, anak sudah lebih luas dan mendalam melihat sebab dan suatu
kejadian. Tahap ini anak akan cenderung lebih banyak bertanya tentang
mengapa bisa terjadi seperti itu, dan juga anak lebih suka meneliti terjadinya
berbagai macam hal.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri dari anak usia operasional
konkret adalah pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika. Anak sudah dapat
berpikir secara menyeluruh dengan melihat dari sudut pandang yang luas.
Pemikiran anak dalam banyak hal sudah teratur dan terarah karena anak sudah
dapat berpikir secara serasi, anak dapat mengklasifikasikan suatu objek dengan
lebih baik, selain itu anak juga sudah bisa membuat kesimpulan sendiri, dan
2.1.5.2. Tugas perkembangan anak usia 9-11 tahun
Pada masa anak yang usianya 6-12 tahun, dunainya akan lebih banyak di luar
misalnya di sekolah, di lingkungan tempat bermain, maupun di masyarakat.
Terdapat tiga dorongan yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu 1) dorongan
untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok sebayanya, 2) dorongan
untuk melakukan berbagai permainan dan kegiatan yang menuntuk keterampilan
dan gerakan fisik, 3) dorongan mental untuk masuk ke dunia konsep, pemikiran,
interaksi, dan simbol-simbol (Hartinah, 2008:46). Dalam hal ini terdapat pula
beberapa tugas perkembangan yang dituntut pada anak tahap ini yaitu diantaranya
adalah sebagai berikut (Hartinah, 2008:46-47): yang pertama belajar keterampilan
fisik karena pada tahapan ini anak akan lebih senang bermain, yang selanjutnya
pengembangan sikap yang menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai individu yang
berkembang. Pada tahap ini anak dituntut untuk senang berolahraga, menjaga
kesehatan serta memiliki sikap yang tepat terhadap lawan jenisnya.
Tugas perkembangan anak yang ketiga adalah belajar berteman dengan
sebayanya, dalam tahap ini anak dituntut untuk mampu bergaul, bekerjasama,
saling menolong, dan lain sebagainya. Tugas perkembangan yang selanjutnya
ialah belajar untuk melakukan peranan sosial sebagai laki-laki maupun
perempuan, yang kelima belajar menguasai keterampilan-keterampilan intelektual
dasar yaitu, membaca, menulis, dan berhitung. Tugas perkembangan anak yang
selanjutnya adalah pengembangan konsep-konsep diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari agar dapat menyesuaikan diri dan dapat berperilaku sesuai aturan yang
Tugas perkembangan yang lebih lanjut adalah pengembangan moral, nilai,
dan hati nurani. Pada tahap ini, anak dituntut untuk mampu menghargai
perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan moral dan nilai yang telah berlaku.
Selanjutnya memiliki kemerdekaan pribadi, pada masa ini anak mampu memilih,
merancang, dan melakukan pekerjaan atau kegiatan tanpa tergantung pada orang
tuanya. Tugas perkembangan yang terakhir adalah pengembangan sikap terhadap
lembaga dan kelompok sosial. Anak diharapkan memiliki sikap yang tepat
terhadap lembaga-lembaga atau kelompok-kelompok yang ada di dalam
masyarakat.
2.2.Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan buku cerita anak tentang tradisi dalam
konteks pendidikan karakter masih sangat terbatas untuk dijadikan sebagai
sumber untuk penelitian yang relevan. Berikut ini merupakan hasil penelitian
yang relevan yang bersangkutan dengan buku cerita anak tentang tradisi dalam
kontek pendidikan karakter.
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Sutrisno (2015) dengan judul jurnal “Pengembangan Protipe Buku Delapan Permainan Tradisional Jawa untuk
Membangun Karakter Anak”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk
mengembangkan prototipe buku delapan permainan tradisional Jawa untuk
membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil
kuesioner yang dibagikan kepada 50 anak yang dilakukan di Desa Minggir 3