• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Kontek Pendidikan Karakter Kebangsaan. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian pengembangan ini berawal dari adanya potensi dan masalah yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensinya adalah dengan adanya tardisi ruwatan dapat membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 20 anak adalah kurang memahami arti dari tradisi ruwatan, kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan memerlukan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan berupa prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Prototipe buku cerita anak ini menggunakan enam langkah pengembangan meliputi: 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) validitas desain, 5) revisi desain, 6) uji coba produk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Prototipe buku cerita anak berisi 18 gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur (olah hati), dan nilai berdaya tahan dan tangguh (olah raga). Prototipe divalidasi oleh ahli bahasa dengan skor 3,3 (rentang 1-4). Sehingga dikategotrikan “sangat baik”.

Uji coba produk diujikan pada 10 anak di SD Kanisius Kenteng. Hasil dari refleksi menunjukkan 96,7% anak sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ruwatan.

(2)

ABSTRACT

Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Children Book Prototype Development About Ruwatan Tradition Focusing on National Character Education. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teachers Education Study Program. Sanata Dharma University.

This particular development research emerged from potential and problems that come with ruwatan tradition. This tradition has potential for developing children’s characters. From the questionnaires that had been distributed to 20 participants, the problems found were the lack of understanding about ruwatan tradition, its ceremonial procession, and the needs of its book. Therefore, the researcher was encouraged to conduct a development research on children book prototype about ruwatan tradition that focuses on national character education.

This children book prototype was elaborated using six development stages which were: 1) potential and problems, 2) data gathering, 3) product design, 4) design validity, 5) design revision, 6) product testing. The purpose of this research was developing the children book prototype related to ruwatan tradition in national character education. This prototype consisted of 18 different stories about ruwatan tradition. There were four activities in ruwatan tradition that adopted the values of character education which were cooperation value (the feeling and the will), reflective value (thought), gratitude value (conscience), and endurance value (physical exercise). The prototype was validated by language expert with the score of 3,3 out of 4. Therefore, it was categorized as “very good”.

Product testing was carried out to 10 children in Kanisius Kenteng elementary school. The result of general reflection showed that 96,7% the children had already understood the values within ruwatan tradition.

(3)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Maria Septi Hayuadhine

NIM: 121134066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Maria Septi Hayuadhine NIM. 121134066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur yang tak terhingga peneliti panjatkan atas selesainya skripsi ini. Banyak pihak yang turut mendukung baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan skripsi ini, untuk itu dengan senang hati saya persembahkan skripsi ini kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang selalu memberikan kekuatan, kesabaran, kesehatan, dan selalu melimpahkan kasih-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua yang saya cintai dan sayangi, Bapak Tarcicius Suwardi Wardi Siwantara dan Ibu Maria Magdalena Sulasmi yang dengan tulus mencintai dan menyayangi saya, selalu memberikan dorongan, nasihat, doa, bimbingan, dan berjuang tanpa pamrih untuk kebahagiaan anak-anaknya.

3. Adik yang saya kasihi, Agustina Dina Dinanti yang sudah memberikan penghiburan dikala sedang gundah gulana.

4. Andro Kurniawan Rakasiwi, kekasih yang dapat menjadi teman, sahabat, kakak, dan konsultan dari setiap masalah yang saya hadapi.

5. Keluarga besar Parto Ribut dan Karnomo, yang selalu memberikan dukungan, kekuatan, dan doa.

6. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat bagi saya.

7. Teman-teman satu payung, yang selalu saling mendukung, saling berbagi pengalaman, dan keceriaan selama proses pembuatan skripsi ini.

(8)

v

MOTTO

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.”

~Aristoteles~

"Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya

dengan baik." ~Evelyn Underhill~

"Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh,

bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu."

~Marcus Aurelius~

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Februari 2016 Peneliti,

(10)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Septi Hayuadhine

Nomor Mahasiswa : 121134066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 25 Februari 2016

Yang menyatakan

(11)

viii ABSTRAK

Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam Kontek Pendidikan Karakter Kebangsaan. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian pengembangan ini berawal dari adanya potensi dan masalah yang terkait dengan tradisi ruwatan. Potensinya adalah dengan adanya tardisi ruwatan dapat membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 20 anak adalah kurang memahami arti dari tradisi ruwatan, kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan memerlukan buku cerita tentang tradisi ruwatan. Oleh karena itu, peneliti terdorong melakukan penelitian pengembangan berupa prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Prototipe buku cerita anak ini menggunakan enam langkah pengembangan meliputi: 1) potensi dan masalah, 2) pengumpulan data, 3) desain produk, 4) validitas desain, 5) revisi desain, 6) uji coba produk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan. Prototipe buku cerita anak berisi 18 gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur (olah hati), dan nilai berdaya tahan dan tangguh (olah raga). Prototipe divalidasi oleh ahli bahasa dengan skor 3,3 (rentang 1-4). Sehingga dikategotrikan “sangat baik”.

Uji coba produk diujikan pada 10 anak di SD Kanisius Kenteng. Hasil dari refleksi menunjukkan 96,7% anak sudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ruwatan.

(12)

ix ABSTRACT

Hayuadhine, Maria Septi. (2016). Children Book Prototype Development About Ruwatan Tradition Focusing on National Character Education. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teachers Education Study Program. Sanata Dharma University.

This particular development research emerged from potential and problems that come with ruwatan tradition. This tradition has potential for developing children’s characters. From the questionnaires that had been distributed to 20 participants, the problems found were the lack of understanding about ruwatan tradition, its ceremonial procession, and the needs of its book. Therefore, the researcher was encouraged to conduct a development research on children book prototype about ruwatan tradition that focuses on national character education.

This children book prototype was elaborated using six development stages which were: 1) potential and problems, 2) data gathering, 3) product design, 4) design validity, 5) design revision, 6) product testing. The purpose of this research was developing the children book prototype related to ruwatan tradition in national character education. This prototype consisted of 18 different stories about ruwatan tradition. There were four activities in ruwatan tradition that adopted the values of character education which were cooperation value (the feeling and the will), reflective value (thought), gratitude value (conscience), and endurance value (physical exercise). The prototype was validated by language expert with the score of 3,3 out of 4. Therefore, it was categorized as “very good”.

Product testing was carried out to 10 children in Kanisius Kenteng elementary school. The result of general reflection showed that 96,7% the children had already understood the values within ruwatan tradition.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, karunia, dan kasih-Nya yang berlimpah sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan PROTOTIPE BUKU

CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN. Penyusun skripsi ini menjadi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan berbagai

pihak. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si, M.Pd. selaku Kaprodi PGSD Universitas

Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD

Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah

membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech. selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Sukawit, M.A. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tegalrejo 2 yang telah

memberikan ijin serta dukungan selama proses pelaksanaan penelitian di SD

(14)

xi

7. Emanuel Sulistya Asmara, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Kenteng

yang telah memberikan ijin untuk melakukan uji coba produk serta dukungan

selama proses pelaksanaan penelitian di SD tersebut.

8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian

ini.

9. Para siswa siswi SD Negeri Tegalrejo 2 dan SD Kanisius Kenteng, khususnya

siswa siswi kelas 4 yang telah bekerja sama dengan baik selama proses

penelitian.

10. Kedua orang tua, Tarcicius Suwardi Wardi Siswantara dan Maria Magdalena

Sulasmi yang selalu mendukung dalam bentuk apapun.

11. Keluarga besar Parto Ribut dan Karnomo yang selalu memberi dukungan dan

doa.

12. Teman-teman kolaboratif yaitu: Laras, Ayu, Reni, Siti, Nike, Ambar, Vinta,

Tyas, Dian, Andro, Dani, dan Wahyu yang telah sama-sama berjuang.

Peneliti juga menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Penelitia

berharap, hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 25 Februari 2016

Peneliti,

(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

1.6. Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1. Kajian Teori ... 8

2.1.1. Tradisi Jawa ... 8

2.1.1.1.Pengertian Tradisi Jawa ... 8

2.1.1.2.Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9

2.1.2. Ruwatan ... 12

2.1.2.1.Pengertian Ruwatan ... 12

2.1.2.2.Tujuan Upacara Ruwatan ... 12

2.1.2.3.Golongan Sukerta ... 13

2.1.2.4.Tata Upacara Ruwatan ... 14

2.1.2.5.Perlengkapan Upacara Ruwatan ... 15

2.1.2.6.Nilai-Nilai dalam Ruwatan ... 17

2.1.3. Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 18

2.1.3.1.Pengertian Karakter ... 19

2.1.3.2.Karakter Kebangsaan ... 19

2.1.3.3.Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 21

2.1.3.4.Pendidikan Karakter dalam Tradisi Ruwatan ... 23

2.1.4. Buku Cerita Anak ... 23

2.1.4.1.Pengertian Buku Cerita Anak ... 24

2.1.4.2.Tujuan Buku Cerita Anak ... 24

(16)

xiii

2.1.5. Literasi Anak ... 26

2.1.6. Anak Usia 9-11 Tahun ... 27

2.1.6.1.Psikologi Perkembangan Anak ... 28

2.1.6.2.Tugas Perkembangan Anak Usia 9-11 Tahun ... 30

2.2. Penelitian yang Relevan ... 31

2.3. Kerangka Berpikir ... 34

2.4. Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Setting Penelitian ... 37

3.2.1. Tempat Penelitian ... 37

3.2.2. Subjek Penelitian ... 38

3.2.3. Objek Penelitian ... 38

3.2.4. Waktu Penelitian ... 38

3.3. Prosedur Pengembangan ... 38

3.3.1. Potensi dan Masalah ... 41

3.5. Instrumen Penelitian ... 43

3.5.1. Kisi-Kisi Lembar Wawancara ... 43

3.5.2. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner ... 44

3.5.3. Validator Kuesioner Pra Penelitian ... 44

3.5.4. Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 46

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.7. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Hasil Penelitian ... 51

4.1.2. Manfaat Prototipe Buku Cerita Anak ... 64

4.2. Pembahasan ... 66

4.3. Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 71

BAB V PENUTUP ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 72

5.3. Saran ... 72

(17)

xiv

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ... 44

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 44

Tabel 3.3 Hasil Validasi Kuesioner Pra Penelitian oleh Ahli ... 44

Tabel 3.4 Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 46

Tabel 3.5 Hasil Interval Skala 1-4 ... 49

Tabel 4.1 Hasil Wawancara ... 54

Tabel 4.2 Hasil Rekap Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 54

Tabel 4.3 Hasil Validasi Prototipe oleh Ahli Bahasa Indonesia ... 59

Tabel 4.4 Saran Validator Ahli Bahasa Indonesia dan Revisi ... 60

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Literatur Map dan Penelitian yang Relevan ... 34

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pengembangan Menurut Sugiyono ... 39

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 40

Gambar 4.1 Sketsa Awal ... 57

Gambar 4.2 Perbaikan oleh Ahli Desain Grafis ... 58

Gambar 4.3 Anak-Anak sedang Membaca ... 64

Gambar 4.4 Gambar-Gambar Yang Ada di Dalam Buku Cerita ... 67

Gambar 4.5 Hasil Refleksi anak ... 69

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 ... 75

a. Pedoman Wawancara ... 75

b. Hasil Wawancara ... 76

Lampiran 2 ... 77

a. Kisi-kisi Kuesioner Pra Penelitian ... 77

b. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 78

c. Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 84

d. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Anak Pra Penelitian ... 93

Lampiran 3 ... 94

a. Validasi Prototipe Ahli Bahasa ... 94

b. Kuesioner Uji Coba Produk ... 97

c. Hasil Rekapitulasi Kuesioner Uji Coba Produk ... 104

Lampiran 4 ... 105

a. Surat Ijin Pra Penelitian di SD Negeri Tegalrejo 2 ... 105

b. Surat Ijin Uji Coba Produk di SD Kanisius Kenteng ... 106

c. Surat Sudah Melakukan Pra Penelitian di SD Negeri Tegalrejo 2 ... 107

d. Surat Sudah Melakukan Uji Coba Produk di SD Kanisius Kenteng ... 108

Lampiran 5 ... 109

a. Hasil Refleksi Anak ... 109

b. Foto Kegiatan Penelitian ... 110

Lampiran 6 ... 112

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1.Latar Belakang Masalah

Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang yang masih

dijalankan oleh masyarakat sampai sekarang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2008:645). Tradisi Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak tradisi yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tradisi juga sering disebut upacara adat. Upacara

adat adalah salah satu budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan dan

dilestarikan keberadaannya, selain itu upacara adat juga merupakan kegiatan

pewarisan nilai-nilai dari generasi kegenerasi selanjutnya atau secara turun

temurun (Sulistyobudi dkk, 2013:73).Tradisi Jawa adalah suatu bentuk adat

istiadat yang mengandung nilai-nilai moral, aturan-aturan yang sudah ada, dan

sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa. Terdapat berbagai

macam tradisi yang ada di Jawa beberapa diantaranya adalah nyadran, nglarung,

ruwatan, sekaten, dan masih banyak lagi. Tradisi nyadran adalah tradisi yang bertujuan untuk menghormati dan mendoakan arwah leluhur. Tradisi nglarung

merupakan tradisi yang bertujuan untuk mengucapkan syukur atas hasil laut yang

telah berlimpah. Tradisi ruwatan merupakan tradisi yang bertujuan untuk

membebaskan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang

(22)

2

adalah ruwatan yang memiliki nilai gotong royong, reflektif, syukur, berdaya

tahan dan tangguh.

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan

pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3). Ruwatan adalah salah satu

upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai

upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat)

yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Ruwatan bertujuan

untuk membebaskan diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang

mengancamnya. Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai luhur diantaranya nilai

kebersamaan, nilai gotong royong, dan nilai ketuhanan. Nilai kebersamaan dan

gotong royong dapat dilihat dari kagiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi

ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan. Nilai ketuhanan terlihat saat

anak-yang akan diruwat bersujud dihadapan orang tuanya dan berdoa untuk memohon

kepada Tuhan agar acara dapat terselenggara dengan lancar.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik

anak-anak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuh kembangkan

kepribadian seorang anak (Megawangi & Gaffar dalam Kesuma, 2011:5).

Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan diantaranya

(23)

Olah hati meliputi bersyukur kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika

tradisi ruwatan telah selesai diselenggarakan, keluarga menyediakan makanan

tumpeng untuk disantap bersama oleh para warga. Olah pikir meliputi reflektif,

hal tersebut ditunjukkan ketika pemotongan rambut anak yang diruwat. Hal

tersebut melambangkan bahwa anak harus membuang pikiran yang buruk dan

melakukan yang baik. Olah raga/kinestetika meliputi berdaya tahan dan tangguh

hal tersebut ditunjukkan ketika seorang anak yang diruwat menerima srah-srahan

yang berupa kelapa, tebu wulung, dan bunga melati. Hal tersebut melambangan

bahwa seseorang harus memiliki ketangguhan dan berdaya tahan yang kuat . Olah

rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat

ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi

ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong untuk membantu mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.

Pada zaman yang semakin modern ini, banyak anak yang sudah melupakan

tradisi-tradisi Jawa kuhusnya ruwatan. Hal tersebut terbukti ketika peneliti

melakukan wawancara pada empat anak, peneliti mendapatkan data awal bahwa

semua anak tidak memahami tentang tradisi ruwatan, bahkan mereka tidak

mengetahui bahwa tradisi ruwatan adalah bagian dari tradisi Jawa. Para orang tua

kurang menanamkan pemahaman akan tradisi-tradisi Jawa yang kita miliki

khususnya tradisi ruwatan yang sudah ada sejak dulu. Hal tersebut yang

menjadikan anak-anak pada jaman sekarang ini mulai melupakan tradisi-tradisi

(24)

Pendidik juga ikut ambil bagian untuk membantu anak agar mereka dapat

mengenal dan melestarikan budaya dan tradisi Jawa terutama tradisi ruwatan.

Tradisi ruwatan sangat penting untuk diajarkan kepada anak didik kita, selain

untuk mengajarkan tentang melestarikan budaya, di dalam tradisi ruwatan juga

mengandung nilai-nilai yang dapat membentuk karakter anak yang dapat berguna

bagi kehidupan.

Peneliti melakukan pra penelitian di SD N Tegalrejo 2 pada anak usia 9-11

tahun yang berjumlah 20 anak. Penelitian tersebut dilakukan pada tanggal 4

Desember 2015. Peneliti menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data tentang

pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Hasil dari kuesioner yang telah diisi

oleh anak, menunjukkan bahwa sebanyak 85% anak kurang memahami arti dari

tradisi ruwatan, sebanyak 85% anak kurang memahami tatacara pelaksanaan

tradisi ruwatan, dan sebanyak 90% anak memerlukan buku cerita tentang tradisi

ruwatan.

Data tersebut membuktikan bahwa anak kurang memahami arti dari tradisi

ruwatan dan kurang memahami tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan. Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelitian pengembangan yang berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak

tentang Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.2.Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti fokus terhadap rumusan

(25)

1.2.1. Bagaimana prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang

tradisi ruwatan dalam membangun karakter kebangsaan anak?

1.2.2. Apakah prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dapat membantu

anak memahami nilai-nilai pendidikan konteks karakter kebangsaan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1. Mendeskripsikan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam membangun karakter kebangsaan anak.

1.3.2. Menjelaskan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dapat

membantu anak memahami nilai-nilai pendidikan karakter karakter

kebangsaan.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1. Bagi anak

Anak dapat memahami nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan dalam

tradisi ruwatan.

1.4.2. Bagi peneliti

Mengembangkan prototipe tradisi ruwatan dalam upaya melestarikan salah

satu tradisi Jawa.

1.4.3. Bagi masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa tetap melaksanakan tradisi ruwatan sebab memiliki

(26)

1.5.Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1.5.1. Prototipe berupa buku cerita bergambar. Ada 17 gambar yang diberi

penjelasan.

1.5.2. Gambar 1-9 menceritakan tentang persiapan upacara ruwatan. Upacara

persiapan tersebut menegaskan adanya nilai gotong royong (olah rasa dan

karsa).

1.5.3. Gambar 10-16 menunjukkan tentang puncak upacara ruwatan yang berisi

kegiatan-kegiatan bagaimana seorang anak dipersiapkan untuk dapat

diruwat atau dibebaskan dari marabahaya. Upacara tersebut mengandung nilai tentang pentingnya ketangguhan dan berdaya tahan anak dalam

menolak Betara Kala (olah raga/kinestetika), sehingga memiliki

kemampuan untuk bisa merefleksikan hal-hal yang baik dan menjauhi

hal-hal yang buruk (olah pikir).

1.5.4. Gambar 17 berisi upacara makan bersama sebagai ucapan syukur kepada

Tuhan karena anak yang diruwat sudah terbebas dari marabahaya.

1.5.5. Prototipe memuat refleksi untuk menggali pengetahuan anak tentang

tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter

kebangsaan.

1.6.Definisi Operasional

(27)

1.6.1. Prototipe

Suatu karya tulis yang dijadikan buku sebagai panduan yang belum

diproduksi secara masal.

1.6.2. Buku cerita

Sebuah buku yang berisi cerita dan gambar-gambar yang menarik bagi

anak.

1.6.3. Anak usia 9-11 tahun

Anak dalam tahap operasional konkret, dalam tahap ini anak lebih

menggunakan penalaran yang logis.

1.6.4. Tradisi Ruwatan

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya,

kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3).

1.6.5. Pendidikan karakter kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan yaitu usaha yang dilakukan secara sadar

dengan tujuan untuk membentuk sikap atau perilaku yang memenudi

olah hati (beriman dan bertakwa), olah pikir (berpikir kritis, rasa ingin

tahua), olah raga (bersih dan sehat, sportif) dan olah rasa dan karsa

(28)

8 BAB II LANDASAN TEORI

Pada BAB II ini akan menjelaskan tentang kajian teori, penelitian yang

relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1.Kajian Teori

Kajian teori ini akan membahas tentang tradisi Jawa, pendidikan karakter

kebangsaan, buku cerita anak, anak usia 9-11 tahun.

2.1.1.Tradisi Jawa

Tradisi Jawa ini akan menguraikan tentang pengertian tradisi Jawa,

macam-macam tradisi Jawa, ruwatan.

2.1.1.1. Pengertian Tradisi Jawa

Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang yang masih

dijalankan oleh masyarakat sampai sekarang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2008:645). Tradisi merupakan penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang

telah ada merupakan yang paling baik dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2007:1208). Tradisi juga sering disebut upacara adat. Upacara adat adalah salah

satu budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan dan dilestarikan

keberadaannya, selain itu upacara adat juga merupakan kegiatan pewarisan

nilai-nilai dari generasi kegenerasi selanjutnya atau secara turun temurun (Sulistyobudi

dkk, 2013:73). Sejalan dengan definisi tersebut upacara adat merupakan suatu

bentuk kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat yang bertujuan untuk

mencari keselamatan secara bersama-sama (Soepanto dalam Sulistyobudi, dkk,

(29)

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi Jawa

adalah suatu kebiasaan atau suatu budaya yang sudah ada sejak jaman dahulu

yang masih dijalankan dan dipertahankan oleh masyarakat Jawa sampai sekarang.

Selain itu tradisi Jawa juga mengandung nilai-nilai yang harus diturunkan dari

generasi ke generasi.

2.1.1.2. Macam-macam tradisi Jawa

Jawa sangat kaya akan tradisinya berikut ini merupakan beberapa tradisi

yang ada di Jawa:

1. Nyadran

Nyadran adalah suatu rangkaian kegiatan adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat pada bulan ruwah. Nyadran dilakukan oleh orang Jawa

sebagai penghormatan pada arwah yang sudah meninggal (Herawati, 2010:25).

Nyadran bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur yang sudah meninggal. Selain mendoakan arwah leluhur, kegiatan lain adalah menabur bunga di atas

makam para leluhur.

Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara nyadran adalah nilai spiritual hal

tersebut terlihat ketika sedang berada dimakam, orang-orang mendoakan arwah

leluhurnya masing-masing agar arwah tersebut bisa diterima dan tenang disisi

Tuhan Yang Maha Esa (Herawati, 2010:30). Upacara nyadran juga mengandung

nilai kebersamaan atau bergotong royong hal tersebut dapat dilihat ketika sebelum

melakukan upacara nyadran para masyarakat membersihkan makam secara

bersama-sama dan saling bergotong yorong menyipakan tempat yang akan

(30)

dalam upacara nyadran yaitu setelah melaksanakan kenduri tali silaturahmi antar

masyarakat menjadi semakin erat (Herawati, 2010:30).

2. Ruwatan

Ruwatan berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang memiliki arti mengapus kutukan, kemalangan, dan terbebas dari hal-hal yang tidak baik

(Subalidinata dalam Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan merupakan upacara

ritual dengan tujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari

sesuatu yang jahat dan terhindar dari hal-hal yang buruk yang dapat menimpa

seseorang (Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai

sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa

membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati,

2010:3). Berdasarkan dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ruwatan

adalah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk membebaskan diri

seseorang dari hal-hal yang buruk seperti kutukan, bahaya, dan pengaruh jahat

yang dapat mengancam keselamatan hidup seseorang.

Ruwatan bertujuan untuk menghindarkan diri dari marabahaya dan malapetaka yang mengancam, menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang

timbul dari makhluk halus, menghindarkan diri dari bencana yang berasal dari

alam (Herawati, 2010:14). Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara ruwatan

adalah gotong royong atau kerjasama hal tersebut terlihat ketika para masyarakat

secara bergotong royong untuk menyiapkan segala keperluan untuk upacara

(31)

selain itu dalam upacara ruwatan juga mengandung nilai spiritualnya yaitu ketika

anak sukerta yang diruwat dimohonkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar ia

dapat terbebas dari marabahaya yang mengancamnya (Sulistyobudi, dkk,

2013:51-58).

3. Nglarung

Upacara nglarung adalah suatu bentuk ungkapan rasa syukur para nelayan

atas segala hasil laut yang berlimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa selain sebagai

ucapan syukur, upacara nglarung juga merupakan bentuk persembahan kepada

penguasa Laut Selatan yaitu Ratu Kidul atau Kanjeng Nyai Roro Kidul

(Sulistyobudi, dkk, 2013:74). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa tradisi nglarung merupakan tradisi yang bertujuan untuk mengucapkan

syukur atas hasil laut yang telah berlimpah dan persembahan kepada penguasa

laut.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi nglarung adalah nilai gotong

royong terlihat ketika semua masyarakat secara bergotong royong membersihkan

lingkungan tempat pelelangan ikan, memasang tenda, dan memasang tarub, selain

itu saat pelaksanaan inti upacara yaitu pada waktu sesaji akan dilabuh para warga

juga secara bergotong royong ikut mendorong perahu yang dipakai untuk melabuh

(Sulistyobudi, dkk, 2013:110). Upacara nglarung erat kaitannya dengan nilai

spiritual yaitu sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena hasil dan segala rahmatnya yang telah dilimpahkan, selain itu juga untuk

memohon keselamatan dan kesejahteraan dalam menjalani hidup (Sulistyobudi,

(32)

Dari ketiga tradisi tersebut peneliti akan membahas lebih lanjut tentang

tradisi ruwatan.

2.1.2.Ruwatan

Ruwatan ini akan membahas tentang pengertian dari ruwatan, tujuan dari ruwatan, golongan sukerta yang harus diruwat, tata upacara dalam ruwatan, perlengkapan yang ada di dalam ruwatan, dan nilai-nilai yang terkandung di

dalam ruwatan.

2.1.2.1. Pengertian ruwatan

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan

pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3). Ruwatan berasal dari kata

ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang memiliki arti menghapus kutukan, kemalangan, dan terbebas dari hal-hal yang tidak baik (Subalidinata dalam

Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan merupakan upacara ritual dengan tujuan

untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari sesuatu yang jahat dan

terhindar dari hal-hal yang buruk yang dapat menimpa orang tersebut

(Sulistyobudi, dkk, 2013:4).

Berdasarkan dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ruwatan

adalah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk membebaskan diri

seseorang dari hal-hal yang buruk seperti kutukan, bahaya, dan pengaruh jahat

yang dapat mengancam keselamatan hidup seseorang.

2.1.2.2. Tujuan upacara ruwatan

(33)

1. Untuk menghindarkan diri dari marabahaya atau malapetaka yang

mengancamnya.

2. Untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk

halus

2.1.2.3. Golongan sukerta

Berikut ini merupakan golongan sukerta yang harus diruwat diantaranya

yaitu (Herawati, 2010:3-4): yang pertama anak laki-laki tunggal tanpa saudara

yang sering disebut anak ontang-anting. Anak sukerta selanjutnya adalah

unting-unting yaitu anak perempuan tunggal tanpa saudara kandung, yang ketiga dhampit yaitu anak kembar laki-laki dan perempuan. Golongan sukerta yang kelima

kedana-kedhini yaitu anak dua bersaudara laki-laki dan perempuan.

Anak golongan sukerta yang selanjutnya adalah pendhawa yaitu anak lima

bersaudara laki-laki semua, yang selanjutnya adalah pendhawi yaitu anak lima

bersaudara perempuan semua. Golongan sukerta yang ketujuh adalah uger-uger

lawang yaitu dua bersaudara laki-laki semua, yang kedelapan adalah kembang sepasang yaitu dua bersaudara perempuan semua. Anak sukerta yang selanjutnya adalah sendhang kapit pancuran yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis

kelamin perempuan, sedangkan anak yang sulung dan bungsu berjenis kelamin

laki-laki, dan golongan sukerta yang terakhir adalah pancuran kapit sendhang

yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin aki-laki, sedangkan anak

(34)

2.1.2.4. Tata upacara dalam ruwatan

Tradisi ruwatan memiliki tatacara pelaksanaan, berikut ini merupakan

tatacara pelaksanaan upacara ruwatan (Herawati, 2010:6-8):

1. Upacara siraman

Upacara siraman ditujukan pada anak yang akan diruwat. Siraman dilakukan

oleh orang tua dengan menggunakan air yang ditaburi dengan berbagai

macam bunga. Setelah upacara siraman anak yang akan diruwat mengenakan

pakaian adat Jawa. Anak yang akan diruwat didampingi oleh sanak

saudaranya dan dibimbing oleh dalang bersujud dihadapan orang tuanya

untuk memohon doa restu. Setelah itu dalang membacakan doa untuk

keselamatan anak sukerta dan agar acara dapat berjalan dengan lancar tidak

ada suatu halangan apapun. Setelah itu sesaji dibawa ke tempat yang telah

disediakan yaitu di tempat pertunjukan wayang. Anak sukerta didampingi

oleh orang tuanya menuju tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dalang

menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan tadi.

2. Pertunjukan wayang dengan lakon murwakala

Acara inti pun dimulai dengan adanya pertunjukan wayang dengan lakon

murwakala. Lakon murwakala menceritakan tentang perburuan Betara Kala terhadap tiga puluh enam jenis mangsanya yaitu anak sukerta seperti

ontang-anting, unting-unting, dampit, dan lain sebagainya. Sebelum acara selesai, dalang menghentikan sejenak pertunjukan wayangnya. Dalang melakukan

(35)

3. Upacara srah-srahan

Orang tua dari anak sukerta membawa gunting dan saputangan kemudian

menyerahkan anak sukerta itu pada dalang. Gunting yang sudah dipersiapkan

digunakan untuk menggunting rambut anak sukerta. Potongan rambut

tersebut diletakkan di atas saputangan yang sudah dipersiapkan. Potongan

rambut tersebut dibungkus dan diserahkan kepada dalang. Setelah selesai

proses srah-srahan dalang kemudian melanjutkan pertunjukan wayang yang

tinggal beberapa adegan lagi.

4. Ucapan terimakasih

Upacara ruwatan telah berakhir, orang tua dan si anak menghampiri dalang

untuk mengucapkan terimakasih karena anaknya sudah terbebas dari

marabahaya. Acara selanjutnya yaitu makan bersama dan dilanjutkan dengan

tirakatan.

2.1.2.5. Perlengkapan upacara tradisi ruwatan

Perlengkapan-perlengkapan yang digunakan untuk upacara ruwatan adalah

sebagai berikut: tempat tirta atau tempat air, dupa, kemenyan, candu, bunga

berbagai macam, biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa,

itik, dan burung), janur, daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh

atau sirih, injet atau kapur, tembakau), jajanan pasar, lawe, duk, cerutu, tumpeng,

minuman 48 macam (dhawet, rujak degan, arak, dan lain sebagainya), ayam, babi,

potongan kuku atau rambut yang diruwat, pakaian yang diruwat (Sulistyobudi,

(36)

Perlengkapan-perlengkapan tersebut juga memiliki makna atau arti

tersendiri. Makna dari perlengkapan-perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut

(Sulistyobudi, dkk, 2013:42-45): yang pertama tirta atau air sebagai lambang air

suci atau air kehidupan, yang selanjutnya dupa, kemenyan, candu melambangkan

bau wewangian yang harum semerbak dan pucuk dari dupa, kemenyan, dan candu

sebagai lambang wahana penyimpanan doa permohonan. Berbagai macam bunga

seperti bunga kanthil, melati, mawar merah dan putih, kenanga, dan bunga

setaman memiliki lambang bau dan warna. Bunga kanthil melambangkan rasa

cinta kasih, bunga melati melambangkan kesucian dan kemurnian dari dalam diri

manusia, bunga mawar merah melambangkan pengharapan dunia yang indah dan

mawar putih melambangkan rasa cinta kasih atau kepasrahan yang murni, bunga

kenanga memiliki makna bahwa manusia harus selalu mengenang Sang Pencipta

dan leluhur, sehingga manusia selalu ingat dan waspada dalam menjalani hidup,

bunga setaman melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia.

Biji-bijian seperti gabah, kedelai, jagung, kacang, dan lain sebagainya

melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang baik, sehingga

saat tumbuh bisa menjadi tanaman yang subur dan bermanfaat. Empon-empon

bermanfaat sebagai bumbu masak dan juga kesehatan, sehingga empon-empon

memiliki makna agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan dengan baik.

Telor ayam, angsa, bebek, dan burung melambangkan keempat penjuru mata

angin yaitu angin Timur, Selatan, Barat, dan Utara. Selain itu juga sebagai simbol

Bathara Guru/Putih, Bathara Bhrama/Merah, Bathara Mahadewa/Biru, Bathara

(37)

Daun jati, kluwih, dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat

menemukan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita

atau cahaya kehidupan. Pisang raja melambangkan bahwa kehidupan itu berbagai

macam isinya. Lawe dan duk melambangkan manusia harus selalu melaksanakan

kesucian dan selalu ingat dan waspada. Babi melambangkan kehidupan yang

kotor, manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi. Pakaian sebagai

lambang pribadi manusia. Rambut sebagai simbol mahkota yang dimiliki oleh

manusia. Makna yang terakhir adalah tumpeng. Tumpeng memiliki makna bahwa

kehidupan manusia harus dapat menyatu dengan alam.

Perlengkapan-perlengkapan tersebut yang digunakan dalam upacara

ruwatan. Perlengkapan tersebut juga mengandung banyak makna yaitu sebagai lambang kesucian, pengharapan, rasa, cinta kasih, kemurnian dan masih banyak

lagi. Tentunya perlengkapan tersebut sangat berarti upacara ruwatan, karena

barang-barang yang digunakan untuk sesaji tersebut merupakan bagian dari

manusia dan berada disekeliling manusia.

2.1.2.6. Nilai nilai dalam ruwatan

Ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013:51-58):

1. Gotong royong atau kerjasama

Gotong royong merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh

sekelompok masyarakat. Nilai gotong royong di dalam upacara ruwatan

terlihat pada saat mempersiapkan pembuatan tempat sesaji, menata

(38)

yang akan digunakan untuk upacara ruwatan. Warga bergotong royong dan

ikut ambil bagian, tidak ada yang membeda-bedakan status sosialnya.

2. Solidaritas

Solidaritas adalah suatu bentuk kesatuan dan kebersamaan yang diusahakan

oleh manusia untuk membentuk kesetiakawanan dalam kelompok atau

masyarakat.. Bentuk solidaritas adalah saling menghormati satu dengan yang

lain, saling tolong menolong, berperilaku baik. Adanya solidaritas tersebut

maka kebersamaan dalam ruwatan menjadi lebih hikmad.

3. Spiritual

Spiritual erat kaitannya dengan kejiwaan, rohani, batin, mental, dan moral.

Upacara ruwatan jelas sekali berkaitan dengan spiritual. Manusia memiliki

empat unsur yaitu unsur tanah, api, air dan udara. Orang yang diruwat pada

umumnya mengalami gangguan disalah satu unsur sehingga tidak ada

keseimbangan ke empat unsur tersebut. Cara untuk menyeimbangkannya

adalah dengan diruwat, agar sukerta yang ada di dalam tubuh seseorang

tersebut dimohonkan ampun pada Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai-nilai tersebut apabila diajarkan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu

adalah suatu pendidikan. Kebiasaan tentang nilai-nilai tersebut yang dapat

membentuk karakter anak sedikit demi sedikit. Berikut ini akan dijelaskan lebih

lanjut tentang pendidikan karakter kebangsaan.

2.1.3.Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan ini akan membahas tentang pengertian dari

(39)

2.1.3.1. Pengertian dari karakter

Karakter berasal dari Yunani dari kata charassein yang berarti membuat

tajam atau membuat dalam (Bagus dalam Kurniawan, 2013:28). Suyanto dalam

Kurniawan (2013:28), mendefinisikan karakter adalah sebagai cara berpikir dan

berperilaku yang khas dalam diri seseorang. Karakter adalah sesatu yang sangat

penting demi tercapainya tujuan hidup manusia. Sejalan dengan definisi tersebut,

karakter merupakan dorongan pilihan seseorang sebagai penentu hal yang terbaik

dalam hidup seseorang (Samani dkk, 2011:22). Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia dalam Samani, dkk (2011:42), karakter adalah akhlak atau budi

pekerti serta kejiwaan yang membedakan seseorang dengan yang lain. Kementrian

Pendidikan Nasional dalam Samani, dkk (2011:42) berpendapat bahwa karakter

adalah nilai-nilai yang baik yang ada dalam diri seseorang dan dituangkan dalam

perilaku.

Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh seseorang yang mengandung

nilai, kemampuan, dan moral (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

karakter adalah suatu nilai perilaku yang menjadi ciri khas manusia yang

berhubungan dengan sikap, moral, dan keterampilan.

2.1.3.2. Karakter kebangsaan

Karakter bangsa merupakan kualitas yang dimiliki oleh bangsa yang memiliki

ciri khas yang baik tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan

perilaku berbangsa sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,

(40)

berlandaskan dengan filsafat Pancasila artinya setiap aspek dari karakter harus

dilandasi dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, untuk keterangan yang

lebih lanjut akan dijelaskan sebagai berikut (Pemerintah Republik Indonesia,

2010:20-21):

1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain

dapat saling menghormati dan saling bekerjasama dengan umat agama lain,

tidak memaksakan agama dan kepercayaan orang lain.

2. Bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab

Karakter kemanusiaan seseorang tercermin dalam persamaan derajat, hak dan

kewajiban, saling mencintai, tenggang rasa, saling menghormati, saling

bekerjasama dan bergotong royong dengan orang lain, dan lain sebagainya.

3. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa

Karakter kebagsaan seseorang tercermin dalam sikap persatuan, kesatuan, dan

kepentingan bersama, rela berkorban demi bangsa dan negara, menjunjung

tinggi bangsa Indonesia, dan lain sebagainya.

4. Bangsa yang demokratis menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia

Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang lebih

mengutamakan kepentingan orang lain dan kepentingan negara, tidak

memaksakan kehendak orang lain, mengutamakan musyawarah bersama dan

memutuskan pendapat secara bersama demi kepentingan bersama, dan

(41)

5. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan

Karakter keadilan sosial seseorang tercermin dalam perbuatan yang

mencerminkan sikap gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang lain,

dan lain sebagainya.

2.1.3.3. Pendidikan karakter kebangsaan

Pendidikan karakter diperlukan untuk mencapai karakter kebangasaan.

Pendidikan karakter kebangsaan yaitu usaha yang dilakukan oleh suatu negara

atau pemerintah melalui proses pendidikan dan pembelajaran guna mewujudkan

kehidupan suatu bangsa dan negara dengan dasar ideologi, bermoral,

bertoleran,bergotong royong, berakhlak mulia, berbudaya, dan berdasarkan

Pancasila yang dijiwai oleh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

(Pemerintah Republik Indonesia, 2010:7). Pendidikan karakter kebangsaan dapat

membentuk individu-individu yang berkarakter yang dimaknai dalam empat

bagian yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Keempat bagian

tersebut akan dijelaskan secara lebih lanjut (Pemerintah Republik Indonesia,

2010:22).

1. Karakter yang bersumber dari olah hati

Olah hati adalah kemampuan hidup manusia yang bersumber dari hati untuk

mengelola aspek-aspek spiritual yang membentuk karakter manusia (Yaumi,

2014:53). Karakter yang bersumber dari olah hati adalah sebagai berikut:

beriman dan bertakwa, bersyukur, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan,

bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah,

(42)

2. Karakter yang bersumber dari olah pikir

Olah pikir adalah berkaitan dengan otak, pikiran, dan cipta (Yaumi, 2014:45).

Karakter yang bersumber dari olah pikir diantaranya adalah sebagai berikut:

cerdas, kritis, kreatif, inovativ, ingin tahu, produktif, berorientasi ipteks, dan

reflektif.

3. Karakter yang bersumber dari olah raga

Olah raga merupakan suatu bentuk akivitas fisik yang melibatkan gerakan

tubuh dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran tubuh atau jasmani

(Yaumi, 2014:56). Karakter yang bersumber dari olah raga diantaranya adalah

bersih dan sehat, sportif, tangguh, handal, berdaya tahan, bersahabat,

kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa

Olah rasa lebih cenderung pada emosional, empati, perasaan moral (Yaumi,

2014:50).karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa adalah sebagai

berikut: kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah,

hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmoplit (mendunia), mengutamankan

kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa

dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

Karakter olah hati, olah pikir, olah raga/kinestetika, dan olah rasa dan karsa

juga terdapat di dalam tradisi ruwatan. Oleh kerena itu, peneliti akan menguraikan

nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi

(43)

2.1.3.4. Pendidikan karakter dalam tradisi ruwatan

Karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan diantaranya meliputi olah

hati meliputi bersyukur kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan ketika tradisi

ruwatan telah selesai diselenggarakan, keluarga menyediakan makanan tumpeng

untuk disantap bersama oleh para warga. Olah pikir meliputi reflektif, hal tersebut

ditunjukkan ketika pemotongan rambut anak yang diruwat. Hal tersebut

melambangkan bahwa anak harus membuang pikiran yang buruk dan melakukan

yang baik. Olah raga/kinestetika meliputi berdaya tahan dan tangguh hal tersebut

ditunjukkan ketika seorang anak yang diruwat menerima srah-srahan yang berupa

kelapa, tebu wulung, dan bunga melati. Hal tersebut melambangan bahwa

seseorang harus memiliki ketangguhan dan berdaya tahan yang kuat . Olah rasa

dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan, hal tersebut dapat

ditunjukkan ketika melakukan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan tradisi

ruwatan, masyarakat secara bersama-sama bergotong royong untuk membantu

mempersiapkan pelaksanaan tradisi ruwatan.

Agar anak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tardisi ruwatan.

Peneliti membuat buku cerita anak tentang tardisi ruwatan. Berikut ini akan

diuraikan lebih lanjut tentang buku cerita anak.

2.1.4.Buku Cerita Anak

Buku cerita anak akan membahas tentang pengertian buku cerita anak, tujuan

(44)

2.1.4.1. Pengertian buku cerita anak

Buku cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan

memuat cerita yang menarik dan terdapat lebih banyak gambarnya (Hardjana,

2006:2). Sejalan dengan pendapat tersebut cerita anak adalah cerita yang ditulis

dengan menggunakan sudut pandang anak, artinya cerita tersebut ditulis sesuai

dengan pengalaman sehari-hari anak (Kurniawan, 2013:18). Berdasarkan

beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita anak adalah cerita

yang ditujukan untuk anak-anak dan sesuai dengan pengalaman sehari-hari anak.

Ciri khas dari cerita anak adalah sebagai berikut (Raines & Isbell, 2002:viii): jalan

cerita yang mudah diikuti pleh anak-anak, kata dan ucapan yang berulang, kisah

atau ceritanya yang dapat dengan mudah ditebak oleh anak, berisi tentang

sekumpulan kegiatan, ceritanya lucu, cerita berisi kejadian yang dapat menarik

minat anak, akhir yang baik dengan kesimpulan atau hasil refleksi, cerita berisi

pesan atau moral yang jelas

2.1.4.2. Tujuan buku cerita anak

Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang berguna

bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya

adalah (Raines & Isbell, 2002:vii): buku cerita dapat membuat anak menjadi

terinspirasi, membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, memperluas

pengetahuan anak, menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,

mengembangkan imajinasi anak, dapat memotivasi anak untuk lebih banyak

(45)

Dari beberapa tujuan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan

dari buku cerita adalah dapat menambah informasi dan mengembangkan imajinasi

anak. Selain itu setelah anak mendengarkan cerita, anak dapat menceritakan

kembali dengan bahasanya sendiri.

2.1.4.3. Macam-macam bentuk buku cerita anak

Buku cerita dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu fiksi dan non fiksi.

Fiksi dalam bahasa Inggris ialah fiction yang diturunkan dari bahasa Latin fictio

yang memiliki arti membentuk, membuat, mengandakan, dan menciptakan

(Tarigan dalam Hardjana, 2006:4). Fiksi adalah cerita yang dibentuk, dibuat,

diadakan, dan diciptakan. Cerita fiksi adalah cerita yang semula tidak ada

kemudian dengan sengaja dibentuk, dibuat, diadakan, maupun diciptakan agar

cerita tersebut menjadi ada (Hardjana, 2006:4). Berdasarkan definisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa carita fiksi merupakan cerita yang tidak nyata atau

benar-benar terjadi. Cerita tersebut hanyalah sebuah karangan yang dibuat oleh

penulis. Macam-macam dari cerita fiksi adalah novel, cerita pendek, cerkak, fabel,

cerita bergambar, dan lain-lain (Hardjana, 2006:4).

Lawan dari cerita fiksi ialah cerita nonfiksi. Cerita nonfiksi adalah cerita yang

berdasarkan kenyataan (Hardjana, 2006:4). Tujuan dari cerita non fiksi adalah

untuk menciptakan kembali segala sesuatu yang telah terjadi. Contoh dari cerita

nonfiksi adalah biografi, sejarah, dan lain sebagainya (Hardjana, 2006:5).

Peneliti menggunakan cerita fiksi untuk membuat buku cerita tentang tradisi

(46)

2.1.5.Literasi Anak

Kata “literasi” berasal dari bahasa Latin literatus, yang berarti orang yang

belajar (Foster & Purves dalam Tiatri, 2004:44). Seorang literatus adalah orang

yang memiliki kemampuan membaca, menulis, dan bercakap-cakap dengan

menggunakan bahasa Latin (Tiatri, 2004:44). Dapat disimpulkan bahwa literasi

anak adalah kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki oleh anak.

Membaca adalah proses bahasa, anak yang akan belajar membaca harus

memahami hubungan antara bacaannya dan bahasanya (Abidin, 2012: 14).

Membaca dikatakan dikatakan sebagai suatu proses karena dengan menggunakan

bahasa yang dilisankan. Tujuan dari membaca adalah 1) memperoleh tingkat

pemahaman yang cukup atas isi bacaan, 2) memperoleh informasi dan menambah

wawasan, 3) dapat menambah kosa kata (Abidin, 2012:5-8).

Berdasarkan penelitian dan data statistik yang dilakukan di Inggris dan

Amerika, pertumbuhan bahasa yang normal pada anak adalah sebagai berikut

(Mustafa, 2005:11): 1) anak usia 2 tahun mampu menguasai 275 kosakata, 2) anak

usia 4 tahun mampu menguasai 1550 kosakata, 3) anak usia 6 tahun mampu

menguasai 2560 kosakata, 4) anak usia 8 tahun mampu menguasai 3600 kosakata,

5) anak usia 10 tahun mampu menguasai 5700 kosakata, 6) anak usia 12 tahun

mampu menguasai 7500 kosakata, 7) anak usia 14 tahun mampu menguasai 9000

kosakata. Anak yang memiliki IQ sedang dan cerdas mampu menguasai 12 ribu

kosakata, sedangkan anak degan IQ jenius mampu menguasai 14 ribu kosakata.

Anak dengan usia 9-11 tahun diharapkan mampu menguasai 3600 sampai 5700

(47)

Faktor-faktor pendukung untuk meningkatkan keterampilan membaca adalah

(Mustafa, 2005:69) yang pertama memilah-milah persoalan sehingga membuat

anak bergairah membaca dan lebih serius. Faktor yang kedua memperhatikan

beberapa pertanyaan yang diajukan kepada anak kemudian memintanya untuk

menjelaskan topik yang anak baca. Faktor yang selanjutnya adalah memanfaatkan

informasi sekolah untuk menjelaskan manfaat membaca, yang keempat adalah

menjelaskan secara singkat otobiografi tokoh-tokoh terkenal. Faktor yang kelima

adalah menjelaskan kepada anak buku-buku terkenal dalam bidang ilmu

pengetahuan kemanusiaan (humaniora).

Faktor keenam memotivasi anak untuk membaca dengan serius dengan cara

mengadakan lomba membaca, yang selanjutnya mengadakan pertemuan untuk

mendengarkan bacaan yang baik. Faktor kedelapan meningkatkan kemampuan

mendengar, kemampuan membaca cepat, kemampuan menghubungkan hasil

bacaannya. Faktor kesembilan anak merangkum hasil bacaannya, yang

selanjutnya menerbitkan majalah dinding yang memuat hasil karya anak. Faktor

yang kesebelas perpustakaan sekolah hendaknya menyiapkan buku-buku dan

cerita-cerita yang sesuai dengan tingkatan anak, dan faktor yang terakhir adalah

menyediakan komputer. Fakto-faktor tersebut sangatlah mendukung minat anak

dalam membaca.

2.1.6.Anak Usia 9-11 Tahun

Anak usian 9-11 tahun akan membahas lebih lanjut tentang psikologi

(48)

2.1.6.1. Psikologi perkembangan anak

Jean Piaget berpendapat bahwa tahap opersional konkret dimulai pada umur

7-11 tahun. Usia 9-11 tahun termasuk dalam operasional konkret. Tahap ini

ditandai dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada

aturan-aturan yang logis (Anggota IKAPI, 2001:69). Dalam tahap ini anak-anak mulai

menggunakan pemikiran yang logis untuk memecahkan suatu masalah. Tahap

opersional konkret ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan kenyataan

atau konkret. Ciri-ciri pemikiran konkret adalah sebagai berikut (Anggota IKAPI,

2001:77-86):

a. Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh

Pada tahapan ini anak akan menggambarkan semua kejadian yang dialami.

Anak juga akan menggambarkan seluruh ingatan, pengalaman dan objek yang

dialami dan ditemui dalam kehidupan sehari-harinya

b. Melihat dari berbagai macam segi

Pada tahap ini anak lebih cenderung melihat suatu objek atau persoalan secara

lebih menyeluruh dengan melihat aspek-aspeknya. Anak mulai melihat

persoalan dari sudut pandang yang luas tidak hanya dari satu sudut pandang

saja.

c. Serasi

Anak pada tahap ini mulai dapat menyusun atau mengatur unsur-unsur

menurut besar kecilnya benda atau unsur tersebut. Misalnya jika anak

(49)

dapat menyusunnya mulai dari tongkat yang paling pendek sampai tongkat

yang paling panjang, sehingga akan terlihat serasi.

d. Klasifikasi

Pada tahapan ini anak mulai dapat mengelompokkan dan menyatukan suatu

objek sesuai dengan kesamaannya. Misalnya jika anak diberikan 5 benda

yang berbentuk lingkaran yang memiliki ukuran sama dan berwarna merah,

dengan 5 lima benda yang berbentuk segitiga dengan ukuran yang sama dan

berwarna kuning. Benda-benda tersebut diletakkan secara acak, maka anak

umur 7-11 tahun akan mengelompokkan benda tersebut sesuai dengan bentuk

dan warnannya.

e. Kausalitas

Pada tahap ini, anak sudah lebih luas dan mendalam melihat sebab dan suatu

kejadian. Tahap ini anak akan cenderung lebih banyak bertanya tentang

mengapa bisa terjadi seperti itu, dan juga anak lebih suka meneliti terjadinya

berbagai macam hal.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri dari anak usia operasional

konkret adalah pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika. Anak sudah dapat

berpikir secara menyeluruh dengan melihat dari sudut pandang yang luas.

Pemikiran anak dalam banyak hal sudah teratur dan terarah karena anak sudah

dapat berpikir secara serasi, anak dapat mengklasifikasikan suatu objek dengan

lebih baik, selain itu anak juga sudah bisa membuat kesimpulan sendiri, dan

(50)

2.1.5.2. Tugas perkembangan anak usia 9-11 tahun

Pada masa anak yang usianya 6-12 tahun, dunainya akan lebih banyak di luar

misalnya di sekolah, di lingkungan tempat bermain, maupun di masyarakat.

Terdapat tiga dorongan yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu 1) dorongan

untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok sebayanya, 2) dorongan

untuk melakukan berbagai permainan dan kegiatan yang menuntuk keterampilan

dan gerakan fisik, 3) dorongan mental untuk masuk ke dunia konsep, pemikiran,

interaksi, dan simbol-simbol (Hartinah, 2008:46). Dalam hal ini terdapat pula

beberapa tugas perkembangan yang dituntut pada anak tahap ini yaitu diantaranya

adalah sebagai berikut (Hartinah, 2008:46-47): yang pertama belajar keterampilan

fisik karena pada tahapan ini anak akan lebih senang bermain, yang selanjutnya

pengembangan sikap yang menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai individu yang

berkembang. Pada tahap ini anak dituntut untuk senang berolahraga, menjaga

kesehatan serta memiliki sikap yang tepat terhadap lawan jenisnya.

Tugas perkembangan anak yang ketiga adalah belajar berteman dengan

sebayanya, dalam tahap ini anak dituntut untuk mampu bergaul, bekerjasama,

saling menolong, dan lain sebagainya. Tugas perkembangan yang selanjutnya

ialah belajar untuk melakukan peranan sosial sebagai laki-laki maupun

perempuan, yang kelima belajar menguasai keterampilan-keterampilan intelektual

dasar yaitu, membaca, menulis, dan berhitung. Tugas perkembangan anak yang

selanjutnya adalah pengembangan konsep-konsep diperlukan dalam kehidupan

sehari-hari agar dapat menyesuaikan diri dan dapat berperilaku sesuai aturan yang

(51)

Tugas perkembangan yang lebih lanjut adalah pengembangan moral, nilai,

dan hati nurani. Pada tahap ini, anak dituntut untuk mampu menghargai

perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan moral dan nilai yang telah berlaku.

Selanjutnya memiliki kemerdekaan pribadi, pada masa ini anak mampu memilih,

merancang, dan melakukan pekerjaan atau kegiatan tanpa tergantung pada orang

tuanya. Tugas perkembangan yang terakhir adalah pengembangan sikap terhadap

lembaga dan kelompok sosial. Anak diharapkan memiliki sikap yang tepat

terhadap lembaga-lembaga atau kelompok-kelompok yang ada di dalam

masyarakat.

2.2.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan buku cerita anak tentang tradisi dalam

konteks pendidikan karakter masih sangat terbatas untuk dijadikan sebagai

sumber untuk penelitian yang relevan. Berikut ini merupakan hasil penelitian

yang relevan yang bersangkutan dengan buku cerita anak tentang tradisi dalam

kontek pendidikan karakter.

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Sutrisno (2015) dengan judul jurnal “Pengembangan Protipe Buku Delapan Permainan Tradisional Jawa untuk

Membangun Karakter Anak”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk

mengembangkan prototipe buku delapan permainan tradisional Jawa untuk

membangun karakter anak. Masalah yang didapatkan oleh peneliti dari hasil

kuesioner yang dibagikan kepada 50 anak yang dilakukan di Desa Minggir 3

Gambar

gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur
gambar yang mencerminkan tradisi ruwatan. Ada empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya adalah nilai gotong royong (olah rasa dan karsa), nilai reflektif (olah pikir), nilai bersyukur
Gambar 1-9 menceritakan tentang persiapan upacara ruwatan. Upacara
Gambar 2.1 Literatur Map dan Penelitian yang Relevan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbaikan yang dilakukan terhadap buku cerita anak berbasis pendidikan karakter bagi siswa SD kelas tinggi, yaitu (1) perbaikan desain cover buku cerita anak dengan

Upacara nyadran memiliki potensi sebagai salah satu dari tradisi Jawa yang masih kerap dilakukan oleh masyarakat Jawa satu bulan sebelum puasa (bulan Ruwah ).

Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita dan mewarnai yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tradisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang

Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita bergambar yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tadisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang masih ada

Prasetyawati, Ririn. Pengembangan Prototipe Buku Enam Permainan Tradisional Jawa untuk Membangun Karakter Anak. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan limpahan kasih, rahmat, dan berkatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Prototipe Buku

Penelitian ini bertujuan: 1) Mengembangkan buku ajar menulis cerita anak berbasis pendidikan karakter untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis cerita anak pada

Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita bergambar yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tadisi nglarung sebagai salah satu budaya Jawa yang masih ada