• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Teori

2.1.2. Ruwatan

Ruwatan ini akan membahas tentang pengertian dari ruwatan, tujuan dari ruwatan, golongan sukerta yang harus diruwat, tata upacara dalam ruwatan, perlengkapan yang ada di dalam ruwatan, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam ruwatan.

2.1.2.1. Pengertian ruwatan

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati, 2010:3). Ruwatan berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang memiliki arti menghapus kutukan, kemalangan, dan terbebas dari hal-hal yang tidak baik (Subalidinata dalam Sulistyobudi, dkk, 2013:4). Ruwatan merupakan upacara ritual dengan tujuan untuk membebaskan dan membersihkan seseorang dari sesuatu yang jahat dan terhindar dari hal-hal yang buruk yang dapat menimpa orang tersebut (Sulistyobudi, dkk, 2013:4).

Berdasarkan dari ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ruwatan adalah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk membebaskan diri seseorang dari hal-hal yang buruk seperti kutukan, bahaya, dan pengaruh jahat yang dapat mengancam keselamatan hidup seseorang.

2.1.2.2. Tujuan upacara ruwatan

1. Untuk menghindarkan diri dari marabahaya atau malapetaka yang mengancamnya.

2. Untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk halus

2.1.2.3. Golongan sukerta

Berikut ini merupakan golongan sukerta yang harus diruwat diantaranya yaitu (Herawati, 2010:3-4): yang pertama anak laki-laki tunggal tanpa saudara yang sering disebut anak ontang-anting. Anak sukerta selanjutnya adalah unting-unting yaitu anak perempuan tunggal tanpa saudara kandung, yang ketiga dhampit yaitu anak kembar laki-laki dan perempuan. Golongan sukerta yang kelima kedana-kedhini yaitu anak dua bersaudara laki-laki dan perempuan.

Anak golongan sukerta yang selanjutnya adalah pendhawa yaitu anak lima bersaudara laki-laki semua, yang selanjutnya adalah pendhawi yaitu anak lima bersaudara perempuan semua. Golongan sukerta yang ketujuh adalah uger-uger lawang yaitu dua bersaudara laki-laki semua, yang kedelapan adalah kembang sepasang yaitu dua bersaudara perempuan semua. Anak sukerta yang selanjutnya adalah sendhang kapit pancuran yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin perempuan, sedangkan anak yang sulung dan bungsu berjenis kelamin laki-laki, dan golongan sukerta yang terakhir adalah pancuran kapit sendhang yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin aki-laki, sedangkan anak yang sulung dan bungsu berjenis kelamin perempuan.

2.1.2.4. Tata upacara dalam ruwatan

Tradisi ruwatan memiliki tatacara pelaksanaan, berikut ini merupakan tatacara pelaksanaan upacara ruwatan (Herawati, 2010:6-8):

1. Upacara siraman

Upacara siraman ditujukan pada anak yang akan diruwat. Siraman dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan air yang ditaburi dengan berbagai macam bunga. Setelah upacara siraman anak yang akan diruwat mengenakan pakaian adat Jawa. Anak yang akan diruwat didampingi oleh sanak saudaranya dan dibimbing oleh dalang bersujud dihadapan orang tuanya untuk memohon doa restu. Setelah itu dalang membacakan doa untuk keselamatan anak sukerta dan agar acara dapat berjalan dengan lancar tidak ada suatu halangan apapun. Setelah itu sesaji dibawa ke tempat yang telah disediakan yaitu di tempat pertunjukan wayang. Anak sukerta didampingi oleh orang tuanya menuju tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dalang menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan tadi.

2. Pertunjukan wayang dengan lakon murwakala

Acara inti pun dimulai dengan adanya pertunjukan wayang dengan lakon murwakala. Lakon murwakala menceritakan tentang perburuan Betara Kala terhadap tiga puluh enam jenis mangsanya yaitu anak sukerta seperti ontang-anting, unting-unting, dampit, dan lain sebagainya. Sebelum acara selesai, dalang menghentikan sejenak pertunjukan wayangnya. Dalang melakukan acara srah-srahan yaitu orang tua menyerahkan anak sukerta pada dalang.

3. Upacara srah-srahan

Orang tua dari anak sukerta membawa gunting dan saputangan kemudian menyerahkan anak sukerta itu pada dalang. Gunting yang sudah dipersiapkan digunakan untuk menggunting rambut anak sukerta. Potongan rambut tersebut diletakkan di atas saputangan yang sudah dipersiapkan. Potongan rambut tersebut dibungkus dan diserahkan kepada dalang. Setelah selesai proses srah-srahan dalang kemudian melanjutkan pertunjukan wayang yang tinggal beberapa adegan lagi.

4. Ucapan terimakasih

Upacara ruwatan telah berakhir, orang tua dan si anak menghampiri dalang untuk mengucapkan terimakasih karena anaknya sudah terbebas dari marabahaya. Acara selanjutnya yaitu makan bersama dan dilanjutkan dengan tirakatan.

2.1.2.5. Perlengkapan upacara tradisi ruwatan

Perlengkapan-perlengkapan yang digunakan untuk upacara ruwatan adalah sebagai berikut: tempat tirta atau tempat air, dupa, kemenyan, candu, bunga berbagai macam, biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa, itik, dan burung), janur, daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh atau sirih, injet atau kapur, tembakau), jajanan pasar, lawe, duk, cerutu, tumpeng, minuman 48 macam (dhawet, rujak degan, arak, dan lain sebagainya), ayam, babi, potongan kuku atau rambut yang diruwat, pakaian yang diruwat (Sulistyobudi, dkk, 2013:39).

Perlengkapan-perlengkapan tersebut juga memiliki makna atau arti tersendiri. Makna dari perlengkapan-perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013:42-45): yang pertama tirta atau air sebagai lambang air suci atau air kehidupan, yang selanjutnya dupa, kemenyan, candu melambangkan bau wewangian yang harum semerbak dan pucuk dari dupa, kemenyan, dan candu sebagai lambang wahana penyimpanan doa permohonan. Berbagai macam bunga seperti bunga kanthil, melati, mawar merah dan putih, kenanga, dan bunga setaman memiliki lambang bau dan warna. Bunga kanthil melambangkan rasa cinta kasih, bunga melati melambangkan kesucian dan kemurnian dari dalam diri manusia, bunga mawar merah melambangkan pengharapan dunia yang indah dan mawar putih melambangkan rasa cinta kasih atau kepasrahan yang murni, bunga kenanga memiliki makna bahwa manusia harus selalu mengenang Sang Pencipta dan leluhur, sehingga manusia selalu ingat dan waspada dalam menjalani hidup, bunga setaman melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia.

Biji-bijian seperti gabah, kedelai, jagung, kacang, dan lain sebagainya melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang baik, sehingga saat tumbuh bisa menjadi tanaman yang subur dan bermanfaat. Empon-empon bermanfaat sebagai bumbu masak dan juga kesehatan, sehingga empon-empon memiliki makna agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan dengan baik. Telor ayam, angsa, bebek, dan burung melambangkan keempat penjuru mata angin yaitu angin Timur, Selatan, Barat, dan Utara. Selain itu juga sebagai simbol Bathara Guru/Putih, Bathara Bhrama/Merah, Bathara Mahadewa/Biru, Bathara Wisnu/Hitam, diharapkan manusia bisa menetas menjadi manusia yang baik.

Daun jati, kluwih, dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat menemukan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita atau cahaya kehidupan. Pisang raja melambangkan bahwa kehidupan itu berbagai macam isinya. Lawe dan duk melambangkan manusia harus selalu melaksanakan kesucian dan selalu ingat dan waspada. Babi melambangkan kehidupan yang kotor, manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi. Pakaian sebagai lambang pribadi manusia. Rambut sebagai simbol mahkota yang dimiliki oleh manusia. Makna yang terakhir adalah tumpeng. Tumpeng memiliki makna bahwa kehidupan manusia harus dapat menyatu dengan alam.

Perlengkapan-perlengkapan tersebut yang digunakan dalam upacara ruwatan. Perlengkapan tersebut juga mengandung banyak makna yaitu sebagai lambang kesucian, pengharapan, rasa, cinta kasih, kemurnian dan masih banyak lagi. Tentunya perlengkapan tersebut sangat berarti upacara ruwatan, karena barang-barang yang digunakan untuk sesaji tersebut merupakan bagian dari manusia dan berada disekeliling manusia.

2.1.2.6. Nilai nilai dalam ruwatan

Ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013:51-58):

1. Gotong royong atau kerjasama

Gotong royong merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Nilai gotong royong di dalam upacara ruwatan terlihat pada saat mempersiapkan pembuatan tempat sesaji, menata perlengkapan sesaji, memasang tenda dan membersihkan lingkungan sekitar

yang akan digunakan untuk upacara ruwatan. Warga bergotong royong dan ikut ambil bagian, tidak ada yang membeda-bedakan status sosialnya.

2. Solidaritas

Solidaritas adalah suatu bentuk kesatuan dan kebersamaan yang diusahakan oleh manusia untuk membentuk kesetiakawanan dalam kelompok atau masyarakat.. Bentuk solidaritas adalah saling menghormati satu dengan yang lain, saling tolong menolong, berperilaku baik. Adanya solidaritas tersebut maka kebersamaan dalam ruwatan menjadi lebih hikmad.

3. Spiritual

Spiritual erat kaitannya dengan kejiwaan, rohani, batin, mental, dan moral. Upacara ruwatan jelas sekali berkaitan dengan spiritual. Manusia memiliki empat unsur yaitu unsur tanah, api, air dan udara. Orang yang diruwat pada umumnya mengalami gangguan disalah satu unsur sehingga tidak ada keseimbangan ke empat unsur tersebut. Cara untuk menyeimbangkannya adalah dengan diruwat, agar sukerta yang ada di dalam tubuh seseorang tersebut dimohonkan ampun pada Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai-nilai tersebut apabila diajarkan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah suatu pendidikan. Kebiasaan tentang nilai-nilai tersebut yang dapat membentuk karakter anak sedikit demi sedikit. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang pendidikan karakter kebangsaan.

Dokumen terkait