ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi ruwatan. Potensi pada tradisi ruwatan yaitu adanya nilai gotong royong dalam persiapan maupun penyelenggaraan acara, bekerjasama, berdoa, meminta restu kepada orangtua, dan bersyukur. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada beberapa anak dan analisis kebutuhan kepada 18 anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa mereka belum memahami tradisi ruwatan. Dari hasil analisis kebutuhan, peneliti mendapatkan sebanyak 89% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan,67% anak belum mengetahui nilai-nilai gotong royong dalam tradisi ruwatan, 89% anak memerlukan buku cerita tentang ruwatan dan 78% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi ruwatan.Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan untuk membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi : (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul “Mengenal Tradisi Ruwatan” tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa dan mendapatkan skor 3,2 (baik) sehingga layak untuk diujicobakan.
Ujicoba peneliti lakukan sebanyak satu kali di SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. Prototipe ini diujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi setelah ujicoba tersebut didapatkan data sebanyak 100% anak mengetahui bahwa ruwatan memiliki niai-nilai ketuhanan, kebersamaan, gotong royong, membantu anak mengerti mengenai tradisi ruwatan dan membantu anak untuk melestarikan tradisi ruwatan.
ABSTRACT
DEVELOPING A PROTOTYPE OF A CHILDREN STORY BOOK OF
RUWATAN TRADITION IN THE CONTEXT OF
NATIONALISM CHARACTER EDUCATION praying, asking for the parents’ endorsement, and expressing gratitude. The problems the researcher gathers from the interviews to some children and the need analysis towards18 children of 9-10 years old shows that they lack the understanding of ruwatan tradition. From the need analysis, the researcher learns that 89% of the children need story books about ruwatan tradition, 67% of the children do not have elaborate explanations about communal work values, 89 % of the children need books about ruwatan, and 78 % of the children need pictorial books about ruwatan tradition. The researcher is invited to develop a children story book prototype about ruwatan tradition in the context of nationalism character education to help children understand the ruwatan tradition
This research is a research and development ( R&D) with six steps of Sugiyono which comprises: (1) potencies and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product implementation trial. The book prototype entitled “Mengenal Tradisi Ruwatan” has been validated by a literary and language expert and the score is 3,2 (good) so it is worth to be put on trial.
The researcher applies the trial once at SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. The prototype is tried on 11 children of -10 years old. As the data gather up, it reflects that 100 % of the children understand that ruwatan has values of divinity, togetherness, communal work, helping the children undrerstand the ruwatan tradition and perpetuating the ruwatan tradition. By all means this story book prototype can be used to help children understand the ruwatan tradition and plant the values of nationalism character education.
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK
TENTANG TRADISI RUWATAN
DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Rosalia Purwaningtyas
NIM: 121134081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK
TENTANG TRADISI RUWATAN
DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Rosalia Purwaningtyas
NIM: 121134081
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini peneliti persembahkan untuk :
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria sebagai sumber kekuatan dan
harapan.
2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ignatius Tukiman dan Ibu
Sesilia Sunarti yang selalu memberikan semangat, perhatian,
harapan, doa, dan dukungan yang tak berkesudahan.
3. Saudara-saudaraku Maria Tri Ratnasari, Monica Ervina, Yuliana
Indria Hermiati, Albertus Indra Hartono, Florentina Karyati
yang memberikan dukungan, bantuan dan doa.
4. Cornelius Ari Saptono yang selalu mendoakan, menemani,
memberikan semangat, menghibur dan memberikan perhatian
yang luar biasa.
5. Sahabat–sahabat, Vinta, Hayu, Dian, Marcel, Rani, Shinta, Vita
dan Kristin yang selalu memberikan semangat, penghiburan dan
dukungan di saat–saat tersulit,
6. Teman-teman payung, Vinta, Hayu, Dian, Ambar, Laras, Ayu,
Reny, Siti, Nike, Andro, Dani dan Wahyu.
7. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
v MOTTO
“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan,
kamu akan menerimanya”
Matius 21:22
“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti
dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”
Ibrani 11:1
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia
memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat
menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Maret 2016
Peneliti,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Rosalia Purwaningtyas
Nomor Induk Mahasiswa : 121134081
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATANDALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Maret 2016
Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATANDALAM KONTEKS
PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Rosalia Purwaningtyas
Universitas Sanata Dharma
2016
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi ruwatan. Potensi pada tradisi ruwatan yaitu adanya nilai gotong royong dalam persiapan maupun penyelenggaraan acara, bekerjasama, berdoa, meminta restu kepada orangtua, dan bersyukur. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada beberapa anak dan analisis kebutuhan kepada 18 anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa mereka belum memahami tradisi ruwatan. Dari hasil analisis kebutuhan, peneliti mendapatkan sebanyak 89% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan,67% anak belum mengetahui nilai-nilai gotong royong dalam tradisi ruwatan, 89% anak memerlukan buku cerita tentang ruwatan dan 78% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi ruwatan.Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan untuk membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi : (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul “Mengenal Tradisi Ruwatan” tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa dan mendapatkan skor 3,2 (baik) sehingga layak untuk diujicobakan.
Ujicoba peneliti lakukan sebanyak satu kali di SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. Prototipe ini diujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi setelah ujicoba tersebut didapatkan data sebanyak 100% anak mengetahui bahwa ruwatan memiliki niai-nilai ketuhanan, kebersamaan, gotong royong, membantu anak mengerti mengenai tradisi ruwatan dan membantu anak untuk melestarikan tradisi ruwatan.
ix ABSTRACT
DEVELOPING A PROTOTYPE OF A CHILDREN STORY BOOK OF RUWATANTRADITION IN THE CONTEXT OF
NATIONALISM CHARACTER EDUCATION praying, asking for the parents’ endorsement, and expressing gratitude. The problems the researcher gathers from the interviews to some children and the need analysis towards18 children of 9-10 years old shows that they lack the understanding of ruwatan tradition. From the need analysis, the researcher learns that 89% of the children need story books about ruwatan tradition, 67% of the children do not have elaborate explanations about communal work values, 89 % of the children need books about ruwatan,and 78 % of the children need pictorial books about ruwatan tradition. The researcher is invited to develop a children story book prototype about ruwatan tradition in the context of nationalism character education to help children understand the ruwatantradition
This research is a research and development ( R&D) with six steps of Sugiyono which comprises: (1) potencies and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product implementation trial. The book prototype entitled “Mengenal Tradisi Ruwatan” has been validated by a literary and language expert and the score is 3,2 (good) so it is worth to be put on trial.
The researcher applies the trial once at SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. The prototype is tried on 11 children of -10 years old. As the data gather up, it reflects that 100 % of the children understand that ruwatanhas values of divinity, togetherness, communal work, helping the children undrerstand the ruwatan tradition and perpetuating the ruwatantradition. By all means this story book prototype can be used to help children understand the ruwatan tradition and plant the values of nationalism character education.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan kesehatan pada peneliti, sehingga skripsi yang berjudul
“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam
Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti
mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan
dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd.selaku Kepala Program Studi PGSD.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S, M.Pd. selaku Wakil Kepala Program
Studi PGSD.
4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dorongan, semangat, waktu,
tenaga dan pikiran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.
5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dorongan, semangat, waktu,
tenaga dan pikiran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh dosen dan karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah memberikan pelayanan selama perkuliahan.
7. Dosen validator instrument pra penelitian dan validator prototipe.
8. Kepala sekolah, guru dan siswa SD N Tegalrejo 2 Yogyakarta yang telah
membantu penelitian dalam analisis kebutuhan anak.
9. Kepala sekolah, guru dan siswa SD N Jambon, Kulonprogo yang telah
xi
9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ignatius Tukiman dan Ibu Sesilia Sunarti
yang selalu memberikan semangat, perhatian, harapan, doa, dan dukungan.
10. Saudara-saudaraku Maria Tri Ratnasari, Monica Ervina, Yuliana Indria
Hermiati, Albertus Indra Hartono, Florentina Karyati yang memberikan
dukungan, bantuan dan doa.
11. Cornelius Ari Saptono yang selalu mendoakan, menemani, memberikan
semangat, menghibur dan memberikan perhatian yang luar biasa.
12. Sahabat–sahabat, Vinta, Hayu, Dian, Marcel, Rani, Shinta, Vita dan
Kristin yang selalu memberikan semangat, penghiburan dan dukungan di
saat–saat tersulit,
13. Teman-teman penelitian kolaboratif, Vinta, Hayu, Dian, Ambar, Laras,
Ayu, Reny, Siti, Nike, Andro, Dani dan Wahyu.
14. Louis Edo Kris Kelana yang membantu menyempurnakan prototipe
penelitian.
15. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
16. Semua pihak yang turut memberikan bantuan, semangat, doa, dan
dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 16 Maret 2016
Peneliti,
xii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
2.1.1 Pengertian Upacara Adat Jawa ... 7
2.1.1.1 Macam-Macam Tradisi Jawa... 8
2.1.1.2 Ruwatan ... 10
2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 15
2.1.2.1 Arti Karakter... 15
xiii
2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan... 19
2.1.3 Buku Cerita Anak ... 21
2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak ... 21
2.1.3.2 Macam-Macam Bentuk Buku Cerita ... 21
2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak... 23
2.1.4 Peran Media ... 23
2.1.4.1 Pengertian Media ... 23
2.1.4.2 Pengertian Media Pembelajaran ... 24
2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran ... 25
2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 25
2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 25
2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun... 26
2.2 Penelitian yang Relevan ... 27
2.3 Kerangka Berpikir ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.3.1 Potensi dan Masalah ... 33
3.3.2 Pengumpulan Data ... 34
3.3.3 Desain Produk ... 34
3.3.4 Validasi Desain ... 35
3.3.5 Revisi Desain ... 35
3.3.6 Uji Coba Produk ... 35
3.4 Uji Coba Produk ... 36
3.5 Instrumen Penelitian ... 36
3.5.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara... 36
3.5.2 Kisi-kisi Lembar Kuesioner ... 37
3.5.3 Validasi Kuesioner Pra Penelitian... 37
3.5.4 Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 38
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.6.1 Wawancara... 40
3.6.2 Kuesioner ... 41
3.7 Teknik Analisis Data ... 41
3.7.1 Data Kualitatif... 41
3.7.2 Data Kuantitatif... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Hasil Penelitian ... 44
4.1.1 Prosedur Pengembangan ... 44
4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 44
4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 45
xiv
4.1.1.4 Validasi Desain ... 57
4.1.1.5 Revisi Desain ... 58
4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 61
4.1.2 Kualitas Produk... 63
4.2 Pembahasan ... 65
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Prototipe ... 70
4.3.1 Kelebihan Prototipe... 70
4.3.2 Kekurangan Prototipe ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 72
5.3 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN... 77
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.2.1 Penelitian yang Relevan... 29
Bagan 3.3.1 Langkah-langkah Pengembangan menurut Sugiyono ... 32
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara ... 36
Tabel 2. Kisi-Kisi Kuesioner ... 37
Tabel 3. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 37
Tabel 4. Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 38
Tabel 5. Lembar Kuesioner Uji Coba Produk... 40
Tabel 6. Tabel Skala Likert... 42
Tabel 7. Skala Likert Modifikasi ... 43
Tabel 8. Data Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 46
Tabel 9. Rekapitulasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 47
Tabel 10. Hasil Validasi oleh Ahli... 57
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa Awal yang dibuat oleh Peneliti... 50
Gambar 2. Sketsa yang dibuat oleh Ahli Gambar... 53
Gambar 3. Sketsa yang telah diperbaiki oleh Ilustrator ... 56
Gambar 4. Hasil Gambar Sebelum dan Sesudah Revisi ... 60
Gambar 5. Kegiatan Uji Coba Produk di SD N Jambon... 62
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara... 78
Lampiran 2. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 79
Lampiran 3. Kuesioner Anak Pra Penelitian... 85
Lampiran 4. Validasi Prototipe oleh Ahli Bahasa... 121
Lampiran 5. Kuesioner Uji Coba Produk... 122
Lampiran 6. Surat Ijin Pra Penelitian di SD N Tegalrejo 2 ... 133
Lampiran 7. Surat Sudah Melakukan Pra Penelitian di SD N Tegalrejo 2 ... 134
Lampiran 8. Surat Ijin Uji Coba Produk di SD N Jambon ... 135
Lampiran 9. Surat Sudah Melakukan Uji Coba Produk di SD N Jambon ... 136
Lampiran 10. Hasil Refleksi Anak... 137
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan definisi
operasional.
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.
Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga
masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005: 1).
Tradisi Jawa adalah kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan di
masyarakat Jawa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Terdapat berbagai
macam tradisi yang ada di Jawa, salah satunya adalah ruwatan.
Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan
penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan,
dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati 2010: 3). Ruwatan adalah salah
satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai
upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat)
yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Dalam tradisi ruwatan
terdapat empat kegiatan yaitu upacara siraman, acara inti pertunjukkan wayang
dengan lakon “Murwakala”, upacara srah-srahan dan ucapan terimakasih. Tradisi
ruwatan memiliki nilai-nilai luhur yaitu nilai ketuhanan dan nilai sosial. Nilai
ketuhanan terlihat saat seseorang yang akan diruwat bersujud di hadapan
orangtuanya dan berdoa untuk memohon kepada Tuhan agar acara dapat berjalan
persiapan penyelenggaraan acara, melihat pertunjukkan wayang, dan makan
bersama.
Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.
Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang
khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,
olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia,
2010: 28). Apabila dilihat dari karakter kebangsaan yang terdapat dalam
Pancasila, maka tradisi ruwatanmengandung nilai-nilai dalam tiga sila yaitu, sila
pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yang berbunyi
Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang berbunyi Persatuan
Indonesia.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang juga terkandung dalam tradisi
ruwatandiantaranya adalah olah hati, olah pikir, olah raga/kinestetika, serta olah
rasa dan karsa. Olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan yang ditunjukkan
ketika seseorang yang akan diruwat meminta restu kepada kedua orang tua dengan
cara bersujud di hadapannya dan ketika dalang membacakan doa untuk meminta
kepada Tuhan agar acara dapat berjalan dengan lancar. Olah pikir meliputi rasa
ingin tahu dan berpikir kritis yang ditunjukkan ketika seorang anak bertanya
mengenai tradisi ruwatan dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi tersebut.
Olah raga/kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seseorang
kesialan, atau dosa. Olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan
yang ditunjukkan ketika pelaksanaan ruwatan, dan ketika orang-orang bergotong
royong untuk menyiapkan acara yang akan diselenggarakan.
Peneliti merasa prihatin karena berdasarkan penelitian, saat ini masyarakat
Yogyakarta tidak mengenal tradisi yang ada di Jawa. Peneliti melakukan
wawancara kepada beberapa anak dan dewasa untuk mengetahui pemahaman
masyarakat mengenai tradisi ruwatan. Dari hasil wawancara kepada beberapa
orang mulai dari anak-anak hingga dewasa, ternyata mereka tidak memahami
kekhasan dari ruwatan yang ternyata memiliki nilai-nilai yang khas dari bangsa
Indonesia khususnya tradisi ruwatan. Seharusnya anak-anak mengetahui dan ikut
melestarikan tradisi yang ada di Jawa karena tradisi-tradisi tersebut mengandung
nilai-nilai yang baik dan bermanfaat untuk membentuk karakter anak.
Melihat permasalahan yang ada, peneliti membagikan kuesioner kepada 18
siswa kelas IV di SD N Tegalrejo 2 Yogyakarta pada hari Jumat, 4 Desember
2015. Kuesioner tersebut dibagikan dengan tujuan untuk menganalisis kebutuhan
anak atau mengetahui sejauh mana pemahaman anak mengenai tradisi ruwatan.
Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa, peneliti mendapatkan
data bahwa sebesar 89% anak tidak mengetahui definisi dari ruwatan,89% anak
memerlukan buku tentang ruwatan dan 78% anak memerlukan buku dalam
bentuk buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.
Data tersebut membuktikan bahwa anak kurang memahami tradisi
ruwatan dan memerlukan buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.
Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelitian
Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan. Buku cerita
atau prototipe tersebut berisi empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang berisi
sepuluh gambar dan menjadi efektif karena sesuai dengan tahap perkembangan
anak yaitu operasional konkret untuk penanaman pendidikan karakter dan
melestarikan tradisi ruwatan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana prosedur atau langkah-langkah pengembangan prototipe buku
cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter
kebangsaan?
1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan
dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Menjelaskan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang
tradisi ruwatandalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi
ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi siswa
Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan
karakter.
1.4.2 Bagi peneliti
Menghasilkan produk berupa buku cerita bergambar untuk melestarikan
1.4.3 Bagi masyarakat Jawa
Masyarakat memiliki salah satu informasi yang berkaitan dengan tradisi
ruwatan agar dapat dilestarikan.
1.5 SPESIFIKASI PRODUK
1.5.1 Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengembangan
buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan
karakter kebangsaan.
1.5.2 Prototipe ini terdiri dari cover berisi judul yaitu “Mengenal Tradisi
Ruwatan” dan memuat kata pengantar untuk membantu pembaca dalam
membaca keseluruhan isi dari buku dan daftar pustaka.
1.5.3 Prototipe memuat cerita tentang tradisi ruwatan sebagai salah satu tradisi
Jawa.
1.5.4 Prototipe memuat 10 gambar tentang tradisi ruwatan dan penjelasan dalam
setiap gambar.
1.5.5 Prototipe yang berisi cerita dan gambar tersebut menunjukkan
aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai
spiritual dan sosial.
1.5.6 Prototipe berisi refleksi dari kegiatan tradisi ruwatan.
1.5.7 Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan
tradisi ruwatandan pendidikan karakter yang digunakan untuk mendukung
buku cerita anak yang peneliti buat.
1.6 DEFINISI OPERASIONAL
1.6.1 Prototipe adalah model mula-mula atau model yang dapat dijadikan contoh
1.6.2 Buku cerita anak adalah buku yang berisi cerita dan ditujukan untuk anak
dengan pemilihan kata-kata atau bahasa yang mudah dipahami oleh anak.
1.6.3 Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu
dimana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa
konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang
berbeda.
1.6.4 Tradisi Jawa adalah suatu adat atau kebiasaan secara turun temurun yang
dianggap baik sehingga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa.
1.6.5 Ruwatan adalah suatu jalan dan usaha untuk membebaskan manusia dari
aib dan dosa yang sekaligus menghindarkan diri dari malapetaka.
1.6.6 Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu usaha yang dilakukan secara
sadar dengan tujuan untuk membentuk sikap atau perilaku yang mencakup
olah hati (beriman dan bertakwa), olah pikir (berpikir kritis dan rasa ingin
tahu), olah raga (bersih dan sehat), dan olah rasa dan karsa (kebersamaan
7 BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II ini terdiri dari kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan,
kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini berisi beberapa teori yang dijadikan landasan guna
mendukung penelitian ini. Adapun beberapa hal yang menjadi pembahasan
peneliti adalah upacara adat Jawa, pendidikan karakter kebangsaan, buku cerita
anak dan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun.
2.1.1 Pengertian Upacara Adat Jawa
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.
Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga
masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005: 1).
Upacara adat merupakan salah satu hasil budaya yang sampai saat ini masih
dipertahankan keberadaannya karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan
nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dengan dilestarikannya
suatu tradisi, maka generasi penerus dapat mengetahui warisan budaya leluhur
yang ada (Sunjata, 2013: 73). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2003, tradisi Jawa adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih
dijalankan di masyarakat Jawa. Melalatoa, (dalam Sunjata, 2013: 77) mengatakan
bahwa di dalam penyelenggaraan upacara adat terdapat nilai-nilai budaya yang
bermanfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai budaya tersebut bermanfaat dalam
abstrak yang dianggap baik dan bernilai tinggi dalam hidup serta menjadi
pedoman tertinggi kelakuan dalam kehidupan suatu masyarakat.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa upacara adat
Jawa merupakan suatu kebiasaan atau kebudayaan yang ada di Jawa yang
dilakukan secara turun temurun agar generasi berikutnya dapat mengetahui
warisan budaya leluhur dan dapat melestarikannya karena mengandung nilai-nilai
yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
2.1.1.1 Macam-macam tradisi Jawa
1. Ruwatan
Ruwatan merupakan suatu jalan dan usaha untuk membebaskan manusia
dari aib dan dosa yang sekaligus menghindarkan diri dari malapetaka
(Bratawidjaja, 1988: 38). Ruwatan merupakan upaya untuk membebaskan
seseorang yang dipercaya akan mengalami nasib buruk. Jika tidak diruwatmaka
ia akan mengalami nasib buruk selama hidupnya (Bayuadhy, 2015: 104). Ruwatan
adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas
kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa malapetaka, bahaya atau
kesialan di dalam hidupnya (Herawati, 2010: 3). Dari beberapa pernyataan di atas
dapat disimpulkan ruwatan adalah salah satu upacara tradisional di Jawa yang
dilakukan sebagai sarana untuk membebaskan manusia dari bahaya, dosa atau
kesialan yang dapat menimpanya.
2. Labuhan atau Nglarung
Kata labuhan berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan nglarung
yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang
di suatu tempat (Suyami, 2008: 101). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut adalah
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala rahmat
yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan (Sunjata, 2013:
117).
3. Nyadran
Nyadran termasuk salah satu upacara tradisional masyarakat Jawa yang
dilakukan setahun sekali dan dilaksanakan sebagai upaya untuk mendoakan para
leluhur yang telah tiada agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan
(Bayuadhy, 2015: 97). Kegiatan yang dilakukan saat nyadran adalah (1)
menyelenggarakan kenduri dengan pembacaan ayat al-Qur’an, dzikir, tahlil, dan
doa kemudian dilanjutkan dengan makan bersama, (2) melakukan bersih-bersih
makam leluhur dari dedaunan kering dan rerumputan, (3) melakukan ziarah
kubur disertai dengan doa untuk arwah para leluhur yang meninggal dunia.
Nyadran dilestarikan sebagai sebuah upacara budaya yang bernuansa religius,
moral, sosial, dan kemanusiaan (Bayuadhy, 2015: 98).
4. Tedhak Siten
Tedhak siten (turun tanah) adalah upacara adat Jawa ketika anak pertama
berumur pitung lapan(245 hari) yang sedang belajar berjalan kaki. Tedhakartinya
menapak, siten artinya tanah atau bumi. Jadi, tedhak siten bisa diartikan turun
tanah atau menapakkan kaki di tanah (Bayuadhy, 2015: 32).
5. Sekaten
Sekaten atau upacara sekaten berasal dari kata syahadatain atau dua
kalimat syahadat. Sekaten adalah acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad
alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta (Bayuadhy, 2015: 176). Upacara sekaten
merupakan upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan setiap
setahun sekali, yaitu pada saat menjelang peringatan Mulud Nabi Muhammad
SAW. Upacara tersebut dilaksanakan selama satu minggu (tujuh hari), yaitu
sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud
(Rabiulawal) tengah malam (Suyami, 2008:)
Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya dalam menyiarkan agama
Islam. Karena orang Jawa pada waktu itu menyukai gamelan, maka pada hari
lahirnya Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung dipukul gamelan sehingga
orang berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan
pidato-pidato tentang agama Islam (Poeger, 2002: 1).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sekaten adalah
salah satu upacara yang dilakukan sebagai peringatan lahirnya Nabi Muhammad
SAW dan dilakukan untuk menyebarkan agama Islam.
2.1.1.2 Ruwatan
a. Tujuan UpacaraRuwatan
Tujuan dari tradisi ruwatan adalah untuk menghindarkan diri dari
marabahaya atau malapetaka yang mengancamnya dan untuk menghindarkan diri
dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk halus (Herawati, 2010: 14).
b. Orang yang harus diruwat
Beberapa macam orang yang wajib diruwat berdasarkan tradisi Jawa
adalah sebagai berikut (Bayuadhy, 2015: 106): pendawa lima, yaitu lima
bersaudara yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki; panca gati, yaitu
kebanting, yaitu satu anak laki-laki; ontang-anting, yaitu satu anak perempuan;
kedana-kedini, yaitu dua bersaudara yang terdiri dari anak laki-laki dan
perempuan; sendang kaapit pancuran, yaitu tiga bersaudara dengan urutan
perempuan – laki-laki – perempuan; pancuran kaapit sendang, yaitu tiga
bersaudara dengan urutan laki-laki – perempuan – laki-laki; uger-uger lawang,
yaitu dua bersaudara yang semuanya laki-laki; kembang sepasang, yaitu dua
bersaudara yang semuanya perempuan; gondhang kasih, yaitu dua bersaudara
yang memiliki warna kulit berbeda, yang satu hitam dan satunya putih; cukit
dulit,yaitu tiga anak laki-laki bersaudara.
Sarombo, yaitu empat anak laki-laki bersaudara; mayit, yaitu tiga anak
perempuan bersaudara; sarimpi, yaitu empat anak perempuan bersaudara; kiblat
papat,yaitu empat anak laki-laki dan empat anak perempuan bersaudara; pipilan,
yaitu lima bersaudara yang terdiri dari empat perempuan dan satu laki-laki;
padangan, yaitu lima bersaudara yang terdiri dari satu perempuan dan empat
laki-laki; sepasar, yaitu sepuluh bersaudara yang terdiri dari lima anak laki-laki
dan lima anak perempuan; pendawa ngedangno, yaitu empat bersaudara yang
terdiri dari tiga anak laki-laki dan satu perempuan; orang yang lahir pada hari
Selasa Kliwon dan Selasa Wage; serta ilo-ilo,yaitu orang yang meninggal karena
musibah atau bunuh diri.
c. Tata cara
Tata cara dalam ruwatan terbagi dalam empat kegiatan utama yaitu
upacara siraman, acara inti pertunjukkan wayang lakon “Murwakala”, upacara
srah-srahan dan ucapan terimakasih. Kegiatan yang pertama adalah upacara
siraman dilakukan oleh ibu dari seseorang yang diruwat dengan air kembang
setaman. Setelah upacara siraman anak itu mengenakan busana adat Jawa yang
dibuat secara khusus. Anak yang diruwat diajak oleh dalang serta didampingi
oleh para pinisepuh untuk bersujud di hadapan ayah dan ibunya. Setelah itu acara
dilanjutkan dengan selamatan disertai doa khusus yang dilakukan oleh dalang di
hadapan keluarga dan kerabat tuan rumah agar acara dapat berjalan dengan
lancar. Setelah semua sesaji lengkap, iring-iringan rombongan membawa sesaji
tersebut ke tempat acara ruwatan dilangsungkan. Rombongan anak yang akan
diruwat ikut menyusul. Kemudian anak yang diruwat, ayah-ibu serta para
sesepuh dipersilahkan duduk di tempat yang telah disiapkan. Semua sesaji
diletakkan di atas meja khusus yang diatur oleh dalang. Kemudian dalang
menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan pertunjukkan wayang dengan cerita
Murwakala. Dalang mempergelarkan wayang kulit dengan cerita Murwakala
selama kurang lebih tiga jam. Ketika cerita hampir berakhir, dalang
menghentikan sebentar ceritanya dan dilanjutkan dengan srah-srahan terlebih
dahulu.
Anak yang akan diruwat diserahkan dari ayah ibunya kepada dalang dan
kemudian anak yang diruwat dipotong rambutnya secara simbolis oleh ayah
ibunya. Setelah itu anak yang diruwat beserta orang tuanya meninggalkan dalang
dan selanjutnya dalang meneruskan pagelaran wayang kulit cerita Murwakala
sampai selesai.
Setelah pagelaran wayang kulit selesai, anak yang diruwat beserta ayah
yang terakhir adalah upacara tirakatan. Setelah selesai upacara ruwatan yang
diselenggarakan pada pagi hari sampai siang hari, pada malam harinya
diselenggarakan malam tirakatan dengan pentas wayang. Biasanya pentas
wayang dalam malam tirakatan, mengambil cerita (lakon) yang berbobot
misalnya Bima Gugah, Sentana Banjut, dan sebagainya.
d. Perlengkapanatau Ubarampe Ruwatan
Untuk mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang sukertakarena
pembawaan atau proses kelahiran, ada perlengkapan atau ubarampe yang perlu
disiapkan. Berikut ini adalah ubarampe yang diperlukan dalam tradisi ruwatan
yaitu tempat tirtaatau air, dupa, kemenyan, candu, bunga berbagai macam,
biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa, itik dan burung), janur,
daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh, injet atau kapur,
tembakau), tukon dan jajan pasar, lawe, duk, cerutu, minuman 48 macam
(dhawet, rujak degan, arak dan sebagainya), ayam, babi, potongan kuku dan
rambut seseorang yang akan diruwat, dan pakaian seseorang yang akan yang
diruwat(Sulistyobudi, dkk, 2013: 39).
Arti dan makna lambang dari berbagai sesaji dalam ubarampe upacara
ruwatan tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013: 39): tirta atau
air sebagai lambang air suci/kehidupan. Dupa, kemenyan, candu melambangkan
bau wewangian yang harum semerbak dan sebagai lambang wahana
penyampaian doa permohonan. Berbagai macam bunga atau bunga setaman
melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia. Berbagai
macam biji-bijian melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang
Empon-emponsebagai lambang agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan
dengan baik. Telor ayam, angsa, bebek dan burung melambangkan keempat
penjuru mata angin timur, selatan, barat dan utara. Selain itu juga sebagai simbol
Bathara Guru/Putih, Bathara Brahma/Merah, Bathara Mahadewa/Barat, Bathara
Wisnu/Hitam dan diharapkan manusia bisa menetas menjadi manusia yang baik.
Daun jati, kluwih dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat menemukan
jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita atau cahaya
kehidupan. Pisang raja yang diatasnya terdapat jajan pasar atau tukon pasar
melambangkan bahwa kehidupan ini beraneka ragam isinya. Lawe dan duk
melambangkan manusia harus selalu melaksanakan kesucian/kemurnian dan
harus selalu waspada. Babi melambangkan kehidupan yang kotor, dalam hal ini
manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi.
e. Nilai- nilai dalam tradisi ruwatan
Tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Nilai-nilai tersebut adalah Nilai-nilai ketuhanan dan Nilai-nilai sosial. Nilai Ketuhanan erat
kaitannya dengan membersihkan diri (menyucikan diri) dari segala malapetaka
yang mengancamnya (Bratasiswara 2000: 636). Sedangkan nilai sosial erat
kaitannya dengan kebersamaan masyarakat Jawa yang tercermin dalam gotong
royong untuk menyiapkan segala keperluan dalam pelaksanaan upacara
tradisional ruwatan (Yana, 2012: 244).
Selain itu juga terdapat nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung
dalam tradisi ruwatan yaitu olah hati, olah pikir, olahraga/kinestetika, serta olah
rasa dan karsa. Olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan yang ditunjukkan
dengan cara bersujud dihadapannya dan ketika dalang membacakan doa untuk
meminta kepada Tuhan agar acara dapat berjalan dengan lancar. Olah pikir
meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis yang ditunjukkan ketika seorang anak
bertanya mengenai tradisi ruwatan dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi
tersebut. Olah raga/kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika
seseorang yang telah selesai diruwat maka orang tersebut sudah terbebas dari
marabahaya, kesialan atau dosa. Olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan
kebersamaan yang ditunjukkan ketika pelaksanaan ruwatan, orang-orang
bergotong royong untuk menyiapkan acara yang akan diselenggarakan.
Sedangkan nilai kebersamaan ditunjukkan ketika tirakatan, makan bersama, dan
melihat pertunjukkan wayang. Selain itu apabila dilihat dari karakter kebangsaan
yang terdapat dalam Pancasila, maka tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai
dalam tiga sila yaitu, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila
kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia.
2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan
2.1.2.1 Arti karakter
Menurut Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 28) karakter adalah cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Lorens Bagus (dalam Kurniawan, 2013: 28) mendefinisikan karakter sebagai
nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang mencakup perilaku, kebiasaan,
pola-pola pemikiran. Atau, menurutnya suatu kerangka kepribadian yang relatif
mapan yang memungkinkan ciri-ciri semacam ini mewujudkan dirinya.
Menurut Lickona (dalam Wibowo, 2012: 32) karakter merupakan sifat
alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dalam
tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab,
menghormati orang lain, dan karakter mulia lainnya. Menurut Koesoema dalam
Sumarah,dkk (2015: 09), kata karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”,
“kharassein”, dan “kharax” yang berarti “dipahat”. Karakter memiliki tiga unsur
yang meliputi pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral. Ketiganya sering
dilambangkan sebagai kepala, hati, dan tangan. Kepala merupakan simbol dari
Competence, hati simbol dari Conscience, dan tangan serta kaki sebagai simbol
dari Compassionmanusia.
Menurut pemerintah, karakter adalah nilai-nilai yang khas – baik (tahu
nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah
raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter
merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07). Dari beberapa pengertian
di atas dapat disimpulkan karakter adalah sifat, ciri, watak, cara berpikir dan
2.1.2.2 Karakter kebangsaan
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,
serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia
akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang
tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD
1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).
Karakter kebangsaan berdasarkan filsafat Pancasila artinya setiap aspek
dari karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif
yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:
20-21):
1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain
hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan,
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang
lain.
2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab
diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai
tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan
kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang
lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, dan sebagainya.
3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan
Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan
pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;
bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung
tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab
dalam melaksanakan keputusan bersama; dan sebagainya.
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter berkeadilan sosial seseorang tercermin antara lain dalam perbuatan
yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter kebangsaan
akan menentukan perilaku berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen
terhadap NKRI.
2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar
dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya (Megawangi, 2004: 95). Zubaedi (dalam Kurniawan,
2013: 30) pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang merupakan
program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta
didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai
kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan
kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan/sikap), ranah kognitif
(berpikir rasional), dan ranah skill (keterampilan, terampil dalam mengolah data,
mengemukakan pendapat, dan kerja sama).
Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan
karakter-karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter-karakter luhur
tersebut, menerapkan dalam kehidupannya, baik dalam keluarga, maupun sebagai
anggota masyarakat dan warga negara.
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik–buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Hariyanto, 2011: 45).
Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang khas–
baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,
olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia,
2010: 28). Nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkait dengan tradisi ruwatan
diantarannya (1) olah hati yang meliputi bertakwa dan berdoa kepada Tuhan yang
ditunjukkan ketika seseorang yang akan diruwat bersujud di hadapan kedua
orangtuanya untuk meminta restu dan ketika dalang membaca doa agar acara
dapat berjalan dengan lancar, (2) olah pikir meliputi berpikir kritis dan rasa ingin
tahu yang ditunjukkan ketika seseorang yang diruwat bertanya tentang ruwatan,
(3) olah raga meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seseorang yang
telah selesai diruwatberati orang tersebut telah terbebas dari marabahaya, (4) olah
rasa dan karsa meliputi kebersamaan dan gotong royong yang ditunjukkan ketika
mempersiapkan acara, menonton pertunjukkan wayang, makan bersama, dan
malam tirakatan. Hal tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk membuat kisi-kisi
2.1.3 Buku Cerita Anak
2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak
Ashadi (dalam Widyamartaya, 1995: 3) mengatakan bahwa cerita adalah
ekspresi yang menggunakan kata-kata atas suatu kejadian yang dialami oleh
manusia atau makhluk lain yang diperinsankan. Kejadian itu berlangsung pada
saat seseorang berinteraksi dengan manusia lain dan alam sekitarnya. Interaksi
tersebut akan mengambil bentuk berupa pikiran, perasaan, dan perbuatan
seseorang.
Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita
yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku
cerita anak tersebut, yang menjadi tokohnya tidak harus terdiri dari anak-anak,
melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah
cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja,
binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita, yang
penting isinya memberikan amanat yang baik, positif dan jalan ceritanya menarik
bagi anak-anak. Prinsip-prinsip cerita adalah (1) sebuah cerita harus memikat,
merupakan kesatuan, seimbang (2) sebuah cerita diolah dengan tema, jalan cerita,
plot, perwatakan, bahasa yang selaras, dan latar yang menarik.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa buku cerita anak adalah
buku yang berisi cerita dan ditujukan untuk anak dengan bahasa yang mudah
dipahami dan jalan ceritanya menarik.
2.1.3.2 Macam-macam Bentuk Buku Cerita
Bentuk buku cerita dapat berupa cerita fiksi dan cerita faktual. Cerita yang
sejarah, esai berita, cerita tentang suatu peristiwa yang khas, cerita tentang
membuat atau menghasilkan sesuatu, anekdot dan profil. Cerita faktual
mengungkap fakta-fakta kehidupan nyata, menceritakan apa yang sungguh terjadi
dan dapat dibuktikan kebenarannya. Cerita fiksi adalah cerita rekaan atau buatan
yang diciptakan oleh pengarang, dimana cerita di dalamnya menjadi bermakna
karena daya khayal, angan-angan atau fantasi dan kreativitas pengarang. Bercerita
dengan pendekatan khayal atau imajinatif dapat lebih menarik tetapi memerlukan
kemahiran dan pengalaman. (Hardjana, 2006: 4).
Menurut Marion van Horne (dalam Hardjana, 2006: 32), jenis cerita
anak-anak dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Fantasi atau karangan khayal
Cerita dalam kelompok ini adalah dongeng, fabel, legenda dan mitos. Dalam
cerita ini semuanya benar-benar dongeng khayal yang tidak berdasar atau
tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Realistic fiction
Cerita ini adalah fiksi atau cerita khayal tetapi mengandung unsur kenyataan,
hampir mirip dengan science fiction,misalnya Flash Gordon.
c. Biografi atau riwayat hidup
Berisi mengenai orang-orang terkenal yang dibuat menjadi cerita untuk
diperkenalkan kepada anak-anak dengan bahasa sederhana dan isinya mudah
dimengerti sebagai teladan.
d. Folk tales atau cerita rakyat
Cerita yang hidup di masyarakat, seperti Joko Kendil, Panji Laras, dan
e. Religius atau cerita-cerita agama
Berisi cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan yang
diubah dalam bentuk cerita yang menarik, dan memotivasi anak untuk
membentuk anak berbudi luhur.
2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak
Tujuan buku cerita anak adalah (1) buku cerita dapat membuat anak
menjadi terinspirasi, (2) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural,
(3) memperluas pengetahuan anak, (4) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi
anak, dan (5) mengembangkan imajinasi anak (Raines & Isbell, 2001: vii).
2.1.4 Peran Media
2.1.4.1 Pengertian Media
Sadiman (1993: 6) mengemukakan bahwa media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne (dalam Sadiman, dkk,
1993: 1) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan
lingkungannya. Menurut Hamidjojo (dalam Latuheru 1988: 11), media adalah
semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan ide,
sehingga ide yang disampaikan bisa sampai pada penerima. Sedangkan menurut
Blake dan Horalsen (dalam Latuheru 1988: 11) mengatakan bahwa media adalah
saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber
(pemberi pesan) dengan penerima pesan.
Media adalah suatu yang mengantarkan atau memberikan informasi antara
pemberi pesan dan penerima pesan (dalam Latuheru 1988). Pengertian media
bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyediaan
informasi.
Adapun pengertian media menurut Djamarah (1995: 135) media adalah
alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai
tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat ahli mengenai media di atas dapat
disimpulkan bahwa media adalah suatu alat yang digunakan untuk memberikan
informasi atau pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan sehingga dapat
mencapai hasil yang maksimal.
2.1.4.2 Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat
menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana di mana
penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif sehingga
tercipta lingkungan belajar yang kondusif (Munadi, 2013: 7 ). Sedangkan
pengertian media pembelajaran menurut Hamalik (1982: 23) adalah alat, metode
teknik yang digunakan untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar
guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Menurut Hamidjojo (dalam Latuheru 1988: 11) media pembelajaran
adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi
pengajaran. Selanjutnya menurut Gagne dan Briggs (dalam Latuheru 1988: 11)
mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat secara fisik untuk
menyampaikan isi pengajaran (misalnya buku, tape-recorder, kaset, film, video,
slide, televisi, dan lain-lain).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media
membangun keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar dan
menciptakan suasana belajar yang efektif, efisien, serta kondusif.
2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat media pembelajaran dalam proses belajar mengajar (Sudjana &
Rivai, 1990: 2) yaitu :
a. Siswa akan lebih termotivasi belajarnya karena proses kegiatan
belajar-mengajar akan lebih menarik perhatian dan minat siswa.
b. Siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran dengan baik karena materi yang
diajarkan akan lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui media,
dalam hal ini buku cerita bergambar dapat mempermudah dalam menyampaikan
informasi kepada anak dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun
2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun
Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget (Ormroad, 2008: 43) :
a. Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia sekitar 2 tahun)
Skema-skema didasarkan terutama pada perilaku dan persepsi; anak
b. Tahap Praoperasional (2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)
Skema mulai merepresentasikan objek yang berada di luar jangkauan
pandangan langsung si anak, namun anak belum mampu melakukan penalaran
logis seperti orang dewasa. Selain itu anak mulai melukiskan dunianya dengan
kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar ini mencerminkan meningkatnya
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan
fisik (Santrock, 2011: 28).
c. Tahap Operasional Konkret (6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)
Penalaran yang menyerupai penalaran orang dewasa mulai muncul, namun
terbatas pada penalaran mengenai realitas konkret dan mengklasifikasikan
objek-objek ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
d. Tahap Operasional Formal (11 atau 12 tahun hingga dewasa)
Proses-proses penalaran logis diterapkan ke ide-ide abstrak ataupun ke
objek-objek konkret.
2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun
Menurut Hurlock (dalam Nuryanti, 2008: 50) tugas perkembangan anak
adalah sebagai berikut: mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk
permainan-permainan yang umum dilakukan anak–anak, membangun sikap yang
sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh, belajar
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya, mulai mengembangkan peran
sosial pria dan wanita secara tepat, mengembangkan keterampilan-keterampilan
dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan
pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati
kelompok-kelompok sosial dan lembaga di lingkungan hidupnya mencapai
kebebasan pribadi.
Tidak berbeda jauh dengan Hurlock, Collins juga mengemukakan tahap
perkembangan anak-anak. Tahap perkembangan menurut Collins (dalam
Nuryanti, 2008: 51) adalah aspek fisik : meningkatkan kekuatan dan koordinasi
otot, yaitu meningkatkan kemampuan beberapa aktivitas dan tugas fisik; aspek
kognisi: pada tahap operasional konkret, berfokus pada saat ini, menambah
pengetahuan dan keterampilan baru serta mengembangkan perasaan mampu; dan
aspek sosial: (a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman, dan
lingkungan; (b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; (c) mampu
mengkondisikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan konformitas,
dan (d) mencapai identitas diri yang memadai.
2.2 Penelitian yang Relevan
2.2.1 Penelitian yang Berhubungan dengan Buku Cerita Anak
Penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang relevan.
Berikut ini adalah penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2009) tentang
keefektifan cerita bergambar. Judul penelitian tersebut adalah Keefektifan Cerita
Bergambar untuk Pendidikan Nilai dan Keterampilan Berbahasa dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan pada seluruh siswa kelas II
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tempel Sleman Yogyakarta yang berjumlah 114
siswa yang terbagi dalam 3 kelas. Penelitian ini menggunakan instrumen dalam
bentuk tes dan non tes. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar
pengamatan, yaitu untuk mengetahui pemahaman dan pengalaman nilai-nilai
kejujuran, kesabaran, dan ketaatan beribadah. Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan nilai (kejujuran, kesabaran, dan
ketaatan beribadah) antara peserta didik yang menggunakan cerita bergambar dan
peserta didik yang tanpa menggunakan cerita bergambar dalam pembelajaran
bahasa Indonesia yang terintegrasi pendidikan nilai.
2.2.2 Penelitian yang Berhubungan dengan Ruwatan
Berikut ini penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya berhubungan dengan ruwatan. Penelitian tersebut dilakukan oleh
Darmoko (2002) tentang ruwatan. Judul penelitian tersebut adalah Ruwatan:
Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan Sosiokultural Masyarakat Jawa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiokultural. Dari penelitian tersebut
terlihat bahwa tradisi ruwatan merupakan adat istiadat Jawa yang kini masih
hidup lestari, diyakini dan dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya. Adat
istiadat tersebut juga mengandung tata nilai, aturan, norma, maupun kebiasaan
yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan cita-cita untuk
mencapai maksud dan tujuan yang diharapkan. Selain itu, upacara ruwatan
sebagai salah satu adat-istiadat Jawa yang dipercayai sebagai sarana melepaskan,
menghalau, atau membebaskan seseorang dari ancaman mara bahaya yang
disebabkan oleh suatu peristiwa.
2.2.3 Penelitian yang Berhubungan dengan Pendidikan Karakter
Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya
mengenai pendidikan karakter adalah penelitian yang dilakukan oleh Afandi
Sekolah Dasar. Afandi mengatakan dengan pendidikan karakter melalui
pembelajaran IPS diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami
bangsa Indonesia saat ini, IPS sebagai bidang studi dalam pembelajaran yang
bertujuan agar peserta didik mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara dapat diimplementasikan dengan memasukkan
nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter.
Bagan 2.2.1 Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang terdahulu, peneliti menemukan penelitian
yang relevan mengenai buku cerita anak, tradisi ruwatandan pendidikan karakter.
Peneliti membuat prototipe ini karena peneliti belum menemukan penelitian
mengenai pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan
dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dan agar anak-anak dapat
memahami serta melestarikan tradisi ruwatan.
2.3 Kerangka Berpikir
Tradisi yang ada di daerah Jawa khususnya Yogyakarta sangat banyak dan
mengandung banyak nilai-nilai yang harus dilestarikan, salah satunya adalah
tradisi ruwatan. Tetapi, akhir-akhir ini sudah mulai jarang diketahui oleh
masyarakat khususnya anak-anak. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti kepada beberapa orang mulai dari orang tua hingga
anak-anak.
Melihat keadaan yang memprihatinkan tersebut, peneliti terdorong untuk
mengembangkan sebuah prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam
konteks pendidikan karakter kebangsaan. Dengan adanya prototipe tersebut,
diharapkan anak-anak dapat memahami tradisi ruwatan, melestarikan tradisi
ruwatandan membentuk karakter anak dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Prototipe ini terdiri dari cover berisi judul yaitu “Mengenal Tradisi
Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk membantu pembaca dalam
membaca keseluruhan isi dari buku dan daftar pustaka. Isi buku berupa sebuah
buku cerita tentang ruwatan yang disertai 10 gambar. Dalam cerita dan gambar
tersebut terkandung aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam tradisi ruwatan yang
mengandung nilai-nilai spiritual dan sosial. Prototipe tersebut juga berisi daftar
kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan dan pendidikan karakter yang