• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi ruwatan. Potensi pada tradisi ruwatan yaitu adanya nilai gotong royong dalam persiapan maupun penyelenggaraan acara, bekerjasama, berdoa, meminta restu kepada orangtua, dan bersyukur. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada beberapa anak dan analisis kebutuhan kepada 18 anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa mereka belum memahami tradisi ruwatan. Dari hasil analisis kebutuhan, peneliti mendapatkan sebanyak 89% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan,67% anak belum mengetahui nilai-nilai gotong royong dalam tradisi ruwatan, 89% anak memerlukan buku cerita tentang ruwatan dan 78% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi ruwatan.Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan untuk membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi : (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul “Mengenal Tradisi Ruwatan” tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa dan mendapatkan skor 3,2 (baik) sehingga layak untuk diujicobakan.

Ujicoba peneliti lakukan sebanyak satu kali di SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. Prototipe ini diujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi setelah ujicoba tersebut didapatkan data sebanyak 100% anak mengetahui bahwa ruwatan memiliki niai-nilai ketuhanan, kebersamaan, gotong royong, membantu anak mengerti mengenai tradisi ruwatan dan membantu anak untuk melestarikan tradisi ruwatan.

(2)

ABSTRACT

DEVELOPING A PROTOTYPE OF A CHILDREN STORY BOOK OF

RUWATAN TRADITION IN THE CONTEXT OF

NATIONALISM CHARACTER EDUCATION praying, asking for the parents’ endorsement, and expressing gratitude. The problems the researcher gathers from the interviews to some children and the need analysis towards18 children of 9-10 years old shows that they lack the understanding of ruwatan tradition. From the need analysis, the researcher learns that 89% of the children need story books about ruwatan tradition, 67% of the children do not have elaborate explanations about communal work values, 89 % of the children need books about ruwatan, and 78 % of the children need pictorial books about ruwatan tradition. The researcher is invited to develop a children story book prototype about ruwatan tradition in the context of nationalism character education to help children understand the ruwatan tradition

This research is a research and development ( R&D) with six steps of Sugiyono which comprises: (1) potencies and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product implementation trial. The book prototype entitled “Mengenal Tradisi Ruwatan” has been validated by a literary and language expert and the score is 3,2 (good) so it is worth to be put on trial.

The researcher applies the trial once at SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. The prototype is tried on 11 children of -10 years old. As the data gather up, it reflects that 100 % of the children understand that ruwatan has values of divinity, togetherness, communal work, helping the children undrerstand the ruwatan tradition and perpetuating the ruwatan tradition. By all means this story book prototype can be used to help children understand the ruwatan tradition and plant the values of nationalism character education.

(3)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Rosalia Purwaningtyas

NIM: 121134081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TRADISI RUWATAN

DALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Rosalia Purwaningtyas

NIM: 121134081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini peneliti persembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria sebagai sumber kekuatan dan

harapan.

2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ignatius Tukiman dan Ibu

Sesilia Sunarti yang selalu memberikan semangat, perhatian,

harapan, doa, dan dukungan yang tak berkesudahan.

3. Saudara-saudaraku Maria Tri Ratnasari, Monica Ervina, Yuliana

Indria Hermiati, Albertus Indra Hartono, Florentina Karyati

yang memberikan dukungan, bantuan dan doa.

4. Cornelius Ari Saptono yang selalu mendoakan, menemani,

memberikan semangat, menghibur dan memberikan perhatian

yang luar biasa.

5. Sahabat–sahabat, Vinta, Hayu, Dian, Marcel, Rani, Shinta, Vita

dan Kristin yang selalu memberikan semangat, penghiburan dan

dukungan di saat–saat tersulit,

6. Teman-teman payung, Vinta, Hayu, Dian, Ambar, Laras, Ayu,

Reny, Siti, Nike, Andro, Dani dan Wahyu.

7. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

(8)

v MOTTO

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan,

kamu akan menerimanya”

Matius 21:22

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti

dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”

Ibrani 11:1

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia

memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat

menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Maret 2016

Peneliti,

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Rosalia Purwaningtyas

Nomor Induk Mahasiswa : 121134081

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATANDALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Maret 2016

Yang menyatakan,

(11)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI RUWATANDALAM KONTEKS

PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Rosalia Purwaningtyas

Universitas Sanata Dharma

2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi ruwatan. Potensi pada tradisi ruwatan yaitu adanya nilai gotong royong dalam persiapan maupun penyelenggaraan acara, bekerjasama, berdoa, meminta restu kepada orangtua, dan bersyukur. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada beberapa anak dan analisis kebutuhan kepada 18 anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa mereka belum memahami tradisi ruwatan. Dari hasil analisis kebutuhan, peneliti mendapatkan sebanyak 89% anak membutuhkan buku cerita tentang tradisi ruwatan,67% anak belum mengetahui nilai-nilai gotong royong dalam tradisi ruwatan, 89% anak memerlukan buku cerita tentang ruwatan dan 78% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi ruwatan.Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan untuk membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi : (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe buku cerita berjudul “Mengenal Tradisi Ruwatan” tersebut divalidasi oleh ahli sastra dan bahasa dan mendapatkan skor 3,2 (baik) sehingga layak untuk diujicobakan.

Ujicoba peneliti lakukan sebanyak satu kali di SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. Prototipe ini diujikan kepada 11 anak usia 9-10 tahun. Dari hasil refleksi setelah ujicoba tersebut didapatkan data sebanyak 100% anak mengetahui bahwa ruwatan memiliki niai-nilai ketuhanan, kebersamaan, gotong royong, membantu anak mengerti mengenai tradisi ruwatan dan membantu anak untuk melestarikan tradisi ruwatan.

(12)

ix ABSTRACT

DEVELOPING A PROTOTYPE OF A CHILDREN STORY BOOK OF RUWATANTRADITION IN THE CONTEXT OF

NATIONALISM CHARACTER EDUCATION praying, asking for the parents’ endorsement, and expressing gratitude. The problems the researcher gathers from the interviews to some children and the need analysis towards18 children of 9-10 years old shows that they lack the understanding of ruwatan tradition. From the need analysis, the researcher learns that 89% of the children need story books about ruwatan tradition, 67% of the children do not have elaborate explanations about communal work values, 89 % of the children need books about ruwatan,and 78 % of the children need pictorial books about ruwatan tradition. The researcher is invited to develop a children story book prototype about ruwatan tradition in the context of nationalism character education to help children understand the ruwatantradition

This research is a research and development ( R&D) with six steps of Sugiyono which comprises: (1) potencies and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revision, and (6) product implementation trial. The book prototype entitled “Mengenal Tradisi Ruwatan” has been validated by a literary and language expert and the score is 3,2 (good) so it is worth to be put on trial.

The researcher applies the trial once at SD N Jambon, Nanggulan, Kulonprogo. The prototype is tried on 11 children of -10 years old. As the data gather up, it reflects that 100 % of the children understand that ruwatanhas values of divinity, togetherness, communal work, helping the children undrerstand the ruwatan tradition and perpetuating the ruwatantradition. By all means this story book prototype can be used to help children understand the ruwatan tradition and plant the values of nationalism character education.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan kesehatan pada peneliti, sehingga skripsi yang berjudul

“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Tradisi Ruwatan dalam

Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti

mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik

secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan

dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd.selaku Kepala Program Studi PGSD.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S, M.Pd. selaku Wakil Kepala Program

Studi PGSD.

4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dorongan, semangat, waktu,

tenaga dan pikiran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.

5. Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dorongan, semangat, waktu,

tenaga dan pikiran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh dosen dan karyawan PGSD Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah memberikan pelayanan selama perkuliahan.

7. Dosen validator instrument pra penelitian dan validator prototipe.

8. Kepala sekolah, guru dan siswa SD N Tegalrejo 2 Yogyakarta yang telah

membantu penelitian dalam analisis kebutuhan anak.

9. Kepala sekolah, guru dan siswa SD N Jambon, Kulonprogo yang telah

(14)

xi

9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ignatius Tukiman dan Ibu Sesilia Sunarti

yang selalu memberikan semangat, perhatian, harapan, doa, dan dukungan.

10. Saudara-saudaraku Maria Tri Ratnasari, Monica Ervina, Yuliana Indria

Hermiati, Albertus Indra Hartono, Florentina Karyati yang memberikan

dukungan, bantuan dan doa.

11. Cornelius Ari Saptono yang selalu mendoakan, menemani, memberikan

semangat, menghibur dan memberikan perhatian yang luar biasa.

12. Sahabat–sahabat, Vinta, Hayu, Dian, Marcel, Rani, Shinta, Vita dan

Kristin yang selalu memberikan semangat, penghiburan dan dukungan di

saat–saat tersulit,

13. Teman-teman penelitian kolaboratif, Vinta, Hayu, Dian, Ambar, Laras,

Ayu, Reny, Siti, Nike, Andro, Dani dan Wahyu.

14. Louis Edo Kris Kelana yang membantu menyempurnakan prototipe

penelitian.

15. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

16. Semua pihak yang turut memberikan bantuan, semangat, doa, dan

dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 16 Maret 2016

Peneliti,

(15)

xii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

2.1.1 Pengertian Upacara Adat Jawa ... 7

2.1.1.1 Macam-Macam Tradisi Jawa... 8

2.1.1.2 Ruwatan ... 10

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 15

2.1.2.1 Arti Karakter... 15

(16)

xiii

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan... 19

2.1.3 Buku Cerita Anak ... 21

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak ... 21

2.1.3.2 Macam-Macam Bentuk Buku Cerita ... 21

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak... 23

2.1.4 Peran Media ... 23

2.1.4.1 Pengertian Media ... 23

2.1.4.2 Pengertian Media Pembelajaran ... 24

2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran ... 25

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 25

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun ... 25

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun... 26

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 33

3.3.2 Pengumpulan Data ... 34

3.3.3 Desain Produk ... 34

3.3.4 Validasi Desain ... 35

3.3.5 Revisi Desain ... 35

3.3.6 Uji Coba Produk ... 35

3.4 Uji Coba Produk ... 36

3.5 Instrumen Penelitian ... 36

3.5.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara... 36

3.5.2 Kisi-kisi Lembar Kuesioner ... 37

3.5.3 Validasi Kuesioner Pra Penelitian... 37

3.5.4 Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 38

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6.1 Wawancara... 40

3.6.2 Kuesioner ... 41

3.7 Teknik Analisis Data ... 41

3.7.1 Data Kualitatif... 41

3.7.2 Data Kuantitatif... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Prosedur Pengembangan ... 44

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 44

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 45

(17)

xiv

4.1.1.4 Validasi Desain ... 57

4.1.1.5 Revisi Desain ... 58

4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 61

4.1.2 Kualitas Produk... 63

4.2 Pembahasan ... 65

4.3 Kelebihan dan Kekurangan Prototipe ... 70

4.3.1 Kelebihan Prototipe... 70

4.3.2 Kekurangan Prototipe ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 72

5.3 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN... 77

(18)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.2.1 Penelitian yang Relevan... 29

Bagan 3.3.1 Langkah-langkah Pengembangan menurut Sugiyono ... 32

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara ... 36

Tabel 2. Kisi-Kisi Kuesioner ... 37

Tabel 3. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 37

Tabel 4. Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 38

Tabel 5. Lembar Kuesioner Uji Coba Produk... 40

Tabel 6. Tabel Skala Likert... 42

Tabel 7. Skala Likert Modifikasi ... 43

Tabel 8. Data Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 46

Tabel 9. Rekapitulasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak... 47

Tabel 10. Hasil Validasi oleh Ahli... 57

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Awal yang dibuat oleh Peneliti... 50

Gambar 2. Sketsa yang dibuat oleh Ahli Gambar... 53

Gambar 3. Sketsa yang telah diperbaiki oleh Ilustrator ... 56

Gambar 4. Hasil Gambar Sebelum dan Sesudah Revisi ... 60

Gambar 5. Kegiatan Uji Coba Produk di SD N Jambon... 62

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara... 78

Lampiran 2. Validasi Kuesioner Pra Penelitian ... 79

Lampiran 3. Kuesioner Anak Pra Penelitian... 85

Lampiran 4. Validasi Prototipe oleh Ahli Bahasa... 121

Lampiran 5. Kuesioner Uji Coba Produk... 122

Lampiran 6. Surat Ijin Pra Penelitian di SD N Tegalrejo 2 ... 133

Lampiran 7. Surat Sudah Melakukan Pra Penelitian di SD N Tegalrejo 2 ... 134

Lampiran 8. Surat Ijin Uji Coba Produk di SD N Jambon ... 135

Lampiran 9. Surat Sudah Melakukan Uji Coba Produk di SD N Jambon ... 136

Lampiran 10. Hasil Refleksi Anak... 137

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan definisi

operasional.

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.

Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga

masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005: 1).

Tradisi Jawa adalah kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan di

masyarakat Jawa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003). Terdapat berbagai

macam tradisi yang ada di Jawa, salah satunya adalah ruwatan.

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan

penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan,

dan pengaruh jahat di dalam hidupnya (Herawati 2010: 3). Ruwatan adalah salah

satu upacara tradisional khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai

upaya pembebasan diri seseorang dari sukerta (bahaya, kesialan, pengaruh jahat)

yang dianggap mengganggu keselamatan hidup seseorang. Dalam tradisi ruwatan

terdapat empat kegiatan yaitu upacara siraman, acara inti pertunjukkan wayang

dengan lakon “Murwakala”, upacara srah-srahan dan ucapan terimakasih. Tradisi

ruwatan memiliki nilai-nilai luhur yaitu nilai ketuhanan dan nilai sosial. Nilai

ketuhanan terlihat saat seseorang yang akan diruwat bersujud di hadapan

orangtuanya dan berdoa untuk memohon kepada Tuhan agar acara dapat berjalan

(23)

persiapan penyelenggaraan acara, melihat pertunjukkan wayang, dan makan

bersama.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan

peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang

khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku

berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,

olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia,

2010: 28). Apabila dilihat dari karakter kebangsaan yang terdapat dalam

Pancasila, maka tradisi ruwatanmengandung nilai-nilai dalam tiga sila yaitu, sila

pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yang berbunyi

Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang berbunyi Persatuan

Indonesia.

Nilai-nilai pendidikan karakter yang juga terkandung dalam tradisi

ruwatandiantaranya adalah olah hati, olah pikir, olah raga/kinestetika, serta olah

rasa dan karsa. Olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan yang ditunjukkan

ketika seseorang yang akan diruwat meminta restu kepada kedua orang tua dengan

cara bersujud di hadapannya dan ketika dalang membacakan doa untuk meminta

kepada Tuhan agar acara dapat berjalan dengan lancar. Olah pikir meliputi rasa

ingin tahu dan berpikir kritis yang ditunjukkan ketika seorang anak bertanya

mengenai tradisi ruwatan dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi tersebut.

Olah raga/kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seseorang

(24)

kesialan, atau dosa. Olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan

yang ditunjukkan ketika pelaksanaan ruwatan, dan ketika orang-orang bergotong

royong untuk menyiapkan acara yang akan diselenggarakan.

Peneliti merasa prihatin karena berdasarkan penelitian, saat ini masyarakat

Yogyakarta tidak mengenal tradisi yang ada di Jawa. Peneliti melakukan

wawancara kepada beberapa anak dan dewasa untuk mengetahui pemahaman

masyarakat mengenai tradisi ruwatan. Dari hasil wawancara kepada beberapa

orang mulai dari anak-anak hingga dewasa, ternyata mereka tidak memahami

kekhasan dari ruwatan yang ternyata memiliki nilai-nilai yang khas dari bangsa

Indonesia khususnya tradisi ruwatan. Seharusnya anak-anak mengetahui dan ikut

melestarikan tradisi yang ada di Jawa karena tradisi-tradisi tersebut mengandung

nilai-nilai yang baik dan bermanfaat untuk membentuk karakter anak.

Melihat permasalahan yang ada, peneliti membagikan kuesioner kepada 18

siswa kelas IV di SD N Tegalrejo 2 Yogyakarta pada hari Jumat, 4 Desember

2015. Kuesioner tersebut dibagikan dengan tujuan untuk menganalisis kebutuhan

anak atau mengetahui sejauh mana pemahaman anak mengenai tradisi ruwatan.

Dari hasil kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa, peneliti mendapatkan

data bahwa sebesar 89% anak tidak mengetahui definisi dari ruwatan,89% anak

memerlukan buku tentang ruwatan dan 78% anak memerlukan buku dalam

bentuk buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.

Data tersebut membuktikan bahwa anak kurang memahami tradisi

ruwatan dan memerlukan buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.

Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk melakukan penelitian

(25)

Tradisi Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan. Buku cerita

atau prototipe tersebut berisi empat kegiatan dalam tradisi ruwatan yang berisi

sepuluh gambar dan menjadi efektif karena sesuai dengan tahap perkembangan

anak yaitu operasional konkret untuk penanaman pendidikan karakter dan

melestarikan tradisi ruwatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana prosedur atau langkah-langkah pengembangan prototipe buku

cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan karakter

kebangsaan?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan

dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Menjelaskan prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang

tradisi ruwatandalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi

ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.4 MANFAAT

1.4.1 Bagi siswa

Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan

karakter.

1.4.2 Bagi peneliti

Menghasilkan produk berupa buku cerita bergambar untuk melestarikan

(26)

1.4.3 Bagi masyarakat Jawa

Masyarakat memiliki salah satu informasi yang berkaitan dengan tradisi

ruwatan agar dapat dilestarikan.

1.5 SPESIFIKASI PRODUK

1.5.1 Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengembangan

buku cerita anak tentang tradisi ruwatan dalam konteks pendidikan

karakter kebangsaan.

1.5.2 Prototipe ini terdiri dari cover berisi judul yaitu “Mengenal Tradisi

Ruwatan” dan memuat kata pengantar untuk membantu pembaca dalam

membaca keseluruhan isi dari buku dan daftar pustaka.

1.5.3 Prototipe memuat cerita tentang tradisi ruwatan sebagai salah satu tradisi

Jawa.

1.5.4 Prototipe memuat 10 gambar tentang tradisi ruwatan dan penjelasan dalam

setiap gambar.

1.5.5 Prototipe yang berisi cerita dan gambar tersebut menunjukkan

aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam tradisi ruwatan yang mengandung nilai-nilai

spiritual dan sosial.

1.5.6 Prototipe berisi refleksi dari kegiatan tradisi ruwatan.

1.5.7 Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan

tradisi ruwatandan pendidikan karakter yang digunakan untuk mendukung

buku cerita anak yang peneliti buat.

1.6 DEFINISI OPERASIONAL

1.6.1 Prototipe adalah model mula-mula atau model yang dapat dijadikan contoh

(27)

1.6.2 Buku cerita anak adalah buku yang berisi cerita dan ditujukan untuk anak

dengan pemilihan kata-kata atau bahasa yang mudah dipahami oleh anak.

1.6.3 Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu

dimana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa

konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang

berbeda.

1.6.4 Tradisi Jawa adalah suatu adat atau kebiasaan secara turun temurun yang

dianggap baik sehingga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa.

1.6.5 Ruwatan adalah suatu jalan dan usaha untuk membebaskan manusia dari

aib dan dosa yang sekaligus menghindarkan diri dari malapetaka.

1.6.6 Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu usaha yang dilakukan secara

sadar dengan tujuan untuk membentuk sikap atau perilaku yang mencakup

olah hati (beriman dan bertakwa), olah pikir (berpikir kritis dan rasa ingin

tahu), olah raga (bersih dan sehat), dan olah rasa dan karsa (kebersamaan

(28)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini terdiri dari kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan,

kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini berisi beberapa teori yang dijadikan landasan guna

mendukung penelitian ini. Adapun beberapa hal yang menjadi pembahasan

peneliti adalah upacara adat Jawa, pendidikan karakter kebangsaan, buku cerita

anak dan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun.

2.1.1 Pengertian Upacara Adat Jawa

Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan.

Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga

masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005: 1).

Upacara adat merupakan salah satu hasil budaya yang sampai saat ini masih

dipertahankan keberadaannya karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan

nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dengan dilestarikannya

suatu tradisi, maka generasi penerus dapat mengetahui warisan budaya leluhur

yang ada (Sunjata, 2013: 73). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2003, tradisi Jawa adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih

dijalankan di masyarakat Jawa. Melalatoa, (dalam Sunjata, 2013: 77) mengatakan

bahwa di dalam penyelenggaraan upacara adat terdapat nilai-nilai budaya yang

bermanfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai budaya tersebut bermanfaat dalam

(29)

abstrak yang dianggap baik dan bernilai tinggi dalam hidup serta menjadi

pedoman tertinggi kelakuan dalam kehidupan suatu masyarakat.

Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa upacara adat

Jawa merupakan suatu kebiasaan atau kebudayaan yang ada di Jawa yang

dilakukan secara turun temurun agar generasi berikutnya dapat mengetahui

warisan budaya leluhur dan dapat melestarikannya karena mengandung nilai-nilai

yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

2.1.1.1 Macam-macam tradisi Jawa

1. Ruwatan

Ruwatan merupakan suatu jalan dan usaha untuk membebaskan manusia

dari aib dan dosa yang sekaligus menghindarkan diri dari malapetaka

(Bratawidjaja, 1988: 38). Ruwatan merupakan upaya untuk membebaskan

seseorang yang dipercaya akan mengalami nasib buruk. Jika tidak diruwatmaka

ia akan mengalami nasib buruk selama hidupnya (Bayuadhy, 2015: 104). Ruwatan

adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas

kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa malapetaka, bahaya atau

kesialan di dalam hidupnya (Herawati, 2010: 3). Dari beberapa pernyataan di atas

dapat disimpulkan ruwatan adalah salah satu upacara tradisional di Jawa yang

dilakukan sebagai sarana untuk membebaskan manusia dari bahaya, dosa atau

kesialan yang dapat menimpanya.

2. Labuhan atau Nglarung

Kata labuhan berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan nglarung

yaitu membuang sesuatu ke dalam air (sungai atau laut). Dalam konteks ini, yang

(30)

di suatu tempat (Suyami, 2008: 101). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut adalah

sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala rahmat

yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan (Sunjata, 2013:

117).

3. Nyadran

Nyadran termasuk salah satu upacara tradisional masyarakat Jawa yang

dilakukan setahun sekali dan dilaksanakan sebagai upaya untuk mendoakan para

leluhur yang telah tiada agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan

(Bayuadhy, 2015: 97). Kegiatan yang dilakukan saat nyadran adalah (1)

menyelenggarakan kenduri dengan pembacaan ayat al-Qur’an, dzikir, tahlil, dan

doa kemudian dilanjutkan dengan makan bersama, (2) melakukan bersih-bersih

makam leluhur dari dedaunan kering dan rerumputan, (3) melakukan ziarah

kubur disertai dengan doa untuk arwah para leluhur yang meninggal dunia.

Nyadran dilestarikan sebagai sebuah upacara budaya yang bernuansa religius,

moral, sosial, dan kemanusiaan (Bayuadhy, 2015: 98).

4. Tedhak Siten

Tedhak siten (turun tanah) adalah upacara adat Jawa ketika anak pertama

berumur pitung lapan(245 hari) yang sedang belajar berjalan kaki. Tedhakartinya

menapak, siten artinya tanah atau bumi. Jadi, tedhak siten bisa diartikan turun

tanah atau menapakkan kaki di tanah (Bayuadhy, 2015: 32).

5. Sekaten

Sekaten atau upacara sekaten berasal dari kata syahadatain atau dua

kalimat syahadat. Sekaten adalah acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad

(31)

alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta (Bayuadhy, 2015: 176). Upacara sekaten

merupakan upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan setiap

setahun sekali, yaitu pada saat menjelang peringatan Mulud Nabi Muhammad

SAW. Upacara tersebut dilaksanakan selama satu minggu (tujuh hari), yaitu

sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud

(Rabiulawal) tengah malam (Suyami, 2008:)

Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya dalam menyiarkan agama

Islam. Karena orang Jawa pada waktu itu menyukai gamelan, maka pada hari

lahirnya Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung dipukul gamelan sehingga

orang berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan

pidato-pidato tentang agama Islam (Poeger, 2002: 1).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sekaten adalah

salah satu upacara yang dilakukan sebagai peringatan lahirnya Nabi Muhammad

SAW dan dilakukan untuk menyebarkan agama Islam.

2.1.1.2 Ruwatan

a. Tujuan UpacaraRuwatan

Tujuan dari tradisi ruwatan adalah untuk menghindarkan diri dari

marabahaya atau malapetaka yang mengancamnya dan untuk menghindarkan diri

dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk halus (Herawati, 2010: 14).

b. Orang yang harus diruwat

Beberapa macam orang yang wajib diruwat berdasarkan tradisi Jawa

adalah sebagai berikut (Bayuadhy, 2015: 106): pendawa lima, yaitu lima

bersaudara yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki; panca gati, yaitu

(32)

kebanting, yaitu satu anak laki-laki; ontang-anting, yaitu satu anak perempuan;

kedana-kedini, yaitu dua bersaudara yang terdiri dari anak laki-laki dan

perempuan; sendang kaapit pancuran, yaitu tiga bersaudara dengan urutan

perempuan – laki-laki – perempuan; pancuran kaapit sendang, yaitu tiga

bersaudara dengan urutan laki-laki – perempuan – laki-laki; uger-uger lawang,

yaitu dua bersaudara yang semuanya laki-laki; kembang sepasang, yaitu dua

bersaudara yang semuanya perempuan; gondhang kasih, yaitu dua bersaudara

yang memiliki warna kulit berbeda, yang satu hitam dan satunya putih; cukit

dulit,yaitu tiga anak laki-laki bersaudara.

Sarombo, yaitu empat anak laki-laki bersaudara; mayit, yaitu tiga anak

perempuan bersaudara; sarimpi, yaitu empat anak perempuan bersaudara; kiblat

papat,yaitu empat anak laki-laki dan empat anak perempuan bersaudara; pipilan,

yaitu lima bersaudara yang terdiri dari empat perempuan dan satu laki-laki;

padangan, yaitu lima bersaudara yang terdiri dari satu perempuan dan empat

laki-laki; sepasar, yaitu sepuluh bersaudara yang terdiri dari lima anak laki-laki

dan lima anak perempuan; pendawa ngedangno, yaitu empat bersaudara yang

terdiri dari tiga anak laki-laki dan satu perempuan; orang yang lahir pada hari

Selasa Kliwon dan Selasa Wage; serta ilo-ilo,yaitu orang yang meninggal karena

musibah atau bunuh diri.

c. Tata cara

Tata cara dalam ruwatan terbagi dalam empat kegiatan utama yaitu

upacara siraman, acara inti pertunjukkan wayang lakon “Murwakala”, upacara

srah-srahan dan ucapan terimakasih. Kegiatan yang pertama adalah upacara

(33)

siraman dilakukan oleh ibu dari seseorang yang diruwat dengan air kembang

setaman. Setelah upacara siraman anak itu mengenakan busana adat Jawa yang

dibuat secara khusus. Anak yang diruwat diajak oleh dalang serta didampingi

oleh para pinisepuh untuk bersujud di hadapan ayah dan ibunya. Setelah itu acara

dilanjutkan dengan selamatan disertai doa khusus yang dilakukan oleh dalang di

hadapan keluarga dan kerabat tuan rumah agar acara dapat berjalan dengan

lancar. Setelah semua sesaji lengkap, iring-iringan rombongan membawa sesaji

tersebut ke tempat acara ruwatan dilangsungkan. Rombongan anak yang akan

diruwat ikut menyusul. Kemudian anak yang diruwat, ayah-ibu serta para

sesepuh dipersilahkan duduk di tempat yang telah disiapkan. Semua sesaji

diletakkan di atas meja khusus yang diatur oleh dalang. Kemudian dalang

menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan.

Setelah itu acara dilanjutkan dengan pertunjukkan wayang dengan cerita

Murwakala. Dalang mempergelarkan wayang kulit dengan cerita Murwakala

selama kurang lebih tiga jam. Ketika cerita hampir berakhir, dalang

menghentikan sebentar ceritanya dan dilanjutkan dengan srah-srahan terlebih

dahulu.

Anak yang akan diruwat diserahkan dari ayah ibunya kepada dalang dan

kemudian anak yang diruwat dipotong rambutnya secara simbolis oleh ayah

ibunya. Setelah itu anak yang diruwat beserta orang tuanya meninggalkan dalang

dan selanjutnya dalang meneruskan pagelaran wayang kulit cerita Murwakala

sampai selesai.

Setelah pagelaran wayang kulit selesai, anak yang diruwat beserta ayah

(34)

yang terakhir adalah upacara tirakatan. Setelah selesai upacara ruwatan yang

diselenggarakan pada pagi hari sampai siang hari, pada malam harinya

diselenggarakan malam tirakatan dengan pentas wayang. Biasanya pentas

wayang dalam malam tirakatan, mengambil cerita (lakon) yang berbobot

misalnya Bima Gugah, Sentana Banjut, dan sebagainya.

d. Perlengkapanatau Ubarampe Ruwatan

Untuk mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang sukertakarena

pembawaan atau proses kelahiran, ada perlengkapan atau ubarampe yang perlu

disiapkan. Berikut ini adalah ubarampe yang diperlukan dalam tradisi ruwatan

yaitu tempat tirtaatau air, dupa, kemenyan, candu, bunga berbagai macam,

biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa, itik dan burung), janur,

daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh, injet atau kapur,

tembakau), tukon dan jajan pasar, lawe, duk, cerutu, minuman 48 macam

(dhawet, rujak degan, arak dan sebagainya), ayam, babi, potongan kuku dan

rambut seseorang yang akan diruwat, dan pakaian seseorang yang akan yang

diruwat(Sulistyobudi, dkk, 2013: 39).

Arti dan makna lambang dari berbagai sesaji dalam ubarampe upacara

ruwatan tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013: 39): tirta atau

air sebagai lambang air suci/kehidupan. Dupa, kemenyan, candu melambangkan

bau wewangian yang harum semerbak dan sebagai lambang wahana

penyampaian doa permohonan. Berbagai macam bunga atau bunga setaman

melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia. Berbagai

macam biji-bijian melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang

(35)

Empon-emponsebagai lambang agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan

dengan baik. Telor ayam, angsa, bebek dan burung melambangkan keempat

penjuru mata angin timur, selatan, barat dan utara. Selain itu juga sebagai simbol

Bathara Guru/Putih, Bathara Brahma/Merah, Bathara Mahadewa/Barat, Bathara

Wisnu/Hitam dan diharapkan manusia bisa menetas menjadi manusia yang baik.

Daun jati, kluwih dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat menemukan

jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita atau cahaya

kehidupan. Pisang raja yang diatasnya terdapat jajan pasar atau tukon pasar

melambangkan bahwa kehidupan ini beraneka ragam isinya. Lawe dan duk

melambangkan manusia harus selalu melaksanakan kesucian/kemurnian dan

harus selalu waspada. Babi melambangkan kehidupan yang kotor, dalam hal ini

manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi.

e. Nilai- nilai dalam tradisi ruwatan

Tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Nilai-nilai tersebut adalah Nilai-nilai ketuhanan dan Nilai-nilai sosial. Nilai Ketuhanan erat

kaitannya dengan membersihkan diri (menyucikan diri) dari segala malapetaka

yang mengancamnya (Bratasiswara 2000: 636). Sedangkan nilai sosial erat

kaitannya dengan kebersamaan masyarakat Jawa yang tercermin dalam gotong

royong untuk menyiapkan segala keperluan dalam pelaksanaan upacara

tradisional ruwatan (Yana, 2012: 244).

Selain itu juga terdapat nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung

dalam tradisi ruwatan yaitu olah hati, olah pikir, olahraga/kinestetika, serta olah

rasa dan karsa. Olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan yang ditunjukkan

(36)

dengan cara bersujud dihadapannya dan ketika dalang membacakan doa untuk

meminta kepada Tuhan agar acara dapat berjalan dengan lancar. Olah pikir

meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis yang ditunjukkan ketika seorang anak

bertanya mengenai tradisi ruwatan dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi

tersebut. Olah raga/kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika

seseorang yang telah selesai diruwat maka orang tersebut sudah terbebas dari

marabahaya, kesialan atau dosa. Olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan

kebersamaan yang ditunjukkan ketika pelaksanaan ruwatan, orang-orang

bergotong royong untuk menyiapkan acara yang akan diselenggarakan.

Sedangkan nilai kebersamaan ditunjukkan ketika tirakatan, makan bersama, dan

melihat pertunjukkan wayang. Selain itu apabila dilihat dari karakter kebangsaan

yang terdapat dalam Pancasila, maka tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai

dalam tiga sila yaitu, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila

kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang

berbunyi Persatuan Indonesia.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan

2.1.2.1 Arti karakter

Menurut Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 28) karakter adalah cara

berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan

bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Lorens Bagus (dalam Kurniawan, 2013: 28) mendefinisikan karakter sebagai

nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang mencakup perilaku, kebiasaan,

(37)

pola-pola pemikiran. Atau, menurutnya suatu kerangka kepribadian yang relatif

mapan yang memungkinkan ciri-ciri semacam ini mewujudkan dirinya.

Menurut Lickona (dalam Wibowo, 2012: 32) karakter merupakan sifat

alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dalam

tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab,

menghormati orang lain, dan karakter mulia lainnya. Menurut Koesoema dalam

Sumarah,dkk (2015: 09), kata karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”,

“kharassein”, dan “kharax” yang berarti “dipahat”. Karakter memiliki tiga unsur

yang meliputi pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral. Ketiganya sering

dilambangkan sebagai kepala, hati, dan tangan. Kepala merupakan simbol dari

Competence, hati simbol dari Conscience, dan tangan serta kaki sebagai simbol

dari Compassionmanusia.

Menurut pemerintah, karakter adalah nilai-nilai yang khas – baik (tahu

nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik

terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam

perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah

raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter

merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai,

kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan

tantangan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07). Dari beberapa pengertian

di atas dapat disimpulkan karakter adalah sifat, ciri, watak, cara berpikir dan

(38)

2.1.2.2 Karakter kebangsaan

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang

khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku

berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,

serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia

akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang

tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa

dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD

1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen

terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 07).

Karakter kebangsaan berdasarkan filsafat Pancasila artinya setiap aspek

dari karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif

yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:

20-21):

1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain

hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan,

saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang

lain.

2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab

diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai

(39)

tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan

kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang

lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai

kemanusiaan, dan sebagainya.

3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan

Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan

persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan

pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara;

bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung

tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan

bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi

Manusia

Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang

mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak

kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil

keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab

dalam melaksanakan keputusan bersama; dan sebagainya.

5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan

Karakter berkeadilan sosial seseorang tercermin antara lain dalam perbuatan

yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;

sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap

(40)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter kebangsaan

akan menentukan perilaku berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai

Pancasila, norma UUD 1945, prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen

terhadap NKRI.

2.1.2.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar

dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam

kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif

kepada lingkungannya (Megawangi, 2004: 95). Zubaedi (dalam Kurniawan,

2013: 30) pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang merupakan

program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta

didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai

kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan

kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan/sikap), ranah kognitif

(berpikir rasional), dan ranah skill (keterampilan, terampil dalam mengolah data,

mengemukakan pendapat, dan kerja sama).

Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan

karakter-karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter-karakter luhur

tersebut, menerapkan dalam kehidupannya, baik dalam keluarga, maupun sebagai

anggota masyarakat dan warga negara.

Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta

didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,

(41)

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,

yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik–buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan

tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Hariyanto, 2011: 45).

Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan

peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang khas–

baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku

berbangsa dan bernegara sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati,

olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa (Pemerintah Republik Indonesia,

2010: 28). Nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkait dengan tradisi ruwatan

diantarannya (1) olah hati yang meliputi bertakwa dan berdoa kepada Tuhan yang

ditunjukkan ketika seseorang yang akan diruwat bersujud di hadapan kedua

orangtuanya untuk meminta restu dan ketika dalang membaca doa agar acara

dapat berjalan dengan lancar, (2) olah pikir meliputi berpikir kritis dan rasa ingin

tahu yang ditunjukkan ketika seseorang yang diruwat bertanya tentang ruwatan,

(3) olah raga meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seseorang yang

telah selesai diruwatberati orang tersebut telah terbebas dari marabahaya, (4) olah

rasa dan karsa meliputi kebersamaan dan gotong royong yang ditunjukkan ketika

mempersiapkan acara, menonton pertunjukkan wayang, makan bersama, dan

malam tirakatan. Hal tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk membuat kisi-kisi

(42)

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1 Pengertian Buku Cerita Anak

Ashadi (dalam Widyamartaya, 1995: 3) mengatakan bahwa cerita adalah

ekspresi yang menggunakan kata-kata atas suatu kejadian yang dialami oleh

manusia atau makhluk lain yang diperinsankan. Kejadian itu berlangsung pada

saat seseorang berinteraksi dengan manusia lain dan alam sekitarnya. Interaksi

tersebut akan mengambil bentuk berupa pikiran, perasaan, dan perbuatan

seseorang.

Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita

yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku

cerita anak tersebut, yang menjadi tokohnya tidak harus terdiri dari anak-anak,

melainkan apa saja atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/pelaku dalam sebuah

cerita tersebut. Orang tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja,

binatang, bahkan peri atau makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita, yang

penting isinya memberikan amanat yang baik, positif dan jalan ceritanya menarik

bagi anak-anak. Prinsip-prinsip cerita adalah (1) sebuah cerita harus memikat,

merupakan kesatuan, seimbang (2) sebuah cerita diolah dengan tema, jalan cerita,

plot, perwatakan, bahasa yang selaras, dan latar yang menarik.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa buku cerita anak adalah

buku yang berisi cerita dan ditujukan untuk anak dengan bahasa yang mudah

dipahami dan jalan ceritanya menarik.

2.1.3.2 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Bentuk buku cerita dapat berupa cerita fiksi dan cerita faktual. Cerita yang

(43)

sejarah, esai berita, cerita tentang suatu peristiwa yang khas, cerita tentang

membuat atau menghasilkan sesuatu, anekdot dan profil. Cerita faktual

mengungkap fakta-fakta kehidupan nyata, menceritakan apa yang sungguh terjadi

dan dapat dibuktikan kebenarannya. Cerita fiksi adalah cerita rekaan atau buatan

yang diciptakan oleh pengarang, dimana cerita di dalamnya menjadi bermakna

karena daya khayal, angan-angan atau fantasi dan kreativitas pengarang. Bercerita

dengan pendekatan khayal atau imajinatif dapat lebih menarik tetapi memerlukan

kemahiran dan pengalaman. (Hardjana, 2006: 4).

Menurut Marion van Horne (dalam Hardjana, 2006: 32), jenis cerita

anak-anak dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Fantasi atau karangan khayal

Cerita dalam kelompok ini adalah dongeng, fabel, legenda dan mitos. Dalam

cerita ini semuanya benar-benar dongeng khayal yang tidak berdasar atau

tidak sesuai dengan kenyataan.

b. Realistic fiction

Cerita ini adalah fiksi atau cerita khayal tetapi mengandung unsur kenyataan,

hampir mirip dengan science fiction,misalnya Flash Gordon.

c. Biografi atau riwayat hidup

Berisi mengenai orang-orang terkenal yang dibuat menjadi cerita untuk

diperkenalkan kepada anak-anak dengan bahasa sederhana dan isinya mudah

dimengerti sebagai teladan.

d. Folk tales atau cerita rakyat

Cerita yang hidup di masyarakat, seperti Joko Kendil, Panji Laras, dan

(44)

e. Religius atau cerita-cerita agama

Berisi cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan yang

diubah dalam bentuk cerita yang menarik, dan memotivasi anak untuk

membentuk anak berbudi luhur.

2.1.3.3 Tujuan Buku Cerita Anak

Tujuan buku cerita anak adalah (1) buku cerita dapat membuat anak

menjadi terinspirasi, (2) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural,

(3) memperluas pengetahuan anak, (4) menimbulkan kesenangan tersendiri bagi

anak, dan (5) mengembangkan imajinasi anak (Raines & Isbell, 2001: vii).

2.1.4 Peran Media

2.1.4.1 Pengertian Media

Sadiman (1993: 6) mengemukakan bahwa media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gagne (dalam Sadiman, dkk,

1993: 1) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan

lingkungannya. Menurut Hamidjojo (dalam Latuheru 1988: 11), media adalah

semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan ide,

sehingga ide yang disampaikan bisa sampai pada penerima. Sedangkan menurut

Blake dan Horalsen (dalam Latuheru 1988: 11) mengatakan bahwa media adalah

saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan antara sumber

(pemberi pesan) dengan penerima pesan.

Media adalah suatu yang mengantarkan atau memberikan informasi antara

pemberi pesan dan penerima pesan (dalam Latuheru 1988). Pengertian media

(45)

bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyediaan

informasi.

Adapun pengertian media menurut Djamarah (1995: 135) media adalah

alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai

tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat ahli mengenai media di atas dapat

disimpulkan bahwa media adalah suatu alat yang digunakan untuk memberikan

informasi atau pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan sehingga dapat

mencapai hasil yang maksimal.

2.1.4.2 Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat

menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana di mana

penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif sehingga

tercipta lingkungan belajar yang kondusif (Munadi, 2013: 7 ). Sedangkan

pengertian media pembelajaran menurut Hamalik (1982: 23) adalah alat, metode

teknik yang digunakan untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar

guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Menurut Hamidjojo (dalam Latuheru 1988: 11) media pembelajaran

adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi

pengajaran. Selanjutnya menurut Gagne dan Briggs (dalam Latuheru 1988: 11)

mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat secara fisik untuk

menyampaikan isi pengajaran (misalnya buku, tape-recorder, kaset, film, video,

slide, televisi, dan lain-lain).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media

(46)

membangun keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar dan

menciptakan suasana belajar yang efektif, efisien, serta kondusif.

2.1.4.3 Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat media pembelajaran dalam proses belajar mengajar (Sudjana &

Rivai, 1990: 2) yaitu :

a. Siswa akan lebih termotivasi belajarnya karena proses kegiatan

belajar-mengajar akan lebih menarik perhatian dan minat siswa.

b. Siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran dengan baik karena materi yang

diajarkan akan lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga.

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui media,

dalam hal ini buku cerita bergambar dapat mempermudah dalam menyampaikan

informasi kepada anak dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget (Ormroad, 2008: 43) :

a. Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia sekitar 2 tahun)

Skema-skema didasarkan terutama pada perilaku dan persepsi; anak

(47)

b. Tahap Praoperasional (2 tahun hingga sekitar 6 atau 7 tahun)

Skema mulai merepresentasikan objek yang berada di luar jangkauan

pandangan langsung si anak, namun anak belum mampu melakukan penalaran

logis seperti orang dewasa. Selain itu anak mulai melukiskan dunianya dengan

kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar ini mencerminkan meningkatnya

pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan

fisik (Santrock, 2011: 28).

c. Tahap Operasional Konkret (6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)

Penalaran yang menyerupai penalaran orang dewasa mulai muncul, namun

terbatas pada penalaran mengenai realitas konkret dan mengklasifikasikan

objek-objek ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

d. Tahap Operasional Formal (11 atau 12 tahun hingga dewasa)

Proses-proses penalaran logis diterapkan ke ide-ide abstrak ataupun ke

objek-objek konkret.

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Menurut Hurlock (dalam Nuryanti, 2008: 50) tugas perkembangan anak

adalah sebagai berikut: mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk

permainan-permainan yang umum dilakukan anak–anak, membangun sikap yang

sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh, belajar

menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya, mulai mengembangkan peran

sosial pria dan wanita secara tepat, mengembangkan keterampilan-keterampilan

dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan

pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati

(48)

kelompok-kelompok sosial dan lembaga di lingkungan hidupnya mencapai

kebebasan pribadi.

Tidak berbeda jauh dengan Hurlock, Collins juga mengemukakan tahap

perkembangan anak-anak. Tahap perkembangan menurut Collins (dalam

Nuryanti, 2008: 51) adalah aspek fisik : meningkatkan kekuatan dan koordinasi

otot, yaitu meningkatkan kemampuan beberapa aktivitas dan tugas fisik; aspek

kognisi: pada tahap operasional konkret, berfokus pada saat ini, menambah

pengetahuan dan keterampilan baru serta mengembangkan perasaan mampu; dan

aspek sosial: (a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman, dan

lingkungan; (b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; (c) mampu

mengkondisikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan konformitas,

dan (d) mencapai identitas diri yang memadai.

2.2 Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian yang Berhubungan dengan Buku Cerita Anak

Penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang relevan.

Berikut ini adalah penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti

sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2009) tentang

keefektifan cerita bergambar. Judul penelitian tersebut adalah Keefektifan Cerita

Bergambar untuk Pendidikan Nilai dan Keterampilan Berbahasa dalam

Pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan pada seluruh siswa kelas II

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tempel Sleman Yogyakarta yang berjumlah 114

siswa yang terbagi dalam 3 kelas. Penelitian ini menggunakan instrumen dalam

bentuk tes dan non tes. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar

(49)

pengamatan, yaitu untuk mengetahui pemahaman dan pengalaman nilai-nilai

kejujuran, kesabaran, dan ketaatan beribadah. Hasil dari penelitian ini adalah

terdapat perbedaan hasil belajar pendidikan nilai (kejujuran, kesabaran, dan

ketaatan beribadah) antara peserta didik yang menggunakan cerita bergambar dan

peserta didik yang tanpa menggunakan cerita bergambar dalam pembelajaran

bahasa Indonesia yang terintegrasi pendidikan nilai.

2.2.2 Penelitian yang Berhubungan dengan Ruwatan

Berikut ini penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya berhubungan dengan ruwatan. Penelitian tersebut dilakukan oleh

Darmoko (2002) tentang ruwatan. Judul penelitian tersebut adalah Ruwatan:

Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan Sosiokultural Masyarakat Jawa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiokultural. Dari penelitian tersebut

terlihat bahwa tradisi ruwatan merupakan adat istiadat Jawa yang kini masih

hidup lestari, diyakini dan dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya. Adat

istiadat tersebut juga mengandung tata nilai, aturan, norma, maupun kebiasaan

yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan cita-cita untuk

mencapai maksud dan tujuan yang diharapkan. Selain itu, upacara ruwatan

sebagai salah satu adat-istiadat Jawa yang dipercayai sebagai sarana melepaskan,

menghalau, atau membebaskan seseorang dari ancaman mara bahaya yang

disebabkan oleh suatu peristiwa.

2.2.3 Penelitian yang Berhubungan dengan Pendidikan Karakter

Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya

mengenai pendidikan karakter adalah penelitian yang dilakukan oleh Afandi

(50)

Sekolah Dasar. Afandi mengatakan dengan pendidikan karakter melalui

pembelajaran IPS diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami

bangsa Indonesia saat ini, IPS sebagai bidang studi dalam pembelajaran yang

bertujuan agar peserta didik mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara dapat diimplementasikan dengan memasukkan

nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter.

Bagan 2.2.1 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang terdahulu, peneliti menemukan penelitian

yang relevan mengenai buku cerita anak, tradisi ruwatandan pendidikan karakter.

Peneliti membuat prototipe ini karena peneliti belum menemukan penelitian

mengenai pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi ruwatan

dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dan agar anak-anak dapat

memahami serta melestarikan tradisi ruwatan.

(51)

2.3 Kerangka Berpikir

Tradisi yang ada di daerah Jawa khususnya Yogyakarta sangat banyak dan

mengandung banyak nilai-nilai yang harus dilestarikan, salah satunya adalah

tradisi ruwatan. Tetapi, akhir-akhir ini sudah mulai jarang diketahui oleh

masyarakat khususnya anak-anak. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada beberapa orang mulai dari orang tua hingga

anak-anak.

Melihat keadaan yang memprihatinkan tersebut, peneliti terdorong untuk

mengembangkan sebuah prototipe buku cerita tentang tradisi ruwatan dalam

konteks pendidikan karakter kebangsaan. Dengan adanya prototipe tersebut,

diharapkan anak-anak dapat memahami tradisi ruwatan, melestarikan tradisi

ruwatandan membentuk karakter anak dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Prototipe ini terdiri dari cover berisi judul yaitu “Mengenal Tradisi

Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk membantu pembaca dalam

membaca keseluruhan isi dari buku dan daftar pustaka. Isi buku berupa sebuah

buku cerita tentang ruwatan yang disertai 10 gambar. Dalam cerita dan gambar

tersebut terkandung aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam tradisi ruwatan yang

mengandung nilai-nilai spiritual dan sosial. Prototipe tersebut juga berisi daftar

kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan dan pendidikan karakter yang

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi wawancara No Kisi – kisi
Tabel 3. Validasi Kuesioner Pra Penelitian oleh Ahli
Tabel 4. Kuesioner Analisis Kebutuhan Anak
Tabel 5. Lembar Kuesioner Uji Coba Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perlu diketahui penelitian yang di gunakan secara kuantitatif itu sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan saat ini, penelitian saat ini penulis menggunakan

Perusahaan perseroan PT Perkebunan Nusantara (PTPN VII) Unit Usaha Kedaton (UU Keda) dan Unit Usaha Way Berulu (UU Wabe) berada dalam kelompok perkebunan wilayah kerja

Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa gejala klinis pada hewan yang diinfeksi dengan isolat virus IBR lalu diberi deksametason juga menghasilkan urutan patogenitas

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan pengukuran parameter penyemprotan seperti: ukuran diameter droplet, lebar penyemprotan efektif (LPE), kesaragaman butiran semprot

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di PT NP Tbk, perusahaan manufaktur yang memproduksi aki mobil dan aki motor diketahui bahwa perusahaan mengalami kesulitan

Meyatakan bahwa “skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah resiliensi dan iklim organisasi secara bersama-sama dapat berperan dalam meningkatkan work engagement.. Subjek