NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Heribertus Dany Cahyo Widodo
Universitas Sanata Dharma 2016
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi nyadran. Potensi pada tradisi nyadran yaitu adanya nilai-nilai karakter kebangsaan di dalam 3 acara utama yaitu besik, kendurenan, bakdan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada 4 anak menunjukan bahwa mereka belum memahami tradisi nyadran. Wawancara tersebut diperkuat oleh hasil angket dari 23 anak usia 9-10 tahun: 78% anak tidak memhami tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar anak dalam memahami tradisi nyadran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk berupa prototipe buku cerita bergambar “nyadran”. Prototipe divalidasi oleh ahli psikologi dan sejarah. Skor rata-rata yang didapatkan adalah 91,25 sehingga sangat layak untuk diujicobakan.
Ujicoba dilakukan peneliti di SD N Jatisarono-Kulonprogo, kepada 23 anak (9-10 tahun). Dari hasil refleksi anak setelah diujicoba, peneliti mendapatkan data bahwa: 100% anak memahami tujuan nyadran serta mengetahui upacara terakhir dalam upacar nyadran adalah bakdan. Dengan demikian prototipe buku cerita bergambar tersebut membantu anak mengerti arti tradisi nyadran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu nilai gotong royong, bekerjasama, berdoa, dan silahturahmi.
NYADRAN CHARACTER EDUCATION IN THE CONTEXT OF NATIONALITY Heribertus Dany Cahyo Widodo
Universitas Sanata Dharma 2016
This thesis is the result of research and development of traditions nyadran. The potential at nyadran tradition that is the value of nationality character that contained in 3 main ways, besik, kendurenan, and bakdan. Problem that researcher got from interview to 4 children, show that they did not understand the meaning of nyadran tradition. The interview supported with result of quisioner from 23 children aged 9-10 years: 78% of children did not understand nyadran tradition, 43% of children did not know the last event in a ceremony nyadran is bakdan, and 87% of children in needed of a picture story book about nyadran tradition. Researchers are encouraged to develop a prototype of a children's book nyadran tradition in the context of national character education to help children understand nyadran tradition.
This research is a research and development (R & D) by using a six-step according Sugiyono which includes: (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. Prototype story book entitled "Nyadran" is validated by expert psychologists and history. An average scores obtained is 91.25 so it is worth to be tested.
This prototype was tested in SD N Jatisarono-Kulonprogo, to 23 children (aged 9-10 years). From the result of reflection after the trial, researcher have shown that: 100% of the children have understood the purpose nyadran, and know the last event in a ceremony nyadran is bakdan. Thus prototype story book help children understand nyadran tradition and the values of national character education that is mutual cooperation, work together, pray, and silahturahmi .
i
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER
KEBANGSAAN SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Heribertus Dany Cahyo Widodo
NIM: 121134197
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus yang selalu memberkatiku dalam setiap langkah.
2. Kedua orang tua tercinta Babe Henricus Sumbodo dan Mama
Lucia Siti Budi A. yang selalu memberikan doa dan dukungan.
3. Budheku tercinta Budhe Sul yang selalu memberiku semangat
dan dukungan tak henti-hentinya.
4. Kedua kakak tercinta Fransiscus Ageng W. dan Fransisca Siwi
yang selalu memberi semangat.
5. Semua teman-temanku kelas A, B, C, kelompok payung buku
cerita anak yang telah berjuang bersama-sama.
6. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
v MOTTO
Selalu jadi diri sendiri tidak peduli apa yang mereka katakan dan
jangan pernah menjadi orang lain meskipun mereka tampak lebih baik
(SBI)
Selalu berterima kasih kepada-Nya atas segala yang Ia berikan
kepadaku dalam setiap langkah
(Dany)
Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah
disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Maret 2016 Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Heribertus Dany Cahyo Widodo Nomor Mahasiswa : 121134197
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER
KEBANGSAAN
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal: 31 Maret 2016 Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER
KEBANGSAAN
Heribertus Dany Cahyo Widodo Universitas Sanata Dharma
2016
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi nyadran. Potensi pada tradisi nyadran yaitu adanya nilai-nilai karakter kebangsaan di dalam 3 acara utama yaitu besik, kendurenan, bakdan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada 4 anak menunjukan bahwa mereka belum memahami tradisi nyadran. Wawancara tersebut diperkuat oleh hasil angket dari 23 anak usia 9-10 tahun: 78% anak tidak memhami tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar anak dalam memahami tradisi nyadran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk berupa prototipe buku cerita bergambar
“nyadran”. Prototipe divalidasi oleh ahli psikologi dan sejarah. Skor rata-rata yang didapatkan adalah 91,25 sehingga sangat layak untuk diujicobakan.
Ujicoba dilakukan peneliti di SD N Jatisarono-Kulonprogo, kepada 23 anak (9-10 tahun). Dari hasil refleksi anak setelah diujicoba, peneliti mendapatkan data bahwa: 100% anak memahami tujuan nyadran serta mengetahui upacara terakhir dalam upacar nyadran adalah bakdan. Dengan demikian prototipe buku cerita bergambar tersebut membantu anak mengerti arti tradisi nyadran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu nilai gotong royong, bekerjasama, berdoa, dan silahturahmi.
ix ABSTRACT
PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN STORY BOOK OF TRADITION NYADRAN CHARACTER EDUCATION IN THE CONTEXT
OF NATIONALITY Heribertus Dany Cahyo Widodo
Universitas Sanata Dharma 2016
This thesis is the result of research and development of traditions nyadran. The potential at nyadran tradition that is the value of nationality character that contained in 3 main ways, besik, kendurenan, and bakdan. Problem that researcher got from interview to 4 children, show that they did not understand the meaning of nyadran tradition. The interview supported with result of quisioner from 23 children aged 9-10 years: 78% of children did not understand nyadran tradition, 43% of children did not know the last event in a ceremony nyadran is bakdan, and 87% of children in needed of a picture story book about nyadran tradition. Researchers are encouraged to develop a prototype of a children's book nyadran tradition in the context of national character education to help children understand nyadran tradition.
This research is a research and development (R & D) by using a six-step according Sugiyono which includes: (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. Prototype story book entitled "Nyadran" is validated by expert psychologists and history. An average scores obtained is 91.25 so it is worth to be tested.
This prototype was tested in SD N Jatisarono-Kulonprogo, to 23 children (aged 9-10 years). From the result of reflection after the trial, researcher have shown that: 100% of the children have understood the purpose nyadran, and know the last event in a ceremony nyadran is bakdan. Thus prototype story book help children understand nyadran tradition and the values of national character education that is mutual cooperation, work together, pray, and silahturahmi .
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME), karena
atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam
penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I dan Wahyu Wida
Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan saran,
kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing
peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
5. SD Negeri Jatisarono yang sudah mengijinkan peneliti mengambil data
analisis kebutuhan dan uji coba produk.
xi
7. Keluarga tercinta Babe Henricus Sumbodo dan Mama Lucia Siti Budi A.
yang selalu memberikan doa.
8. Teman-teman Club Montessori (Dewi, Desti, Angel, Bayu, Adi, Dea, Suster,
Oki, Pipit, Siska) yang menerima aku selalu dengan tangan terbuka dan
dengan segala kekuranganku.
9. Teman-teman tercinta Ibnu, Husen, Cahyo, Andre, Yayan, Bayu, Mas
Khodam yang selalu bersamaku dikala senang maupun susah dan
memberikanku semangat tanpa hentinya.
10.Teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa (Renny, Ambar, Nike, Mba
Laras, Andro, Hayu, Tyas, Vinta, Dian, Wahyu), yang sama-sama berjuang
serta saling memberikan semangat dan masukan.
11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan
dengan baik.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 31 Maret 2016
Peneliti
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ...ix
PRA KATA ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ...xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Pentlitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 5
1.5Spesifikasi Produk ... 6
1.6Definisi Opeasional ... 6
BAB II KAJIAN TEORI ...………...……....8
2.1 Kajian Pustaka ... ……… 8
2.1.1 Tradisi Jawa ... 8
2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa ... 8
2.1.1.2 Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9
2.1.1.3 Tradisi nyadran ... 11
2.1.1.3.1 Tata Cara ... 13
2.1.1.3.2 Nilai-Nilai nyadran ... 14
2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 15
2.1.2.1Pendidikan ... 15
2.1.2.2Arti Karakter ... 15
2.1.2.3Karakter Kebangsaan ... 16
2.1.2.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan... 17
2.1.3Buku Cerita Anak ... 19
2.1.3.1Hakekat Buku Cerita Anak ... 19
2.1.3.2Tujuan Buku Cerita Anak ... 19
2.1.3.3Macam-macam Bentuk Buku Cerita ... 20
2.1.4 Media Gambar ... 21
xiii
2.1.4.2Arti Media Gambar ... 22
2.1.5 Anak Usia 9-10 tahun ... 22
2.1.5.1Psikologi Perkembangan Anak ... 22
2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 ... 23
2.2 Penelitian yang Relevan ... 27
2.3 Kerangka Berpikir ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ………...…... 33
3.1Jenis Penelitian …. ... 33
3.2Setting Penelitian …. ... 34
3.2.1 Tempat penelitian ... 34
3.2.2 Subjek Penelitian ... 34
3.2.3 Objek Penelitian ... 34
3.2.4Waktu Penelitian ... 34
3.3 Prosedur Pengembangan ... 35
3.3.1 Potensi dan Masalah ... 36
3.3.2 Pengumpulan Data ... 37
3.3.3 Desain Produk ... 37
3.3.4 Validasi Desain ... 37
3.3.5 Revisi Desain ... 38
3.3.6 Uji Coba Produk ... 38
3.4 Uji Validasi Produk ... 38
3.5 Instrumen Penelitian ... 39
3.5.1 Kisi-Kisi Lembar Wawancara ... 39
3.5.2 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 39
3.5.3 Instrumen Validasi Produk ... 42
3.5.4 Instrumen Uji Coba ... 43
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.7 Teknik Analisis Data ... 46
3.7.1 Data Kualitatif ... 46
3.7.2 Data Kuantitatif ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1 Hasil Penelitian ... 49
4.1.1 Langkah-langkah Pengembangan Prototipe Buku Cerita Tradisi Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 49
4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 49
4.1.1.2 Pengumpulan Data... 50
4.1.1.3 Desain Produk ... 53
4.1.1.4 Validasi Desain ... 57
4.1.1.5 Revisi Desain ... 59
4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 63
4.2 Pembahasan ... 66
xiv
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Keterbatasan ... 73
5.3 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN ... 78
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara ... 39
Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 40
Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 40
Tabel 4. Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra-Penelitian untuk Anak…..… 41
Tabel 5. Instrumen Validasi Produk ... 42
Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba ... 43
Tabel 7. Instrumen Uji Coba ... 45
Tabel 8. Skala Linkert ... 47
Tabel 9. Skala Linkert Modifikasi ... 48
Tabel 10. Data Presentase Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak... 51
Tabel 11. Hasil Validasi Prototipe Ahli Psikologi ... 58
Tabel 12. Hasil Validasi Prototipe Ahli Sejarah ... 58
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sketsa Awal ... 53
Gambar 2. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita Tradisi nyadran ... 53
Gambar 3. Revisi Tahap satu ... 59
Gambar 4. Revisi Tahap dua ... 62
Gambar 5. Kegiatan Uji Coba Produk di SD N Jatisarono ... 65
Gambar 6. Salah Satu Refleksi Anak ... 68
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Ijin Analisis Kebutuhan SD N Jatisarono ... 77
Lampiran 2. Surat Ijin Uji Coba Prototipe di SD N Jatisarono ... 78
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian dari SD N Jatisarono ... 79
Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuesioner Pra Penelitian ... 80
Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe ... 81
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1LATAR BELAKANG MASALAH
Bangsa Indonesia merupakan bangsa kesatuan yang memiliki berbagai tradisi
di dalamnya, salah satunya adalah tradisi Jawa. Tradisi Jawa adalah sebuah hasil
budaya yang diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh
masyarakat Jawa secara bersama-sama untuk mensyukuri karunia Tuhan dan
memohon keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam
kehidupan. Sunjata (2013:73) berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan
salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan
keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari
satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka
generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Terdapat berbagai
macam tradisi yang ada di Jawa diantaranya adalah, ruwatan, sedekah laut,
sedekah bumi, nglarung, nyadran dan masih banyak lagi.
Peneliti mempersempit pembahasan dalam upaya mempertajam
pembahasan, oleh karena itu peneliti memilih tradisi nyadran untuk dibahas lebih
mendalam. Tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi
tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan
puasa (Herwati, 2010: 25). Pada dasarnya nyadran atau sadranan merupakan
masyarakat Jawa, menghormati arwah leluhur mereka yang sudah meninggal
sangat dijunjung tinggi, karena itulah upacara ini memiliki tujuan untuk
menghormati dan mendoakan leluhur yang telah meninggal. Terdapat tiga acara
utama dalam tradisi ini, yaitu Besik, Kendurenan, dan Bakdan. Tradisi nyadran
mengandung nilai-nilai luhur dalam pelaksanaannya. Diantaranya, nilai gotong
royong, nilai kebersamaan dan nilai Ketuhanan. Nilai kebersamaan dan gotong
royong dapat dilihat dari kagiatan-kegiatan tradisi nyadran, masyarakat secara
bersama-sama bergotong royong membersihkan area makam. Nilai ke-Tuhanan
terlihat ketika kegiatan berdoa yang dilakukan pada saat acara membersihkan
makam selesai dan saat sebelum dan sesudah Kendurenan. Sedangkan nilai
kebersamaan terlihat saat seluruh warga berkumpul di area makam untuk
menyantap makanan yang dibawa dari rumah secara bersama-sama dan saat acara
silahturahmi berlangsung. Apabila dilihat dari karakter kebangsaan yang terdapat
dalam Pancasila, maka tradisi nyadran mengandung nilai-nilai dalam tiga sila
yaitu, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yang
berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang berbunyi
Persatuan Indonesia.
Peneliti juga melihat bahwa tradisi nyadran juga mengandung nilai-nilai
pendidikan karakter kebangsaan. Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan
potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi
dan/atau kelompok yang khas–baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman,
empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa
(Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28).
Olah hati merupakan kegiatan bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut
ditunjukkan dengan memohon pengampunan dosa agar arwah leluhur
ditempatkan di sisi Allah dalam kegiatan berdoa. Olah pikir ditunjukan dengan
berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika warga melaksanakan tata langkah
upacara nyadran dalam upaya menghormati leluhur serta saudara yang sudah
meninggal dan proses membuat makanan dalam mempersiapkan kendurenan.
Olah raga/kinestetika merupakan kegiatan aktifitas fisik, hal itu terlihat saat
kegiatan membersihkan makam (Besik), masyarakat bergotong royong dan saling
kooperatif. Olah rasa ditunjukan saat bekerjasama dalam membersihkan
lingkungan makam (Besik) dan mengandung nilai saling menghargai dan
menghormati orang yang lebih tua dengan bersilahturahmi (Bakdan)
Upacara tradisi nyadran memiliki nilai-nilai luhur yang mengandung
pendidikan karakter kebangsaan, namun banyak anak-anak dewasa ini yang
belum mengetahui ataupun memahami tradisi nyadran. Dari hasil wawancara
kepada empat orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, tiga anak
pertama yang diwawancarai peneliti tidak tahu sama sekali mengenai upacara
nyadran. Sedangkan satu anak lainnya hanya mengetahui upacara nyadran adalah acara untuk membersihkan makam. Peneliti memperkuat data dengan
membagikan kuesioner di SD N Jatisarono pada anak usia 9-10 tahun yang
berjumlah 23 anak. Pada tanggal 26 November 2015. Hasil dari kuesioner yang
nyadran, 39% anak belum mengetahui adanya acara menabur bunga dan berdoa di makam yang sudah dibersihkan pada tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui
acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak
membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran.
Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk membuat prototipe buku
cerita bergambar anak mengenai nyadran. Peneliti memilih buku cerita bergambar
sebagai media anak karena cerita dan gambar adalah cara yang efektif untuk
memberikan pemahaman kepada anak pada tahap operasional konkrit dalam
perkembangan anak oleh Jean Piaget. Pendapat peneliti diperkuat oleh Nur‟aini
(2010:12) yang menyatakan bahwa “alam pikir anak adalah gambar”. Dengan
perkataan lain, „bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar‟. Semua informasi
yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret,
bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri. Atas dasar itulah peneliti
melakukan penelitian pengembangan berjudul “Pengembangan Prototipe Buku
Cerita Anak tentang nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.
Prototipe yang nantinya dihasilkan berbentuk buku cerita berjudul “nyadran”
yang terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 15 gambar yang berisi tiga
kegiatan utama tradisi nyadran (besik, kendurenan, bakdan), Glosarium, daftar
1.2RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti fokus terhadap rumusan
masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak
tentang tradisi nyadran dalam membangun karakter kebangsaan anak?
1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dalam membangun karakter
kebangsaan anak?
1.3TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.3.1 Menjelaskan langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak
tentang tradisi nyadran dalam membangun karakter kebangsaan anak.
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran
dalam membangun karakter kebangsaan anak yang dapat membantu anak
memahami tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter.
1.4MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi anak
Anak dapat memahami makna tradisi nyadran dalam pendidikan karakter.
1.4.2 Bagi peneliti
Membantu pemahaman peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan
1.4.3 Bagi masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa tetap melaksanakan tradisi nyadran sebab baik untuk terus
dilakukan dan memiliki sumber informasi tambahan mengenai upacara
nyadran.
1.5 SPESIFIKASI PRODUK
Spesifikasi produk yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.5.2 Produk berupa buku cerita berjudul nyadran.
1.5.3 Buku cerita terdiri dari cover, Kata pengantar, daftar isi, 15 gambar yang
berisi tiga kegiatan utama tradisi nyadran (besik, kendurenan, bakdan),
pertanyaan refleksi, acuan penggunaan buku di kelas, Glosarium, daftar
pustaka, dan biografi penulis
1.5.4 Kata pengantar dalam prototipe berisi penjelasan tentang tahapan tradisi
nyadran yang terdiri dari tiga kegiatan utama (besik, kendurenan,
bakdan).
1.5.5 Setiap kegiatan dalam tradisi nyadran megandung nilai karakter
kebangsaan yaitu besik (olah rasa dan olah raga), Kendurenan (olah raga,
olah rasa, olah pikir, dan olah hati), bakdan (olah rasa).
1.5.6 Adanya refleksi di akhir buku untuk menggali pemahaman anak setelah
membaca buku cerita tersebut.
1.6 DEFINISI OPERASIONAL
1.6.1 Prototipe
Suatu karya tulis yang dijadikan buku sebagai panduan yang belum
diproduksi secara masal.
1.6.2 Buku cerita anak
Sebuah buku yang berisi cerita dan gambar-gambar yang menarik bagi
anak.
1.6.3 Nyadran
Nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan
puasa dan bertujuan menghormati dan mendoakan leluhur yang telah
meninggal
1.6.4 Anak usia 9-10 tahun
Anak dalam tahap operasional konkret, dalam tahap ini anak lebih
menggunakan penalaran yang logis.
1.6.5 Karakter Kebangsaan
Sifat-sifat khas yang dimiliki oleh setiap orang untuk menjalani
kehidupannya dan sifak khas yang berlandaskan Pancasila, norma UUD
1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI
8 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kajian pustaka, penelitian
yang relevan, dan kerangka berpikir. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
2.1 KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka yang yang digunakan peneliti meliputi tradisi Jawa,
pendidikan karakter kebangsaan, buku cerita anak, anak usia 9-10 tahun.
2.1.1 Tradisi Jawa
Tradisi Jawa akan menjelaskan tentang pengertian tradisi jawa atau
upacara adat, macam-macam tradisi jawa atau upacara adat, tradisi nyadran, tata
cara nyadran, nilai-nilai nyadran.
2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat
Sunjata (2013:73) berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan salah
satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya,
karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi
penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Sunjata (2013:76) juga
berpendapat bahwa upacara adat bagi masyarakat pendukungnya merupakan
sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan,
Sejalan dengan pendapat Sunjata, Soepanto (dalam Sunjata, 2013:76)
berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial
yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari
keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa upacara adat Jawa adalah sebuah hasil budaya yang
diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh masyarat Jawa
secara bersama-sama untuk mensyukuri atas karunia Tuhan dan permohonan
keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam kehidupan.
2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa atau Upacara Adat
Tradisi Jawa ada berbagai macam, berikut ada beberapa tradisi jawa dalam
konteks upacara adat:
1. Nyadran
Sadranan atau nyadran berasal dari kata sadran. Sadranan adalah rangkaian kegiatan adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan
biasa dilaksanakan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa. Tradisi
Sadranan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai penghormatan terhadap
arwah leluhur (Herawati, 2013: 25)
2. Ruwatan
Subalidinata (dalam Sulistyobudi 2013:4) berpendapat bahwa Istilah
ruwatan dalam cerita Jawa, menurut Mpu Darmaja dalam Sumaradahana, berasal darti kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak
kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal
menurut kitab Kuncaranarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit
Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau
kekusutan).
3. Sedekah Laut
Buku berjudul Upacara adat Masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta, tulisan Hartono, dkk. (dalam Sunjata 2010:78), berpendapat bahwa upacara adat sedekah laut dilaksanakan untuk menurunkan sedekah
pada sang penguasa laut dalam hal ini Ratu Kidul/ Nyai Roro Kidul, agar
nelayan diberi keselamatan dan mendapatkan hasil yang banyak.
4. Sedekah Bumi
Sujarno (2010: 129) mengatakan bahwa sedekah bumi adalah ucapan
syukur kepada bumi yang telah memberikan berbagai macam fasilitas dimana
manusia itu tinggal. Oleh karena tradisi sedekah bumi dirasa memiliki
manfaat atau makna bagi masyarakat, maka akan selalu diturunkan atau
diwariskan kepada generasi berikutnya.
5. Wiwit (Methik)
Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu
perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Upacara tersebut
dilakukan oleh penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan
sebagai petani. Petani melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan,
6. Nglarung
Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai
sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya
di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali
pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut
sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di
samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu
Kidul (Sunjata, 2013: 117).
Budaya Jawa dalam konteks upacara adat memiliki jumlah yang banyak di
Indonesia, bentuk dan caranya pun berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti
hanya terfokus kepada upacara adat nyadran.
2.1.1.3 Tradisi Nyadran
Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah
menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah
menjelang bulan puasa (Harwati, 2010: 25). Nyadran berasal dari Bahasa
Sansekerta “sraddha” yang artinya keyakinan, ada pula Nyadran dari kata kerja
dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga dimaknai
dengan Sudra (orang awam) menyudra berarti berkumpul dengan orang awam
yang mengingatkan kita akan hakekat bahwa manusia pada dasarnya sama, disisi
lain juga ada yang mengatakan bahwa nyadran berasal dari kata Sodrun yang
berarti Dada atau Hati, tentunya asal istilah tersebut telah mengisyaratkan tujuan
dikarenakan lidah orang jawa yang cenderung Medhok yang menjadikan
istilah-istilah tersebut berubah menjadi Nyadran (Za Bhie,
http://zainbie.com/tradisi-nyadran-masyarakat-islam-jawa/, 6 Mei 2016).
Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan Nyadran), 17
Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah
(Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/Sadranan Slawean).
Tradisi Sadranan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai penghormatan
terhadap arwah leluhur (Herawati, 2013: 25). Adapun tujuan nyadran adalah
mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah
rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan),
menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai
reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan)
karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan
identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010: 6).
Pada dasarnya nyadran atau sadranan merupakan bukti kesadaran
manusia terhadap adanya kehidupan dan kematian. Bagi masyarakat Jawa,
menghormati arwah leluhur mereka yang sudah meninggal sangat dijunjung
tinggi. Sadranan sebagai sarana pengingat yang masih hidup , bahwa mereka
nanti juga akan juga mengalami kehidupan baru setelah kematian. Oleh karena itu,
kita harus selalu mendoakan arwah leluhur yang sudah lebih dahulu berada di
2.1.1.3.1 Tata Cara
Tata cara yang sesuai dengan langkah tradisi nyadran yang ada di daerah
Kulonprogo. Tradisi nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan
membersihkan makam dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain..
Kegiatan dilanjutkan dengan menabur bunga dan berdoa. Acara selanjutnya
adalah kendurenan, merupakan acara bertukar makanan yang dibawa dari rumah
masing-masing dan berdoa secara bersama-sama. Acara terakhir dalam upacara
nyadran adalah bakdan. Bakdan yaitu acara bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua (Herawati, 2010: 26-27). Tata langkah upacara nyadran
tersebut haruslah dilakukan secara runtut sebagaimestinya karena itu sudah
merupakan adat secara turun-temurun dan dipercaya oleh masyarakat jawa.
2.1.1.3.2 Nilai-nilai nyadran
Tradisi nyadran memiliki nilai-nilai baik yang terkandung didalamnya.
Tradisi Nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan membersihkan makam
dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain. Kegiatan ini termasuk olah raga
karena mengandung nilai bersih, gotong royong dan kooperatif dalam kegiatan,
sedangkan termasuk dalam olah rasa karena mengandung nilai kebersamaan
dalam menjalankannya (olah rasa dan olah raga). Kegiatan dilanjutkan dengan
menabur bunga dan berdoa. Kegiatan ini termasuk dalam olah hati karena
mengandung nilai bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kegiatan
berdoa (olah hati).
Acara selanjutnya adalah Kendurenan, merupakan acara bertukar makanan
Kegiatan ini termasuk dalam olah raga karena mengandung nilai tangguh dalam
menyiapkan makanan yang akan dibawa dan juga mengandung nilai kreatif dalam
menyiapkan makanan tersebut yang termasuk dalam olah pikir. Sedangkan olah
hati tercermin dalam kegiatan berdoa dan olah rasa timbul dalam nilai
kebersamaan yang terjadi didalamnya (olah raga, olah rasa, olah pikir, dan olah
hati). Acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. Bakdan yaitu acara
bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua. Kegiatan ini
termasuk dalam olah rasa karena mengandung nilai saling menghargai dan hormat
kepada orang yang lebih tua (olah rasa). Berbagai kegiatan pelaksanaan tradisi
nyadran ternyata mengandung berbagai olah pembentuk karakter yang sesuai dengan karakter kebangsaan (Olah hati, olah piker, olah rasa dan karsa).
Penanaman karakter kebangsaan yang memiliki khas baik dituangkan dalam runtutan
yang baik pula, yaitu dimulai dari olah hati, olah pikir, olah raga dan olah rasa. Olah hati
merupakan kegiatan bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan dengan memohon
pengampunan dosa agar arwah leluhur ditempatkan di sisi Allah dalam kegiatan berdoa.
Olah pikir ditunjukan dengan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika warga
melaksanakan tata langkah upacara nyadran dalam upaya menghormati leluhur serta
saudara yang sudah meninggal dan proses membuat makanan dalam mempersiapkan
kendurenan. Olah raga/kinestetika merupakan kegiatan yang mengandung aktifitas fisik,
hal itu terlihat saat kegiatan membersihkan makam (besik), masyarakat bergotong royong
dan saling kooperatif. Olah rasa ditunjukan saat bekerja sama dalam membersihkan
lingkungan makam (besik) dan mengandung nilai saling menghargai dan hormat kepada
2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1. Pendidikan
Ahmad D. (dalam Kurniawan, 2013: 26) merumuskan pendidikan sebagai
bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak
didik, baik jasmani maupun rohan, menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Ahmad Tafsir (dalam Kurniawan, 2013: 26) mendefinisikan pendidikan sebagai
pengembangan pribadi (mencakup pada olah diri, lingkungan, dan orang lain)
dalam semua aspeknya (Jasmani dan rohani).
Ki Hajar Dewantara seperti dikutip Abu Ahmadi dan Nur Ukhbiyati
(dalam Kurniawan, 2013: 27) mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan
anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Sejalan dengan pendapat ahli diatas, H. Mangun Budianto
(dalam Kurniawan, 2013: 27) mengartikan pendidikan adalah upaya
mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang
prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak lahir sampai ia meninggal
dunia. Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, peneliti mendapatkan
kesimpulan bahwa pendidikan adalah upaya pengembangan potensi diri untuk
membentuk kepribadian.
2.1.2.2. Arti Karakter
Kamus Bahasa Indonesia (dalam Listyarti, 2012: 8) karakter diartikan
sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
(dalam Adisusilo, 2012: 76) mengatakan bahwa watak atau karakter berasal dari
kata Yunani “Charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang
dikemudian hari dipahami sebagai stempel/cap, sifat-sifat yang melekat pada
seseorang. Ahli pendidikan nilai Darmiyati Zuchdi (dalam Adisusilo, 2012: 28)
memaknai watak (karakter) sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi
sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang.
Sedangkan karakter secara koheren menurut Pemerintah Republik Indonesia
(2010:07) yaitu memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah
rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri
khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,
kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan
Lurens Bagas (dalam Kurniawan, 2013: 28) mendefinisikan karakter
sebagai nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang mencakup perilaku, kebiasan,
kesukaan, ketidak sukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan
pola-pola pikiran. Sedangkan Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 28)
mendefinisikan karakter sebagai cara berfikir dan perilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa karakter
merupakan sifat-sifat khas setiap orang untuk menjalani kehidupannya dan sifak
khas itulah yang membedakannya dari orang yang lainnya.
2.1.2.3. Karakter Kebangsaan
Pengertian karakter bangsa menurut Pemerintah Republik Indonesia
tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta
olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan
menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas baik yang
tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD
1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI. Peneliti menyimpulkan bahwa karakterkebangsaan adalah
sifat-sifat khas yang dimiliki oleh setiap orang untuk menjalani kehidupannya dan sifak
khas yang berlandaskan Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan
prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
2.1.2.4. Pendidikan Karakter Kebangsaan
Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 31) merumuskan pendidikan karakter
sebagai pendidikan budipekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Sementara itu, Agus
Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mendefinisikan karakter sebagai
pendidikan yang menanamkan yang mengembangkan karakter-karakter luhur
kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter luhur tersebut, menerapkan
dan mempraktikan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota
masyarakat dan warga negara.
Berdasarkan totalitas psikologis dan sosio kultural pendidikan karakter (dalam
Listyarti, 2012: 8) dapat dikelompokkan menjadi olah hati, olah pikir, olah rasa/
dalam karakter bangsa, mengartikan pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan
potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi
dan/atau kelompok yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil
keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa
dan karsa. Yang pertama adalah olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan
keyakinan/ keimanan. Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna
mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
Pernyataan ini diperkuat oleh Iskandar (2009: 86-87) kemampaun berpikir
merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi
pada suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep
(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis)
atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai
landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.
Ketiga olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan,
manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Serta yang keempat
adalah olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang
tercernin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Pendidikan
karakter kebangsaan adalah Upaya membentuk keperibadian atas empat
keterpaduan (olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa) yang
2.1.3 Buku Cerita Anak
2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak
Kurniawan (2013:18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang
ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman
sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut
pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan
itu harus ditulis dengan sudut pandang anak. Sejalan dengan peneliti di atas
Hardjana (2006:02-03), mendefinisikan bahwa cerita anak adalah cerita yang
ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita
anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau
siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua,
kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau
makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita.
Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak-anak dan
menggunakan sudut pandang anak, serta menggunakan apa saja atau siapa saja
yang menjadi tokoh cerita.
2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita
Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang
berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak
diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi
terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c)
(e) mengembangkan imajinasi anak, dan (d) dapat memotivasi anak untuk lebih
banyak menggali literatur (Raines & Isbell, 2002:vii). Sependapat dengan ahli
diatas, berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah
(Raines & Isbell, 2002:vii): buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi,
membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, memperluas
pengetahuan anak, menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,
mengembangkan imajinasi anak, dapat memotivasi anak untuk lebih banyak
menggali literatur.
Dari kedua ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari
buku cerita adalah dapat memberikan motivasi, menambah wawasan dan
mengembangkan imajinasi anak.
2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita
Tarigan (dalam Hardjana, 2006: 4) menjelaskan bahwa mengarang
buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet
dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata
fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin
fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan. Tarigan (dalam Hardjana 2006:5) dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas , sedangkan non
fiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa yang benar terjadi. Realitas adalah
apa-apa yang dapa-apat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Cerita fiksi adalah cerita yang
dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah
non fiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi
merupakan nyata.
Menurut Hardjana (2006:5) mengungkapkan perbedaan utama antara fiksi
dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah
untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu
dengan kata lain dapat dikatakan sebagai Narasi nonfiksi mulai dengan
mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi sedangkan
narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka
beginilah yang akan terjadi.
2.1.4 Media Gambar 2.1.4.1 Pengertian Media
Criticos dalam Daryanto (2011:4) mengatakan media merupakan salah
satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator
menuju komunikan. Namun jika dilihat dari asal-usulnya, Munadi (2008: 6)
menyatakan bahwa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius (tengah
atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan
atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya.
Smaldino, dkk (2011: 7) mengatakan bahwa media merupakan sarana
komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah
penerima. Dari pendapat ahli diatas peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
2.1.4.2 Arti Media Gambar
Media gambar memegang peranan yang sangat penting dalam proses
belajar. Sebelum menjadi sebuah gambar pastilah melalui proses menggambar,
menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang
dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual
pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Selain penting dalam proses
belajar media gambar juga dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat
ingatan. Gambar dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat
memberikan hubungan dengan isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Sari,
2010:27).
Pendapat yang sama dipaparkan oleh Nur‟aini (2010:12) menyatakan
bahwa “alam pikir anak adalah gambar”. Dengan perkataan lain, „bahasa alam
pikir anak adalah bahasa gambar‟. Semua informasi yang dia terima, akan dia
pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret, bentuk yang sesuai dengan
pemikirannya sendiri. Dari berbagai pendapat ahli diatas, peneliti mendapatkan
kesimpulan bahwa media gambar merupakan sebuah ilustrasi bagi anak untuk
mendapatkan informasi secara konkret.
2.1.5 Anak Usia 9-10 tahun
2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak
Piaget (dalam Suparno, 2001: 24) mengelompokan tahap-tahap
perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap: sensorimotor, tahap
Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap
sensorimotor (0-2 tahun), dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai
dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan
tindakan fisik dan motorik. (2) tahap pra-operasional (2-7 tahun), dalam tahap ini
anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. (3) tahap
operasional konkrit (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi
yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan
dengan contoh-contoh yang konkret. (4) tahap operasional formal (11-15 tahun),
dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan
berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Piaget (dalam Pitajeng, 2006:27), perkembangan kognitif siswa SD masih
dalam tahap operasional konkret karena siswa SD berada di kisaran umur 7-11
tahun. Pada tahap operasional konkret siswa mampu berpikir logis melalui
objek-objek konkrit, dan merupakan permulaan berpikir rasional. Kegiatan belajar dan
berpikir anak pada tahap operasional konkrit sebagian besar melalui pengalaman
nyata yang berawal dari proses interaksi dengan objek dan bukan dengan
lambang, gagasan maupun abstraksi. Peneliti lebih terfokus pada anak usia 9-10
tahun, yang berarti menurut teori Piaget anak umur tersebut masuk dalam tahap
operasional konkrit.
2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun
Lusi Nuryanti (2008:50-51) mengemukakan berdasarkan teori Havighurst
tentang tugas perkembangan, Hurlock (dalam Lusi Nuryanti, 2008: 50-51)
anak-anak pada akhir masa anak. Tugas perkembangan menurut Hurlock adalah
sebagai berikut: (1) mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk
permainan-permainan yang umum dilakukan anak-anak; (2) membangun sikap
yang sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh; (3) belajar
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya; (4) mulai mengembangkan peran
sosial pria dan wanita secara tepat; (5) mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung; (6) mengembangkan
pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari; (7)
mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai; (8)
mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga di
lingkungan hidupnya; (9) mencapai kebebasan pribadi.
Tidak berbeda jauh dengan daftar dari Hurlock, Collins juga
mengemukakan tugas perkembangan tahap kanak-kanak lanjut.
Tugas Perkembangan Menurut Collins berupa: Pertama, Aspek fisik yaitu
Meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot yaitu meningkatkan kemampuan
beberapa aktivitas dan tugas fisik. Kedua, aspek kognisi yaitu pada taraf
operasional konkret, berfokus pada kejadian „saat ini‟, menambah pengetahuan
dan keterampilan baru, mengembangkan perasaan mampu (self efficacy). Ketiga,
aspek sosial yaitu (a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman,
dan lingkungan; (b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; (c) mampu
mengkompromikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan
Menurut Santrock (2011:18) masa kanak-kanak pertengahan dan akhir
adalah periode perkembangan yang berlangsung antara usia 6 hingga 11 tahun,
kurang lebih bersamaan dengan masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak-anak
belajar menguasai keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis,
dan aritmatika. Secara formal, anak dihadapkan pada dunia yang lebih luas beserta
kebudayaannya. Prestasi menjadi sebuah tema yang lebih sentral dalam dunia
anak, bersamaan dengan itu, kendali-diri juga meningkat.
Sedangkan menurut Yusuf (2009:69) anak usia 9-10 tahun masuk dalam
kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun sebagai berikut: Pertama,
belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui
pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap
dan cepat. Kedua, belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri
sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan
untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri; (2)
mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan
juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif.
Ketiga, belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman
sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin diwarnai
perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin
juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka
mengganggu atau nakal. Keempat, belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis
semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak
laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas
laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang. Kelima, belajar
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa
usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk
dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat
sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Keenam,belajar
mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu,
mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggalah suatu ingatan pada
kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep
(tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep
yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep yang jelas dan benar.
Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu
pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas
perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah
sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk: (1) Banyak melihat,
mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu yang bermanfaat
untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat. (2) Banyak membaca
buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep tersebut,
semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak
Ketujuh, mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma
agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan
agama (moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan atau tidak
melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah
benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya.
Kedelapan, belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat
rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari
pengaruh orangtua dan orang lain. Kesembilan, mengembangkan sikap yang
positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah
mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama
dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak
orang lain.
2.2 PENELITIAN YANG RELEVAN
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini,
yaitu: penelitian pertama berjudul berjudul “Pengembangan Buku Cerita
Bergambar Berbasis Konservasi Lingkungan untuk Pembelajaran Membaca Siswa
SD Kelas Rendah”, yang ditulis oleh Pramika Wardhani (2012). Tujuan dari
penelitian tersebut adalah menghasilkan buku cerita bergambar untuk
membangkitkan rasa gemar membaca dan untukmengenalkan nilai-nilai
Penelitian kedua “Tradisi Nyadran di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar”, yang ditulis oleh Nurul
Hidayah (2009). Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui fungsi
dari tradisi nyadran. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa upacara
nyadran memenuhi kebutuhan sosial masyarakat yaitu tolong-menolong dan
melestarikan tradisi leluhur.
Penelitian ketiga berjudul “Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada
Masyarakat Jawa”, yang ditulis oleh Tuti Mumfangati (2007) dalam sebuah
jurnal. Tujuan dari jurnal tersebut adalah mengetahui berbagai maksud
masyarakat melaksanakannya. Jurnal ini menghasilkan kesimpulan bahwa ziarah
makam memberikan dampak mengingatkan adanya kematian setelah kehidupan
dan mencari ketenangan, mencari rezeki, keberuntungan dsb sesuai charisma
tokoh yang dimakamkan.
Berdasarkan ketiga tujuan penelitian yang terdahulu, peneliti mengetahui
bahwa pengembangan buku cerita bergambar ini masih relevan untuk diteliti.
Peneliti berharap prototipe buku cerita bergambar nyadran yang dihasilkan dapat
memberikan fasilitas untuk membangun pemahaman anak tentang tradisi nyadran
Apabila dibuat dalam bentuk skema, konsepnya sebagai berikut:
2.3 KERANGKA BERPIKIR
Bangsa Indonesia merupakan bangsa kesatuan yang memiliki berbagai
tradisi di dalamnya, salah satunya adalah tradisi Jawa. Tradisi Jawa adalah sebuah
hasil budaya yang diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh
masyarat jawa secara bersama-sama untuk mensyukuri atas karunia Tuhan dan
permohonan keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam
kehidupan. Salah satu tradisi Jawa tersebut adalah upacara nyadran. Tradisi “Tradisi Ziarah Makam
Leluhur Pada Masyarakat Jawa”, “Pengembangan Buku Cerita
Bergambar Berbasis Konservasi Lingkungan
untuk Pembelajaran Membaca Siswa SD Kelas
Rendah”
Menghasilkan buku cerita bergambar untuk membangkitkan rasa gemar membaca dan untukmengenalkan nilai-nilai konservasi lingkungan. Ziarah makam memberikan dampak mengingatkan adanya kematian setelah kehidupan dan mencari
ketenangan, mencari rezeki, keberuntungan
dsb sesuai charisma tokoh yang dimakamkan.
Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
Penelitian I Pramika Wardhani (2012) Penelitian III Tuti Mumfangati (2007) Penelitian II Nurul Hidayah (2009)
“Tradisi Nyadran di
Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten
Karanganyar”,
Upacara nyadran memenuhi kebutuhan sosial masyarakat yaitu
tolong-menolong dan melestarikan tradisi
leluhur.
nyadran mengandung nilai-nilai luhur dalam pelaksanaannya. Diantaranya, nilai gotong royong, nilai kebersamaan dan nilai ketuhanan. Tidak hanya itu, banyak
dari nilai-nilai pendidikan karakter yang juga terkandung dalam tradisi nyadran
tersebut. Namun sayang sekali, dewasa ini anak-anak kurang tahu apa itu upacara
nyadran. Dibuktikan dari hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan di SD. Sangat disayangkan jika anak-anak melewatkan kesempatan untuk mengetahui
upacara nyadran yang banyak mengandung nilai baik didalamnya. Hal tersebut
mendorong peneliti untuk menyusun prototipe buku berjudul “Pengembangan
Prototipe Buku Cerita Anak tentang Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter
Kebangsaan”. Peneliti menyusun prototipe berupa buku cerita anak berjudul Nyadran yang terdiri dari cover, kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi kesuluruhan dari buku, daftar isi, isi buku dengan limabelas
gambar dengan cerita sederhana. Cerita sederhana tersebut memuat makna dan
rangkaian kegiatan tradisi nyadran, serta menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan
dengan pendidikan karakter kebangsaan. Tidak hanya itu, prototipe juga berisi
daftar pustaka yang berkaitan dengan tradisi nyadran dan pendidikan karakter
[image:50.595.83.514.239.641.2]33 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab III ini menguraikan tentang jenis penelitian, setting penelitian,
prosedur pengembangan, uji validasi produk, instrument penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah Research and
Development (Penelitian dan Pengembangan) atau sering di singkat dengan R & D dalam penyebutannya. Sugiyono (2010: 407) berpendapat bahwa Research and
Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu. Pendapat yang sejalan
juga diungkapkan oleh Sukmadinata (2007:164) bahwa penelitian dan
pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan
produk baru atau menyempurnakan produk lama. Berdasarkan dua pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa Research and Development adalah jenis
penelitian yang menghasilkan atau mengembangkan suatu produk dengan
menggunakan langkah-langkah yang sistematis.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang menghasilkan atau
mengembangkan suatu produk. Berdasarkan pengertian tersebut, penelitian ini
dilakukan untuk menghasilkan prototype buku cerita bergambar mengenai budaya
upacara nyadran untuk melestarikan salah satu budaya jawa yaitu upacara
nyadran dan menumbuhkan karakter kebangsaan pada anak usia 9-10 tahun di
3.2SETTING PENELITIAN
Setting penelitian ini akan membahas tentang tempat penelitian, subjek
penelitian, objek penelitian dan waktu penelitian.
3.2.1 Tempat Penelitian
Peneliti melakukan wawancara untuk memperoleh data awal di daerah Kulon
Progo, Yogyakarta. Penelitian untuk analisis kebutuhan anak dilaksanakan di SD
Negeri Jatisarono tepatnya di Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo,
Yogyakarta. Uji coba produk dilaksanakan di SD N Jatisarono yang beralamat di
Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta
3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek uji penelitian yang akan diteliti adalah anak usia 9-10 tahun.
3.2.3 Objek Penelitian
Objek penelitiannya adalah prototipe pengembangan buku cerita anak tentang
tradisi nyadran untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter
kebangsaan.
3.2.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini membutuhkan waktu selama delapan bulan. Terhitung mulai
3.3PROSEDUR PENGEMBANGAN
Prosedur penelitian ini menggunakan tahapan penelitian Research and
Development (R&D) menurut Sugiyono (2010: 409). Penelitian ini memiliki 10 langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai