• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN Heribertus Dany Cahyo Widodo

Universitas Sanata Dharma 2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi nyadran. Potensi pada tradisi nyadran yaitu adanya nilai-nilai karakter kebangsaan di dalam 3 acara utama yaitu besik, kendurenan, bakdan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada 4 anak menunjukan bahwa mereka belum memahami tradisi nyadran. Wawancara tersebut diperkuat oleh hasil angket dari 23 anak usia 9-10 tahun: 78% anak tidak memhami tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar anak dalam memahami tradisi nyadran.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk berupa prototipe buku cerita bergambar “nyadran”. Prototipe divalidasi oleh ahli psikologi dan sejarah. Skor rata-rata yang didapatkan adalah 91,25 sehingga sangat layak untuk diujicobakan.

Ujicoba dilakukan peneliti di SD N Jatisarono-Kulonprogo, kepada 23 anak (9-10 tahun). Dari hasil refleksi anak setelah diujicoba, peneliti mendapatkan data bahwa: 100% anak memahami tujuan nyadran serta mengetahui upacara terakhir dalam upacar nyadran adalah bakdan. Dengan demikian prototipe buku cerita bergambar tersebut membantu anak mengerti arti tradisi nyadran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu nilai gotong royong, bekerjasama, berdoa, dan silahturahmi.

(2)

NYADRAN CHARACTER EDUCATION IN THE CONTEXT OF NATIONALITY Heribertus Dany Cahyo Widodo

Universitas Sanata Dharma 2016

This thesis is the result of research and development of traditions nyadran. The potential at nyadran tradition that is the value of nationality character that contained in 3 main ways, besik, kendurenan, and bakdan. Problem that researcher got from interview to 4 children, show that they did not understand the meaning of nyadran tradition. The interview supported with result of quisioner from 23 children aged 9-10 years: 78% of children did not understand nyadran tradition, 43% of children did not know the last event in a ceremony nyadran is bakdan, and 87% of children in needed of a picture story book about nyadran tradition. Researchers are encouraged to develop a prototype of a children's book nyadran tradition in the context of national character education to help children understand nyadran tradition.

This research is a research and development (R & D) by using a six-step according Sugiyono which includes: (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. Prototype story book entitled "Nyadran" is validated by expert psychologists and history. An average scores obtained is 91.25 so it is worth to be tested.

This prototype was tested in SD N Jatisarono-Kulonprogo, to 23 children (aged 9-10 years). From the result of reflection after the trial, researcher have shown that: 100% of the children have understood the purpose nyadran, and know the last event in a ceremony nyadran is bakdan. Thus prototype story book help children understand nyadran tradition and the values of national character education that is mutual cooperation, work together, pray, and silahturahmi .

(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Heribertus Dany Cahyo Widodo

NIM: 121134197

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus yang selalu memberkatiku dalam setiap langkah.

2. Kedua orang tua tercinta Babe Henricus Sumbodo dan Mama

Lucia Siti Budi A. yang selalu memberikan doa dan dukungan.

3. Budheku tercinta Budhe Sul yang selalu memberiku semangat

dan dukungan tak henti-hentinya.

4. Kedua kakak tercinta Fransiscus Ageng W. dan Fransisca Siwi

yang selalu memberi semangat.

5. Semua teman-temanku kelas A, B, C, kelompok payung buku

cerita anak yang telah berjuang bersama-sama.

6. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(7)

v MOTTO

Selalu jadi diri sendiri tidak peduli apa yang mereka katakan dan

jangan pernah menjadi orang lain meskipun mereka tampak lebih baik

(SBI)

Selalu berterima kasih kepada-Nya atas segala yang Ia berikan

kepadaku dalam setiap langkah

(Dany)

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah

disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Maret 2016 Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Heribertus Dany Cahyo Widodo Nomor Mahasiswa : 121134197

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal: 31 Maret 2016 Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TRADISI NYADRAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

Heribertus Dany Cahyo Widodo Universitas Sanata Dharma

2016

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari tradisi nyadran. Potensi pada tradisi nyadran yaitu adanya nilai-nilai karakter kebangsaan di dalam 3 acara utama yaitu besik, kendurenan, bakdan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara kepada 4 anak menunjukan bahwa mereka belum memahami tradisi nyadran. Wawancara tersebut diperkuat oleh hasil angket dari 23 anak usia 9-10 tahun: 78% anak tidak memhami tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran. Peneliti terdorong mengembangkan prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan agar anak dalam memahami tradisi nyadran.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk berupa prototipe buku cerita bergambar

“nyadran”. Prototipe divalidasi oleh ahli psikologi dan sejarah. Skor rata-rata yang didapatkan adalah 91,25 sehingga sangat layak untuk diujicobakan.

Ujicoba dilakukan peneliti di SD N Jatisarono-Kulonprogo, kepada 23 anak (9-10 tahun). Dari hasil refleksi anak setelah diujicoba, peneliti mendapatkan data bahwa: 100% anak memahami tujuan nyadran serta mengetahui upacara terakhir dalam upacar nyadran adalah bakdan. Dengan demikian prototipe buku cerita bergambar tersebut membantu anak mengerti arti tradisi nyadran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu nilai gotong royong, bekerjasama, berdoa, dan silahturahmi.

(11)

ix ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN STORY BOOK OF TRADITION NYADRAN CHARACTER EDUCATION IN THE CONTEXT

OF NATIONALITY Heribertus Dany Cahyo Widodo

Universitas Sanata Dharma 2016

This thesis is the result of research and development of traditions nyadran. The potential at nyadran tradition that is the value of nationality character that contained in 3 main ways, besik, kendurenan, and bakdan. Problem that researcher got from interview to 4 children, show that they did not understand the meaning of nyadran tradition. The interview supported with result of quisioner from 23 children aged 9-10 years: 78% of children did not understand nyadran tradition, 43% of children did not know the last event in a ceremony nyadran is bakdan, and 87% of children in needed of a picture story book about nyadran tradition. Researchers are encouraged to develop a prototype of a children's book nyadran tradition in the context of national character education to help children understand nyadran tradition.

This research is a research and development (R & D) by using a six-step according Sugiyono which includes: (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. Prototype story book entitled "Nyadran" is validated by expert psychologists and history. An average scores obtained is 91.25 so it is worth to be tested.

This prototype was tested in SD N Jatisarono-Kulonprogo, to 23 children (aged 9-10 years). From the result of reflection after the trial, researcher have shown that: 100% of the children have understood the purpose nyadran, and know the last event in a ceremony nyadran is bakdan. Thus prototype story book help children understand nyadran tradition and the values of national character education that is mutual cooperation, work together, pray, and silahturahmi .

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME), karena

atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak Tentang Tradisi Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah

Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam

penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I dan Wahyu Wida

Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan saran,

kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing

peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

5. SD Negeri Jatisarono yang sudah mengijinkan peneliti mengambil data

analisis kebutuhan dan uji coba produk.

(13)

xi

7. Keluarga tercinta Babe Henricus Sumbodo dan Mama Lucia Siti Budi A.

yang selalu memberikan doa.

8. Teman-teman Club Montessori (Dewi, Desti, Angel, Bayu, Adi, Dea, Suster,

Oki, Pipit, Siska) yang menerima aku selalu dengan tangan terbuka dan

dengan segala kekuranganku.

9. Teman-teman tercinta Ibnu, Husen, Cahyo, Andre, Yayan, Bayu, Mas

Khodam yang selalu bersamaku dikala senang maupun susah dan

memberikanku semangat tanpa hentinya.

10.Teman-teman penelitian fokus studi grup Jawa (Renny, Ambar, Nike, Mba

Laras, Andro, Hayu, Tyas, Vinta, Dian, Wahyu), yang sama-sama berjuang

serta saling memberikan semangat dan masukan.

11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah

memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan

dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 31 Maret 2016

Peneliti

(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ...ix

PRA KATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Pentlitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Spesifikasi Produk ... 6

1.6Definisi Opeasional ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ...………...……....8

2.1 Kajian Pustaka ... ……… 8

2.1.1 Tradisi Jawa ... 8

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat Jawa ... 8

2.1.1.2 Macam-Macam Tradisi Jawa ... 9

2.1.1.3 Tradisi nyadran ... 11

2.1.1.3.1 Tata Cara ... 13

2.1.1.3.2 Nilai-Nilai nyadran ... 14

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 15

2.1.2.1Pendidikan ... 15

2.1.2.2Arti Karakter ... 15

2.1.2.3Karakter Kebangsaan ... 16

2.1.2.4 Pendidikan Karakter Kebangsaan... 17

2.1.3Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.1Hakekat Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.2Tujuan Buku Cerita Anak ... 19

2.1.3.3Macam-macam Bentuk Buku Cerita ... 20

2.1.4 Media Gambar ... 21

(15)

xiii

2.1.4.2Arti Media Gambar ... 22

2.1.5 Anak Usia 9-10 tahun ... 22

2.1.5.1Psikologi Perkembangan Anak ... 22

2.1.5.2 Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 ... 23

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ………...…... 33

3.1Jenis Penelitian …. ... 33

3.2Setting Penelitian …. ... 34

3.2.1 Tempat penelitian ... 34

3.2.2 Subjek Penelitian ... 34

3.2.3 Objek Penelitian ... 34

3.2.4Waktu Penelitian ... 34

3.3 Prosedur Pengembangan ... 35

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 36

3.3.2 Pengumpulan Data ... 37

3.3.3 Desain Produk ... 37

3.3.4 Validasi Desain ... 37

3.3.5 Revisi Desain ... 38

3.3.6 Uji Coba Produk ... 38

3.4 Uji Validasi Produk ... 38

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.5.1 Kisi-Kisi Lembar Wawancara ... 39

3.5.2 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 39

3.5.3 Instrumen Validasi Produk ... 42

3.5.4 Instrumen Uji Coba ... 43

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.7 Teknik Analisis Data ... 46

3.7.1 Data Kualitatif ... 46

3.7.2 Data Kuantitatif ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Hasil Penelitian ... 49

4.1.1 Langkah-langkah Pengembangan Prototipe Buku Cerita Tradisi Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan ... 49

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 49

4.1.1.2 Pengumpulan Data... 50

4.1.1.3 Desain Produk ... 53

4.1.1.4 Validasi Desain ... 57

4.1.1.5 Revisi Desain ... 59

4.1.1.6 Uji Coba Produk ... 63

4.2 Pembahasan ... 66

(16)

xiv

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Keterbatasan ... 73

5.3 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 78

(17)

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-kisi Wawancara ... 39

Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 40

Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Pra Penelitian ... 40

Tabel 4. Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra-Penelitian untuk Anak…..… 41

Tabel 5. Instrumen Validasi Produk ... 42

Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba ... 43

Tabel 7. Instrumen Uji Coba ... 45

Tabel 8. Skala Linkert ... 47

Tabel 9. Skala Linkert Modifikasi ... 48

Tabel 10. Data Presentase Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak... 51

Tabel 11. Hasil Validasi Prototipe Ahli Psikologi ... 58

Tabel 12. Hasil Validasi Prototipe Ahli Sejarah ... 58

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sketsa Awal ... 53

Gambar 2. Urutan Isi Prototipe Buku Cerita Tradisi nyadran ... 53

Gambar 3. Revisi Tahap satu ... 59

Gambar 4. Revisi Tahap dua ... 62

Gambar 5. Kegiatan Uji Coba Produk di SD N Jatisarono ... 65

Gambar 6. Salah Satu Refleksi Anak ... 68

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Analisis Kebutuhan SD N Jatisarono ... 77

Lampiran 2. Surat Ijin Uji Coba Prototipe di SD N Jatisarono ... 78

Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian dari SD N Jatisarono ... 79

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuesioner Pra Penelitian ... 80

Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe ... 81

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Bangsa Indonesia merupakan bangsa kesatuan yang memiliki berbagai tradisi

di dalamnya, salah satunya adalah tradisi Jawa. Tradisi Jawa adalah sebuah hasil

budaya yang diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh

masyarakat Jawa secara bersama-sama untuk mensyukuri karunia Tuhan dan

memohon keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam

kehidupan. Sunjata (2013:73) berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan

salah satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan

keberadaannya, karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari

satu generasi ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka

generasi penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Terdapat berbagai

macam tradisi yang ada di Jawa diantaranya adalah, ruwatan, sedekah laut,

sedekah bumi, nglarung, nyadran dan masih banyak lagi.

Peneliti mempersempit pembahasan dalam upaya mempertajam

pembahasan, oleh karena itu peneliti memilih tradisi nyadran untuk dibahas lebih

mendalam. Tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi

tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan

puasa (Herwati, 2010: 25). Pada dasarnya nyadran atau sadranan merupakan

(22)

masyarakat Jawa, menghormati arwah leluhur mereka yang sudah meninggal

sangat dijunjung tinggi, karena itulah upacara ini memiliki tujuan untuk

menghormati dan mendoakan leluhur yang telah meninggal. Terdapat tiga acara

utama dalam tradisi ini, yaitu Besik, Kendurenan, dan Bakdan. Tradisi nyadran

mengandung nilai-nilai luhur dalam pelaksanaannya. Diantaranya, nilai gotong

royong, nilai kebersamaan dan nilai Ketuhanan. Nilai kebersamaan dan gotong

royong dapat dilihat dari kagiatan-kegiatan tradisi nyadran, masyarakat secara

bersama-sama bergotong royong membersihkan area makam. Nilai ke-Tuhanan

terlihat ketika kegiatan berdoa yang dilakukan pada saat acara membersihkan

makam selesai dan saat sebelum dan sesudah Kendurenan. Sedangkan nilai

kebersamaan terlihat saat seluruh warga berkumpul di area makam untuk

menyantap makanan yang dibawa dari rumah secara bersama-sama dan saat acara

silahturahmi berlangsung. Apabila dilihat dari karakter kebangsaan yang terdapat

dalam Pancasila, maka tradisi nyadran mengandung nilai-nilai dalam tiga sila

yaitu, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yang

berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang berbunyi

Persatuan Indonesia.

Peneliti juga melihat bahwa tradisi nyadran juga mengandung nilai-nilai

pendidikan karakter kebangsaan. Pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan

potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi

dan/atau kelompok yang khas–baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman,

(23)

empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa

(Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 28).

Olah hati merupakan kegiatan bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut

ditunjukkan dengan memohon pengampunan dosa agar arwah leluhur

ditempatkan di sisi Allah dalam kegiatan berdoa. Olah pikir ditunjukan dengan

berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika warga melaksanakan tata langkah

upacara nyadran dalam upaya menghormati leluhur serta saudara yang sudah

meninggal dan proses membuat makanan dalam mempersiapkan kendurenan.

Olah raga/kinestetika merupakan kegiatan aktifitas fisik, hal itu terlihat saat

kegiatan membersihkan makam (Besik), masyarakat bergotong royong dan saling

kooperatif. Olah rasa ditunjukan saat bekerjasama dalam membersihkan

lingkungan makam (Besik) dan mengandung nilai saling menghargai dan

menghormati orang yang lebih tua dengan bersilahturahmi (Bakdan)

Upacara tradisi nyadran memiliki nilai-nilai luhur yang mengandung

pendidikan karakter kebangsaan, namun banyak anak-anak dewasa ini yang

belum mengetahui ataupun memahami tradisi nyadran. Dari hasil wawancara

kepada empat orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, tiga anak

pertama yang diwawancarai peneliti tidak tahu sama sekali mengenai upacara

nyadran. Sedangkan satu anak lainnya hanya mengetahui upacara nyadran adalah acara untuk membersihkan makam. Peneliti memperkuat data dengan

membagikan kuesioner di SD N Jatisarono pada anak usia 9-10 tahun yang

berjumlah 23 anak. Pada tanggal 26 November 2015. Hasil dari kuesioner yang

(24)

nyadran, 39% anak belum mengetahui adanya acara menabur bunga dan berdoa di makam yang sudah dibersihkan pada tradisi nyadran, 43% anak tidak mengetahui

acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. dan 87% anak

membutuhkan buku cerita bergambar tentang tradisi nyadran.

Berdasarkan data tersebut peneliti terdorong untuk membuat prototipe buku

cerita bergambar anak mengenai nyadran. Peneliti memilih buku cerita bergambar

sebagai media anak karena cerita dan gambar adalah cara yang efektif untuk

memberikan pemahaman kepada anak pada tahap operasional konkrit dalam

perkembangan anak oleh Jean Piaget. Pendapat peneliti diperkuat oleh Nur‟aini

(2010:12) yang menyatakan bahwa “alam pikir anak adalah gambar”. Dengan

perkataan lain, „bahasa alam pikir anak adalah bahasa gambar‟. Semua informasi

yang dia terima, akan dia pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret,

bentuk yang sesuai dengan pemikirannya sendiri. Atas dasar itulah peneliti

melakukan penelitian pengembangan berjudul “Pengembangan Prototipe Buku

Cerita Anak tentang nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

Prototipe yang nantinya dihasilkan berbentuk buku cerita berjudul “nyadran”

yang terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 15 gambar yang berisi tiga

kegiatan utama tradisi nyadran (besik, kendurenan, bakdan), Glosarium, daftar

(25)

1.2RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti fokus terhadap rumusan

masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak

tentang tradisi nyadran dalam membangun karakter kebangsaan anak?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe buku cerita dalam membangun karakter

kebangsaan anak?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Menjelaskan langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak

tentang tradisi nyadran dalam membangun karakter kebangsaan anak.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototipe buku cerita anak tentang tradisi nyadran

dalam membangun karakter kebangsaan anak yang dapat membantu anak

memahami tradisi nyadran dalam konteks pendidikan karakter.

1.4MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi anak

Anak dapat memahami makna tradisi nyadran dalam pendidikan karakter.

1.4.2 Bagi peneliti

Membantu pemahaman peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan

(26)

1.4.3 Bagi masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa tetap melaksanakan tradisi nyadran sebab baik untuk terus

dilakukan dan memiliki sumber informasi tambahan mengenai upacara

nyadran.

1.5 SPESIFIKASI PRODUK

Spesifikasi produk yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1.5.2 Produk berupa buku cerita berjudul nyadran.

1.5.3 Buku cerita terdiri dari cover, Kata pengantar, daftar isi, 15 gambar yang

berisi tiga kegiatan utama tradisi nyadran (besik, kendurenan, bakdan),

pertanyaan refleksi, acuan penggunaan buku di kelas, Glosarium, daftar

pustaka, dan biografi penulis

1.5.4 Kata pengantar dalam prototipe berisi penjelasan tentang tahapan tradisi

nyadran yang terdiri dari tiga kegiatan utama (besik, kendurenan,

bakdan).

1.5.5 Setiap kegiatan dalam tradisi nyadran megandung nilai karakter

kebangsaan yaitu besik (olah rasa dan olah raga), Kendurenan (olah raga,

olah rasa, olah pikir, dan olah hati), bakdan (olah rasa).

1.5.6 Adanya refleksi di akhir buku untuk menggali pemahaman anak setelah

membaca buku cerita tersebut.

1.6 DEFINISI OPERASIONAL

(27)

1.6.1 Prototipe

Suatu karya tulis yang dijadikan buku sebagai panduan yang belum

diproduksi secara masal.

1.6.2 Buku cerita anak

Sebuah buku yang berisi cerita dan gambar-gambar yang menarik bagi

anak.

1.6.3 Nyadran

Nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah menjelang bulan

puasa dan bertujuan menghormati dan mendoakan leluhur yang telah

meninggal

1.6.4 Anak usia 9-10 tahun

Anak dalam tahap operasional konkret, dalam tahap ini anak lebih

menggunakan penalaran yang logis.

1.6.5 Karakter Kebangsaan

Sifat-sifat khas yang dimiliki oleh setiap orang untuk menjalani

kehidupannya dan sifak khas yang berlandaskan Pancasila, norma UUD

1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen

terhadap NKRI

(28)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kajian pustaka, penelitian

yang relevan, dan kerangka berpikir. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

2.1 KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka yang yang digunakan peneliti meliputi tradisi Jawa,

pendidikan karakter kebangsaan, buku cerita anak, anak usia 9-10 tahun.

2.1.1 Tradisi Jawa

Tradisi Jawa akan menjelaskan tentang pengertian tradisi jawa atau

upacara adat, macam-macam tradisi jawa atau upacara adat, tradisi nyadran, tata

cara nyadran, nilai-nilai nyadran.

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Adat

Sunjata (2013:73) berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan salah

satu hasil budaya Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya,

karena upacara adat merupakan kegiatan pewarisan nilai-nilai dari satu generasi

ke generasi berikutnya, dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi

penerus bisa mengetahui warisan budaya luhur. Sunjata (2013:76) juga

berpendapat bahwa upacara adat bagi masyarakat pendukungnya merupakan

sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan,

(29)

Sejalan dengan pendapat Sunjata, Soepanto (dalam Sunjata, 2013:76)

berpendapat bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial

yang melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari

keselamatan secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa upacara adat Jawa adalah sebuah hasil budaya yang

diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh masyarat Jawa

secara bersama-sama untuk mensyukuri atas karunia Tuhan dan permohonan

keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam kehidupan.

2.1.1.2 Macam-macam Tradisi Jawa atau Upacara Adat

Tradisi Jawa ada berbagai macam, berikut ada beberapa tradisi jawa dalam

konteks upacara adat:

1. Nyadran

Sadranan atau nyadran berasal dari kata sadran. Sadranan adalah rangkaian kegiatan adat yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa dan

biasa dilaksanakan pada bulan Ruwah menjelang bulan puasa. Tradisi

Sadranan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai penghormatan terhadap

arwah leluhur (Herawati, 2013: 25)

2. Ruwatan

Subalidinata (dalam Sulistyobudi 2013:4) berpendapat bahwa Istilah

ruwatan dalam cerita Jawa, menurut Mpu Darmaja dalam Sumaradahana, berasal darti kata ruwat, ruwuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak

kuasa, menghapus kutukan, kemalangan dan lain-lain dan terbatas dari hal-hal

(30)

menurut kitab Kuncaranarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit

Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau

kekusutan).

3. Sedekah Laut

Buku berjudul Upacara adat Masyarakat Daerah Istimewa

Yogyakarta, tulisan Hartono, dkk. (dalam Sunjata 2010:78), berpendapat bahwa upacara adat sedekah laut dilaksanakan untuk menurunkan sedekah

pada sang penguasa laut dalam hal ini Ratu Kidul/ Nyai Roro Kidul, agar

nelayan diberi keselamatan dan mendapatkan hasil yang banyak.

4. Sedekah Bumi

Sujarno (2010: 129) mengatakan bahwa sedekah bumi adalah ucapan

syukur kepada bumi yang telah memberikan berbagai macam fasilitas dimana

manusia itu tinggal. Oleh karena tradisi sedekah bumi dirasa memiliki

manfaat atau makna bagi masyarakat, maka akan selalu diturunkan atau

diwariskan kepada generasi berikutnya.

5. Wiwit (Methik)

Tradisi wiwit disebut juga dengan upacara mboyong mbok Sri, yaitu

perilaku untuk memuliakan mbok Sri atau Dewi Padi. Upacara tersebut

dilakukan oleh penduduk pedesaan, khususnya yang melakukan pekerjaan

sebagai petani. Petani melakukan hal itu karena merupakan kelanjutan,

(31)

6. Nglarung

Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai

sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya khususnya

di daerah Bantul. Tradisi tersebut pada umumnya dilakukan satu tahun sekali

pada bulan Sura (Sunjata, 2013:75). Tujuan pelaksanaan upacara tersebut

sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat

yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan, di

samping bentuk persembahan kepada penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu

Kidul (Sunjata, 2013: 117).

Budaya Jawa dalam konteks upacara adat memiliki jumlah yang banyak di

Indonesia, bentuk dan caranya pun berbeda-beda. Dalam penelitian ini, peneliti

hanya terfokus kepada upacara adat nyadran.

2.1.1.3 Tradisi Nyadran

Upacara tradisi nyadran adalah rangkaian upacara adat yang sudah

menjadi tradisi masyarakat Jawa dan biasa dilakukan pada bulan Ruwah

menjelang bulan puasa (Harwati, 2010: 25). Nyadran berasal dari Bahasa

Sansekerta “sraddha” yang artinya keyakinan, ada pula Nyadran dari kata kerja

dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga dimaknai

dengan Sudra (orang awam) menyudra berarti berkumpul dengan orang awam

yang mengingatkan kita akan hakekat bahwa manusia pada dasarnya sama, disisi

lain juga ada yang mengatakan bahwa nyadran berasal dari kata Sodrun yang

berarti Dada atau Hati, tentunya asal istilah tersebut telah mengisyaratkan tujuan

(32)

dikarenakan lidah orang jawa yang cenderung Medhok yang menjadikan

istilah-istilah tersebut berubah menjadi Nyadran (Za Bhie,

http://zainbie.com/tradisi-nyadran-masyarakat-islam-jawa/, 6 Mei 2016).

Tradisi ini dilakukan pada tanggal 15 Ruwah (pembukaan Nyadran), 17

Ruwah (Sadranan Pitulasan), 21 Ruwah (Sadranan Slikuran), 23 Ruwah

(Sadranan Telulikuran), dan 25 Ruwah (Sadranan Penutup/Sadranan Slawean).

Tradisi Sadranan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai penghormatan

terhadap arwah leluhur (Herawati, 2013: 25). Adapun tujuan nyadran adalah

mengingatkan pada kematian, hidup hanya mampir minum, dan kuburan adalah

rumah masa depan kita yang sesungguhnya (nilai berempati dan nilai ketuhanan),

menggambarkan betapa penting kita belajar untuk akrab dengan kematian (nilai

reflektif) dan juga bisa menyehatkan jiwa dan kesadaran kita (nilai kesehatan)

karena adanya kekuatan psikologis untuk meneguhkan kembali jati diri dan

identitas kita sebagai manusia (nilai kemanusiaan) (Prasetyo, 2010: 6).

Pada dasarnya nyadran atau sadranan merupakan bukti kesadaran

manusia terhadap adanya kehidupan dan kematian. Bagi masyarakat Jawa,

menghormati arwah leluhur mereka yang sudah meninggal sangat dijunjung

tinggi. Sadranan sebagai sarana pengingat yang masih hidup , bahwa mereka

nanti juga akan juga mengalami kehidupan baru setelah kematian. Oleh karena itu,

kita harus selalu mendoakan arwah leluhur yang sudah lebih dahulu berada di

(33)

2.1.1.3.1 Tata Cara

Tata cara yang sesuai dengan langkah tradisi nyadran yang ada di daerah

Kulonprogo. Tradisi nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan

membersihkan makam dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain..

Kegiatan dilanjutkan dengan menabur bunga dan berdoa. Acara selanjutnya

adalah kendurenan, merupakan acara bertukar makanan yang dibawa dari rumah

masing-masing dan berdoa secara bersama-sama. Acara terakhir dalam upacara

nyadran adalah bakdan. Bakdan yaitu acara bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua (Herawati, 2010: 26-27). Tata langkah upacara nyadran

tersebut haruslah dilakukan secara runtut sebagaimestinya karena itu sudah

merupakan adat secara turun-temurun dan dipercaya oleh masyarakat jawa.

2.1.1.3.2 Nilai-nilai nyadran

Tradisi nyadran memiliki nilai-nilai baik yang terkandung didalamnya.

Tradisi Nyadran diawali dengan acara besik, yaitu kegiatan membersihkan makam

dengan sapu, cangkul, atau dengan alat yang lain. Kegiatan ini termasuk olah raga

karena mengandung nilai bersih, gotong royong dan kooperatif dalam kegiatan,

sedangkan termasuk dalam olah rasa karena mengandung nilai kebersamaan

dalam menjalankannya (olah rasa dan olah raga). Kegiatan dilanjutkan dengan

menabur bunga dan berdoa. Kegiatan ini termasuk dalam olah hati karena

mengandung nilai bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kegiatan

berdoa (olah hati).

Acara selanjutnya adalah Kendurenan, merupakan acara bertukar makanan

(34)

Kegiatan ini termasuk dalam olah raga karena mengandung nilai tangguh dalam

menyiapkan makanan yang akan dibawa dan juga mengandung nilai kreatif dalam

menyiapkan makanan tersebut yang termasuk dalam olah pikir. Sedangkan olah

hati tercermin dalam kegiatan berdoa dan olah rasa timbul dalam nilai

kebersamaan yang terjadi didalamnya (olah raga, olah rasa, olah pikir, dan olah

hati). Acara terakhir dalam upacara nyadran adalah bakdan. Bakdan yaitu acara

bersilahturahmi yang dilakukan anak muda kepada orang tua. Kegiatan ini

termasuk dalam olah rasa karena mengandung nilai saling menghargai dan hormat

kepada orang yang lebih tua (olah rasa). Berbagai kegiatan pelaksanaan tradisi

nyadran ternyata mengandung berbagai olah pembentuk karakter yang sesuai dengan karakter kebangsaan (Olah hati, olah piker, olah rasa dan karsa).

Penanaman karakter kebangsaan yang memiliki khas baik dituangkan dalam runtutan

yang baik pula, yaitu dimulai dari olah hati, olah pikir, olah raga dan olah rasa. Olah hati

merupakan kegiatan bertakwa kepada Tuhan, hal tersebut ditunjukkan dengan memohon

pengampunan dosa agar arwah leluhur ditempatkan di sisi Allah dalam kegiatan berdoa.

Olah pikir ditunjukan dengan berpikir kritis, hal tersebut ditunjukkan ketika warga

melaksanakan tata langkah upacara nyadran dalam upaya menghormati leluhur serta

saudara yang sudah meninggal dan proses membuat makanan dalam mempersiapkan

kendurenan. Olah raga/kinestetika merupakan kegiatan yang mengandung aktifitas fisik,

hal itu terlihat saat kegiatan membersihkan makam (besik), masyarakat bergotong royong

dan saling kooperatif. Olah rasa ditunjukan saat bekerja sama dalam membersihkan

lingkungan makam (besik) dan mengandung nilai saling menghargai dan hormat kepada

(35)

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan 2.1.2.1. Pendidikan

Ahmad D. (dalam Kurniawan, 2013: 26) merumuskan pendidikan sebagai

bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak

didik, baik jasmani maupun rohan, menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Ahmad Tafsir (dalam Kurniawan, 2013: 26) mendefinisikan pendidikan sebagai

pengembangan pribadi (mencakup pada olah diri, lingkungan, dan orang lain)

dalam semua aspeknya (Jasmani dan rohani).

Ki Hajar Dewantara seperti dikutip Abu Ahmadi dan Nur Ukhbiyati

(dalam Kurniawan, 2013: 27) mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan

anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya. Sejalan dengan pendapat ahli diatas, H. Mangun Budianto

(dalam Kurniawan, 2013: 27) mengartikan pendidikan adalah upaya

mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang

prosesnya berlangsung secara terus menerus sejak lahir sampai ia meninggal

dunia. Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, peneliti mendapatkan

kesimpulan bahwa pendidikan adalah upaya pengembangan potensi diri untuk

membentuk kepribadian.

2.1.2.2. Arti Karakter

Kamus Bahasa Indonesia (dalam Listyarti, 2012: 8) karakter diartikan

sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

(36)

(dalam Adisusilo, 2012: 76) mengatakan bahwa watak atau karakter berasal dari

kata Yunani “Charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang

dikemudian hari dipahami sebagai stempel/cap, sifat-sifat yang melekat pada

seseorang. Ahli pendidikan nilai Darmiyati Zuchdi (dalam Adisusilo, 2012: 28)

memaknai watak (karakter) sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi

sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang.

Sedangkan karakter secara koheren menurut Pemerintah Republik Indonesia

(2010:07) yaitu memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah

rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri

khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,

kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan

Lurens Bagas (dalam Kurniawan, 2013: 28) mendefinisikan karakter

sebagai nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang mencakup perilaku, kebiasan,

kesukaan, ketidak sukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan

pola-pola pikiran. Sedangkan Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 28)

mendefinisikan karakter sebagai cara berfikir dan perilaku yang menjadi ciri khas

tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,

masyarakat, bangsa, dan negara. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa karakter

merupakan sifat-sifat khas setiap orang untuk menjalani kehidupannya dan sifak

khas itulah yang membedakannya dari orang yang lainnya.

2.1.2.3. Karakter Kebangsaan

Pengertian karakter bangsa menurut Pemerintah Republik Indonesia

(37)

tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa

dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta

olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan

menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas baik yang

tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa

dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD

1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen

terhadap NKRI. Peneliti menyimpulkan bahwa karakterkebangsaan adalah

sifat-sifat khas yang dimiliki oleh setiap orang untuk menjalani kehidupannya dan sifak

khas yang berlandaskan Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan

prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

2.1.2.4. Pendidikan Karakter Kebangsaan

Suyanto (dalam Kurniawan, 2013: 31) merumuskan pendidikan karakter

sebagai pendidikan budipekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan

(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Sementara itu, Agus

Wibowo (dalam Kurniawan, 2013: 31) mendefinisikan karakter sebagai

pendidikan yang menanamkan yang mengembangkan karakter-karakter luhur

kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter luhur tersebut, menerapkan

dan mempraktikan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota

masyarakat dan warga negara.

Berdasarkan totalitas psikologis dan sosio kultural pendidikan karakter (dalam

Listyarti, 2012: 8) dapat dikelompokkan menjadi olah hati, olah pikir, olah rasa/

(38)

dalam karakter bangsa, mengartikan pendidikan karakter kebangsaan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan

potensi dan pembudayaan peserta didik guna pembangun karakter pribadi

dan/atau kelompok yang khas – baik yang tercermin dalam kesadaran,

pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil

keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa

dan karsa. Yang pertama adalah olah hati, berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan/ keimanan. Kedua olah pikir, berkenaan dengan proses nalar guna

mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.

Pernyataan ini diperkuat oleh Iskandar (2009: 86-87) kemampaun berpikir

merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi

pada suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep

(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis)

atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai

landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.

Ketiga olah raga, berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan,

manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Serta yang keempat

adalah olah rasa dan karsa, berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang

tercernin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Pendidikan

karakter kebangsaan adalah Upaya membentuk keperibadian atas empat

keterpaduan (olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa) yang

(39)

2.1.3 Buku Cerita Anak

2.1.3.1 Hakekat Buku Cerita Anak

Kurniawan (2013:18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang

ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman

sehari-hari, maka pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut

pandang anak. Jika cerita adalah gambaran sehari-hari, maka gambaran kehidupan

itu harus ditulis dengan sudut pandang anak. Sejalan dengan peneliti di atas

Hardjana (2006:02-03), mendefinisikan bahwa cerita anak adalah cerita yang

ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku cerita

anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja atau

siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang tua,

kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau

makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita.

Dari kedua pengertian menurut ahli, peneliti dapat menarik kesimpulan

bahwa buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak-anak dan

menggunakan sudut pandang anak, serta menggunakan apa saja atau siapa saja

yang menjadi tokoh cerita.

2.1.3.2 Tujuan Buku Cerita

Buku cerita anak dibuat oleh penulis tentunya memiliki tujuan yang

berguna bagi anak-anak. Berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak

diantaranya adalah (a) dengan buku cerita dapat membuat anak menjadi

terinspirasi, (b) membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, (c)

(40)

(e) mengembangkan imajinasi anak, dan (d) dapat memotivasi anak untuk lebih

banyak menggali literatur (Raines & Isbell, 2002:vii). Sependapat dengan ahli

diatas, berikut ini merupakan tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah

(Raines & Isbell, 2002:vii): buku cerita dapat membuat anak menjadi terinspirasi,

membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural, memperluas

pengetahuan anak, menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,

mengembangkan imajinasi anak, dapat memotivasi anak untuk lebih banyak

menggali literatur.

Dari kedua ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari

buku cerita adalah dapat memberikan motivasi, menambah wawasan dan

mengembangkan imajinasi anak.

2.1.3.3 Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Tarigan (dalam Hardjana, 2006: 4) menjelaskan bahwa mengarang

buku cerita anak dapat menggunakan bentuk atau wadah: cerita pendek, novelet

dan novel. Dalam ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata

fiksi yang dalam bahasa Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa latin

fictio yang berarti: membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan. Tarigan (dalam Hardjana 2006:5) dapat dikatakan bahwa fiksi itu realitas , sedangkan non

fiksi aktualitas. Aktualitas adalah apa yang benar terjadi. Realitas adalah

apa-apa yang dapa-apat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Cerita fiksi adalah cerita yang

dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang diciptakan. Itulah

(41)

non fiksi, kalau fiksi berdasar khayalan atau tidak nyata sedangkan non fiksi

merupakan nyata.

Menurut Hardjana (2006:5) mengungkapkan perbedaan utama antara fiksi

dengan nonfiksi terletak dalam tujuan. Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah

untuk menciptakan kembali sesuatu yang telah terjadi secara aktual. Karena itu

dengan kata lain dapat dikatakan sebagai Narasi nonfiksi mulai dengan

mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah yang harus terjadi sedangkan

narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka

beginilah yang akan terjadi.

2.1.4 Media Gambar 2.1.4.1 Pengertian Media

Criticos dalam Daryanto (2011:4) mengatakan media merupakan salah

satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator

menuju komunikan. Namun jika dilihat dari asal-usulnya, Munadi (2008: 6)

menyatakan bahwa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius (tengah

atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan

atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya.

Smaldino, dkk (2011: 7) mengatakan bahwa media merupakan sarana

komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah

penerima. Dari pendapat ahli diatas peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa

(42)

2.1.4.2 Arti Media Gambar

Media gambar memegang peranan yang sangat penting dalam proses

belajar. Sebelum menjadi sebuah gambar pastilah melalui proses menggambar,

menurut Sumanto (2005:5) menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang

dalam usahanya untuk mengungkapkan buah pikiran, sehingga bermakna visual

pada suatu bidang dan hasilnya disebut gambar. Selain penting dalam proses

belajar media gambar juga dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat

ingatan. Gambar dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat

memberikan hubungan dengan isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Sari,

2010:27).

Pendapat yang sama dipaparkan oleh Nur‟aini (2010:12) menyatakan

bahwa “alam pikir anak adalah gambar”. Dengan perkataan lain, „bahasa alam

pikir anak adalah bahasa gambar‟. Semua informasi yang dia terima, akan dia

pikirkan di alam pikirannya dalam bentuk konkret, bentuk yang sesuai dengan

pemikirannya sendiri. Dari berbagai pendapat ahli diatas, peneliti mendapatkan

kesimpulan bahwa media gambar merupakan sebuah ilustrasi bagi anak untuk

mendapatkan informasi secara konkret.

2.1.5 Anak Usia 9-10 tahun

2.1.5.1 Psikologi Perkembangan Anak

Piaget (dalam Suparno, 2001: 24) mengelompokan tahap-tahap

perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap: sensorimotor, tahap

(43)

Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (1) tahap

sensorimotor (0-2 tahun), dalam tahap ini bayi membangun pemahaman mengenai

dunianya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan

tindakan fisik dan motorik. (2) tahap pra-operasional (2-7 tahun), dalam tahap ini

anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar. (3) tahap

operasional konkrit (7-11 tahun), tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi

yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar secara logis dan diterapkan

dengan contoh-contoh yang konkret. (4) tahap operasional formal (11-15 tahun),

dalam tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan

berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Piaget (dalam Pitajeng, 2006:27), perkembangan kognitif siswa SD masih

dalam tahap operasional konkret karena siswa SD berada di kisaran umur 7-11

tahun. Pada tahap operasional konkret siswa mampu berpikir logis melalui

objek-objek konkrit, dan merupakan permulaan berpikir rasional. Kegiatan belajar dan

berpikir anak pada tahap operasional konkrit sebagian besar melalui pengalaman

nyata yang berawal dari proses interaksi dengan objek dan bukan dengan

lambang, gagasan maupun abstraksi. Peneliti lebih terfokus pada anak usia 9-10

tahun, yang berarti menurut teori Piaget anak umur tersebut masuk dalam tahap

operasional konkrit.

2.1.5.2Tugas Perkembangan Anak Usia 9-10 tahun

Lusi Nuryanti (2008:50-51) mengemukakan berdasarkan teori Havighurst

tentang tugas perkembangan, Hurlock (dalam Lusi Nuryanti, 2008: 50-51)

(44)

anak-anak pada akhir masa anak. Tugas perkembangan menurut Hurlock adalah

sebagai berikut: (1) mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk

permainan-permainan yang umum dilakukan anak-anak; (2) membangun sikap

yang sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh; (3) belajar

menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya; (4) mulai mengembangkan peran

sosial pria dan wanita secara tepat; (5) mengembangkan

keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung; (6) mengembangkan

pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari; (7)

mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai; (8)

mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga di

lingkungan hidupnya; (9) mencapai kebebasan pribadi.

Tidak berbeda jauh dengan daftar dari Hurlock, Collins juga

mengemukakan tugas perkembangan tahap kanak-kanak lanjut.

Tugas Perkembangan Menurut Collins berupa: Pertama, Aspek fisik yaitu

Meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot yaitu meningkatkan kemampuan

beberapa aktivitas dan tugas fisik. Kedua, aspek kognisi yaitu pada taraf

operasional konkret, berfokus pada kejadian „saat ini‟, menambah pengetahuan

dan keterampilan baru, mengembangkan perasaan mampu (self efficacy). Ketiga,

aspek sosial yaitu (a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman,

dan lingkungan; (b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; (c) mampu

mengkompromikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan

(45)

Menurut Santrock (2011:18) masa kanak-kanak pertengahan dan akhir

adalah periode perkembangan yang berlangsung antara usia 6 hingga 11 tahun,

kurang lebih bersamaan dengan masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak-anak

belajar menguasai keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis,

dan aritmatika. Secara formal, anak dihadapkan pada dunia yang lebih luas beserta

kebudayaannya. Prestasi menjadi sebuah tema yang lebih sentral dalam dunia

anak, bersamaan dengan itu, kendali-diri juga meningkat.

Sedangkan menurut Yusuf (2009:69) anak usia 9-10 tahun masuk dalam

kategori tahap perkembangan anak usia 6-12 tahun sebagai berikut: Pertama,

belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan. Melalui

pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil, makin mantap

dan cepat. Kedua, belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri

sebagai makhluk biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan

untuk memelihara badan, meliputi kebersihan, kesehatan dan keselematan diri; (2)

mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan

juga menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuh) secara positif.

Ketiga, belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman

sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin diwarnai

perasaan senang, karena secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin

juga diwarnai perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka

mengganggu atau nakal. Keempat, belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis

(46)

semakin tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak

laki-laki tidak akan memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainan yang khas

laki-laki, seperti main bola, kelereng, dan layang-layang. Kelima, belajar

ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu sebab masa

usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan

perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk

dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat

sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh

ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Keenam,belajar

mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu,

mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggalah suatu ingatan pada

kita. Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep

(tanggapan). Semakin bertambah pengetahuan, semakin bertambah pula konsep

yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep yang jelas dan benar.

Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu

pengetahuan, adat-istiadat dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas

perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah

sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk: (1) Banyak melihat,

mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu yang bermanfaat

untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat. (2) Banyak membaca

buku-buku media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-konsep tersebut,

semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah pula bagi anak

(47)

Ketujuh, mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma-norma

agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan

agama (moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan atau tidak

melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah

benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya.

Kedelapan, belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti dapat membuat

rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari

pengaruh orangtua dan orang lain. Kesembilan, mengembangkan sikap yang

positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. Hakikat tugas ini ialah

mengembangkan sikap tolong-menolong, sikap tenggang rasa, mau bekerjasama

dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang lain dan menghargai hak

orang lain.

2.2 PENELITIAN YANG RELEVAN

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini,

yaitu: penelitian pertama berjudul berjudul “Pengembangan Buku Cerita

Bergambar Berbasis Konservasi Lingkungan untuk Pembelajaran Membaca Siswa

SD Kelas Rendah”, yang ditulis oleh Pramika Wardhani (2012). Tujuan dari

penelitian tersebut adalah menghasilkan buku cerita bergambar untuk

membangkitkan rasa gemar membaca dan untukmengenalkan nilai-nilai

(48)

Penelitian kedua “Tradisi Nyadran di Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar”, yang ditulis oleh Nurul

Hidayah (2009). Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui fungsi

dari tradisi nyadran. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa upacara

nyadran memenuhi kebutuhan sosial masyarakat yaitu tolong-menolong dan

melestarikan tradisi leluhur.

Penelitian ketiga berjudul “Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada

Masyarakat Jawa”, yang ditulis oleh Tuti Mumfangati (2007) dalam sebuah

jurnal. Tujuan dari jurnal tersebut adalah mengetahui berbagai maksud

masyarakat melaksanakannya. Jurnal ini menghasilkan kesimpulan bahwa ziarah

makam memberikan dampak mengingatkan adanya kematian setelah kehidupan

dan mencari ketenangan, mencari rezeki, keberuntungan dsb sesuai charisma

tokoh yang dimakamkan.

Berdasarkan ketiga tujuan penelitian yang terdahulu, peneliti mengetahui

bahwa pengembangan buku cerita bergambar ini masih relevan untuk diteliti.

Peneliti berharap prototipe buku cerita bergambar nyadran yang dihasilkan dapat

memberikan fasilitas untuk membangun pemahaman anak tentang tradisi nyadran

(49)

Apabila dibuat dalam bentuk skema, konsepnya sebagai berikut:

2.3 KERANGKA BERPIKIR

Bangsa Indonesia merupakan bangsa kesatuan yang memiliki berbagai

tradisi di dalamnya, salah satunya adalah tradisi Jawa. Tradisi Jawa adalah sebuah

hasil budaya yang diciptakan dan dilaksanakan sebagai pewarisan nilai-nilai oleh

masyarat jawa secara bersama-sama untuk mensyukuri atas karunia Tuhan dan

permohonan keselamatan, kesejahteraan serta hasil yang lebih baik dalam

kehidupan. Salah satu tradisi Jawa tersebut adalah upacara nyadran. Tradisi “Tradisi Ziarah Makam

Leluhur Pada Masyarakat Jawa”, “Pengembangan Buku Cerita

Bergambar Berbasis Konservasi Lingkungan

untuk Pembelajaran Membaca Siswa SD Kelas

Rendah”

Menghasilkan buku cerita bergambar untuk membangkitkan rasa gemar membaca dan untukmengenalkan nilai-nilai konservasi lingkungan. Ziarah makam memberikan dampak mengingatkan adanya kematian setelah kehidupan dan mencari

ketenangan, mencari rezeki, keberuntungan

dsb sesuai charisma tokoh yang dimakamkan.

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Penelitian I Pramika Wardhani (2012) Penelitian III Tuti Mumfangati (2007) Penelitian II Nurul Hidayah (2009)

“Tradisi Nyadran di

Dusun Pokoh, Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten

Karanganyar”,

Upacara nyadran memenuhi kebutuhan sosial masyarakat yaitu

tolong-menolong dan melestarikan tradisi

leluhur.

(50)

nyadran mengandung nilai-nilai luhur dalam pelaksanaannya. Diantaranya, nilai gotong royong, nilai kebersamaan dan nilai ketuhanan. Tidak hanya itu, banyak

dari nilai-nilai pendidikan karakter yang juga terkandung dalam tradisi nyadran

tersebut. Namun sayang sekali, dewasa ini anak-anak kurang tahu apa itu upacara

nyadran. Dibuktikan dari hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan di SD. Sangat disayangkan jika anak-anak melewatkan kesempatan untuk mengetahui

upacara nyadran yang banyak mengandung nilai baik didalamnya. Hal tersebut

mendorong peneliti untuk menyusun prototipe buku berjudul “Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Anak tentang Nyadran dalam Konteks Pendidikan Karakter

Kebangsaan”. Peneliti menyusun prototipe berupa buku cerita anak berjudul Nyadran yang terdiri dari cover, kata pengantar untuk membantu anak agar mudah memahami isi kesuluruhan dari buku, daftar isi, isi buku dengan limabelas

gambar dengan cerita sederhana. Cerita sederhana tersebut memuat makna dan

rangkaian kegiatan tradisi nyadran, serta menonjolkan nilai-nilai yang berkaitan

dengan pendidikan karakter kebangsaan. Tidak hanya itu, prototipe juga berisi

daftar pustaka yang berkaitan dengan tradisi nyadran dan pendidikan karakter

[image:50.595.83.514.239.641.2]
(51)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini menguraikan tentang jenis penelitian, setting penelitian,

prosedur pengembangan, uji validasi produk, instrument penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah Research and

Development (Penelitian dan Pengembangan) atau sering di singkat dengan R & D dalam penyebutannya. Sugiyono (2010: 407) berpendapat bahwa Research and

Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu. Pendapat yang sejalan

juga diungkapkan oleh Sukmadinata (2007:164) bahwa penelitian dan

pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan

produk baru atau menyempurnakan produk lama. Berdasarkan dua pendapat

diatas dapat disimpulkan bahwa Research and Development adalah jenis

penelitian yang menghasilkan atau mengembangkan suatu produk dengan

menggunakan langkah-langkah yang sistematis.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang menghasilkan atau

mengembangkan suatu produk. Berdasarkan pengertian tersebut, penelitian ini

dilakukan untuk menghasilkan prototype buku cerita bergambar mengenai budaya

upacara nyadran untuk melestarikan salah satu budaya jawa yaitu upacara

nyadran dan menumbuhkan karakter kebangsaan pada anak usia 9-10 tahun di

(52)

3.2SETTING PENELITIAN

Setting penelitian ini akan membahas tentang tempat penelitian, subjek

penelitian, objek penelitian dan waktu penelitian.

3.2.1 Tempat Penelitian

Peneliti melakukan wawancara untuk memperoleh data awal di daerah Kulon

Progo, Yogyakarta. Penelitian untuk analisis kebutuhan anak dilaksanakan di SD

Negeri Jatisarono tepatnya di Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo,

Yogyakarta. Uji coba produk dilaksanakan di SD N Jatisarono yang beralamat di

Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek uji penelitian yang akan diteliti adalah anak usia 9-10 tahun.

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitiannya adalah prototipe pengembangan buku cerita anak tentang

tradisi nyadran untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter

kebangsaan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu selama delapan bulan. Terhitung mulai

(53)

3.3PROSEDUR PENGEMBANGAN

Prosedur penelitian ini menggunakan tahapan penelitian Research and

Development (R&D) menurut Sugiyono (2010: 409). Penelitian ini memiliki 10 langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai

Gambar

Gambar 4. Revisi Tahap dua  ..........................................................................
gambar dengan cerita sederhana. Cerita sederhana tersebut memuat makna dan
Tabel 1. Kisi-Kisi Wawancara
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Pra-Penelitian Nomor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan PPL ini dilakukan dengan mengajar di kelas selama kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut sesuai jadwal yang sudah ditentukan.. Pengajaran di kelas

PERBEDAAN KUAT TEKAN, BERAT JENIS DAN DAYA SERAP AIR DARI BATA BETON RINGAN FOAM DENGAN KANDUNGAN VOLUME BUSA LERAK 30% DAN 40% SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN AJAR MATA

Penelitian ini menyimpulkan, bahwa ekstrak daun kecubung gunung dan ekstrak daun bintaro terbukti memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Anopheles sp,

Kegunaan kegiatan Kerja Praktik bagi khazanah ilmu pengetahuan atau lingkungan kampus yaitu untuk membangun komunikasi secara akademik antara D-III Perbankan Syariah

Perusahaan perseroan PT Perkebunan Nusantara (PTPN VII) Unit Usaha Kedaton (UU Keda) dan Unit Usaha Way Berulu (UU Wabe) berada dalam kelompok perkebunan wilayah kerja

penting yaitu beras, tebu, jagung, jeruk, kedele, kopi, rempah-rempah, susu, teh dan tepung terigu untuk SSM serta coklat, sawit, dan kopi untuk NTB. Adapun hasil dari kajian ini

11 Year 1967 on the Mining Main Conditions which have been marginalized and have confused the public tradition law society residing in the Talawi district of the Sawahlunto city.

[r]