• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Upacara Adat Jawa

2.1.1.2 Ruwatan

a. Tujuan UpacaraRuwatan

Tujuan dari tradisi ruwatan adalah untuk menghindarkan diri dari marabahaya atau malapetaka yang mengancamnya dan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang timbul dari makhluk halus (Herawati, 2010: 14).

b. Orang yang harus diruwat

Beberapa macam orang yang wajib diruwat berdasarkan tradisi Jawa adalah sebagai berikut (Bayuadhy, 2015: 106): pendawa lima, yaitu lima bersaudara yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki; panca gati, yaitu lima bersaudara yang keseluruhannya berjenis kelamin perempuan; ting-ting

kebanting, yaitu satu anak laki-laki; ontang-anting, yaitu satu anak perempuan; kedana-kedini, yaitu dua bersaudara yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan; sendang kaapit pancuran, yaitu tiga bersaudara dengan urutan perempuan – laki-laki – perempuan; pancuran kaapit sendang, yaitu tiga bersaudara dengan urutan laki-laki – perempuan – laki-laki; uger-uger lawang, yaitu dua bersaudara yang semuanya laki-laki; kembang sepasang, yaitu dua bersaudara yang semuanya perempuan; gondhang kasih, yaitu dua bersaudara yang memiliki warna kulit berbeda, yang satu hitam dan satunya putih; cukit dulit,yaitu tiga anak laki-laki bersaudara.

Sarombo, yaitu empat anak laki-laki bersaudara; mayit, yaitu tiga anak perempuan bersaudara; sarimpi, yaitu empat anak perempuan bersaudara; kiblat papat,yaitu empat anak laki-laki dan empat anak perempuan bersaudara; pipilan, yaitu lima bersaudara yang terdiri dari empat perempuan dan satu laki-laki; padangan, yaitu lima bersaudara yang terdiri dari satu perempuan dan empat laki-laki; sepasar, yaitu sepuluh bersaudara yang terdiri dari lima anak laki-laki dan lima anak perempuan; pendawa ngedangno, yaitu empat bersaudara yang terdiri dari tiga anak laki-laki dan satu perempuan; orang yang lahir pada hari Selasa Kliwon dan Selasa Wage; serta ilo-ilo,yaitu orang yang meninggal karena musibah atau bunuh diri.

c. Tata cara

Tata cara dalam ruwatan terbagi dalam empat kegiatan utama yaitu upacara siraman, acara inti pertunjukkan wayang lakon “Murwakala”, upacara srah-srahan dan ucapan terimakasih. Kegiatan yang pertama adalah upacara siraman. Upacara siraman ditujukan kepada anak yang akan diruwat. Upacara

siraman dilakukan oleh ibu dari seseorang yang diruwat dengan air kembang setaman. Setelah upacara siraman anak itu mengenakan busana adat Jawa yang dibuat secara khusus. Anak yang diruwat diajak oleh dalang serta didampingi oleh para pinisepuh untuk bersujud di hadapan ayah dan ibunya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan selamatan disertai doa khusus yang dilakukan oleh dalang di hadapan keluarga dan kerabat tuan rumah agar acara dapat berjalan dengan lancar. Setelah semua sesaji lengkap, iring-iringan rombongan membawa sesaji tersebut ke tempat acara ruwatan dilangsungkan. Rombongan anak yang akan diruwat ikut menyusul. Kemudian anak yang diruwat, ayah-ibu serta para sesepuh dipersilahkan duduk di tempat yang telah disiapkan. Semua sesaji diletakkan di atas meja khusus yang diatur oleh dalang. Kemudian dalang menyerahkan sesaji yang telah dipersiapkan.

Setelah itu acara dilanjutkan dengan pertunjukkan wayang dengan cerita Murwakala. Dalang mempergelarkan wayang kulit dengan cerita Murwakala selama kurang lebih tiga jam. Ketika cerita hampir berakhir, dalang menghentikan sebentar ceritanya dan dilanjutkan dengan srah-srahan terlebih dahulu.

Anak yang akan diruwat diserahkan dari ayah ibunya kepada dalang dan kemudian anak yang diruwat dipotong rambutnya secara simbolis oleh ayah ibunya. Setelah itu anak yang diruwat beserta orang tuanya meninggalkan dalang dan selanjutnya dalang meneruskan pagelaran wayang kulit cerita Murwakala sampai selesai.

Setelah pagelaran wayang kulit selesai, anak yang diruwat beserta ayah ibunya menghampiri dalang untuk menyampaikan ucapan terimakasih. Dan acara

yang terakhir adalah upacara tirakatan. Setelah selesai upacara ruwatan yang diselenggarakan pada pagi hari sampai siang hari, pada malam harinya diselenggarakan malam tirakatan dengan pentas wayang. Biasanya pentas wayang dalam malam tirakatan, mengambil cerita (lakon) yang berbobot misalnya Bima Gugah, Sentana Banjut, dan sebagainya.

d. Perlengkapanatau Ubarampe Ruwatan

Untuk mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang sukertakarena pembawaan atau proses kelahiran, ada perlengkapan atau ubarampe yang perlu disiapkan. Berikut ini adalah ubarampe yang diperlukan dalam tradisi ruwatan yaitu tempat tirtaatau air, dupa, kemenyan, candu, bunga berbagai macam, biji-bijian, empon-empon, telor 4 macam (telor ayam, angsa, itik dan burung), janur, daun jati, daun kluwih, lilin, pisang raja, kinang (suruh, injet atau kapur, tembakau), tukon dan jajan pasar, lawe, duk, cerutu, minuman 48 macam (dhawet, rujak degan, arak dan sebagainya), ayam, babi, potongan kuku dan rambut seseorang yang akan diruwat, dan pakaian seseorang yang akan yang diruwat(Sulistyobudi, dkk, 2013: 39).

Arti dan makna lambang dari berbagai sesaji dalam ubarampe upacara ruwatan tersebut adalah sebagai berikut (Sulistyobudi, dkk, 2013: 39): tirta atau air sebagai lambang air suci/kehidupan. Dupa, kemenyan, candu melambangkan bau wewangian yang harum semerbak dan sebagai lambang wahana penyampaian doa permohonan. Berbagai macam bunga atau bunga setaman melambangkan berbagai macam bau dan warna yang ada di dunia. Berbagai macam biji-bijian melambangkan sebuah harapan agar manusia menjadi biji yang baik, sehingga saat tumbuh bisa menjadi tanaman yang subur dan bermanfaat.

Empon-emponsebagai lambang agar manusia selalu menjaga rasa dan kesehatan dengan baik. Telor ayam, angsa, bebek dan burung melambangkan keempat penjuru mata angin timur, selatan, barat dan utara. Selain itu juga sebagai simbol Bathara Guru/Putih, Bathara Brahma/Merah, Bathara Mahadewa/Barat, Bathara Wisnu/Hitam dan diharapkan manusia bisa menetas menjadi manusia yang baik. Daun jati, kluwih dan janur bermakna bahwa manusia harus dapat menemukan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Lilin sebagai lambang pelita atau cahaya kehidupan. Pisang raja yang diatasnya terdapat jajan pasar atau tukon pasar melambangkan bahwa kehidupan ini beraneka ragam isinya. Lawe dan duk melambangkan manusia harus selalu melaksanakan kesucian/kemurnian dan harus selalu waspada. Babi melambangkan kehidupan yang kotor, dalam hal ini manusia diharapkan tidak mengikuti pola hidup babi.

e. Nilai- nilai dalam tradisi ruwatan

Tradisi ruwatan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut adalah Nilai-nilai ketuhanan dan Nilai-nilai sosial. Nilai Ketuhanan erat kaitannya dengan membersihkan diri (menyucikan diri) dari segala malapetaka yang mengancamnya (Bratasiswara 2000: 636). Sedangkan nilai sosial erat kaitannya dengan kebersamaan masyarakat Jawa yang tercermin dalam gotong royong untuk menyiapkan segala keperluan dalam pelaksanaan upacara tradisional ruwatan (Yana, 2012: 244).

Selain itu juga terdapat nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu olah hati, olah pikir, olahraga/kinestetika, serta olah rasa dan karsa. Olah hati meliputi bertakwa kepada Tuhan yang ditunjukkan ketika seseorang yang akan diruwat meminta restu kepada kedua orang tua

dengan cara bersujud dihadapannya dan ketika dalang membacakan doa untuk meminta kepada Tuhan agar acara dapat berjalan dengan lancar. Olah pikir meliputi rasa ingin tahu dan berpikir kritis yang ditunjukkan ketika seorang anak bertanya mengenai tradisi ruwatan dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi tersebut. Olah raga/kinestetika meliputi bersih dan sehat yang ditunjukkan ketika seseorang yang telah selesai diruwat maka orang tersebut sudah terbebas dari marabahaya, kesialan atau dosa. Olah rasa dan karsa meliputi gotong royong dan kebersamaan yang ditunjukkan ketika pelaksanaan ruwatan, orang-orang bergotong royong untuk menyiapkan acara yang akan diselenggarakan. Sedangkan nilai kebersamaan ditunjukkan ketika tirakatan, makan bersama, dan melihat pertunjukkan wayang. Selain itu apabila dilihat dari karakter kebangsaan yang terdapat dalam Pancasila, maka tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai dalam tiga sila yaitu, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia.

2.1.2 Pendidikan Karakter Kebangsaan

Dokumen terkait