i
PENGEMBANGAN BUKU CERITA ANAK
BERBASIS PENDIDIKAN SEKS
UNTUK ANAK SD KELAS ATAS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Stefanus Vicky Aristyo NIM : 131134121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada :
Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria yang telah memberkati dan
memberikan terang roh kudus di dalam penulisan skripsi ini.
Pak Damai dan Bu Erlita selaku Dosen pembimbing yang selalu membimbing
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
Keluargaku yang selalu memberikan doa, kasih, semangat, motivasi dan
dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Johana Della yang menjadi penyemangat dan setia menemani perjuanganku.
Teman-teman payung yang menjadi motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013.
Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta para pendidik yang
tergabung dalam program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah
memberikan banyak pengetahuan baik secara akademik maupun afektif kepada
penulis.
Semua orang tua yang ingin mengajar anak-anak mereka tentang seks tetapi
v
MOTTO
“Sebab itu, janganlah kamu khawatir tentang hari esok, karena hari esok
mempunyai kekhawatirannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah
sehari.”
(Matius 6: 34)
“Jangan berhenti berdoa, sekalipun doamu terasa kering.”
(Bunda Maria)
“Kumpulkanlah potongan
-potongan yang lebih, supaya tak ada yang
terbuang”
(Yohanes 6:12)
“Tanpa kita tuntut, tanpa kita minta, apa yang k
ita butuhkan sudah
tersedia seluruhnya. Yang disediakan semuanya baik adanya”
(Kejadian 1: 1-25)
“Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Bagian
–
bagian itu tidak boleh
dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak- anak
kita”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Juni 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Stefanus Vicky Aristyo
Nomor Mahasiswa : 131134121
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN BUKU CERITA ANAK BERBASIS PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK SD KELAS ATAS
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 6 Juni 2017
Yang menyatakan
viii
Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan pendidikan seks. Penelitian ini berawal dari adanya potensi dan masalah terkait dengan pendidikan seks. Potensi yang ada adalah pendidikan seks untuk anak SD usia dini. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara yaitu belum adanya media guru untuk mengajarkan pendidikan seks pada anak usia dini. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian pengembangan media berbasis pendidikan seks.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan modifikasi dari Sugiyono. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan produk dan mengetahui kualitas produk. Produk yang dihasilkan berupa buku cerita anak untuk mengajarkan pendidikan seks siswa sekolah dasar. Langkah-langkah dalam pengembangan penelitian ini adalah (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk hingga menghasilkan produk final. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara dan lembar kuesioner. Wawancara digunakan untuk analisis kebutuhan kepada guru kelas VI SD N Banaran III, sedangkan kuesioner digunakan untuk validasi kualitas buku cerita oleh Pakar UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), guru kelas atas yaitu kelas VI SD, dan 11 siswa SD N Banaran III sebagai subjek uji coba.
ix ABSTRACT
DEVELOPMENT OF CHILDREN STORY BOOK BASED SEX FOR
UPPER CLASS CHILDREN OF ELEMENTARY SCHOOL
Stefanus Vicky Aristyo Universitas Sanata Dharma
2017
This thesis is the result of research and development related to sex education. This research started from the potentials and problems in sex education. The potential is sex education for elementary school children’s early childhood. The problem that researcher get from the interviews is the absence of media for teachers to teach sex education in early childhood. Therefore, researcher are encouraged to conduct a research on media development based on sex education.
This study used research and development modifications of Sugiyono. The purpose of this research is to develop a product and knowing the quality of the product. The resulting product is a children's story book to teach sex education for elementary school students. The steps in the development of this research were (1) potentials and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revisions, (6) product trials, (7) Product revisions to produce final product. The instrument used in this research was a list of interview questions and the questionnaire. The interviews were used to analyze the needs of grade six classroom teachers of SDN Banaran III, while the questionnaire was used to validate the quality of storybooks by UKS Specialist (Usaha Kesehatan Sekolah), upper grade teachers of grade six , and 11 grade six students of SDN Banaran III as subject of the research.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang telah memberkan kasih
dan pencurahan Roh Kudus-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan
Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas ini dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini telah selesai karena bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan penuh
cinta perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bimbingan, dukungan, dan motivasi baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program
Studi PGSD.
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing I
yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II
yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Song yang telah membantu memvalidasi media sehingga media
tercipta dengan baik.
7. Para dosen dan Staf PGSD yang telah membantu peneliti dengan baik.
8. Kepala Sekolah SD N BANARAN III yang telah memberikan ijin
xi
9. Guru SD N BANARAN III yang telah berkenan membantu peneliti dalam
melakukan analisis kebutuhan
10.Seluruh siswa kelas VI SD N BANARAN III yang telah membantu selama
penelitian berlangsung.
11.Keluarga saya yang selalu memberi semangat, doa dan dukungan terlebih
kedua orang tua saya Yohanes Rasul Ngadino dan Margareta Sri
Handayani.
12.Saudara-saudara yang memberi semangat dan mendoakan.
13.Teman dekat, sahabat-sahabat, dan teman payung skripsi pengembangan
buku cerita anak berbasis pendidikan seks yang selalu mendukung saya.
14.Teman-teman PGSD angkatan 2013 dan semua yang pernah berdinamika
selama masa perkuliahan.
15.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk
bantuan dan dukungan.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan
dan kekurangannya, maka peneliti sangat membutuhkan kritik dan saran dari
berbagai pihak. Akhirnya peneliti mengucapkan selamat membaca semoga
bermanfaat bagi pembaca dan kita semua
Yogyakarta, 6 Juni 2017
Peneliti
xii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 8
1.6 Definisi Operasional... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.1.1 Buku Cerita Anak ... 10
2.1.2 Pendidikan Seks ... 12
2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja ... 17
xiii
2.2 Penelitian Yang Relevan ... 31
2.3 Kerangka Berpikir ... 34
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Setting Penelitian ... 38
3.2.1 Tempat Penelitian ... 38
3.2.2 Subjek Penelitian ... 38
3.2.3 Obyek Penelitian ... 38
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.4.1 Wawancara ... 44
3.4.2 Kuesioner ... 45
3.5 Instrumen Penelitian ... 46
3.5.1 Instrumen Pengumpulan Data ... 46
3.6 Teknik Analisis Data ... 49
3.6.1 Data Kualitatif ... 49
3.6.2 Data Kuantitatif ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Analisis Kebutuhan ... 52
4.1.1 Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan ... 53
4.2 Deskripsi Produk Awal ... 54
xiv
4.2.2 Bagian-Bagian Buku Cerita ... 55
4.3 Data Uji Coba dan Revisi Produk ... 57
4.3.1 Data Validasi Pakar dan Revisi Produk ... 57
4.3.1.1 Revisi Yang Dilakukan Peneliti ... 59
4.3.2 Data Validasi Guru Kelas Atas dan Revisi Produk ... 63
4.3.2.1 Revisi Yang Dilakukan Peneliti ... 65
4.4 Data Validasi Uji Coba Lapangan dan Revisi Produk ... 68
4.5 Kajian Produk Akhir ... 70
4.5.1 Sampul Buku Cerita Setelah Direvisi ... 70
4.5.2 Bagian-Bagian Buku Cerita Setelah Direvisi ... 71
4.6 Pembahasan ... 74
BAB V PENUTUP ... 79
5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Keterbatasan Pengembangan ... 79
5.3 Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan... 34
Gambar 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development ... 37
Gambar 3.2 Prosedur Produk Pengembangan Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas ... 40
Gambar 4.1 Cover Buku Cerita ... 55
Gambar 4.2 Revisi Buku Cerita ... 59
Gambar 4.3 Revisi Buku Cerita ... 60
Gambar 4.4 Revisi Buku Cerita ... 61
Gambar 4.5 Revisi Buku Cerita ... 62
Gambar 4.6 Revisi Buku Cerita ... 63
Gambar 4.7 Revisi Buku Cerita ... 65
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 47
Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Uji Validasi untuk Pakar dan Guru ... 48
Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Uji Validasi untuk Siswa ... 48
Tabel 3.4 Konversi Data Kuantitatif Ke Data Kualitatif Skala Lima ... 49
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara Guru SD N Banaran III ... 53
Tabel 4.2 Hasil Validasi Pakar ... 58
Tabel 4.3 Komentar Pakar dan Revisi ... 58
Tabel 4.4 Hasil Validasi Guru ... 64
Tabel 4.5 Komentar Guru Kelas VI SD dan Revisi ... 64
Tabel 4.6 Hasil Validasi Uji Coba Lapangan ... 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan ... 85
Lampiran 2 Hasil Validasi Pakar Ahli ... 86
Lampiran 3 Hasil Validasi Guru Kelas VI SD ... 89
Lampiran 4 Hasil Validasi Siswa SD Kelas VI ... 92
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian... 114
Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian ... 115
Lampiran 7 Biodata Penulis ... 116
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tuhan menciptakan manusia dengan segala keunikannya. Tuhan
menciptakan manusia dengan dua perbedaan jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Anak laki-laki dan anak perempuan diciptakan berlainan.Hal ini yang
menyebabkan beberapa hal menjadi berbeda, seperti cara berpakaian, gaya
rambut, dan cara buang air kecil. Perbedaan anak laki-laki dan perempuan juga
akan nampak ketika mereka sudah memasuki masa remaja. Masa anak-anak
merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadi perubahan dalam
banyak aspek perkembangan. Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan
berkesinambungan dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.
Perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau
kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)
(Yusuf, 2009: 15).
Terjadinya perubahan dalam aspek fisik anak menuju remaja awal diawali
dengan pubertas, adalah masa kematangan fisik yang sangat cepat, yang meliputi
aspek hormonal dan perubahan fisik. Perubahan fisik pada anak laki-laki meliputi
suara berkembang dan menjadi lebih berat, berat dan tinggi badan bertambah
secara signifikan, penis mulai membesar, testis mulai tumbuh, rambut di sekitar
kemaluan mulai tumbuh, kelenjar minyak lebih aktif dan keringat lebih banyak,
ditandai dengan mulainya menstruasi, payudara mulai tumbuh, berat dan tinggi
badan mulai bertambah secara signifikan, mulai tumbuh rambut di wilayah
kemaluan, kelenjar minyak lebih aktif dan keringat lebih banyak, mulai tumbuh
rambut di ketiak (Wuryani, 2008: 87). Dalam upaya mendidik atau membimbing
anak agar mereka dapat mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin
seorang guru ditantang agar lebih sabar, lebih perhatian, lebih mengasihi, dan
lebih rendah hati terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi pada anak.
Sebagian masyarakat salah paham bahwa pendidikan seks membahas
hubungan badan. Ini merupakan pandangan yang salah. Dari asal katanya, seks
adalah jenis kelamin yang membedakan laki-laki dengan perempuan. Pendidikan
seks lebih berkaitan dengan pengetahuan tentang alat reproduksi laki-laki dan
perempuan, pembuahan, kehamilan dan kelahiran, perilaku seksual, dan hubungan
seksual. Jadi, tidak tepat jika ada yang berpendapat bahwa anak yang memasuki
masa remaja tidak perlu mendapatkan wawasan ini karena khawatir akan
melakukan hubungan badan sebelum saatnya. Sebaliknya, anak menuju remaja
perlu diberi pengetahuan yang benar sedini mungkin, sehingga mereka bisa
bersikap dengan bertindak dengan cara yang benar (Farida, 2014: 125).
“Sedia payung sebelum hujan”. Peribahasa ini pas untuk menggambarkan
pentingnya pendidikan seks sejak dini. Pendidikan seks perlu diberikan kepada
anak sedini mungkin. Hal ini karena supaya mereka memiliki dasar pengetahuan
yang kuat mengenai seks, sehingga dapat mengetahui baik-buruk
Pendidikan seks sangat perlu untuk anak usia dini karena perubahan zaman
yang begitu pesat akibat globalisasi, media, film, kemiskinan, tipisnya etika
moral, kehancuran rumah tangga, dan kurangnya pendidikan seks dari orang tua.
Kurangnya pengetahuan anak tentang seks, maka itu akan menyudutkan anak
sebagai korban pelecehan seksual. Anak memiliki rasa ingin tahu yang amat
tinggi, hal ini sering dimanfaatkan oleh beberapa orang dewasa untuk melakukan
pelecehan seksua (Sarwono, 1986: V). Maka dari itu kita harus melakukan
pendidikan seks ketika anak dirasa sudah mampu mengerti arti seks.
Tujuan pendidikan seks yaitu pencegahan sanggama sebelum pernikahan
dan menghindari pelecehan-pelecehan seks lainnya terutama pada remaja putri.
Anak perempuan yang menjadi korban penyiksaan seksual jumlahnya lebih
banyak daripada anak laki-laki. Gadis kecil dan remaja sangat rentan terhadap
penyiksaan seksual oleh laki-laki. Sangat penting pendidikan seks dimulai sedini
mungkin, bahkan sejak anak itu masih berusia balita (dibawah lima tahun), pada
masa anak-anak belum menganggap seks sebagai suatu yang serius, apalagi yang
porno. Mulyadi (Pratiwi, 2010) menambahkan bahwa melalui pendidikan seks
yang sehat, anak akan mendapatkan pemenuhan psikoseksualnya secara tepat dan
benar sehingga anak juga akan memiliki sikap serta tingkah laku seksual yang
bertanggung jawab, dan anak akan tahu apa yang dilakukan serta tahu apa akibat
dari perbuatannya.
Indonesia merupakan negara yang menghadapi kekerasan terhadap anak
cukup kompleks dan meningkat setiap tahunnya mulai dari bentuk fisik, psikis,
peningkatan yang signifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada
3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus (KPAI.go.id). Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, peningkatan laporan ini karena
kurangnya pencegahan (KPAI.go.id). Kekerasan terhadap fisik, psikis, hingga
seksual terhadap anak ini perlu dihentikan khususnya kekerasan seksual terhadap
anak. Pendidikan seks harus diberikan sejak dini di Sekolah Dasar sebagai
langkah pencegahan terhadap kekerasan seksual karena ini menyangkut anak
generasi penerus bangsa dan masa depan bangsa.
Praktik pendidikan perlu diperkuat untuk menumbuhkan budi pekerti
sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 23 Tahun 2015 yaitu dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS perlu
ditingkatkan karena berdasarkan fakta bahwa hasil survey internasional (PIRLS
2011, PISA 2009 & 2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta didik,
Indonesia menduduki peringkat bawah. Salah satu kegiatan di dalam Gerakan
Literasi Sekolah adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum
waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca
peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat
dikuasai secara lebih baik. Sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan
berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang
warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Muhammad, 2016).
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada hari Senin, 17
November 2016 di SD Negeri Banaran III terhadap guru kelas 6 terkait tentang
jenis. Anak sudah menirukan gaya seperti remaja yang sudah dewasa seperti yang
ada di acara televisi. Akibat pengaruh teknologi yang semakin canggih ini
menjadi kekhawatiran para guru. Anak sudah bebas mengakses internet lewat
gadget mereka tanpa pengawasan dari orang tua, sementara entah potitif atau
negatif yang pasti banyak sisi negatifnya yang menarik anak untuk bermain
gadget. Dari hasil wawancara terhadap guru kelas 6 di SD Negeri Banaran III
sangat minim sekali pendidikan yang mengajarkan seksualitas sejak dini dan yang
menjadi kekhawatiran yaitu banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap remaja
putri. Sekolah dihadapkan dengan dilema tentang bagaimana menempatkan
seksualitas dalam kurikulum, dan pelayanan atau dukungan apa yang harus
diberikan untuk siswa. Sekolah belum sepenuhnya melakukan praktik kegiatan
membaca non pelajaran tentang pendidikan seks usia dini karena memang belum
ada media. Guru merasa kesulitan jika harus mengajar tentang pendidikan seks
untuk usia dini tanpa menggunakan media namun harus bagaimana lagi karena
kondisi sekolah memang berada di tengah pedesaan dan terpencil jadi kurang
memperhatikan penggunaan media dalam pendidikan seks anak usia dini. Guru
hanya sering menyinggung saja saat pembelajaran dan itupun jarang-jarang
misalnya cara merawat tubuh dan ciri-ciri anak laki-laki dan perempuan menuju
remaja. Di perpustakaan sekolahpun belum ada buku cerita anak yang mendukung
terkait pendidikan seks anak usia dini.
Bila permasalahan di atas tidak segera diatasi, maka akan terjadi
perkembangan seksual anak yang kurang kontrol baik dari sekolah maupun orang
putri jika pendidikan seks sejak usia dini tidak segera diajarkan. Berdasarkan latar
belakang masalah, peneliti memberikan solusi alternatif dalam menyelesaikan
masalah tersebut dengan mengembangkan buku literasi dalam bentuk buku cerita
anak berbasis pendidikan seks untuk membantu guru dalam memberikan
pendidikan seks kepada siswa karena memang sekolah tersebut membutuhkan
media untuk mengajarkan pendidikan seks. Supaya yang menjadi dilema sekolah
juga dapat teratasi dengan buku ini dan juga meningkatkan gerakan literasi
sekolah. Dengan demikian peneliti mengambil judul “Pengembangan Buku Cerita
Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dirumusan
sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana proses pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan
seks untuk anak SD ?
1.2.2 Bagaimana kualitas media buku cerita anak yang dikembangkan di SD
Negeri Banaran III ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian
pengembangan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan proses pengembangan buku cerita anak berbasis
pendidikan seks untuk anak SD.
1.3.2 Mengetahui kualitas media buku cerita anak yang dikembangkan di SD
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang positif bagi peneliti untuk mengembangkan dunia pendidikan
serta melalui kegiatan penelitian ini, dapat menambah dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada khususnya dalam
hal pengembangan media buku cerita anak terutama dalam pendidikan seks.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1Bagi Guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru mendapat informasi serta
masukan dalam melakukan proses pembelajaran di kelas sehingga dapat memilih,
mengembangkan, serta menarik bagi siswa.
1.4.2.2Bagi Siswa
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi untuk
membekali anak untuk memperoleh pengetahuan dan penerangan tentang
pendidikan seks.
1.4.2.3Bagi Sekolah
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan
sumbangan pemikiran kepada sekolah agar dapat mengembangkan media
pembelajaran yang mendidik dan sebagai bahan informasi supaya setiap sekolah
1.4.2.4Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang positif bagi peneliti untuk mengembangkan dunia pendidikan
serta melalui kegiatan penelitian ini, dapat menambah dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada khususnya dalam
hal pengembangan media buku cerita anak.
1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
1.5.1 Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa buku
literasi yaitu buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak usia
dini.
1.5.2 Ukuran buku A4 dengan sampul buku lebih tebal dari isinya. Sampul buku
dengan kertas Ivory 260 dan isi buku dengan kertas Art Paper ukuran 120.
1.5.3 Pada awal cerita siswa dihadapkan pada satu pertanyaan yaitu mengenai
pacaran itu apa. Didalam pertanyaan tersebut siswa dibantu dengan
gambar orang pacaran dan seorang anak yang bernama Vivi
bertanya-tanya tentang pacaran itu apa. Untuk menggali lebih dalam mengenai
pacaran Vivi bertanya pada ibunya dan ia menjadi tahu pacaran itu apa.
1.5.4 Pada isi cerita tersebut berisikan penjelasan Ibu Vivi mengenai manusia
laki-laki dan perempuan dengan materi pendidikan seks yang
memperkenalkan kepada siswa mengenai perbedaan antara laki-laki dan
1.5.5 Pada bagian akhir cerita juga diajarkan cara merawat tubuh saat menginjak
usia remaja melalui penjelasan Ibu Vivi dan mengenalkan pada anak
bagian badan yang tidak boleh disentuh oleh lawan jenis.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Media penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk
tersebut.
1.6.2 Membaca adalah kegiatan yang dilakukan untuk memahami maksud apa
yang disampaikan melalui tulisan yang dibacanya.
1.6.3 Buku cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan
menggunakan sudut andang anak.
1.6.4 Literasi adalah kemampuan dalam mengakses, memahami, dan
menggunakan informasi secara cerdas.
1.6.5 Gerakan literasi sekolah adalah upaya yang dilakukan sekolah untuk
mewujudkan pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini
dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca sebelum waktu belajar
dimulai.
1.6.6 Pendidikan seks adalah pendidikan tentang semua hal yang berhubungan
dengan perkembangan seksual manusia, pertumbuhan alat kelamin dan
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Buku Cerita Anak
2.1.1.1Cerita Anak
Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita
yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku
cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja
atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang
tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau
makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita.
Wahyudi (2013: 18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis
dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman
sehari-hari, pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika
cerita adalah gambaran sehari-hari, gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan
menggunakan sudut pandang anak.
Dari kedua pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan
sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan
2.1.1.2Tujuan Buku Cerita Anak
Buku cerita anak yang dibuat peneliti memiliki tujuan yang berguna bagi
anak-anak. Tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah :
1. Dengan buku cerita anak dapat membuat anak menjadi terinspirasi,
2. Membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural,
3. Memperluas pengetahuan anak,
4. Menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,
5. Mengembangkan imajinasi anak,
6. Dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literature (Raines,
2002: vii)
Sesuai dengan salah satu tujuan cerita anak yaitu mengembangkan
imajinasi anak buku cerita bergambar yang disusun untuk memfasilitasi anak
dalam mengembangkan imajinasi. Melalui gambar-gambar yang terdapat pada
buku cerita. Berikut cerita anak dapat dikemas dalam berbagai bentuk buku.
Berikut macam-macam bentuk buku anak menurut para ahli.
2.1.1.3Macam-macam Bentuk Buku Cerita
Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006: 4) mengarang buku cerita anak
dapat menggunakan bentuk atau wadah : cerita pendek, novelet dan novel. Dalam
ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi dalam bahasa
Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio yang berarti :
membentuk, membuat, menggandakan, dan menciptakan. Cerita fiksi adalah
cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang
fiksi ada juga cerita nonfiksi, kalau fiksi berdasarkan khayalan atau tidak nyata
sedangkan nonfiksi merupakan nyata.
Perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan.
Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu
yang telah terjadi secara actual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan (a)
narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah
yang harus terjadi, dan (b) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya
semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi (Hardjana, 2006: 5).
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan ada dua bentuk buku cerita
yaitu fiksi dan non fiksi. Fiksi itu apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu
terjadi/ rekaan, sedangkan non fiksi apa yang benar terjadi/ nyata.
Buku cerita anak berbasis pendidikan seks merupakan buku cerita
nonfiksi, artinya buku tersebut dibuat berdasarkan fakta tentang pacaran di dalam
sekolah. Cerita nonfiksi tersebut dikemas dalam bentuk buku cerita sederhana
yang ditambah gambar-gambar untuk mempermudah pemahaman anak.
2.1.2 Pendidikan Seks
2.1.2.1Pengertian Pendidikan Seks
Menurut Wuryani (2008: 5) Pendidikan seks adalah pendidikan tentang
tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks.
Andika (2010: 15) mengemukakan pendidikan seks bertujuan untuk
mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi
Calderone (dalam Wuryani, 2008: 4) memberikan definisi bahwa
pendidikan seks adalah pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk
menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan
kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab
seksual dan sosial: untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung
jawab, perkawinan yang bertanggung jawab, dan orang tua yang bertanggung
jawab.
Menurut Warnaen (dalam Wuryani, 2008: 5) Pendidikan seks juga dapat
diartikan sebagai semua cara pendidikan yang dapat membantu anak muda untuk
menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks, yang kadang-kadang
timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan pengalaman manusia yang normal.
Dari definisi-definisi yang tertera di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan seks adalah pendidikan yang bertujuan mengenalkan tentang jenis
kelamin dan cara menjaganya untuk meningkatkan hubungan manusiawi yang
sehat dalam menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks.
2.1.2.2Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Siswa
Pentingnya pengetahuan siswa tentang pendidikan seks hendaknya
diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Dengan memiliki pemahaman yang
baik, diharapkan para siswa dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang
dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Pengetahuan pendidikan seks
sangat penting bagi siswa karena dengan pemahaman itu siswa akan dapat menilai
bahwa perilaku menyimpang harus dihindari dan siswa dapat menghindari
sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai
masalah seksual. Hal itu bertujuan agar mereka terhindar dari orang-orang yang
tidak bertanggung jawab (Sarwono, 1986 : 60).
Pendidikan seks secara dini bagi anak-anak perlu dan penting demi
kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa. Berikut
alasannya :
1. Pendidikan seks secara dini akan memudahkan anak-anak menerima
keberadaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase
perkembangannya secara wajar.
2. Pendidikan seks secara dini akan membantu anak-anak untuk mengerti dan
merasa puas dengan peranannya dalam kehidupan.
3. Pendidikan seks yang sehat cukup efektif untuk menghilangkan rasa ingin
tahu yang tidak sehat yang sering muncul dalam benak anak-anak.
4. Secara keseluruhan, informasi seks yang diberikan akan melindungi
kehidupan masa depan mereka dari komplikasi dan kelainan seks.
5. Pendidikan seks yang sehat, jujur dan terbuka juga akan menumbuhkan
rasa hormat dan patuh anak-anak terhadap orang tuanya.
6. Pendidikan seks yang diajarkan secara terarah dan terpimpin di dalam
lingkungan keluarga cenderung cukup efektif untuk mengatasi informasi
informasi negatif yang berasal dari luar lingkungan keluarga.
7. Bila diajarkan dengan baik, pendidikan seks akan membuat
8. Pendidikan yang sehat dan wajar memungkinkan anak memperoleh taraf
kedewasaan yang layak menurut usianya (Tretsakis, 2003: 12).
Dari pengertian di atas pendidikan seks sangat perlu diberikan pada anak
sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai
masalah seksual sehingga dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang
dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak.
2.1.2.3Cara Melindungi Anak Dari Pelaku Kekerasan Seksual
Orang tua atau guru hendaknya lebih peka untuk melindungi anak. Jika
ada orang dewasa mengatakan hal-hal yang tidak mengenakan kepada seorang
anak, ini juga dapat dikategorikan kekerasan seksual. Ajarkan kepada anak bahwa
jika ada orang lain melakukan sesuatu kepada dia lalu menyuruh dia untuk tutup
mulut, berarti orang itu melakukan hal yang salah. Katakan kepada anak-anak
bagaimana menjaga diri mereka dari pelaku kekerasan seksual supaya terhindar
dari bahaya. Ajarkan kepada mereka hal-hal sebagai berikut (Wuryani, 2008:
164):
1. Jika ada orang meraba-raba bagian-bagian pribadi tubuhmu atau
menyentuhmu dengan cara yang menyakitkan atau membuatmu merasa
tidak enak atau tidak senang, katakan “jangan” dengan tegas. Katakan
kepada orang itu supaya tidak melakukan perbuatan itu, dan ancamlah
mereka bahwa kamu akan melaporkan ke polisi.
2. Kamu harus melapor kepada orang tua, guru atau keluarga terdekat jika
kamu merasa diperlakukan tidak menyenangkan dan tidak sopan. Jika
ingatlah bahwa kamu tidak bersalah dan kamu berhak mendapatkan rasa
aman.
3. Jika ada temanmu yang menceritakan hal-hal yang tidak mereka sukai dari
orang lain, atau menceritakan secara langsung kekerasan yang dialaminya.
Bantulah temanmu itu dengan menyampaikan ceritanya kepada orang
dewasa atau orang tua sehingga mereka dapat segera bertindak
menyelamatkan temanmu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara melindungi
anak dari kekerasan seksual perlu supaya mereka terhindar dari bahaya.
Contohnya meraba bagian-bagian yang tidak boleh disentuh oleh sembarang
orang, ajarkan pada anak bahwa mereka harus lapor pada polisi atau orang yang
ada di sekitarnya.
2.1.2.4Pendidikan Seksualitas di Sekolah
Selain di rumah, sekolah merupakan lingkungan kedua bagi remaja untuk
melakukan berbagai aktivitas dan menjalin hubungan sosial dengan
teman-temannya sehingga bisa dikatakan sekolah mempunyai pengaruh yang besar bagi
remaja. Sekolah sebagai lembaga formal mempunyai peranan yang strategis untuk
pembinaan remaja. Secara umum, pendidikan seksualitas di sekolah menyediakan
informasi seksualitas dan mengajarkan berbagai kemampuan dalam mengambil
keputusan mengenai seksualitas. Selain itu, pendidikan seksualitas merupakan
salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai seksualitas dan
mengubah sikap terhadap perilaku seksual. Tujuan pendidikan seksualitas adalah
seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, aborsi, dan
HIV/AIDS (Prameswari, 2013).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks di
sekolah mempunyai pengaruh besar bagi remaja. Sekolah sebagai lembaga formal
mempunyai peranan yang strategis untuk pembinaan remaja. Secara umum,
pendidikan seksualitas di sekolah menyediakan informasi seksualitas dan
mengajarkan berbagai kemampuan dalam mengambil keputusan mengenai
seksualitas sehingga anak dapat memiliki pengetahuan tentang seksualitas dan
dapat merubah sikap terhadap perilaku seksual.
2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja
2.1.3.1Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”.
Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan- perubahan yang dialami
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat
badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin
bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir,
2. Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak
berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja
proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek
psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan
perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan
beralih kepada orang lain.
3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya
kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada,
kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi
susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk
gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive
(dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).
4. Diperoleh tanda-tanda yang baru: (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan
karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak
wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria ), maupun sekunder (perubahan
pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun,
suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa
ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan,
nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama (Yusuf, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas perkembangan adalah perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya
atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
2.1.3.2Masa Usia Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa
keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang
untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif,
anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini
diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu :
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai
umur 9 atau 10 tahun.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai
umur 12,0 atau 13,0 tahun.
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar
ialah :
1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan –
pekerjaan yang praktis.
2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata
pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor
ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).
4. Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau
orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi
keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi
5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya
untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak
tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah
ada), mereka membuat peraturan sendiri (Yusuf, 2011).
Dari pengertian diatas masa anak sekolah dasar kelas tinggi kira-kira umur
9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun.
2.1.3.3Perkembangan Intelektual Anak
Piaget dalam (Nurgiyantoro, 2005: 50) membedakan perkembangan
intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan memiliki karakteristik
yang membedakannya dengan tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi : tahap
sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasional
formal.
1) Tahap sensorimotor (the sensorymotor period, 0-2 tahun). Tahap ini
merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap
sensorimotor terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi
(motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar
lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta
mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan
berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung.
Anak mulai memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan
tahapan ini menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung
perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai bunyi-bunyian yang
bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa
nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam
perkataan yang tidak dilagukan (Nurgiyantoro, 2005: 50).
2) Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun). Dalam tahap
ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan
aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik
dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar
mengaktualisasi dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar
(corat-coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan
dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan
pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di
antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang
orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang
pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa
dalam pembicaraan. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di
mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan
dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di
dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).
3) Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun). Pada
tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik
sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum,
misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat
membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka,
besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan
imajinasinya ke masa lalu dan masa depan: adanya perkembangan dari
pola berpikir yang egosentris menjadi mudah untuk mengidentifikasikan
sesuatu dengan sudut pandang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir
argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan
memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa,
namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan
pikirnya terbatas pada situasi yang konkret (Nurgiyantoro, 2005: 52).
4) Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).
Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.
Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah
mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi dan
menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak
sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan
berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).
Berdasarkan penjelasan mengenai tahap perkembangan intelektual anak
dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional
konkret, dan operasional formal. Anak SD kelas atas awal berusia sekitar 9-10
2.1.3.4Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan
sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan,
di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah
bertambah luas.
Pada usia dini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan
diri-sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap
kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuatkeinginannya untuk diterima
menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima
dalam kelompoknya (Yusuf, 2011).
Dari pengertian diatas perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar
ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia
mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga
ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
2.1.3.5Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu dia mulai
belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan
Dalam proses peniruan, kemampuaan orangtua dalam mengendalikan emosinya
sangatlah berpengaruh.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku
individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti
perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi
individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti
memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi,
mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.
Sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti
perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan
mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya
untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam
belajarnya (Yusuf, 2011).
Dari pengertian di atas anak harus belajar untuk mengendalikan dan
mengontrol ekspresi emosinya. Mengontrol emosi diperoleh anak melalui
2.1.3.6Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja
Masa dalam kehidupan seseorang ketika dia berubah dari anak menjadi
orang dewasa sering disebut dengan adolesens/ remaja. Ini adalah suatu periode
yang secara kasar pararel dengan tahun-tahun remaja awal, tetapi kadang-kadang
lebih awal lagi pada anak perempuan yaitu umur 9 tahun. Awal adolesens dikenal
sebagai pubertas. Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja,
ketika pematangan seksual menjadi nyata. Dapat dikatakan bahwa pubertas
dimulai dengan peningkatan hormone dan manifestasinya, seperti pembesaran
indung telur secara berangsur pada perempuan dan pertumbuhan sel testis pada
pria. Tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang
akan dipersiapkan untuk reproduksi–menstruasi pada anak-anak perempuan dan
munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri
seks sekunder seperti tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya
payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki
(Wuryani, 2008: 87).
Lebih detail perubahan fisik dalam (Farida, 2014: 22) yaitu Laki-laki: (1)
Perubahan suara. Karena pita suara berkembang, suara menjadi lebih berat. (2)
Berat dan tinggi badan bertambah secara signifikan. (3) Penis mulai membesar.
(4) Testis mulai tumbuh. (5) Rambut di sekitar kemaluan mulai tumbuh. (6)
Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (7) Tumbuh rambut di daerah
wajah dan ketiak. Perempuan: (1) Mulai menstruasi. (2) Payudara mulai tumbuh.
rambut di wilayah kemaluan. (5) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih
banyak. (6) Mulai tumbuh rambut di ketiak.
Dari pengertian di atas perkembangan anak memasuki masa remaja
ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk
reproduksi-menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk
pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder.
2.1.3.7Perkembangan Minat Pada Seks
Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak
masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang
bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat,
dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks
pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.
Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan
peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang
terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan
menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya
memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”.
Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua
bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar,
menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak.
Pertujukan film pada televisi yang “untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya
bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.
anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga
atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti
dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.
Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan
kesesuaian seks menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat
membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil
anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang
seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak
membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan
mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu
pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin
tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.
Dari pengertian di atas didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang
setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman
sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas.
2.1.4 Gerakan Literasi Sekolah
2.1.4.1Literasi
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan
menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi
juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi
juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan,
bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).
pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-
kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi
dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat (Muhammad, 2016).
2.1.4.2Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid
peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat
yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku
kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.
Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca
peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru
membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan
dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk,
selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai
tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan
pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.
asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus
dikembangkan.
GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku
kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan
menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan (Muhammad,
2016).
2.1.4.3Tujuan Gerakan Literasi Sekolah
Tujuan umum GLS yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta
didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam
Gerakan Literasi Sekolah agar menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Tujuan khusus GLS yaitu :
1. Menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di
sekolah.
2. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
3. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah
anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
4. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku
bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca (Muhammad, 2016).
2.1.4.4Sasaran
Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang
2.1.4.5Prinsip-prinsip Literasi Sekolah
1. Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan
karakteristiknya.
2. Dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan
memperhatikan kebutuhan peserta didik.
3. Berlangsung secara terintegrasi dan holistic di semua area kurikulum.
4. Kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan.
5. Melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan.
6. Mempertimbangkan keberagaman (Muhammad, 2016).
2.1.4.6Tahapan Pelaksanaan GLS
1. Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca
(Permendikbud No.23 Tahun 2015).
2. Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku
pengayaan.
3. Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran:
mengguanakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata
pelajaran (Muhammad, 2016).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa GLS adalah
gerakan pembiasaan membaca peserta didik 15 menit sebelum pembelajaran
dimulai. Desain Induk GLS diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan
konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari
2.2 Penelitian yang Relevan
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu terkait
dengan pengembangan media pembelajaran, peneliti mengambil beberapa
penelitian yang terkait atau bisa dikatakan sejenis. Penelitian tersebut adalah
sebagai berikut :
Pertama, penelitian yang dilakukan Bonaventura Sri Widyanovan Aditya
Chandra yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Antara
Remaja Yang Tinggal di Kota Dengan Di Desa”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adanya perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja yang
tinggal di kota dengan yang di desa. Subjek dalam penelitian ini adalah 72 orang
remaja, terdiri dari 41 orang remaja desa dan 31 orang remaja kota. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan menggunakan metode
pengumpulan data berupa Skala sikap terhadap perilaku seksual. Skala disusun
berdasarkan struktur sikap dan tahapan dalam perilaku seksual. Skala tersebut
terdiri dari 44 item dengan koefisien reliabilitas 0,943. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan uji – t. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0,000
lebih kecil dari 0,05. Nilai mean untuk remaja desa ialah 99,4634 sementara untuk
remaja kota ialah 78,4516. Dengan demikian remaja desa lebih mendukung
perilaku seksual dibanding remaja di kota. Relevansi dengan penelitian ini adalah
untuk mendukung penelitian mengenai perilaku seksual peneliti memilih SD
tempat penelitian di pedesaan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ursulani Bonatiur Nainggolan yang
Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 Mengenai Hal-Hal Yang Menyangkut
Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru Dan Implikasinya Terhadap Usulan
Program Pendidikan Seksualitas Di Sekolah Dasar” Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengungkap pendapat siswa kelas VI
SD Kanisiu Baciro Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mengenai
hal-hal yang menyangkut seksualitas yang perlu dijelaskan oleh guru. Populasi
penelitian ini adalah siswa kelas VI dengan jumlah responden sebanyak 41 siswa.
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek seksualitas dengan 38 pernyataan. Data dianalisis dengan
menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) menurut Azwar. Pendapat siswa
digolongkan menjadi lima yaitu tidak perlu, kurang perlu, cukup perlu, perlu, dan
sangat perlu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh siswa (100 %)
berpendapat bahwa ada berbagai hal yang perlu dijelaskan oleh guru menyangkut
pendidikan seksualitas. Relevansi dengan penelitian ini adalah peneliti juga
membuat buku cerita anak yang menjelaskan tentang berbagai hal mengenai
pendidikan seks untuk anak SD kelas atas.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Maria Nike Prasetyo Wido Saputri
(2016) yang berjudul "Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang
Tradisi Nglarung Dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan". Jenis
penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research & development)
dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan
masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi
menggunakan langkah yang sama dalam mengembangkan buku cerita anak untuk
anak SD.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Bonaventura Sri Widyanovan Aditya
Chandra yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Antara
Remaja Yang Tinggal di Kota Dengan Di Desa”, penelitian yang dilakukan oleh
Ursulani Bonatiur Nainggolan yang berjudul "Pendapat Siswa Kelas VI SD
Kanisius Baciro Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 Mengenai
Hal-Hal Yang Menyangkut Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru Dan
Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendidikan Seksualitas Di Sekolah
Dasar”, dan penelitian dari Maria Nike Prasetyo Wido Saputri (2016) yang
berjudul "Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi
Nglarung Dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan" dapat di bagankan
sebagai berikut :
Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan. Bonaventura Sri W. Ursulani Bonaventura N. (2012)
Pendapat Siswa Kelas VI SD Kanisius Baciro Joannes Bosco
Yogyakarta Tahun Ajaran
2012/2013 Mengenai Hal-Hal
Yang Menyangkut Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru
Dan Implikasinya Terhadap
Usulan Program Pendidikan
Seksualitas Di Sekolah Dasar Pendidikan seks
Penelitian yang dilakukan
Gambar di atas menunjukkan bahwa sudah ada penelitian mengenai
pendidikan seks di desa pendidikan seks perlu untuk anak SD. Ada juga
penelitian untuk pengembangan buku cerita. Berdasarkan hasil penelitian yang
relevan tersebut, peneliti melihat bahwa belum ada penelitian yang
mengembangkan buku cerita tentang pengetahuan seks untuk anak SD khususnya
kelas atas. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak SD kelas
Atas SD N Banaran III.
2.3 Kerangka Berpikir
Upaya peningkatan kualitas pendidikan menjadi tugas dan tanggung jawab
seorang guru, karena guru yang berhadapan langsung untuk membina para siswa
di sekolah dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jika siswa terbina dengan baik
maka akan timbul generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas. Banyak
kasus yang merusak masa depan anak bangsa contoh salah satunya yaitu
pelecehan seksual dan kasus kehamilan di usia dini. Dengan tidak mengertinya
anak tentang seks, maka itu akan mudah sekali anak masuk ke dalam pergaulan
yang salah dan akhirnya terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan karena
sifat kemudaan remaja yang kurang mengendalikan diri. Pendidikan seks sangat
diperlukan untuk anak-anak mengingat kasus-kasus yang sering muncul di usia
anak dibawah umur.
Pendidikan seks dapat terjadi dalam berbagai situasi, mulai dari membaca
buku-buku yang ditulis oleh para professional sampai ke bisik-bisik anak-anak
pendidikan seks penting supaya anak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
seks sehingga anak tidak terjerumus kedalam hal-hal negatif. Mengingat yang
menjadi kekhawatiran guru SD Banaran III mengenai banyaknya kasus pelecehan
seksual remaja putri dan belum ada media yang dapat digunakan sekolah untuk
memberikan pelayanan dan dukungan terhadap kasus tersebut maka pada
penelitian ini akan dibuat pengembangan media buku cerita anak mengenai
pendidikan seks untuk anak SD kelas 6. Berdasarkan latar belakang yang sudah
diuraikan sebelumnya, kemudian mengidentifikasi masalah sehingga ide untuk
mengembangkan media buku cerita anak muncul.
Buku cerita anak yang dikembangkan harus melewati tahap validasi dan
revisi, kemudian tahap uji lapangan. Jika kedua tahap telah dilakukan, akan
didapat media buku cerita anak berbasis pendidikan seks yang layak dan dapat
dipergunakan sebagai media baca anak. Buku dapat dipergunakan guru untuk
mengajarkan pendidikan seks dalam mendukung praktik pendidikan melalui
gerakan literasi sekolah yaitu gerakan 15 menit membaca buku non pelajaran
sebelum waktu belajar dimulai. Tujuan ini yaitu supaya menumbuhkan minat baca
anak serta menambah wawasan agar pengetahuan tentang seks dapat dikuasai
2.4 Pertanyaan Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat empat pertanyaan peneliti yaitu sebagai
berikut :
2.4.1 Bagaimana mengembangkan buku cerita anak berbasis pendidikan seks
untuk anak SD kelas atas ?
2.4.2 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak
SD kelas atas menurut ahli media ?
2.4.3 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak
SD kelas atas menurut guru SD kelas VI ?
2.4.4 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak