• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak SD kelas atas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak SD kelas atas."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN BUKU CERITA ANAK

BERBASIS PENDIDIKAN SEKS

UNTUK ANAK SD KELAS ATAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Stefanus Vicky Aristyo NIM : 131134121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria yang telah memberkati dan

memberikan terang roh kudus di dalam penulisan skripsi ini.

Pak Damai dan Bu Erlita selaku Dosen pembimbing yang selalu membimbing

penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Keluargaku yang selalu memberikan doa, kasih, semangat, motivasi dan

dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Johana Della yang menjadi penyemangat dan setia menemani perjuanganku.

Teman-teman payung yang menjadi motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.

Teman-teman seperjuanganku angkatan 2013.

Almamater Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta para pendidik yang

tergabung dalam program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah

memberikan banyak pengetahuan baik secara akademik maupun afektif kepada

penulis.

Semua orang tua yang ingin mengajar anak-anak mereka tentang seks tetapi

(5)

v

MOTTO

“Sebab itu, janganlah kamu khawatir tentang hari esok, karena hari esok

mempunyai kekhawatirannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah

sehari.”

(Matius 6: 34)

“Jangan berhenti berdoa, sekalipun doamu terasa kering.”

(Bunda Maria)

“Kumpulkanlah potongan

-potongan yang lebih, supaya tak ada yang

terbuang”

(Yohanes 6:12)

“Tanpa kita tuntut, tanpa kita minta, apa yang k

ita butuhkan sudah

tersedia seluruhnya. Yang disediakan semuanya baik adanya”

(Kejadian 1: 1-25)

“Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi

pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Bagian

bagian itu tidak boleh

dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak- anak

kita”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 6 Juni 2017

Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Stefanus Vicky Aristyo

Nomor Mahasiswa : 131134121

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN BUKU CERITA ANAK BERBASIS PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK SD KELAS ATAS

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 6 Juni 2017

Yang menyatakan

(8)

viii

Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan terkait dengan pendidikan seks. Penelitian ini berawal dari adanya potensi dan masalah terkait dengan pendidikan seks. Potensi yang ada adalah pendidikan seks untuk anak SD usia dini. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara yaitu belum adanya media guru untuk mengajarkan pendidikan seks pada anak usia dini. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian pengembangan media berbasis pendidikan seks.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan modifikasi dari Sugiyono. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan produk dan mengetahui kualitas produk. Produk yang dihasilkan berupa buku cerita anak untuk mengajarkan pendidikan seks siswa sekolah dasar. Langkah-langkah dalam pengembangan penelitian ini adalah (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk hingga menghasilkan produk final. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan wawancara dan lembar kuesioner. Wawancara digunakan untuk analisis kebutuhan kepada guru kelas VI SD N Banaran III, sedangkan kuesioner digunakan untuk validasi kualitas buku cerita oleh Pakar UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), guru kelas atas yaitu kelas VI SD, dan 11 siswa SD N Banaran III sebagai subjek uji coba.

(9)

ix ABSTRACT

DEVELOPMENT OF CHILDREN STORY BOOK BASED SEX FOR

UPPER CLASS CHILDREN OF ELEMENTARY SCHOOL

Stefanus Vicky Aristyo Universitas Sanata Dharma

2017

This thesis is the result of research and development related to sex education. This research started from the potentials and problems in sex education. The potential is sex education for elementary school children’s early childhood. The problem that researcher get from the interviews is the absence of media for teachers to teach sex education in early childhood. Therefore, researcher are encouraged to conduct a research on media development based on sex education.

This study used research and development modifications of Sugiyono. The purpose of this research is to develop a product and knowing the quality of the product. The resulting product is a children's story book to teach sex education for elementary school students. The steps in the development of this research were (1) potentials and problems, (2) data gathering, (3) product design, (4) design validation, (5) design revisions, (6) product trials, (7) Product revisions to produce final product. The instrument used in this research was a list of interview questions and the questionnaire. The interviews were used to analyze the needs of grade six classroom teachers of SDN Banaran III, while the questionnaire was used to validate the quality of storybooks by UKS Specialist (Usaha Kesehatan Sekolah), upper grade teachers of grade six , and 11 grade six students of SDN Banaran III as subject of the research.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang telah memberkan kasih

dan pencurahan Roh Kudus-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan

Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas ini dapat

terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini telah selesai karena bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan penuh

cinta perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bimbingan, dukungan, dan motivasi baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program

Studi PGSD.

4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing I

yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II

yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Song yang telah membantu memvalidasi media sehingga media

tercipta dengan baik.

7. Para dosen dan Staf PGSD yang telah membantu peneliti dengan baik.

8. Kepala Sekolah SD N BANARAN III yang telah memberikan ijin

(11)

xi

9. Guru SD N BANARAN III yang telah berkenan membantu peneliti dalam

melakukan analisis kebutuhan

10.Seluruh siswa kelas VI SD N BANARAN III yang telah membantu selama

penelitian berlangsung.

11.Keluarga saya yang selalu memberi semangat, doa dan dukungan terlebih

kedua orang tua saya Yohanes Rasul Ngadino dan Margareta Sri

Handayani.

12.Saudara-saudara yang memberi semangat dan mendoakan.

13.Teman dekat, sahabat-sahabat, dan teman payung skripsi pengembangan

buku cerita anak berbasis pendidikan seks yang selalu mendukung saya.

14.Teman-teman PGSD angkatan 2013 dan semua yang pernah berdinamika

selama masa perkuliahan.

15.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungan.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan

dan kekurangannya, maka peneliti sangat membutuhkan kritik dan saran dari

berbagai pihak. Akhirnya peneliti mengucapkan selamat membaca semoga

bermanfaat bagi pembaca dan kita semua

Yogyakarta, 6 Juni 2017

Peneliti

(12)

xii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 8

1.6 Definisi Operasional... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Buku Cerita Anak ... 10

2.1.2 Pendidikan Seks ... 12

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja ... 17

(13)

xiii

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 31

2.3 Kerangka Berpikir ... 34

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Setting Penelitian ... 38

3.2.1 Tempat Penelitian ... 38

3.2.2 Subjek Penelitian ... 38

3.2.3 Obyek Penelitian ... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4.1 Wawancara ... 44

3.4.2 Kuesioner ... 45

3.5 Instrumen Penelitian ... 46

3.5.1 Instrumen Pengumpulan Data ... 46

3.6 Teknik Analisis Data ... 49

3.6.1 Data Kualitatif ... 49

3.6.2 Data Kuantitatif ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Analisis Kebutuhan ... 52

4.1.1 Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan ... 53

4.2 Deskripsi Produk Awal ... 54

(14)

xiv

4.2.2 Bagian-Bagian Buku Cerita ... 55

4.3 Data Uji Coba dan Revisi Produk ... 57

4.3.1 Data Validasi Pakar dan Revisi Produk ... 57

4.3.1.1 Revisi Yang Dilakukan Peneliti ... 59

4.3.2 Data Validasi Guru Kelas Atas dan Revisi Produk ... 63

4.3.2.1 Revisi Yang Dilakukan Peneliti ... 65

4.4 Data Validasi Uji Coba Lapangan dan Revisi Produk ... 68

4.5 Kajian Produk Akhir ... 70

4.5.1 Sampul Buku Cerita Setelah Direvisi ... 70

4.5.2 Bagian-Bagian Buku Cerita Setelah Direvisi ... 71

4.6 Pembahasan ... 74

BAB V PENUTUP ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Keterbatasan Pengembangan ... 79

5.3 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan... 34

Gambar 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development ... 37

Gambar 3.2 Prosedur Produk Pengembangan Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas ... 40

Gambar 4.1 Cover Buku Cerita ... 55

Gambar 4.2 Revisi Buku Cerita ... 59

Gambar 4.3 Revisi Buku Cerita ... 60

Gambar 4.4 Revisi Buku Cerita ... 61

Gambar 4.5 Revisi Buku Cerita ... 62

Gambar 4.6 Revisi Buku Cerita ... 63

Gambar 4.7 Revisi Buku Cerita ... 65

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 47

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Uji Validasi untuk Pakar dan Guru ... 48

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Uji Validasi untuk Siswa ... 48

Tabel 3.4 Konversi Data Kuantitatif Ke Data Kualitatif Skala Lima ... 49

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Wawancara Guru SD N Banaran III ... 53

Tabel 4.2 Hasil Validasi Pakar ... 58

Tabel 4.3 Komentar Pakar dan Revisi ... 58

Tabel 4.4 Hasil Validasi Guru ... 64

Tabel 4.5 Komentar Guru Kelas VI SD dan Revisi ... 64

Tabel 4.6 Hasil Validasi Uji Coba Lapangan ... 69

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan ... 85

Lampiran 2 Hasil Validasi Pakar Ahli ... 86

Lampiran 3 Hasil Validasi Guru Kelas VI SD ... 89

Lampiran 4 Hasil Validasi Siswa SD Kelas VI ... 92

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian... 114

Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian ... 115

Lampiran 7 Biodata Penulis ... 116

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuhan menciptakan manusia dengan segala keunikannya. Tuhan

menciptakan manusia dengan dua perbedaan jenis kelamin yaitu laki-laki dan

perempuan. Anak laki-laki dan anak perempuan diciptakan berlainan.Hal ini yang

menyebabkan beberapa hal menjadi berbeda, seperti cara berpakaian, gaya

rambut, dan cara buang air kecil. Perbedaan anak laki-laki dan perempuan juga

akan nampak ketika mereka sudah memasuki masa remaja. Masa anak-anak

merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadi perubahan dalam

banyak aspek perkembangan. Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan

berkesinambungan dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.

Perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau

kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan

berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)

(Yusuf, 2009: 15).

Terjadinya perubahan dalam aspek fisik anak menuju remaja awal diawali

dengan pubertas, adalah masa kematangan fisik yang sangat cepat, yang meliputi

aspek hormonal dan perubahan fisik. Perubahan fisik pada anak laki-laki meliputi

suara berkembang dan menjadi lebih berat, berat dan tinggi badan bertambah

secara signifikan, penis mulai membesar, testis mulai tumbuh, rambut di sekitar

kemaluan mulai tumbuh, kelenjar minyak lebih aktif dan keringat lebih banyak,

(19)

ditandai dengan mulainya menstruasi, payudara mulai tumbuh, berat dan tinggi

badan mulai bertambah secara signifikan, mulai tumbuh rambut di wilayah

kemaluan, kelenjar minyak lebih aktif dan keringat lebih banyak, mulai tumbuh

rambut di ketiak (Wuryani, 2008: 87). Dalam upaya mendidik atau membimbing

anak agar mereka dapat mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin

seorang guru ditantang agar lebih sabar, lebih perhatian, lebih mengasihi, dan

lebih rendah hati terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi pada anak.

Sebagian masyarakat salah paham bahwa pendidikan seks membahas

hubungan badan. Ini merupakan pandangan yang salah. Dari asal katanya, seks

adalah jenis kelamin yang membedakan laki-laki dengan perempuan. Pendidikan

seks lebih berkaitan dengan pengetahuan tentang alat reproduksi laki-laki dan

perempuan, pembuahan, kehamilan dan kelahiran, perilaku seksual, dan hubungan

seksual. Jadi, tidak tepat jika ada yang berpendapat bahwa anak yang memasuki

masa remaja tidak perlu mendapatkan wawasan ini karena khawatir akan

melakukan hubungan badan sebelum saatnya. Sebaliknya, anak menuju remaja

perlu diberi pengetahuan yang benar sedini mungkin, sehingga mereka bisa

bersikap dengan bertindak dengan cara yang benar (Farida, 2014: 125).

“Sedia payung sebelum hujan”. Peribahasa ini pas untuk menggambarkan

pentingnya pendidikan seks sejak dini. Pendidikan seks perlu diberikan kepada

anak sedini mungkin. Hal ini karena supaya mereka memiliki dasar pengetahuan

yang kuat mengenai seks, sehingga dapat mengetahui baik-buruk

(20)

Pendidikan seks sangat perlu untuk anak usia dini karena perubahan zaman

yang begitu pesat akibat globalisasi, media, film, kemiskinan, tipisnya etika

moral, kehancuran rumah tangga, dan kurangnya pendidikan seks dari orang tua.

Kurangnya pengetahuan anak tentang seks, maka itu akan menyudutkan anak

sebagai korban pelecehan seksual. Anak memiliki rasa ingin tahu yang amat

tinggi, hal ini sering dimanfaatkan oleh beberapa orang dewasa untuk melakukan

pelecehan seksua (Sarwono, 1986: V). Maka dari itu kita harus melakukan

pendidikan seks ketika anak dirasa sudah mampu mengerti arti seks.

Tujuan pendidikan seks yaitu pencegahan sanggama sebelum pernikahan

dan menghindari pelecehan-pelecehan seks lainnya terutama pada remaja putri.

Anak perempuan yang menjadi korban penyiksaan seksual jumlahnya lebih

banyak daripada anak laki-laki. Gadis kecil dan remaja sangat rentan terhadap

penyiksaan seksual oleh laki-laki. Sangat penting pendidikan seks dimulai sedini

mungkin, bahkan sejak anak itu masih berusia balita (dibawah lima tahun), pada

masa anak-anak belum menganggap seks sebagai suatu yang serius, apalagi yang

porno. Mulyadi (Pratiwi, 2010) menambahkan bahwa melalui pendidikan seks

yang sehat, anak akan mendapatkan pemenuhan psikoseksualnya secara tepat dan

benar sehingga anak juga akan memiliki sikap serta tingkah laku seksual yang

bertanggung jawab, dan anak akan tahu apa yang dilakukan serta tahu apa akibat

dari perbuatannya.

Indonesia merupakan negara yang menghadapi kekerasan terhadap anak

cukup kompleks dan meningkat setiap tahunnya mulai dari bentuk fisik, psikis,

(21)

peningkatan yang signifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada

3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus (KPAI.go.id). Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, peningkatan laporan ini karena

kurangnya pencegahan (KPAI.go.id). Kekerasan terhadap fisik, psikis, hingga

seksual terhadap anak ini perlu dihentikan khususnya kekerasan seksual terhadap

anak. Pendidikan seks harus diberikan sejak dini di Sekolah Dasar sebagai

langkah pencegahan terhadap kekerasan seksual karena ini menyangkut anak

generasi penerus bangsa dan masa depan bangsa.

Praktik pendidikan perlu diperkuat untuk menumbuhkan budi pekerti

sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 23 Tahun 2015 yaitu dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS perlu

ditingkatkan karena berdasarkan fakta bahwa hasil survey internasional (PIRLS

2011, PISA 2009 & 2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta didik,

Indonesia menduduki peringkat bawah. Salah satu kegiatan di dalam Gerakan

Literasi Sekolah adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum

waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca

peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat

dikuasai secara lebih baik. Sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan

berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang

warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Muhammad, 2016).

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada hari Senin, 17

November 2016 di SD Negeri Banaran III terhadap guru kelas 6 terkait tentang

(22)

jenis. Anak sudah menirukan gaya seperti remaja yang sudah dewasa seperti yang

ada di acara televisi. Akibat pengaruh teknologi yang semakin canggih ini

menjadi kekhawatiran para guru. Anak sudah bebas mengakses internet lewat

gadget mereka tanpa pengawasan dari orang tua, sementara entah potitif atau

negatif yang pasti banyak sisi negatifnya yang menarik anak untuk bermain

gadget. Dari hasil wawancara terhadap guru kelas 6 di SD Negeri Banaran III

sangat minim sekali pendidikan yang mengajarkan seksualitas sejak dini dan yang

menjadi kekhawatiran yaitu banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap remaja

putri. Sekolah dihadapkan dengan dilema tentang bagaimana menempatkan

seksualitas dalam kurikulum, dan pelayanan atau dukungan apa yang harus

diberikan untuk siswa. Sekolah belum sepenuhnya melakukan praktik kegiatan

membaca non pelajaran tentang pendidikan seks usia dini karena memang belum

ada media. Guru merasa kesulitan jika harus mengajar tentang pendidikan seks

untuk usia dini tanpa menggunakan media namun harus bagaimana lagi karena

kondisi sekolah memang berada di tengah pedesaan dan terpencil jadi kurang

memperhatikan penggunaan media dalam pendidikan seks anak usia dini. Guru

hanya sering menyinggung saja saat pembelajaran dan itupun jarang-jarang

misalnya cara merawat tubuh dan ciri-ciri anak laki-laki dan perempuan menuju

remaja. Di perpustakaan sekolahpun belum ada buku cerita anak yang mendukung

terkait pendidikan seks anak usia dini.

Bila permasalahan di atas tidak segera diatasi, maka akan terjadi

perkembangan seksual anak yang kurang kontrol baik dari sekolah maupun orang

(23)

putri jika pendidikan seks sejak usia dini tidak segera diajarkan. Berdasarkan latar

belakang masalah, peneliti memberikan solusi alternatif dalam menyelesaikan

masalah tersebut dengan mengembangkan buku literasi dalam bentuk buku cerita

anak berbasis pendidikan seks untuk membantu guru dalam memberikan

pendidikan seks kepada siswa karena memang sekolah tersebut membutuhkan

media untuk mengajarkan pendidikan seks. Supaya yang menjadi dilema sekolah

juga dapat teratasi dengan buku ini dan juga meningkatkan gerakan literasi

sekolah. Dengan demikian peneliti mengambil judul “Pengembangan Buku Cerita

Anak Berbasis Pendidikan Seks Untuk Anak SD Kelas Atas”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dirumusan

sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana proses pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan

seks untuk anak SD ?

1.2.2 Bagaimana kualitas media buku cerita anak yang dikembangkan di SD

Negeri Banaran III ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian

pengembangan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan proses pengembangan buku cerita anak berbasis

pendidikan seks untuk anak SD.

1.3.2 Mengetahui kualitas media buku cerita anak yang dikembangkan di SD

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan yang positif bagi peneliti untuk mengembangkan dunia pendidikan

serta melalui kegiatan penelitian ini, dapat menambah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada khususnya dalam

hal pengembangan media buku cerita anak terutama dalam pendidikan seks.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1Bagi Guru

Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru mendapat informasi serta

masukan dalam melakukan proses pembelajaran di kelas sehingga dapat memilih,

mengembangkan, serta menarik bagi siswa.

1.4.2.2Bagi Siswa

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi untuk

membekali anak untuk memperoleh pengetahuan dan penerangan tentang

pendidikan seks.

1.4.2.3Bagi Sekolah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan

sumbangan pemikiran kepada sekolah agar dapat mengembangkan media

pembelajaran yang mendidik dan sebagai bahan informasi supaya setiap sekolah

(25)

1.4.2.4Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan yang positif bagi peneliti untuk mengembangkan dunia pendidikan

serta melalui kegiatan penelitian ini, dapat menambah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada khususnya dalam

hal pengembangan media buku cerita anak.

1.5 Spesifikasi Produk yang Diharapkan

1.5.1 Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa buku

literasi yaitu buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak usia

dini.

1.5.2 Ukuran buku A4 dengan sampul buku lebih tebal dari isinya. Sampul buku

dengan kertas Ivory 260 dan isi buku dengan kertas Art Paper ukuran 120.

1.5.3 Pada awal cerita siswa dihadapkan pada satu pertanyaan yaitu mengenai

pacaran itu apa. Didalam pertanyaan tersebut siswa dibantu dengan

gambar orang pacaran dan seorang anak yang bernama Vivi

bertanya-tanya tentang pacaran itu apa. Untuk menggali lebih dalam mengenai

pacaran Vivi bertanya pada ibunya dan ia menjadi tahu pacaran itu apa.

1.5.4 Pada isi cerita tersebut berisikan penjelasan Ibu Vivi mengenai manusia

laki-laki dan perempuan dengan materi pendidikan seks yang

memperkenalkan kepada siswa mengenai perbedaan antara laki-laki dan

(26)

1.5.5 Pada bagian akhir cerita juga diajarkan cara merawat tubuh saat menginjak

usia remaja melalui penjelasan Ibu Vivi dan mengenalkan pada anak

bagian badan yang tidak boleh disentuh oleh lawan jenis.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Media penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk

tersebut.

1.6.2 Membaca adalah kegiatan yang dilakukan untuk memahami maksud apa

yang disampaikan melalui tulisan yang dibacanya.

1.6.3 Buku cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak dengan

menggunakan sudut andang anak.

1.6.4 Literasi adalah kemampuan dalam mengakses, memahami, dan

menggunakan informasi secara cerdas.

1.6.5 Gerakan literasi sekolah adalah upaya yang dilakukan sekolah untuk

mewujudkan pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini

dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca sebelum waktu belajar

dimulai.

1.6.6 Pendidikan seks adalah pendidikan tentang semua hal yang berhubungan

dengan perkembangan seksual manusia, pertumbuhan alat kelamin dan

(27)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Buku Cerita Anak

2.1.1.1Cerita Anak

Hardjana (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa cerita anak adalah cerita

yang ditujukan untuk anak-anak, dan bukan cerita tentang anak. Dalam buku

cerita anak yang menjadi tokoh tidak harus terdiri dari anak, melainkan apa saja

atau siapa saja dapat dijadikan tokoh/ pelaku dalam sebuah cerita tersebut. Orang

tua, kakek, nenek, pak guru, mahasiswa, anak remaja, binatang, bahkan peri atau

makhluk halus boleh menjadi tokoh cerita.

Wahyudi (2013: 18) mengungkapkan cerita anak adalah cerita yang ditulis

dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika cerita adalah pengalaman

sehari-hari, pengalaman itu harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Jika

cerita adalah gambaran sehari-hari, gambaran kehidupan itu harus ditulis dengan

menggunakan sudut pandang anak.

Dari kedua pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

buku cerita anak merupakan cerita yang ditujukan untuk anak dan menggunakan

sudut pandang anak yang menggambarkan pengalaman atau gambaran kehidupan

(28)

2.1.1.2Tujuan Buku Cerita Anak

Buku cerita anak yang dibuat peneliti memiliki tujuan yang berguna bagi

anak-anak. Tujuan dari buku cerita anak diantaranya adalah :

1. Dengan buku cerita anak dapat membuat anak menjadi terinspirasi,

2. Membantu anak dalam perkembangan apresiasi kultural,

3. Memperluas pengetahuan anak,

4. Menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak,

5. Mengembangkan imajinasi anak,

6. Dapat memotivasi anak untuk lebih banyak menggali literature (Raines,

2002: vii)

Sesuai dengan salah satu tujuan cerita anak yaitu mengembangkan

imajinasi anak buku cerita bergambar yang disusun untuk memfasilitasi anak

dalam mengembangkan imajinasi. Melalui gambar-gambar yang terdapat pada

buku cerita. Berikut cerita anak dapat dikemas dalam berbagai bentuk buku.

Berikut macam-macam bentuk buku anak menurut para ahli.

2.1.1.3Macam-macam Bentuk Buku Cerita

Menurut Tarigan dalam Hardjana (2006: 4) mengarang buku cerita anak

dapat menggunakan bentuk atau wadah : cerita pendek, novelet dan novel. Dalam

ilmu kesusastraan ketiga bentuk cerita tadi disebut fiksi. Kata fiksi dalam bahasa

Inggris dinamakan fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio yang berarti :

membentuk, membuat, menggandakan, dan menciptakan. Cerita fiksi adalah

cerita yang dibentuk, cerita yang dibuat, cerita yang diadakan atau yang

(29)

fiksi ada juga cerita nonfiksi, kalau fiksi berdasarkan khayalan atau tidak nyata

sedangkan nonfiksi merupakan nyata.

Perbedaan utama antara fiksi dengan nonfiksi terletak dalam tujuan.

Maksud dan tujuan narasi nonfiksi adalah untuk menciptakan kembali sesuatu

yang telah terjadi secara actual. Karena itu dengan kata lain dapat dikatakan (a)

narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka beginilah

yang harus terjadi, dan (b) narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya

semua ini fakta, maka beginilah yang akan terjadi (Hardjana, 2006: 5).

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan ada dua bentuk buku cerita

yaitu fiksi dan non fiksi. Fiksi itu apa yang dapat terjadi, tetapi belum tentu

terjadi/ rekaan, sedangkan non fiksi apa yang benar terjadi/ nyata.

Buku cerita anak berbasis pendidikan seks merupakan buku cerita

nonfiksi, artinya buku tersebut dibuat berdasarkan fakta tentang pacaran di dalam

sekolah. Cerita nonfiksi tersebut dikemas dalam bentuk buku cerita sederhana

yang ditambah gambar-gambar untuk mempermudah pemahaman anak.

2.1.2 Pendidikan Seks

2.1.2.1Pengertian Pendidikan Seks

Menurut Wuryani (2008: 5) Pendidikan seks adalah pendidikan tentang

tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks.

Andika (2010: 15) mengemukakan pendidikan seks bertujuan untuk

mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya, baik dari sisi

(30)

Calderone (dalam Wuryani, 2008: 4) memberikan definisi bahwa

pendidikan seks adalah pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk

menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan

kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab

seksual dan sosial: untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung

jawab, perkawinan yang bertanggung jawab, dan orang tua yang bertanggung

jawab.

Menurut Warnaen (dalam Wuryani, 2008: 5) Pendidikan seks juga dapat

diartikan sebagai semua cara pendidikan yang dapat membantu anak muda untuk

menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks, yang kadang-kadang

timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan pengalaman manusia yang normal.

Dari definisi-definisi yang tertera di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan seks adalah pendidikan yang bertujuan mengenalkan tentang jenis

kelamin dan cara menjaganya untuk meningkatkan hubungan manusiawi yang

sehat dalam menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks.

2.1.2.2Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Siswa

Pentingnya pengetahuan siswa tentang pendidikan seks hendaknya

diperhatikan oleh para guru dan orang tua. Dengan memiliki pemahaman yang

baik, diharapkan para siswa dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang

dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Pengetahuan pendidikan seks

sangat penting bagi siswa karena dengan pemahaman itu siswa akan dapat menilai

bahwa perilaku menyimpang harus dihindari dan siswa dapat menghindari

(31)

sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai

masalah seksual. Hal itu bertujuan agar mereka terhindar dari orang-orang yang

tidak bertanggung jawab (Sarwono, 1986 : 60).

Pendidikan seks secara dini bagi anak-anak perlu dan penting demi

kesejahteraan dan kemantapan pribadi anak tersebut kelak setelah dewasa. Berikut

alasannya :

1. Pendidikan seks secara dini akan memudahkan anak-anak menerima

keberadaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase

perkembangannya secara wajar.

2. Pendidikan seks secara dini akan membantu anak-anak untuk mengerti dan

merasa puas dengan peranannya dalam kehidupan.

3. Pendidikan seks yang sehat cukup efektif untuk menghilangkan rasa ingin

tahu yang tidak sehat yang sering muncul dalam benak anak-anak.

4. Secara keseluruhan, informasi seks yang diberikan akan melindungi

kehidupan masa depan mereka dari komplikasi dan kelainan seks.

5. Pendidikan seks yang sehat, jujur dan terbuka juga akan menumbuhkan

rasa hormat dan patuh anak-anak terhadap orang tuanya.

6. Pendidikan seks yang diajarkan secara terarah dan terpimpin di dalam

lingkungan keluarga cenderung cukup efektif untuk mengatasi informasi

informasi negatif yang berasal dari luar lingkungan keluarga.

7. Bila diajarkan dengan baik, pendidikan seks akan membuat

(32)

8. Pendidikan yang sehat dan wajar memungkinkan anak memperoleh taraf

kedewasaan yang layak menurut usianya (Tretsakis, 2003: 12).

Dari pengertian di atas pendidikan seks sangat perlu diberikan pada anak

sedini mungkin agar mereka memiliki dasar pengetahuan yang kuat mengenai

masalah seksual sehingga dapat meminimalisir timbulnya perilaku menyimpang

dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak.

2.1.2.3Cara Melindungi Anak Dari Pelaku Kekerasan Seksual

Orang tua atau guru hendaknya lebih peka untuk melindungi anak. Jika

ada orang dewasa mengatakan hal-hal yang tidak mengenakan kepada seorang

anak, ini juga dapat dikategorikan kekerasan seksual. Ajarkan kepada anak bahwa

jika ada orang lain melakukan sesuatu kepada dia lalu menyuruh dia untuk tutup

mulut, berarti orang itu melakukan hal yang salah. Katakan kepada anak-anak

bagaimana menjaga diri mereka dari pelaku kekerasan seksual supaya terhindar

dari bahaya. Ajarkan kepada mereka hal-hal sebagai berikut (Wuryani, 2008:

164):

1. Jika ada orang meraba-raba bagian-bagian pribadi tubuhmu atau

menyentuhmu dengan cara yang menyakitkan atau membuatmu merasa

tidak enak atau tidak senang, katakan “jangan” dengan tegas. Katakan

kepada orang itu supaya tidak melakukan perbuatan itu, dan ancamlah

mereka bahwa kamu akan melaporkan ke polisi.

2. Kamu harus melapor kepada orang tua, guru atau keluarga terdekat jika

kamu merasa diperlakukan tidak menyenangkan dan tidak sopan. Jika

(33)

ingatlah bahwa kamu tidak bersalah dan kamu berhak mendapatkan rasa

aman.

3. Jika ada temanmu yang menceritakan hal-hal yang tidak mereka sukai dari

orang lain, atau menceritakan secara langsung kekerasan yang dialaminya.

Bantulah temanmu itu dengan menyampaikan ceritanya kepada orang

dewasa atau orang tua sehingga mereka dapat segera bertindak

menyelamatkan temanmu.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara melindungi

anak dari kekerasan seksual perlu supaya mereka terhindar dari bahaya.

Contohnya meraba bagian-bagian yang tidak boleh disentuh oleh sembarang

orang, ajarkan pada anak bahwa mereka harus lapor pada polisi atau orang yang

ada di sekitarnya.

2.1.2.4Pendidikan Seksualitas di Sekolah

Selain di rumah, sekolah merupakan lingkungan kedua bagi remaja untuk

melakukan berbagai aktivitas dan menjalin hubungan sosial dengan

teman-temannya sehingga bisa dikatakan sekolah mempunyai pengaruh yang besar bagi

remaja. Sekolah sebagai lembaga formal mempunyai peranan yang strategis untuk

pembinaan remaja. Secara umum, pendidikan seksualitas di sekolah menyediakan

informasi seksualitas dan mengajarkan berbagai kemampuan dalam mengambil

keputusan mengenai seksualitas. Selain itu, pendidikan seksualitas merupakan

salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai seksualitas dan

mengubah sikap terhadap perilaku seksual. Tujuan pendidikan seksualitas adalah

(34)

seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, aborsi, dan

HIV/AIDS (Prameswari, 2013).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks di

sekolah mempunyai pengaruh besar bagi remaja. Sekolah sebagai lembaga formal

mempunyai peranan yang strategis untuk pembinaan remaja. Secara umum,

pendidikan seksualitas di sekolah menyediakan informasi seksualitas dan

mengajarkan berbagai kemampuan dalam mengambil keputusan mengenai

seksualitas sehingga anak dapat memiliki pengetahuan tentang seksualitas dan

dapat merubah sikap terhadap perilaku seksual.

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Memasuki Remaja

2.1.3.1Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan

kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”.

Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan- perubahan yang dialami

individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya

yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik

menyangkut fisik maupun psikis. Perkembangan secara umum memiliki

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Terjadinya perubahan dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat

badan serta organ-organ tubuh lainnya, (b) aspek psikis: semakin

bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya kemampuan berpikir,

(35)

2. Terjadinya perubahan dalam proporsi: (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak

berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia remaja

proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia remaja, (b) aspek

psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas; dan perubahan

perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan

beralih kepada orang lain.

3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: (a) tanda-tanda fisik: lenyapnya

kelenjar thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagian dada,

kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut halus dan gigi

susu, (b) tanda-tanda psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk

gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan perilaku impulsive

(dorongan untuk bertindak sebelum berpikir).

4. Diperoleh tanda-tanda yang baru: (a) tanda-tanda fisik: pergantian gigi dan

karakteristik seks pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada anak

wanita, dan mimpi “basah” pada anak pria ), maupun sekunder (perubahan

pada anggota tubuh: pinggul dan buah dada pada wanita; kumis, jakun,

suara pada anak pria), (b) tanda-tanda psikis: seperti berkembangnya rasa

ingin tahu terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan,

nilai-nilai moral, dan keyakinan beragama (Yusuf, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas perkembangan adalah perubahan-

perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya

atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan

(36)

2.1.3.2Masa Usia Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa

keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun, biasanya anak telah matang

untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif,

anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini

diperinci lagi menjadi dua fase, yaitu :

1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai

umur 9 atau 10 tahun.

2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai

umur 12,0 atau 13,0 tahun.

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar

ialah :

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini

menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan –

pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin mengetahui, dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata

pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor

ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

4. Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau

orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi

keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi

(37)

5. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang

tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

6. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya

untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak

tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah

ada), mereka membuat peraturan sendiri (Yusuf, 2011).

Dari pengertian diatas masa anak sekolah dasar kelas tinggi kira-kira umur

9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0 tahun.

2.1.3.3Perkembangan Intelektual Anak

Piaget dalam (Nurgiyantoro, 2005: 50) membedakan perkembangan

intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan memiliki karakteristik

yang membedakannya dengan tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi : tahap

sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasional

formal.

1) Tahap sensorimotor (the sensorymotor period, 0-2 tahun). Tahap ini

merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap

sensorimotor terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi

(motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar

lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta

mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan

berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung.

Anak mulai memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan

(38)

tahapan ini menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung

perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai bunyi-bunyian yang

bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa

nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam

perkataan yang tidak dilagukan (Nurgiyantoro, 2005: 50).

2) Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun). Dalam tahap

ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan

aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik

dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar

mengaktualisasi dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar

(corat-coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan

dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan

pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di

antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang

orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang

pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa

dalam pembicaraan. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di

mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan

dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di

dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).

3) Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun). Pada

tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik

(39)

sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum,

misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat

membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka,

besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan

imajinasinya ke masa lalu dan masa depan: adanya perkembangan dari

pola berpikir yang egosentris menjadi mudah untuk mengidentifikasikan

sesuatu dengan sudut pandang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir

argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan

memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa,

namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan

pikirnya terbatas pada situasi yang konkret (Nurgiyantoro, 2005: 52).

4) Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).

Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.

Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah

mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi dan

menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak

sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan

berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).

Berdasarkan penjelasan mengenai tahap perkembangan intelektual anak

dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional

konkret, dan operasional formal. Anak SD kelas atas awal berusia sekitar 9-10

(40)

2.1.3.4Perkembangan Sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam

hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan

diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan

sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan,

di samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman

sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah

bertambah luas.

Pada usia dini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan

diri-sendiri kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau

memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap

kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuatkeinginannya untuk diterima

menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima

dalam kelompoknya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian diatas perkembangan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar

ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga dia

mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga

ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.

2.1.3.5Perkembangan Emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan

emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu dia mulai

belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan

(41)

Dalam proses peniruan, kemampuaan orangtua dalam mengendalikan emosinya

sangatlah berpengaruh.

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku

individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti

perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi

individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti

memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi,

mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.

Sebaliknya apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti

perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan

mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya

untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam

belajarnya (Yusuf, 2011).

Dari pengertian di atas anak harus belajar untuk mengendalikan dan

mengontrol ekspresi emosinya. Mengontrol emosi diperoleh anak melalui

(42)

2.1.3.6Perkembangan Anak Memasuki Masa Remaja

Masa dalam kehidupan seseorang ketika dia berubah dari anak menjadi

orang dewasa sering disebut dengan adolesens/ remaja. Ini adalah suatu periode

yang secara kasar pararel dengan tahun-tahun remaja awal, tetapi kadang-kadang

lebih awal lagi pada anak perempuan yaitu umur 9 tahun. Awal adolesens dikenal

sebagai pubertas. Istilah “pubertas” mengacu pada fase pertama masa remaja,

ketika pematangan seksual menjadi nyata. Dapat dikatakan bahwa pubertas

dimulai dengan peningkatan hormone dan manifestasinya, seperti pembesaran

indung telur secara berangsur pada perempuan dan pertumbuhan sel testis pada

pria. Tahap perkembangan ini ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang

akan dipersiapkan untuk reproduksi–menstruasi pada anak-anak perempuan dan

munculnya sperma untuk pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri

seks sekunder seperti tumbuhnya rambut di kemaluan dan ketiak, membesarnya

payudara pada anak-anak perempuan, dan suara yang berat pada anak laki-laki

(Wuryani, 2008: 87).

Lebih detail perubahan fisik dalam (Farida, 2014: 22) yaitu Laki-laki: (1)

Perubahan suara. Karena pita suara berkembang, suara menjadi lebih berat. (2)

Berat dan tinggi badan bertambah secara signifikan. (3) Penis mulai membesar.

(4) Testis mulai tumbuh. (5) Rambut di sekitar kemaluan mulai tumbuh. (6)

Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih banyak. (7) Tumbuh rambut di daerah

wajah dan ketiak. Perempuan: (1) Mulai menstruasi. (2) Payudara mulai tumbuh.

(43)

rambut di wilayah kemaluan. (5) Kelenjar minyak lebih aktif, keringat lebih

banyak. (6) Mulai tumbuh rambut di ketiak.

Dari pengertian di atas perkembangan anak memasuki masa remaja

ditandai dengan kematangan organ-organ seks yang akan dipersiapkan untuk

reproduksi-menstruasi pada anak-anak perempuan dan munculnya sperma untuk

pertama kali pada anak laki-laki sama dengan ciri-ciri seks sekunder.

2.1.3.7Perkembangan Minat Pada Seks

Hurlock (2005: 135) menjelaskan minat seks berkembang setelah anak

masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman sebaya yang

bertambah kerab dan erat. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks meningkat,

dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas. Minat seks

pada masa pubertas adalah minat pertama yang muncul dalam kehidupan.

Terdapat beberapa faktor pada masa kanak-kanak yang menyebabkan

peningkatan pada minat seks jika anak bertambah besar. Salah satu yang

terpenting adalah tekanan teman sebaya. Menurut anak puber, kemampuan

menceritakan atau mengerti lelucon porno dan mampu menangkap humornya

memperbesar reputasi anak sebagai anak yang “sportif”.

Anak-anak masa kini tidak luput dari banjir seks di media massa. Semua

bentuk media massa, misalnya komik, film, televisi, dan surat kabar,

menyuguhkan gambar dan informasi tentang seks yang meningkatkan minat anak.

Pertujukan film pada televisi yang “untuk tujuh belas tahun ke atas” atau “hanya

bimbingan orang tua” makin memperbesar minat anak pada seks.

(44)

anak pada seks. Kejadian tersebut antara lain: saat kelahiran bayi dalam keluarga

atau lingkungan tetangga, membesarnya tubuh wanita selama kehamilan diikuti

dengan mengecilnya perut dan menonjolnya dada sesudah kehamilan.

Tekanan orang tua, teman sebaya dan sekolah pada perbedaan seks dan

kesesuaian seks menambah minat seks pada anak. Pendidikan seks juga dapat

membangkitkan minat anak pada seks. Sebagai contoh, saat orang tua memanggil

anaknya terpisah dari saudara kandungnya dan menceritakan segala hal tentang

seksualitas padanya, lalu diakhiri dengan peringatan untuk tidak

membicarakannya dengan siapa pun, membuat anak merasa bahwa pembicaraan

mengenai seksualitas adalah bagian yang menarik dalam hidup mereka. Selain itu

pendidikan seks di sekolah, berupa kelas khusus yang hanya diikuti dengan izin

tertulis orang tua, ikut memperkuat minat anak pada seks.

Dari pengertian di atas didapat kesimpulan bahwa minat seks berkembang

setelah anak masuk sekolah. Hal ini disebabkan oleh hubungan dengan teman

sebaya yang bertambah erat selama periode perubahan pubertas.

2.1.4 Gerakan Literasi Sekolah

2.1.4.1Literasi

Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan

menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi

juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi

juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan,

bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).

(45)

pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan,

mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan

mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-

kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi

dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut

pembelajaran sepanjang hayat (Muhammad, 2016).

2.1.4.2Gerakan Literasi Sekolah

GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat

partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,

tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid

peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat

yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku

kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.

Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca

peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru

membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan

dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk,

selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai

tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan

pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

(46)

asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus

dikembangkan.

GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku

kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan

menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan (Muhammad,

2016).

2.1.4.3Tujuan Gerakan Literasi Sekolah

Tujuan umum GLS yaitu menumbuhkembangkan budi pekerti peserta

didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam

Gerakan Literasi Sekolah agar menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Tujuan khusus GLS yaitu :

1. Menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di

sekolah.

2. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.

3. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah

anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.

4. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku

bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca (Muhammad, 2016).

2.1.4.4Sasaran

Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang

(47)

2.1.4.5Prinsip-prinsip Literasi Sekolah

1. Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan

karakteristiknya.

2. Dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan

memperhatikan kebutuhan peserta didik.

3. Berlangsung secara terintegrasi dan holistic di semua area kurikulum.

4. Kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan.

5. Melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan.

6. Mempertimbangkan keberagaman (Muhammad, 2016).

2.1.4.6Tahapan Pelaksanaan GLS

1. Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca

(Permendikbud No.23 Tahun 2015).

2. Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku

pengayaan.

3. Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran:

mengguanakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata

pelajaran (Muhammad, 2016).

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa GLS adalah

gerakan pembiasaan membaca peserta didik 15 menit sebelum pembelajaran

dimulai. Desain Induk GLS diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan

konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari

(48)

2.2 Penelitian yang Relevan

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu terkait

dengan pengembangan media pembelajaran, peneliti mengambil beberapa

penelitian yang terkait atau bisa dikatakan sejenis. Penelitian tersebut adalah

sebagai berikut :

Pertama, penelitian yang dilakukan Bonaventura Sri Widyanovan Aditya

Chandra yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Antara

Remaja Yang Tinggal di Kota Dengan Di Desa”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui adanya perbedaan sikap terhadap perilaku seksual antara remaja yang

tinggal di kota dengan yang di desa. Subjek dalam penelitian ini adalah 72 orang

remaja, terdiri dari 41 orang remaja desa dan 31 orang remaja kota. Jenis

penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan menggunakan metode

pengumpulan data berupa Skala sikap terhadap perilaku seksual. Skala disusun

berdasarkan struktur sikap dan tahapan dalam perilaku seksual. Skala tersebut

terdiri dari 44 item dengan koefisien reliabilitas 0,943. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan uji – t. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0,000

lebih kecil dari 0,05. Nilai mean untuk remaja desa ialah 99,4634 sementara untuk

remaja kota ialah 78,4516. Dengan demikian remaja desa lebih mendukung

perilaku seksual dibanding remaja di kota. Relevansi dengan penelitian ini adalah

untuk mendukung penelitian mengenai perilaku seksual peneliti memilih SD

tempat penelitian di pedesaan.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ursulani Bonatiur Nainggolan yang

(49)

Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 Mengenai Hal-Hal Yang Menyangkut

Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru Dan Implikasinya Terhadap Usulan

Program Pendidikan Seksualitas Di Sekolah Dasar” Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengungkap pendapat siswa kelas VI

SD Kanisiu Baciro Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 mengenai

hal-hal yang menyangkut seksualitas yang perlu dijelaskan oleh guru. Populasi

penelitian ini adalah siswa kelas VI dengan jumlah responden sebanyak 41 siswa.

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan

aspek-aspek seksualitas dengan 38 pernyataan. Data dianalisis dengan

menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal) menurut Azwar. Pendapat siswa

digolongkan menjadi lima yaitu tidak perlu, kurang perlu, cukup perlu, perlu, dan

sangat perlu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh siswa (100 %)

berpendapat bahwa ada berbagai hal yang perlu dijelaskan oleh guru menyangkut

pendidikan seksualitas. Relevansi dengan penelitian ini adalah peneliti juga

membuat buku cerita anak yang menjelaskan tentang berbagai hal mengenai

pendidikan seks untuk anak SD kelas atas.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Maria Nike Prasetyo Wido Saputri

(2016) yang berjudul "Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang

Tradisi Nglarung Dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan". Jenis

penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research & development)

dengan menggunakan enam langkah menurut Sugiyono, yaitu: (1) potensi dan

masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi

(50)

menggunakan langkah yang sama dalam mengembangkan buku cerita anak untuk

anak SD.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Bonaventura Sri Widyanovan Aditya

Chandra yang berjudul “Perbedaan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Antara

Remaja Yang Tinggal di Kota Dengan Di Desa”, penelitian yang dilakukan oleh

Ursulani Bonatiur Nainggolan yang berjudul "Pendapat Siswa Kelas VI SD

Kanisius Baciro Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 Mengenai

Hal-Hal Yang Menyangkut Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru Dan

Implikasinya Terhadap Usulan Program Pendidikan Seksualitas Di Sekolah

Dasar”, dan penelitian dari Maria Nike Prasetyo Wido Saputri (2016) yang

berjudul "Pengembangan Prototipe Buku Cerita Bergambar Tentang Tradisi

Nglarung Dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan" dapat di bagankan

sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan. Bonaventura Sri W. Ursulani Bonaventura N. (2012)

Pendapat Siswa Kelas VI SD Kanisius Baciro Joannes Bosco

Yogyakarta Tahun Ajaran

2012/2013 Mengenai Hal-Hal

Yang Menyangkut Seksualitas Yang Perlu Dijelaskan Oleh Guru

Dan Implikasinya Terhadap

Usulan Program Pendidikan

Seksualitas Di Sekolah Dasar Pendidikan seks

Penelitian yang dilakukan

(51)

Gambar di atas menunjukkan bahwa sudah ada penelitian mengenai

pendidikan seks di desa pendidikan seks perlu untuk anak SD. Ada juga

penelitian untuk pengembangan buku cerita. Berdasarkan hasil penelitian yang

relevan tersebut, peneliti melihat bahwa belum ada penelitian yang

mengembangkan buku cerita tentang pengetahuan seks untuk anak SD khususnya

kelas atas. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengembangan buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak SD kelas

Atas SD N Banaran III.

2.3 Kerangka Berpikir

Upaya peningkatan kualitas pendidikan menjadi tugas dan tanggung jawab

seorang guru, karena guru yang berhadapan langsung untuk membina para siswa

di sekolah dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jika siswa terbina dengan baik

maka akan timbul generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas. Banyak

kasus yang merusak masa depan anak bangsa contoh salah satunya yaitu

pelecehan seksual dan kasus kehamilan di usia dini. Dengan tidak mengertinya

anak tentang seks, maka itu akan mudah sekali anak masuk ke dalam pergaulan

yang salah dan akhirnya terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan karena

sifat kemudaan remaja yang kurang mengendalikan diri. Pendidikan seks sangat

diperlukan untuk anak-anak mengingat kasus-kasus yang sering muncul di usia

anak dibawah umur.

Pendidikan seks dapat terjadi dalam berbagai situasi, mulai dari membaca

buku-buku yang ditulis oleh para professional sampai ke bisik-bisik anak-anak

(52)

pendidikan seks penting supaya anak memiliki pengetahuan yang cukup tentang

seks sehingga anak tidak terjerumus kedalam hal-hal negatif. Mengingat yang

menjadi kekhawatiran guru SD Banaran III mengenai banyaknya kasus pelecehan

seksual remaja putri dan belum ada media yang dapat digunakan sekolah untuk

memberikan pelayanan dan dukungan terhadap kasus tersebut maka pada

penelitian ini akan dibuat pengembangan media buku cerita anak mengenai

pendidikan seks untuk anak SD kelas 6. Berdasarkan latar belakang yang sudah

diuraikan sebelumnya, kemudian mengidentifikasi masalah sehingga ide untuk

mengembangkan media buku cerita anak muncul.

Buku cerita anak yang dikembangkan harus melewati tahap validasi dan

revisi, kemudian tahap uji lapangan. Jika kedua tahap telah dilakukan, akan

didapat media buku cerita anak berbasis pendidikan seks yang layak dan dapat

dipergunakan sebagai media baca anak. Buku dapat dipergunakan guru untuk

mengajarkan pendidikan seks dalam mendukung praktik pendidikan melalui

gerakan literasi sekolah yaitu gerakan 15 menit membaca buku non pelajaran

sebelum waktu belajar dimulai. Tujuan ini yaitu supaya menumbuhkan minat baca

anak serta menambah wawasan agar pengetahuan tentang seks dapat dikuasai

(53)

2.4 Pertanyaan Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat empat pertanyaan peneliti yaitu sebagai

berikut :

2.4.1 Bagaimana mengembangkan buku cerita anak berbasis pendidikan seks

untuk anak SD kelas atas ?

2.4.2 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak

SD kelas atas menurut ahli media ?

2.4.3 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak

SD kelas atas menurut guru SD kelas VI ?

2.4.4 Bagaimana kualitas buku cerita anak berbasis pendidikan seks untuk anak

Gambar

gambar orang pacaran dan seorang anak yang bernama Vivi bertanya-
Gambar 2.1 Hasil Penelitian yang Relevan.
Gambar di atas menunjukkan bahwa sudah ada penelitian mengenai
Gambar 3.1 : Langkah-langkah Metode Research and Development
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi dari hasil pengujian massa jenis untuk sponge iron atau pellet yang telah mengalami pemanasan (reduksi) pada suhu 1200 o C, sponge iron berbahan

Dimaksudkan untuk membantu para karyawan agar lebih mengerti tentang diri sendiri, menciptakan pengertian yang lebih mendalam diantara karyawan dan mengembangkan

peningkatan kadar endorfin. Hasil dari penelitian ini adalah ibu bersalin yang dimasase memiliki intensitas nyeri lebih rendah 29.62 point dari pada yang tidak dimasase, ada

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang mutu hedonik daging burung puyuh dengan pemberian tepung limbah kulit kopi daram ransum bahwa dengan pemberian

Pada perusahaan ini pegawai pada bagian pembukuan dan kasir yang mengurusi penerimaan kas adalah orang yang berbeda dengan pegawai yang mengurusi bagian pengeluaran kas. Hal

Tipe tanah areal penanaman teh di Indonesia, khususnya diareal kebun teh milik PTPN didomisili oleh jenis tanah Andosol dan Latosol dan Regosol, tekstur tanah untuk tanaman teh

menjaga sinar matahari yang masuk agar dapat diatur sesuai kebutuhan serta menjaga kelembaban tempat persemaian. Sebab setiap fase pertumbuhan bibit tanaman teh membutuhkan

PERBEDAAN KUAT TEKAN, BERAT JENIS DAN DAYA SERAP AIR DARI BATA BETON RINGAN FOAM DENGAN KANDUNGAN VOLUME BUSA LERAK 30% DAN 40% SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN AJAR MATA