• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

Theresia Dian Nofitri Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan hasil penelitian pengembangan yang bertujuan untuk untuk menjelaskan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe. Potensi yang peneliti lihat dalam tradisi ruwatan adalah mengajak masyarakat untuk bersikap hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan mengupayakan terkondisikannya nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) menggunakan enam langkah yang diadopsi dari Sugiyono (2012: 298), yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe berupa buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan”. Prototipe tersebut divalidasi oleh seorang ahli sastra dan bahasa yang mendapat rata-rata 3,44, maka produk yang peneliti buat sangat baik dan layak digunakan.

Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta yang dihadiri oleh 28 anak. Refleksi anak

(2)

ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN BOOK STORY ABOUT RUWATAN IN NATIONALITY CHARACTER EDUCATION CONTEXT

Theresia Dian Nofitri Sanata Dharma University

2016

This study is the result of research and development that aimed to explain the procedure and describe the development of a prototype quality. Researcher have seen the potensial of ruwatan tradition, that is bringing rhe society to be respect God, respect each other, the family and make the value of humanity in their condition. The problem that researcher gets from the questionnaire which are given to 29 children aged 9-10 years, researcher gets the data that shows about

83% of children do not understand ruwatan as Javanese tradition for the means of liberation, 41% of children do not know the role of puppeteer in the ruwatan tradition, 83% of children need the book contains the explanation of ruwatan, and

55% of children need the book of ruwatan in the form of picture books. Therefore, researcher is encouraged to develop a prototype in the form of children's book about ruwatan in the context of national character education.

This research is a research and development research (R & D) that used six measures adopted from Sugiyono (2012), namely (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. The prototype is on the form of picture book entitled "ruwatan". The prototype is validated by an expert on literature and language that gets an average of 3.44, therefore, the research’s product is very good and suitable to be used.

The trial was conducted limitedly in SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta which was attended by 28 children. Based on children’s reflection after the test, 75% of the children understand that siraman in the ruwatan tradition intended as "self-cleaning", 82% of the children understand that the prayer for parents is the value of the Godhead, and 89% of children understand that a feast together in ruwatan have family values and brotherhood (unity).

(3)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Theresia Dian Nofitri NIM: 121134224

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk

Keluarga tercinta yaitu

Orang tua:

Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm)

Kakak-kakak:

Robertus Tristiadi

Andreas Dwi Susanto

Teman dekat:

Febrianto Eko Saputro

yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, semangat, dan materi sehingga peneliti

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

(7)

MOTTO

“Lihatlah maka kamu akan tahu, belajarlah maka kamu akan mengerti, dan cobalah maka

kamu akan mendapatkan yang kamu inginkan”

(Theresia Dian)

“Perjalanan ribuan mil diawali dari satu langkah”

(Lao Tzu)

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 April 2016 Peneliti

Theresia Dian Nofitri

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Theresia Dian Nofitri

Nomor Mahasiswa : 121134224

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 April 2016 Yang menyatakan

Theresia Dian Nofitri

(10)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

Theresia Dian Nofitri Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan hasil penelitian pengembangan yang bertujuan untuk untuk menjelaskan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe. Potensi yang peneliti lihat dalam tradisi ruwatan adalah mengajak masyarakat untuk bersikap hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan mengupayakan terkondisikannya nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototipe berupa buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D) menggunakan enam langkah yang diadopsi dari Sugiyono (2012: 298), yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe berupa buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan”. Prototipe tersebut divalidasi oleh seorang ahli sastra dan bahasa yang mendapat rata-rata 3,44, maka produk yang peneliti buat sangat baik dan layak digunakan.

Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta yang dihadiri oleh 28 anak. Refleksi anak

Kata kunci: Tradisi ruwatan, pendidikan karakter, karakter kebangsaan.

(11)

ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN BOOK STORY ABOUT RUWATAN IN NATIONALITY CHARACTER EDUCATION CONTEXT

Theresia Dian Nofitri Sanata Dharma University

2016

This study is the result of research and development that aimed to explain the procedure and describe the development of a prototype quality. Researcher have seen the potensial of ruwatan tradition, that is bringing rhe society to be respect God, respect each other, the family and make the value of humanity in their condition. The problem that researcher gets from the questionnaire which are given to 29 children aged 9-10 years, researcher gets the data that shows about 83% of children do not understand ruwatan as Javanese tradition for the means of liberation, 41% of children do not know the role of puppeteer in the ruwatan tradition, 83% of children need the book contains the explanation of ruwatan, and 55% of children need the book of ruwatan in the form of picture books. Therefore, researcher is encouraged to develop a prototype in the form of children's book about ruwatan in the context of national character education.

This research is a research and development research (R & D) that used six measures adopted from Sugiyono (2012), namely (1) the potentials and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) the trial product. The prototype is on the form of picture book entitled "ruwatan". The prototype is validated by an expert on literature and language that gets an average of 3.44, therefore, the research’s product is very good and suitable to be used.

The trial was conducted limitedly in SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta which was attended by 28 children. Based on children’s reflection after the test, 75% of the children understand that siraman in the ruwatan tradition intended as "self-cleaning", 82% of the children understand that the prayer for parents is the value of the Godhead, and 89% of children understand that a feast together in ruwatan have family values and brotherhood (unity).

Keywords: Ruwatan tradition, character education, national character.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Karena itu, dengan kesungguhan hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan demi terlaksananya penelitian ini hingga penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku dosen pembimbing I dan Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, dukungan, dan kesabaran yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Validator yang telah memvalidasi prototipe yang peneliti buat.

5. Sri Rahayu S. Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nanggulan yang telah mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian.

6. Surantini S. Pd., selaku wali kelas IV yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan uji coba prototipe.

(13)

7. Kedua orang tua Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm) yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan materi.

8. Kakak-kakak Robertus Tristiadi dan Andreas Dwi Susanto yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

9. Teman dekat Febrianto Eko Saputro yang sudah menemani setiap proses pembuatan skripsi, dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya dengan baik. Terima kasih atas segala kesabaran, semangat, dan dukungannya, juga sebagai ilustrator prototipe yang peneliti buat sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

10. Teman-teman penelitian payung tradisi ruwatan, Hayu, Vinta, Ambar, dan Tyas yang telah membantu dan memberikan dukungan. Dan ini adalah perjuangan kita mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlupakan.

11. Teman-teman CAPE (Cah PGSD E) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bentuk dukungan yang tak henti-hentinya dari semester awal hingga semester akhir ini.

12. Teman-teman Asrama Narliem, Ella, Fia, Neneng, Elyn, Yudea, Stella, Priskila, dan Dhani yang selalu memberi semangat agar segera menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

13. Segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut memberikan bantuan dan dukungan. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk berbagai pihak dunia pendidikan.

(14)

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Peneliti

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional... 6

1.6 Spesifikasi Prototipe ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Tradisi Jawa ... 8

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional ... 8

2.1.2 Tradisi Ruwatan... 9

2.1.2.1 Golongan Sukerta ... 10

2.1.2.2 Ubarampe Ruwatan ... 13

2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan ... 13

2.1.2.4 Jenis-Jenis Ruwatan ... 18

(16)

2.1.2.5 Tujuan Ruwatan ... 19

2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan... 20

2.1.3.1 Pendidikan ... 20

2.1.3.2 Karakter ... 20

2.1.3.3 Karakter Bangsa... 23

2.1.3.4 Pendidikan Karakter ... 23

2.1.4 Nilai-nilai Karakter... 27

2.1.5 Fungsi dan Tujuan Karakter ... 32

2.1.6 Karakter yang Diharapkan... 34

2.1.7 Buku Cerita Anak ... 36

2.1.7.1 Arti Cerita anak... 36

2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita... 37

2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak ... 38

2.1.7.4 Tujuan Cerita ... 41

2.1.8 Anak usia 9-10 tahun ... 42

2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) ... 42

2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak ... 43

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 51

2.3 Kerangka Berpikir ... 56

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 57

BAB III METODE PENELITIAN

3.3 Prosedur Pengembangan ... 59

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 61

3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara ... 65

3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner ... 65

3.4.3 Instrumen Validasi Produk ... 68

3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe... 69

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 70

3.5.1 Kuisioner ... 70

3.5.2 Wawancara ... 71

3.6 Teknik Analisis Data... 72

3.6.1 Data Kualitatif ... 72

(17)

3.6.2 Data Kuantitatif ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 75

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe ... 75

1. Potensi dan Masalah ... 75

2. Pengumpulan Data ... 76

3. Desain Prototipe... 78

4. Validasi Prorotipe ... 88

5. Revisi Prototipe... 90

6. Uji Coba Prototipe di SD Negeri Nanggulan... 90

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe ... 91

4.2 Pembahasan... 93

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ... 97

4.3.1 Kelebihan Prototipe ... 98

4.3.2 Kelemahan Prototipe ... 99

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 100

5.3 Saran ... 101

DAFTAR REFERENSI ... 102

LAMPIRAN ... 105

BIODATA PENELITI ... 122

(18)

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D menurut Sugiyono ... 59 Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe ... 60

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara ... 65

Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian ... 65

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian... 66

Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak ... 67

Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk... 68

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ... 69

Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak ... 69

Tabel 3.8 Skala Likert ... 73

Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi ... 73

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 77

Tabel 4.2 Skala Likert ... 88

Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi ... 88

Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe ... 89

Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak ... 92

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Korespondensi Satu-satu ... 48

Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu ... 48

Gambar 4.1 Sketsa Awal ... 79

Gambar 4.2 Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator ... 83

Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe ... 91

Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe... 95

Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak ... 96

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara ... 106 Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian SD Negeri Nanggulan... 107 Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

SD Negeri Nanggulan ... 108 Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian

untuk Anak ... 109 Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe

Berupa Refleksi untuk Anak ... 110 Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ... 111 Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe... 121

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Menurut Brubacher (dalam Ahmadi, 2014), pendidikan adalah suatu proses timbal balik dari dalam diri pribadi manusia dengan lingkungannya baik itu orang lain maupun alam. Dunia pendidikan tidak melulu pada teori dan materi-materi pokok lima bidang keilmuan seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan PKn. Dunia pendidikan juga perlu adanya pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak-anak melalui lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat. Jika anak-anak memiliki karakter yang baik maka akan memberi pengaruh yang baik pula bagi dirinya sendiri, orang tua, dan orang lain. Jika sejak kecil anak sudah memiliki karakter yang baik, maka akan tercipta generasi bangsa Indonesia yang baik pula. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu warga negara Indonesia harus memiliki nilai kemanusiaan yang bersumber dari pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Kementerian Pendidikan Nasional: 2010).

Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi

(23)

yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan, Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai tradisi ruwatan. Tradisi ruwatan dipilih karena pada awalnya, peneliti sendiri sebagai seorang yang bersuku Jawa tidak tahu mengenai tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, peneliti terdorong untuk mempelajarinya lebih lanjut dengan adanya penelitian ini. Ruwatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sebelum zaman Jawa Kuno. Ruwat artinya membebaskan dan melepaskan seseorang dari malapetaka yang menimpa. Tokoh yang terkenal dalam tradisi ruwatan yaitu Batara Kala, Batara Guru, Batara Wisnu, dan Dewi Durga. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa apabila seseorang telah diruwat berarti telah terbebas dari marabahaya.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik anak- anak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan kepribadian seorang anak (Megawangi dan Gaffar dalam Kusuma, 2011: 5). Nilai- nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan.

(24)

anak tersebut bahkan belum pernah mendengar istilah dari ruwatan itu sendiri. Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Anak itu bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada salah satu dari orang tua ketiga anak tersebut yang bernama Bu Sugin. Beliau tahu tentang tradisi ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya mengenai proses yang dilakukan pada saat upacara ruwatan. Selain itu, Bu Sugin juga tidak mengetahui ketika saya bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ruwatan.

Hasil wawancara di SD tempat peneliti PPL yaitu pada anak kelas IV, hasilnya sama dengan wawancara sebelumnya. Anak-anak kelas IV tidak satu pun mengetahui apa itu ruwatan. Hal ini sungguh memprihatinkan dan perlu adanya langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperkenalkan tradisi ruwatan kepada anak-anak. Salah satunya dengan menyediakan buku-buku atau bacaan untuk menambah pengetahuan mereka.

Peneliti melakukan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun yang merupakan anak kelas IV di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar.

(25)

membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku berupa sebuah buku cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16 gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan, pendidikan karakter, dan biodata penulis.

Peneliti menyusun buku cerita bergambar, karena pada umumnya anak usia 9-10 tahun masih menyukai gambar dan cerita. Melalui buku cerita yang dilengkapi dengan gambar-gambar akan mempermudah anak dalam memahami isi cerita dan mengimajinasikan cerita yang ada. Oleh karena itu, buku cerita bergambar menjadi efektif untuk penanaman pendidikan dan karakter karena sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap perkembangan kognisi menurut Piaget yaitu periode operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan dapat bernalar secara logis (Piaget dalam Santrock, 2012: 28). Selain itu, pada tahap ini anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami (Piaget & Inhelder, 1969).

(26)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah yang akan diketahui setelah penelitian ini dilaksanakan, sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

1.2.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan memiliki tujuan sebagai berikut: 1.3.1 Menjelaskan prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak

tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”. 1.3.2 Mendeskripsikan kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita

Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini akan berguna untuk peneliti, siswa, dan orang tua, berikut ini adalah manfaat penelitian “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.4.1 Bagi peneliti

(27)

1.4.2 Bagi siswa

Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan karakter, yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan.

1.4.3 Bagi orang tua

Mendapatkan salah satu referensi buku mengenai tradisi Jawa yaitu ruwatan.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Prototipe

Prototipe adalah suatu model yang mula-mula dijadikan sebagai contoh atau bentuk dasar dari sebuah hasil karya.

1.5.2 Anak usia 9-10 tahun

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu di mana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang berbeda.

1.5.3 Buku cerita

Buku cerita anak adalah buku yang dibuat untuk anak-anak tetapi bukan berisi mengenai anak-anak.

1.5.4 Ruwatan

Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan.

1.5.5 Karakter

(28)

1.5.6 Pendidikan karakter kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu upaya yang dilakukan suatu lembaga pendidikan guna membangun akhlak/kepribadian seseorang yang baik.

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” yang memiliki spesifikasi sebagai berikut ini:

1.6.1 Produk berupa prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

1.6.2 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat cerita tentang ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa.

1.6.3 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan berisi tentang makna ruwatan, tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan.

1.6.4 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat 16 gambar tentang tradisi ruwatan.

1.6.5 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan dilengkapi dengan gambar- gambar yang diberi keterangan.

1.6.6 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan yang memuat nilai spiritual dan sosial.

(29)

BAB II LANDASAN

TEORI

Bab II ini berisi tentang landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) kajian ustaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) hipotesis.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tradisi Jawa

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional

Nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat berguna untuk menata tingkah laku seseorang di dalam kehidupan sehari-harinya. Nilai- nilai dan norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri, yang akhirnya menjadi adat istiadat. Adat istiadat diwujudkan melalui upacara adat.

Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat dan khususnya masyarakat Jawa. Upacara adat adalah perwujudan tata kehidupan masyarakat yang merupakan tindakan dan perbuatan yang telah diatur oleh tata nilai luhur (Bratawidjaja, 1988).

Menurut Sulistyobudi (2013), upacara tradisional adalah suatu aktivitas yang sering dilakukan di dalam kehidupan baik itu masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan. Tetapi upacara tradisional masih banyak dilakukan di pedesaan karena pada dasarnya masyarakat pedesaan masih kental dengan adat istiadatnya.

Purwadi (2005: 1-2) berpendapat bahwa upacara tradisional merupakan salah satu peninggalan warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat

(30)

yang melakukannya dan mau mempelajari. Upacara tradisional Jawa mengandung nilai cinta akan kebijaksanaan yang tinggi.

2.1.2 Tradisi Ruwatan

Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013) mengemukakan bahwa salah satu dari berbagai jenis selamatan yang masih sering dilaksanakan masyarakat Jawa hingga saat ini ialah upacara ruwatan. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa menurut Mpu Darmaja dalam Smaradahana, berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan, dan lain-lain serta terbebas dari hal-hal yang tidak baik. Seseorang yang diruwat atau dibebaskan, menurut kitab Kuncarakarna dan apa yang disebut dalam Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang (kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan atau kekusutan).

Menurut Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013: 4 ) sebagian masyarakat Jawa masih percaya bila orang yang berbuat salah atau kesalahannya sangat besar, orang tersebut akan diruwat. Keadaan seperti itu dianggap sebuah malapetaka oleh sebagian besar masyarakat Jawa, oleh sebab itu orang tersebut harus diruwat. Orang-orang terdahulu menganggap bahwa ruwatan merupakan beban terberat bagi orang yang terkena malapetaka tersebut. Hingga kini, kepercayaan tersebut masih banyak diketahui orang dan masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa.

(31)

percaya apabila seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti dhampit, unting-unting, ontang-anting, dan lain-lain akan riskan terhadap malapetaka, maka untuk mencegah hal tersebut orang itu harus diruwat. Dalam upacara tradisional ruwatan selalu disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Murwakala”.

Upacara ruwatan sudah ada sejak zaman dahulu kala dan sampai saat ini masyarakat Jawa masih sering melakukannya. Ruwatan di dalam tradisi Jawa telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam masyarakat yang bersosialisasi. Pandangan masyarakat Jawa menganggap bahwa, upacara Ruwatan merupakan cara untuk membebaskan seseorang dari dosa sehingga seseorang yang telah diruwat terbebas dari marabahaya dan malapetaka. Ruwatan ialah tradisi ritual Jawa yang digunakan sebagai alat untuk pembebasan dan penyucian atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia, yang dapat membawa malapetaka di dalam hidupnya. Kata ruwat berasal dari kata lukat yang artinya ialah membebaskan, menghapus, dan membersihkan. Kata ruwatan erat kaitannya dengan sukerta. Kata sukerta berasal dari kata suker yang berarti kotor atau noda. Anak sukerta dapat juga diartkan sebagai anak yang kotor dan harus diruwat agar terhindar dari marabahaya. Anak-anak atau bayi yang dilahirkan dalam keadaan sukerta, harus diruwat. Bila tidak diruwat, maka anak-anak atau bayi tersebut akan menjadi incaran dan dimakan Batara Kala (Herawati, 2010: 3).

2.1.2.1 Golongan Sukerta

(32)

a. Sukerta karena bawaan dari lahir. Anak-anak yang termasuk sukerta sebagai berikut: Ontang-anting, yaitu anak laki-laki tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Unting-unting yaitu anak perempuan tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Dhampit, yaitu kembar laki-laki perempuan sekandung; Lumunting, yaitu anak yang dilahirkan tanpa plasenta; Kedana-kedini, yaitu dua bersaudara laki-laki dan perempuan; Pendhawa, yaitu lima bersaudara laki-laki semua; Pendhawi, yaitu lima bersaudara perempuan semua; Uger-uger lawang, yaitu dua bersaudara laki-laki semua; Kembang sepasang, yaitu dua bersaudara perempuan semua; Sendhang kapit pancuran, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin perempuan, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin laki-laki;

Sukerta karena bawaan dari lahir lainnya adalah Pancuran kapit sendhang, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin laki- laki, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin perempuan; Julung wangi, yaitu anak yang lahir saat matahari tebit; Julung sungsang, yaitu bayi lahir saat matahari tegak; Julung pujutanak, yaitu anak yang lahir saat matahari tenggelam; Julung pujud, yaitu anak lahir saat petang hari; Margana, yaitu anak yang lahir di jalan; Gondang kasih, yaitu anak kembar yang satu berkulit putih dan yang satu berkulit hitam; Pancagati, yaitu lima bersaudara perempuan semua; Saramba, yaitu empat bersaudara laki-laki semua; Sarimpi, yaitu empat bersaudara perempuan semua;

(33)

Wungkus, yaitu anak lahir dalam keadaan terbungkus kulit ari; Wungle, yaitu anak lahir dalam keadaan bule; Kresna, yaitu anak lahir dalam keadaan berkulit hitam; Wungkul, yaitu anak terlahir bongkok; Wujil, yaitu anak cebol sejak lahir; Wahana, yaitu anak terlahir di tempat pesta; Pipilan, yaitu lima bersaudara, empat perempuan dan satu laki-laki; Padhangan, yaitu lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan; Tawang gantun, yaitu anak lahir kembar berselang hari; Sakendra, yaitu anak kembar dalam satu bungkus; Dengkak, yaitu anak mendongak ke depan; Butun, yaitu anak mendongak ke belakang; Siwah, yaitu anak idiot; Walika, yaitu anak bajang (bertaring).

(34)

2.1.1.2 Ubarampe Ruwatan (Perlengkapan Ruwatan)

Dalam mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang yang dianggap sukerta, ada ubarampe yang perlu disiapkan yaitu, sebagi berikut: (a) Tuwuhan yang terdiri atas pisang raja, kelapa muda, tebu wulung, masing-masing dua buah dan diletakkan di sebelah kanan kiri kelir saat diselenggarakan pertunjukan wayang dengan tokoh “Murwakala”; (b) Padi sebanyak empat ikat disebut padi segedheng; (c) Tunas pohon kelapa; (d) Dua ekor ayam, satu ayam betina dan satu ayam jantan. Ayam jantan diletakkan sebelah kanan kelir dan ayam betina diletakkan sebelah kiri kelir; (e) Ungker siji, yaitu satu buah gulungan benang; (f) Kayu bakar sebanyak empat batang dengan panjang maing-masing 40cm; (g) Ketupat pangular sebanyak empat buah; (h) Sebuah tikar baru; (i) Sebuah sisir; (j) Sebuah bantal; (k) Sebuah sisir suri; (l) Sebuah paying; (m) Sebuah cermin; (n) Sebotol minyak wangi; (o) Tujuh macam kain batik; (p) Dua butir telur ayam; (q) Satu genggam daun lontar; (r) Gedang ayu supaya rahayu; (s) Suruh ayu, ngangsu kawruh ang rahayu; (t) Air tujuh macam; (u) Seikat benang lawe; (v) Minyak kelapa untuk lampu blencong; (w) Nasi gurih dan ayam goring; (x) Segelas arak; (y) Tujuh macam tumpeng; (z) Segelas air kilang tebu; (aa) Tujuh macam jenang ketan; (bb) Kupat lepet; (cc) Jajan pasar; (dd) Macam-macam jenang (bubur); (ee) Rujak crobo; (ff) Rujak legi; (gg) Cacahan daging dan ikan; (hh) Perlengkapan alat dapur; (ii) Kendi berisi air penuh; (jj) Peralatan dapur; (kk) Lampu sentir yang dihidupkan.

2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan

(35)

a. Dalang

Seluruh rangkaian upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang. Dalang yang bisa meruwat adalah seorang dalang yang sudah cukup umur. Selain itu, dalang tersebut juga harus keturunan dari seorang dalang.

b. Lakon Wayang

Pertunjukan wayang dalam rangkaian upacara ruwatan, berbeda dengan pertunjukan wayang dalam acara-acara lain. Pertunjukan wayang kulit ini merupakan puncak dari upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”.

c. Anak yang diruwat

Anak yang diruwat tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama pelaksanaan puncak ruwatan. Acara ruwatan biasanya dilakukan pada siang hingga sore hari. Cerita wayangnya ialah mengambil lakon ”Murwakala”.

d. Pertunjukan wayang bisa dilanjutkan dengan cerita wayang yang sesuai dengan permintaan tuan rumah. Kemudian, menjelang pagi hari cerita “Murwakala” dilanjutkan kembali. Ceritanya mengenai anak sukerta yang dikejar- kejar oleh Batara Kala. Pada awalnya anak sukerta hamper dimakan oleh Batara Kala tetapi berhasil digagalkan. Akhirnya yang dimakan oleh Batara Kala adalah sesaji yang telah disediakan. Setelah anak sukerta diruwat tadi terlepas dari kejaran Batara Kala, berarti anak tersebut telah terbebas pula dari marabahaya atau malapetaka. Kemudian anak itu memasukkan sejumlah uang ke panci yang berisi kembang setaman.

(36)

Purwadi (2005: 218-219) mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171 macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan 171 anak yang dianggap sukerta.

Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala.

Selain itu, menurut Herawati (2010: 6-8) ada hal pokok yang harus dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut.

(37)

menggunakan pakaian adat Jawa. Tujuan siraman yaitu sebagai pembersihan diri seseorang dari sukerta. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh para pinisepuh dan handai taulan serta dibimbing ki dalang bersujud di hadapan kedua orang tuanya untuk memohon doa restu. Selanjutnya ki dalang membacakan doa kepada anak sukerta untuk keselamatannya dan agar acaranya dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Menjelang pukul empat sore, sesaji dibawa ke tempat yang sudah disediakan, yaitu ke tempat pertunjukan wayang. Sesaji dengan berbagai macam benda itu kemudian disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh ayah dan ibunya menuju ke tempat yang telah disediakan.

Selanjutnya, ki dalang menyerahkan lima tebu wulung sepanjang kurang lebih 40 cm, dua puluh satu kuntum bunga melati, dan sebatang tunas kelapa kepada anak sukerta tersebut. Srah-srahan selesai dilakukan, gamelan segera bertalu diiringi gendhing “Ladrang Wilujeng Laras Pelog Pathet 6”.

(38)

menghentikannya sejenak. Acara selanjutnya ialah pemotongan rambut yang dilakukan oleh dalang. Pemotongan rambut sebagai tanda bahwa seseorang sudah diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala.

Acara ruwatan pun berakhir. Anak yang sudah diruwat bersama ayah dan ibunya menghampiri ki dalang mengucapkan terima kasih karena anaknya telah terbebas dari marabahaya. Kemudian, dilanjutkan dengan Tirakatan. Tirakatan dilakukan sebagai ucapan terima kasih dari segenap keluarga besar karena semua yang hadir dalam upacara ruwatan sudah membantu dan menghadiri proses ruwatani sehingga berjalan dengan lancar.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam upacara ruwatan melibatkan anak sukerta, orang tua anak sukerta, dalang, dan warga setempat yang membantu proses upacara ruwatan sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. Ada lima langkah dalam upacara ruwatan yaitu upacara siraman, memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut.

2.1.2.4 Jenis-jenis Ruwatan

Ada beberapa jenis ruwatan, yaitu Ruwatan Rosulan, Ruwatan Rukyah, Ruwatan dengan Wayang Beber, Ruwatan dengan Wayang Kulit, Ruwatan Massal, dan Ruwatan Agung. Jenis-jenis ruwatan tersebut, diiuraikan sebagai berikut.

1. Ruwatan Rosulan

(39)

2. Ruwatan Rukyah

Dalam agama Islam ada yang mirip dengan ruwatan, yaitu rukyah. Rukyah dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan sebagai berikut.

a. Seseorang yang melakukan seperti memasukkan kekuaan magis yang seharusnya tidak ada. Hal ini dilarang oleh ajaran agama, sehingga orang tersebut harus diruwat.

b. Membersihkan kekuatan gaib yang ada di dalam diri seseorang.

Rukyah berarti membersihkan diri dari pengaruh kekuatan gaib yang ada dalam diri seseorang. Manusia memerlukan pembersihan diri dari hal-hal negatif dan kekuatan magis dari dalam dirinya. Orang yang akan dirukyah harus membersihkan dirinya secara fisik dengan cara berwudu. Setelah wudu, seseorang yang akan dirukyah diminta duduk berhadapan dengan ahli rukyah. Kemudian seseorang yang merukyah membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk menghilangkan kekuatan gaib yang berada di dalam tubuh orang yang dirukyah.

3. Ruwatan dengan Wayang Beber

Ruwatan dengan wayang beber mengambil lakon “Jaka Kembang Kuning”. Wayang beber berupa selembar kertas atau kain yang digambari dengan beberapa lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas 16 adegan.

4. Ruwatan dengan Wayang Kulit

(40)

lakon “Murwakala” membutuhkan biaya yang cukup besar karena harus ada banyak sesaji dan mengundang dalang yang terkenal.

5. Ruwatan Massal

Dalam ruwatan missal bisa menghemat biaya. Ruwatan missal biasanya dilakukan secara bersama-sama dan ada yang mengkoordinasinya. Semua ubarampe yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh panitia. Ruwatan massal, selain hemat dan lebih praktis, juga tidak melelahkan karena sudah ada panitia yang mengaturnya.

6. Ruwatan Agung

Ruwatan agung dilakukan oleh banyak orang. Ruwatan ini dilakukan ketika kondisi Negara atau masyarakat mengalami sesuatu yang luar biasa. Sebagai contoh ialah ketika di seuatu desa terjadi gempa bumi, tanah longsor, kebanjiran, dan lain-lain maka di desa tersebut perlu dilakukan ruwatan agung.

2.1.2.5 Tujuan Ruwatan

Herawati (2010: 14) mengatakan bahwa kepercayaan sebagian masyarakat Jawa masih melestarikan adat istiadat Jawa. Pelaksanaan ruwatan memiliki beberapa tujuan yaitu, sebagai berikut.

1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka. Keberadaan Batara Kala ini ada pada upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. Kala berarti waktu.

(41)

3. Kekuatan alam yang luar biasa bisa menimbulkan ketakutan pada manusia. Kekuatan itu pula bisa menimbulkan bencana pada manusia. Salah satu cara untuk menghindarkan bencana itu dari kita adalah melakukan acara ruwatan.

2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

2.1.3.1 Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia (berkarakter), sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari uraian di atas tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Banyak sekali permasalahan-permasalahan pendidikan yang muncul di Indonesia (Wattie, 2012).

2.1.3.2 Karakter

(42)

melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily dalam Suyadi, 2013: 5).

Dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang yang satu dengan yang lainnya. Dalam kebahasaan yang lain arti karakter yaitu huruf, ruang, angka, atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas dalam Suyadi, 2013: 5). Orang yang berkarakter ialah orang yang bertabiat, bersifat, berakhlak atau berbudi pekerti yang baik yang membuat orang tersebut berbeda dengan yang lain.

Selain makna karakter secara etimologis, karakter juga dapat dimaknai secara terminologis. Menurut Thomas Lickona (dalam Suyadi: 2013), secara terminologis, seperti yang dikutip oleh Marzuki, mendefinisikan karakter sebagai:

“A reliable inner disposition to respond to situations in a morraly good

way.” Lickona menyatakan, “Character so conceived has three interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”. Karakter yang baik (good karakter) meliputi pengetahuan mengenai kebaikan (moral knowing), komitmen mengenai kebaikan (moral feeling), dan kebiasaan melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan begitu, karakter tertuju pada pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (Marzuki, 2011: 470 dalam Suyadi, 2013: 5).

(43)

amusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan ligkungannya yang terwujud dalam pikiran, perkataan, perbuatan, sikap, dan perasaan berdasarkan pada norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Berbagai definisi karakter dari berbagai di atas memberi tanda bahwa karakter erat kaitannya dengan kepribadian atau akhlak. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan kembali bahwa karakter adalah ciri, karakteristik, atau sifat. Karakter atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya keluarga dan bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80 dalam Suyadi, 2013: 5).

Menurut Samani dan Hariyanto (2013: 22) karakter adalah suatu hal yang sangat peting dan vital dan dorongan pilihan untuk menentukan tercapainya tujuan hidup yang terbaik. Karakter juga dapat diartikan sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas dari tiap orang dalm bekerja sama untuk hidup yang baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

(44)

Kesuma, dkk (2011) mengatakan bahwa karakter ialah suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Sedangkan menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.1.3.3 Karakter Bangsa

Menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter bangsa adalah kualitas perilaku yang khas-baik yang tergambar dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

2.1.3.4 Pendidikan Karakter

(45)

pada diri seseorang apabila diwujudkan dalam bentuk pantulan dari sikap dan perilaku.

Pendidikan karakter (character education) dikenalkan mulai sejak tahu 1900-an. Thomas Lickona disebut sebagai pembawa adanya pendidikan karakter terutama pada bukunya yang berjudul The Return of Character Education, kemudian buku berikutnya adalah Education for Character. How Our School Can Teach Respect and Responsibility.

Lickona mengemukakan bahwa pendidikan karakter memuat tiga unsur pokok, yakni mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Sama seperti Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai,

“A national movement creating schools that foster ethnical, responsible,

and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002: 2).

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui sebuah kebenaran atau kebaikan, mencintainya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

(46)

Sebagai contoh, nilai karakter kejujuran merupakan salah satu nilai karakter yang tetap berlaku sepanjang masa. Pada kenyataannya, nilai kejujuran dapt berubah. Satu contohnya ialah “Pendidikan Anti Korupsi atau Kantin Kejujuran”. Hal ini merupakan salah satu dari nilai karakter, yaitu nilai karakter jujur. Jadi, inti dari nilai karakter ialah kejujuran itu sendiri, bukan mengenai “anti korupsi” atau “kantin kejujuran”.

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkan. Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para peserta didiknya (Wiston dalam Samani, 2013: 43).

Burke (dalam Samani, 2013: 43) pendidikan karakter yaitu bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian dari pendidikan yang baik pula. Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu proses pembelajaran yang mengupayakan siswa dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk peduli dan memahami nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebaikan warga, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri maupun orang lain.

(47)

1. Pendidikan karakter: mata pelajaran agama dan PKn, oleh karena itu menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn.

2. Pendidikan karakter: mata pelajaran pendidikan budi pekerti.

3. Pendidikan karakter: pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga, bukan tanggung jawab sekolah.

4. Pendidikan karakter: adanya penambahan mata pelajaran baru. 5. Dan lain-lain.

Banyak definisi kurang tepat mengenai pendidikan karakter yang membuat banyak guru, orang tua, dan masyarakat umum khawatir.

Menurut Megawangi (dalam Kesuma, 2011: 5) pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk mendidik anak-anak agar dapat senantiasa mengambil keputusan dengan bijak dan kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga orang lain dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter adalah sebuah proses perubahan nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang tersebut (Gaffar dalam Kesuma, 2011: 5). Ada tiga ide pemikiran menurut Gaffar tentang pendidikan karakter, yakni: (1) proses transformasi nilai-nilai; (2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian; (3) menjadi satu dalam perilaku.

Lain halnya apabila pendidikan karakter dalam seting sekolah. Definisi pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki makna:

(48)

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Pandangannya adalah bahwa anak merupakan manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;

3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang diarahkan oleh sekolah (lembaga).

2.1.4 Nilai-nilai Karakter

Suyadi (2013: 7-9) mengatakan berdasarkan Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah dirumuskan bahwa ada 18 nilai karakter yang ditanamkan kepada peserta didik sebagai usaha untuk membangun karakter bangsa. Beberapa nilai-nilai mungkin akan berbeda dengan kementerian- kementerian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa. Sebagai contoh, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam mengatakan kepada muka umum bahwa nilai karakter mengarah pada Muhammad SAW sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Empat karakter yang paling dikenal dari Nabi Muhammad SAW adalah shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran) dan fathanah (menyatunya kata dan perbuatan).

(49)

Dengan begitu, pendidikan karakter kemudian dapat dievaluasi, diukur, dan diuji ulang.

Berikut ini akan dipaparkan 18 nilai karakter menurut Kemendiknas seperti yang termuat dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitan dan Pengembangan Pusat Kurikulum (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). a. Religius, yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan

melaksanakan kepercayaan yang dianutnya termasuk dalam hal sikap saling menghargai dan menghormati pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun dan berdampingan.

b. Jujur, yaitu sikap sikap dan perilaku ynag meggambarkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui, mengatakan, dan melakukan segala hal yang benar) sehingga dapat menjadi pribadi yang dapat dipercaya oleh orang lain.

c. Toleransi, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai terhadap perbedaan agama, suku, ras, adat, bahasa, etnis, pendapat, dan segala hal yang berbeda antara seorang dengan yang lain secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup dengan tentram di tengah perbedaan yang ada. d. Disiplin, yaitu kebiasaan dan tindakan yang bersifat tetap dalam segala

bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.

(50)

f. Kreatif, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan inovasi dalam berbagai sisi dalam memecahkan masalah sehingga dapat menemukan cara-cara baru dan hasil penyelesaian yang baru dan lebih baik pula dari sebelumnya.

g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak tergantung kepada orang lain, baik itu dalam hal pekerjaan, tugas, memecahkan masalah, dan lain-lain. Dalam hal ini, seseorang bisa bekerja sama dengan orang lain tetapi tidak boleh melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.

h. Demokratis, yaitu sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan dan kewajiban secara adil dan merata antara seorang yang satu dengan orang yang lain.

i. Rasa ingin tahu, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang menunjukkan penasaran dan rasa keingintahuan terhadap segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dipelajari, secara lebih dalam.

j. Semangat kebangsaan (nasionalisme), yaitu sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas segala kepentingan pribadi dan golongan.

k. Cinta tanah air, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya, bahasa, ekonomi, politik, dan lain-lain, sehingga tidak mudah percaya terhadap bujukan Negara lain yang mungkin bisa merugikan bangsa sendiri.

(51)

tanpa mengurangi rasa kepercayaan diri untuk mendapat prestasi yang lebih tinggi.

m. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yaitu sikap dan tindakan teruka terhadap orang lain melalui komunikasi yang baik dan santun sehingga dapat tercipta kerja sama secara kolaboratif.

n. Cinta damai, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan suasana damai, aman, tenang, dan nyaman dalam suatu komunitas dan masyarakat atau kelompok tertentu.

o. Gemar membaca, yaitu suatu kebiasaan tanpa adanya paksaan dari siapa pun dalam menyediakan waktu khusus untuk membaca berbagai informasi seperti buku pelajaran, majalah, koran, jurnal, dan lain-lain.

p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berusaha dalam hal apapun demi menjaga kelestarian lingkungan.

q. Peduli sosial, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan.

r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik itu berkaitan dengan orang lain, sosial, masyarakat, bangsa, Negara, agama, maupun diri sendiri.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.

1) Agama

(52)

kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai- nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2) Pancasila

Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai- nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara.

3) Budaya

Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. 4) Tujuan Pendidikan Nasional

(53)

jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

2.1.5 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter

Dalam publikasi Pusat Kurikulum menyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar seseorang memiliki hati yang baik, pikiran yang baik, dan perilaku yang baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multicultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Menurut Hariyanto (2013) berdasarkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) mengatakan bahwa pada intinya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa. Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu, sebagai berikut:

1. Menguatkan dan mengembangan nilai-niai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;

(54)

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Selain itu, pendidikan karakter memiliki tujuan lain yaitu yang pertama memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses masih sekolah dan setelah lulus dari sekolah. Tujuan pendidikan karakter yang kedua adalah mengoreksi perilaku siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau peraturan yang diterapkan di sekolah.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan

Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.

2. Perbaikan

Memperkuat dunia pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

3. Penyaring

(55)

Adapun tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), sebagai berikut:

a. Mengembangkan kemampuan nurani peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sesuai dengan nilai-nilai secara umum dan tradisi budaya bangsa yang religius.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa.

2.1.6 Karakter yang Diharapkan

(56)

negara). Secara psikologis karakter individu diartikan sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkaitan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkaitan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkaitan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkaitan dengan kemauan dan kreativitas yang terwujud dalam sebuah kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.

Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing- masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010: 22).

a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;

b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;

c. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;

(57)

umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

2.1.7 Buku Cerita Anak

2.1.7.1 Arti Cerita anak

Menurut Kurniawan (2013: 17-18) cerita anak bukanlah suatu cerita yang hanya dan harus ditulis oleh anak-anak. Yang membaca cerita anak juga tidak harus anak-anak, siapapun bisa membaca cerita anak. Cerita anak adalah cerita yang dalam penulisannya menggunakan sudut pandang anak. Selain itu, Kurniawan juga menganggap bahwa cerita anak merupakan hasil karya yang menceritakan kehidupan sesuai dengan dunia anak-anak.

Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) berpendapat bahwa cerita anak adalah suatu gambaran yang menggunakan kata-kata dari suatu peristiwa yang oleh manusia atau makhluk hidup lain yang seolah-olah hidup sebagai manusia. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang yang satu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan itu dapat berupa pikiran, perbuatan, dan perasaan seseorang.

Agar dapat berekspresi dalam bentuk cerita itu, Ashadi mengatakan, “Dunia subjek harus hidup. Dunia subjek yang hidup adalah dunia subjek yang kaya lewat pengalaman batin, yaitu banyaknya pengetahuan dan keharuannya. Dunia subjek yang dinamis ditandai oleh dapatnya pengetahuan dan keharuan itu digunakan dalam suatu rangka yang dibangun oleh pengarang.”

Gambar

Gambar 2.1 Korespondensi Satu-satu ....................................................................
gambar yang diberi keterangan.
Gambar 2.1 Korespondensi satu-satu
gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan perseroan PT Perkebunan Nusantara (PTPN VII) Unit Usaha Kedaton (UU Keda) dan Unit Usaha Way Berulu (UU Wabe) berada dalam kelompok perkebunan wilayah kerja

 Apabila ada kemampuan yang belum dimiliki petani dan ada informasi dan data yang belum dapat diakses oleh petani, itulah defisiensi yang dialami petani.  Akibat menderita

berhitung pada materi penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran Matematika kelas 1 di MI Sullamut Taufiq Banjarmasin.. 3) Data tentang pengaruh media neraca bilangan

Perlu diketahui penelitian yang di gunakan secara kuantitatif itu sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan saat ini, penelitian saat ini penulis menggunakan

 Guru menanyakan kepada siswa bagaimana cara mengetahui Kerusakan yang terjadi pada setrika listrik.  Siswa mampu menjelaskan penyebab kerusakan

Penelitian penentuan akumulasi Technetium-99 metastabil Methylene diphosphonat (Tc 99m MDP) menggunakan teknik ROI pada tulang panggul kiri dari pasien kanker

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan pengukuran parameter penyemprotan seperti: ukuran diameter droplet, lebar penyemprotan efektif (LPE), kesaragaman butiran semprot

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di PT NP Tbk, perusahaan manufaktur yang memproduksi aki mobil dan aki motor diketahui bahwa perusahaan mengalami kesulitan