• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai MPV Berdasarkan Nilai HBA1c, Jumlah Komplikasi, Lama Menderita, dan Ada Tidaknya Ulkus Menderita, dan Ada Tidaknya Ulkus

Untuk melihat gambaran nilai MPV pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang terkontrol, HBA1c <6%, atau tidak tekontrol, HBA1c ≥6%, (ADA, 2012), juga untuk melihat gambaran nilai MPV pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang tidak memiliki komplikasi, yang memiliki satu komplikasi, dua komplikasi, dan yang memiliki lebih dari dua komplikasi, melihat nilai MPV berdasarkan

lama menderita Diabetes Melitus Tipe 2 atau onset penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 dan nilai MPV pada DM Tipe 2 dengan ulkus atau tidak ada ulkus.

Tabel 5.3. Gambaran MPV Berdasarkan Nilai HBA1c, Jumlah Komplikasi, Lama Menderita, dan Ada Tidaknya Ulkus

Variabel N(jumlah) Mean (fL) ± Std.Deviasi 1. Nilai HBA1c (%)

HBA1c < 6 5 8.08 ± 0.19 HBA1c ≥ 6 108 9.56 ± 1.12 2. Banyak komplikasi

Tidak ada komplikasi 34 8.98 ± 0.84

1 komplikasi 34 9.11 ± 0.98 2 komplikasi 31 9.84 ± 1.13 >2 komplikasi 14 10.26 ±1.19 3. Lama menderita < 3 tahun 43 9.15 ± 1.04 3-5 tahun 50 9.75 ± 1.08 >5 tahun 20 9.57 ± 1.37 4. Ada/tidak ada ulkus

DM dengan ulkus 41 9.82 ± 1.16 DM tanpa ulkus 72 9.31 ± 1.09

Pada table 5.3. Dapat dilihat bahwa nilai MPV lebih tinggi pada DM Tipe 2 yang nilai HBA1c-nya ≥6% (DM Tipe 2 tidak terkontrol), dengan nilai 9.56 ± 1.12 fL. Dari jumlah komplikasi dapat dilihat bahwa pada DM Tipe 2 dengan tanpa komplikasi memiliki nilai MPV 8.98±0.84 fL, pada DM Tipe2 dengan 1 komplikasi, nilai rata-rata MPV 9.11±0.98, DM Tipe 2 dengan 2 komplikasi nilai rat-rata MPV 9.84±1.13 fL, dan DM Tipe 2 yang memiliki komplikasi lebih dari dua, nilai MPV 10.26±1.19 fL. Berdasarkan lama menderita, nilai MPV pada pasien yang telah menderita DM Tipe 2 kurang dari tiga tahun, yaitu 9.15±1.04 fL, yang menderita selama tiga sampai lima tahun, nilai MPV nya 9.75±1.08 fL,

sedangkan yang menderita DM Tipe 2 lebih dari lima tahun memiliki nilai MPV 9.57±1.37 fL. DM Tipe 2 dengan ulkus memiliki nilai MPV 9.82±1.16 fL, sedangkan DM Tipe 2 tanpa ulkus memiliki nilai MPV 9.31±1.09 fL.

5.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1.di atas dapat dilihat bahwa mayoritas pasien DM tipe 2 adalah perempuan (51.3%). Hasil ini sama dengan penelitian Santoso (2006) yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penderita DM Tipe 2 lebih banyak pada perempuan (61.97%) daripada laki-laki. Akan tetapi, menurut WHO, tidak ada perbedaan kejadian DM antara laki-laki dan perempuan.

Ditinjau dari usia, dapat dilihat bahwa mayoritas penderita DM tipe 2 di RSUP. Haji Adam Malik Medan berusia 31-60 tahun (61.9%). Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 meningkat seiring dengan terjadinya penuaan seperti pada tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0.1 % pada usia < 20 tahun, 8.6 % pada usia >20 tahun dan pada usia >65 tahun prevalensi DM menjadi 20.1 % (Powers, 2005). Namun, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yulianto (2010) dalam Sonatalia (2010) yang mana didapatkan mayoritas penderita DM tipe 2 berusia >40 tahun (80%). Menurut peneliti, hal ini mungkin disebabkan oleh gaya hidup yang kurang baik

dimana seseorang cenderung mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak dan kurangnya olahraga dan aktivitas fisik yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang berlanjut pada Diabetes Melitus. Sehingga, kejadian DM tipe 2 tidak saja dipengaruhi oleh faktor usia.

Ditinjau dari pekerjaan, dapat dilihat bahwa proporsi DM tipe 2 menurut pekerjaan yang terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga (29.2%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Sibuea (2010) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa distribusi penderita DM tipe 2 berdasarkan pekerjaan lebih banyak pada ibu rumah tangga (31.3%). Akan tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian Irianti (2004) di Rumah Sakit Kisaran tahun 2001-2002 dimana pekerjaan terbanyak pasien DM Tipe 2 adalah PNS (54%). Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa proporsi

jenis pekerjaan terbanyak bervariasi, sehingga bisa dikatakan jenis pekerjaan tidak memengaruhi terhadap kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak dipengaruhi oleh gaya hidup dan pola makan.

Ditinjau dari daerah asal, dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM Tipe 2 menurut asal daerah, lebih banyak dari Kota Medan (33.6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Sibuea (2010) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2009 yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa distribusi penderita DM tipe 2 berdasarkan daerah asal lebih banyak dari Kota Medan (70.8%). Menurut peneliti, hal ini mungkin disebabkan Rumah Sakit tersebut berada di wilayah Kota Medan sehingga mudah untuk pasien DM yang berdomisili di Medan dan sekitarnya untuk datang ke rumah sakit tersebut, disamping RSUP. Haji Adam Malik adalah pusat rumah sakit rujukan di wilayah Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan Sumatera Barat.

Ditinjau dari pendidikan, dapat dilihat bahwa penderita DM tipe 2 berlatar belakang pendidikan terbanyak adalah tamat SLTA (64.6%). Demikian juga penelitian Santoso dkk di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya (2000) mendapatkan proporsi penderita DM Tipe 2 terbesar adalah tamat SLTA/sederajat (35.1%). Akan tetapi, peneliti belum menemukan hasil penelitian yang menghubungkan derajat pendidikan dengan kejadian DM tipe 2.

Pada penelitian ini (tabel 5.2.), dapat dilihat bahwa komplikasi yang paling banyak terjadi pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP.Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 adalah nefropati (38.05%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Scheffel, et al, (2004) yang mengatakan bahwa komplikasi yang paling banyak terjadi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 adalah nefropati (48%), akan tetapi tidak dijelaskan mengapa hal ini terjadi.

Pada penelitian ini (tabel 5.3.), dapat dilihat bahwa nilai MPV lebih tinggi pada pasien Diabetes Mellitus yang nilai HBA1c nya ≥6 %, (9.56±1.12 fL). Kadar HBA1c menggambarkan kadar glukosa dalam darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. HBA1c akan meningkat bila telah terjadi proses glikosilasi non enzimatik dari hemoglobin. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin akan mengalami glikosilasi menjadi HBA1c. Pada hiperglikemia

yang berkepanjangan, kadar HBA1c meningkat 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar HBA1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes (Foster, 2000). Dalam penelitian Ulutas et al, (2014) juga mendapatkan nilai MPV yang lebih tinggi secara signifikan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang nilai HBA1c nya ≥7 % (8.3±1.3 fL) dibandingakan dengan yang nilai HBA1c nya <7 % (7.5 ± 1.1 fL). Ulutas, et al (2014) mengemukakan bahwa hiperglikemia dapat meningkatkan reaktivitas platelet (peningkatan nilai MPV) dengan beberapa mekanisme, salah satunya melalui proses glikosilasi non enzimatik , dimana proses glikosilasi non enzimatik dari hemoglobin juga menyebabkan meningkatnya nilai HBA1c (Foster, 2000 dalam Wahyuni, 2012). Sehingga, hiperglikemia yang berkepanjangan (tidak tekontrol) secara langsung akan meningkatkan nilai HBA1c dan MPV melalui proses glikosilasi non enzimatik (Foster, 2000).

Dari penelitian ini (tabel 5.4.), dapat dilihat bahwa jumlah komplikasi Diabetes Melitus tipe 2 meningkat seiring dengan meningkatnya nilai MPV.Mean Platelet Volume menggambarkan ukuran rata-rata dan aktivitas dari platelet. Platelet yang semakin membesar akan semakin muda, dan lebih reaktif dan mudah agregasi. Diperkirakan adanya hubungan antara MPV dan komplikasi diabetes vaskular yang menyebabkan terjadinya trombogenesis. MPV yang tinggi menjadi faktor risiko terjadinya komplikasi vaskular pada Diabetes Melitus Tipe 2 (Kodiatte et al, 2012). Akan tetapi, Hekimsoy et al (2004) dalam penelitiannya, mengatakan bahwa MPV tidak signifikan berbeda antara pasien DM yang memiliki komplikasi dengan pasien tanpa komplikasi.

Dari penelitian penelitian ini (tabel 5.5.), dapat dilihat bahwa pasien yang menderita DM Tipe 2 selama kurang dari tiga tahun, memiliki nilai MPV (9.15±1.04 fL), yang menderita selama 3-5 tahun memiliki nilai MPV (9.75±1.08 fL), dan pasien yang telah menderita DM lebih dari lima tahun memiliki nilai MPV (9.57±1.372 fL). Dari hasil ini, tidak dapat disimpulkan bahwa semakin lama menderita Diabetes Melitus Tipe 2 maka akan semakin tinggi nilai MPV, ataupun sebaliknya. Kodiatte et al, (2012), dalam penelitiannya juga mengatakan

bahwa tidak ada hubungan antara nilai Mean Platelet Volume (MPV) dengan durasi Diabetes Melitus atau lama menderita Diabetes Melitus.

Dari penelitian ini (tabel 5.6.), dapat dilihat bahwa pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan ulkus memiliki nilai MPV yang lebih tinggi (9.82±1.16 fL).Sedangkan Pasien Diabetes Mellitus tanpa adanya ulkus atau gangren memiliki nilai MPV (9.31±1.099 fL).Namun, peneliti belum menemukan hasil penelitian yang mengatakan ada atau tidaknya hubungan terjadinya ulkus atau gangren pada Diabetes Melitus tipe 2 dengan nilai MPV. Menurut Hasibuan (2009) dalam tesisnya mengatakan, bahwa secara umum Diabetes Melitus akan disertai dengan kejadian protrombotik, yaitu perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis, dimana trombosis menjadi salah satu penyulit yang meningkatkan angka morbiditas komplikasi ulkus kaki diabetik. Sehingga, menurut penulis, ada pengaruh nilai MPV dengan komplikasi ulkus diabetik. Karena, dengan meningkatnya nilai MPV, maka akan meningkat juga kejadian protrombotik yang pada akhirnya dapat menyebabkan proses trombosis (Ulutas, et al, 2012).

BAB 6

Dokumen terkait