• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5..2.1. Tingkat Pengetahuan

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/i SMA St.Thomas 1 Medan mengenai seks bebas paling banyak berada dalam kategori cukup, hal ini menurut asumsi peneliti ada kaitannya dengan faktor usia, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan usia

Usia

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

f % f % f %

14-15 9 34,6 47 73,4 3 33,3 59

>15 17 65,4 17 26,6 0 0 34

Total 26 100 64 100 3 100 93

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik paling banyak pada kelompok usia terbesar, tingkat pengetahuan yang dikategorikan cukup dan kurang paling banyak pada kelompok usia terkecil. Dari hasil penelitian Prihyugiarto (2008), salah satu hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seksualitas adalah usia. Dikatakan bahwa pada kelompok usia yang lebih tua akan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan pada kelompok usia yang muda, hal ini sesuai dengan Notoadmojo (2007), pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin sering seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan akan suatu hal/objek.

Menurut peneliti hal yang mungkin mempengaruhi tingkat pengetahuan selain faktor usia adalah jenis kelamin/gender. Menurut Hanifah (2007) di masyarakat, gender menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh laki-laki dan perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual, kehamilan dan penyakit menular seksual (PMS). Sehingga dikatakan bahwa laki-laki lebih mengetahui masalah seksualitas daripada perempuan, karena perempuan dianggap lebih pasif sedangkan laki-laki lebih aktif dalam mencari informasi mengenai seksualitas. Data lengkap distribusi tingkat pengetahuan tentang seks bebas berdasarkan gender dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin Jenis

kelamin

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

f % f % f %

Laki-laki 11 42,3 29 45,3 0 0 40

Perempuan 15 57,7 35 54,7 3 100 53

Total 26 100 64 100 3 100 93

Dilihat dari tabel 5.9 di atas, tingkat pengetahuan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda karena sebenarnya saat ini perempuan juga memiliki akses yang sama dengan laki-laki dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan tentang seks dan kesehatan reproduksi. Hasil ini cocok dengan Prihyugiarto (2008) dalam penelitiannya, jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai seks bebas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hadi, et al (2008), tidak ditemukannya kolerasi yang bermakna antara pengetahuan seksualitas dengan jenis kelamin.

Dari tabel 5.3. terlihat bahwa pertanyaan/pernyataan pada kuesioner yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan/pernyataan tentang ciri seks sekunder pada laki-laki dan perempuan. Hal ini menurut peneliti dapat sedemikian rupa karena pada remaja tersebut telah mengalami perubahan fisik tersebut selain itu hal tersebut memang sudah masuk dalam kurikulum pembelajaran mereka dalam

mata pelajaran biologi dalam topik sistem reproduksi sejak SMP. Sedangkan pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan/pernyataan tentang dampak-dampak dari perilaku seks bebas. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pengetahuan responden mengenai dampak dari perilaku seks bebas, menurut peneliti hal ini mungkin terjadi akibat masih kurangnya sosialisasi tentang kesehatan reproduksi dan dampak-dampak perilaku seks bebas di sekolah tersebut.

5.2.2. Sikap

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa tingkat sikap siswa/i SMA St.Thomas 1 Medan mengenai seks bebas berada dalam kategori baik, hal ini menurut asumsi peneliti ada kaitannya dengan faktor usia, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan usia

Usia Sikap Total Baik Cukup f % f % 14-15 32 50,4 27 67,5 59 >15 21 39,6 13 32,5 34 Total 53 100 40 100 93

Dari tabel 5.9. terlihat bahwa sebanyak 50,4% dari 59 siswa/i yang berusia 14-15 tahun memiliki sikap yang dikategorikan baik dan sebanyak 39,6% dari 34 siswa/i yang berusia >15 tahun memiliki sikap yang dikategorikan baik, dari tabel tersebut terlihat bahwa seiring dengan pertambahan usia maka sikap akan semakin baik. Pertambahan usia seseorang akan berhubungan dengan perkembangan kognitif, penalaran moral, perkembangan psiko seksual dan perkembangan sosial (Hadi, et al, 2008).

Hal ini sesuai dengan pandangan Notoadmojo (2007) tentang penentuan sikap yaitu, semakin sering seseorang terpapar akan suatu stimulus atau objek akan

mempengaruhi seseorang menilai ataupun bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Selain usia menurut peneliti faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap adalah tingkat pengetahuan mengenai hal tersebut. Data lengkap distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi sikap berdasarkan tingkat pengetahuan

Hasil Uji

Sikap Total Baik Cukup f % f % Tingkat Pengetahuan Baik 13 24,5 13 32,5 26 Cukup 37 69,8 27 67,5 64 Kurang 3 5,7 0 0 3 Total 53 100 40 100 93

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan cukup dan baik memiliki sikap yang dikategorikan baik, sedangkan pada tingkat pengetahuan yang kurang memiliki sifat yang dikategorikan cukup. Hal ini sesuai karena pengetahuan akan suatu objek atau stimulus memegang peranan penting dalam penentuan sikap (Notoadmojo, 2007).

Selain itu menurut Rahayuningsih (2008), pemahaman ataupun pengetahuan baik dan buruk, salah atau benarnya suatu hal akan menentukan sistem kepercayaan seseorang sehingga akan berpengaruh dalam penentuan sikap seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Asfriyati, Sanusi dan Siregar (2004) yaitu, bila seseorang memiliki dasar agama yang kuat meskipun pengetahuan seksualitas yang kurang, tetapi karena dasar agama yang kuat menyebabkan adanya pengaruh terhadap penentuan sikap.

Pada tabel 5.5. terlihat bahwa sebanyak 90,3% menolak pernyataan ‘melakukan hubungan seksual di luar nikah merupakan hal yang sah-sah saja’, hal ini menurut peneliti telah sangat bagus, karena sesuai dengan pendapat Luthfie (2002) perilaku seks yang benar dan sah adalah perilaku seks yang dilakukan melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum dan kepercayaan masing-masing individu.

Selain itu sikap responden terhadap pemberian pendidikan seks sejak smp dan penyediaan tempat pelayanan remaja yang mengatasi persoalan remaja juga telah sangat bagus karena menurut peneliti pada masa remaja tersebut merupakan masa ingin tahu terhadap perubahan fisik dan psikis yang dialaminya. Secara fisik dan psikis yang dialaminya, hal ini sesuai dengan Arma (2007), karena besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas sehingga pemberian informasi tentang pendidikan seks dan tempat pelayanan remaja yang mengatasi persoalan remaja memang sangat dibutuhkan.

Pada tabel tersebut juga terlihat sebanyak 47,3% dari responden masih menganggap bahwa ciuman bukan merupakan salah satu bentuk perilaku seksual. hal ini mungkin karena masih kurangnya sosialisasi mengenai pendidikan seks. Karena menurut Mutadin (2002) dan Behrman, Kliegman & Jenson (2004), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku seks dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, berciuman, bercumbu dan bersenggama.

Dokumen terkait