• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan

Dalam dokumen LAPORAN PENELITIAN DOSEN YAYASAN (Halaman 45-52)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Tingkat Ekonomi Keluarga

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa dari 81 responden, 32 responden (39.5%) dengan ekonomi tinggi dan 49 responden (60.5%) dengan ekonomi rendah. Dalam penelitian ini status ekonomi dikelompokkan menjadi dua yaitu tinggi dan rendah. Keluarga dikatakan ekonomi tinggi apabila penghasilan ≥ UMR dan keluarga dikatakan ekonomi rendah apabila penghasilan < UMR.

Menurut data yang di dapatkan dari BKKBN, status ekonomi merupakan tingkat kemampuan keluarga yang di nilai dari pendapatan keluarga. Status masyarakat dapat dibedakan atas gakin (punya kartu) dan non gakin (tidak punya kartu). Berdasarkan jumlah pendapatan keluarga per bulannya dan menurut standar upah minimum regional (UMR) Sumatera Barat tahun 2013 yaitu sebanyak Rp. 1.350.000 per bulan. Ekonomi kelas atas 3 kali diatas UMR, ekonomi kelas menengah 2 kali UMR, dan ekonomi kelas bawah/ rendah ≤ UMR (Pusdatinaker Sumbar, 2013).

Status ekonomi diartikan sebagai usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhan dengan cara memproduksi, mendistribusi, mengkonsumsi barang dan jasa. Menurut BKKBN, keluarga miskin adalah keluarga yang dengan alasan ekonomi tidak

memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi: paling kurang satu kali seminggu makan daging atau telur, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas lantai rumah paling kurang 8 meter untuk tiap penghuni.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Komsatiningrum pada tahun 2008 di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten bahwa rata-rata pendapatan keluarga responden adalah sedang (47.3%).

Menurut asumsi peneliti, melihat dari hasil penelitian yang yang telah dilakukan di Posyandu Subur Kelurahan Pulai Anak Air Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari Kota Bukittinggi lebih dari separoh responden memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menerangkan bahwa jika status ekonomi keluarga tinggi maka status gizi balita baik dan begitu sebaliknya. Rendahnya ekonomi keluarga disebabkan karena sebagian besar besar pekerjaan orang tua adalah ibu rumah tangga dan wiraswasta, sehingga lebih dari separoh pendapatan rata-rata keluarga dibawah Upah Minimum Regional (UMR).

b. Pengetahuan Ibu

Berdasarkan tabel 4.2 ditemukan dari 81 responden, 47 responden (58.02%) yang memiliki pengetahuan tinggi dan 34 responden (41.98%) yang memiliki pengetahuan rendah tentang status gizi balita. Dari 20 item pertanyaan tentang status gizi balita,

pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah item nomor 17 yaitu tentang akibat gizi kurang pada proses tubuh. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah item nomor 11, yaitu pertanyaan tentang penilaian status gizi balita.

Didukung oleh teori yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan seseorang lebih menentukan rendahnya pengetahuan seseorang tentang status gizi dan kurangnya penyuluhan dari tenaga kesehatan (Ikhsan, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kesehatan akan mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan pada kelompok tertentu. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuris Zuraida Rakhmawati pada tahun 2012 di Semarang bahwa Ibu Balita mempunyai pengetahuan yang baik tentang status gizi balita (86.15%).

Menurut asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Posyandu Subur Kelurahan Pulai Anak Air Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari juga mendapatkan hasil yang sama yaitu responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang status gizi balita. Tingginya pengetahuan responden tentang status

gizi balita disebabkan oleh telah terlaksananya dengan baik penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, serta adanya kesadaran dan kemauan ibu untuk memanfaatkan media informasi yang ada di pelayanan kesehatan. Selain itu, pendidikan ibu yang tergolong tinggi juga mempengaruhi pengetahuan ibu tentang status gizi balita, dimana sebagian besar ibu yang memiliki balita di Posyandu Subur adalah berpendidikan SMA.

c. Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 4.3 dari 81 balita yang menjadi sampel terdapat 93.83% responden yang berstatus gizi baik dan 6.17% responden yang berstatus gizi kurang.

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi balita memuaskan (Supariasa, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola asuh keluarga, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dasar, budaya keluarga, sosial ekonomi, serta tingkat pengetahuan dan pendidikan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amelia Repi tahun 2010 di Kecamatan Langowan Barat bahwa status gizi balita adalah baik (97.1%).

Menurut asumsi, peneliti dari hasil yang menunjukkan bahwa responden memiliki status gizi baik. Status gizi balita

dikategorikan baik disebabkan karena makanan yang dikonsumsi balita sesuai dengan kebutuhan nutrisi balita setiap harinya, pola asuh yang baik seperti dalam pemenuhan pangan, pemeliharaan kesehatan fisik, dan perhatian pada anak. Selain itu, balita tidak dalam keadaan sakit yang menyebabkan terjadinya penurunan dalam pemenuhan nutrisi. Pengetahuan ibu yang dikategorikan tinggi juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan status gizi balita baik, karena semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin kecil kemungkinan untuk terjadinya gizi buruk. 2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dari 32 responden yang berstatus ekonomi tinggi didapatkan balita dengan status gizi baik 29 orang (38.2%), dan status gizi kurang 3 orang responden (60.0%). Sedangkan dari 49 responden yang berstatus ekonomi rendah didapatkan balita dengan status gizi baik 47 orang responden (61.8%), status gizi kurang 2 orang responden (40.0%). Dari uji statistik didapatkan nilai p = 0.379 > p = 0.05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan status gizi balita.

Status ekonomi diartikan sebagai usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhan dengan cara memproduksi, mendistribusi, mengkonsumsi barang dan jasa. Menurut BKKBN, keluarga

miskin adalah keluarga yang dengan alasan ekonomi tidak memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi: paling kurang satu kali seminggu makan daging atau telur, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas lantai rumah paling kurang 8 meter untuk tiap penghuni.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anjani, 2011 dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi ibu dengan status gizi balita di Makasar, dengan nilai p = 0,296 > p = 0,05.

Hasil penelitian yang penulis dapatkan tidak terdapat hubungan antara status ekonomi dengan status gizi balita di Posyandu Subur Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari Bukittinggi dimana ibu balita yang berstatus ekonomi rendah memiliki status gizi baik, dan ibu balita yang memiliki tingkat ekonomi tinggi memiliki status gizi baik.

Menurut asumsi peneliti, dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan ekonomi rendah cenderung memiliki balita yang bergizi baik, hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya. Ibu dengan status ekonomi rendah seharusnya cenderung memiliki balita yang bergizi kurang karena keterbatasan biaya untuk mencukupi gizi balitanya. Ini terjadi karena ibu yang memiliki tingkat ekonomi rendah dapat mengatur pola makan balitanya dan bisa menyiasati makanan yang dikonsumsi balitanya

sehingga kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi, serta cara pengolahan makanan yang baik juga dapat mempengaruhi status gizi balita. Selain itu, pola asuh yang baik seperti dalam pemenuhan pangan, pemeliharaan kesehatan fisik, dan perhatian pada anak juga dapat mempengaruhi perkembangan status gizi balita. Dalam hal ini pekerjaan ibu yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga memungkinkan lebih banyak waktu dalam mengasuh balita, sehingga perhatian dalam pemenuhan nutrisinya dapat dipenuhi. b. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dari 47 responden yang berpengetahuan tinggi didapatkan 43 orang balita (56.6%) memiliki status gizi baik, dan 4 orang balita (80.5%) yang memiliki status gizi kurang, sedangkan dari 34 responden yang berpengetahuan rendah didapatkan 33 orang balita (43.4%) memiliki status gizi baik, dan 1 orang balita (20.0%) memiliki status gizi kurang. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.392 > p = 0.05 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden dengan status gizi balita.

Didukung oleh teori yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan seseorang lebih menentukan rendahnya pengetahuan seseorang tentang status gizi dan kurangnya penyuluhan dari tenaga kesehatan (Ikhsan, 2004).

Hal ini sejalan dengan penelitian Ucu Suhendri, 2009 dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan responden dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kabupaten Tangerang, dengan nilai p = 0,350 > p = 0,05. Hasil penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama juga pernah dilakukan oleh Lusi Oktriani Asril, 2010 di Posyandu Kamboja Merah Kota Padang Panjang dengan nilai p = 0,238 > p = 0,05.

Menurut asumsi peneliti, dari hasil yang didapatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang status gizi balita dengan status gizi balita di Posyandu Subur Wilayah Kerja Puskesmas Nilam Sari Bukittinggi dimana ibu balita yang berpengetahuan tinggi memiliki status gizi baik, dan ibu dengan pengetahuan rendah memiliki status gizi baik. Ini menjelaskan bahwa tinggi rendahnya pengetahuan seseorang tidak mempengaruhi status gizi balita, karena masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk memperoleh informasi dari berbagai media cetak, media elektronik, serta informasi dari tenaga kesehatan.

Dalam dokumen LAPORAN PENELITIAN DOSEN YAYASAN (Halaman 45-52)

Dokumen terkait