• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Proses pembelajaran yang ideal perlu melibatkan seorang pendidik yang memiliki kesiapan dalam menjalankan suatu metode. Tujuan dari adanya kesiapan tersebut agar siswa yang ikut terlibat mampu mengikuti proses dan mengalami proses belajar tanpa mengalami kesulitan. Seorang pendidik memiliki peranan sebagai fasilitator yang bertugas untuk membantu siswa dalam menjalankan proses belajar, menanggulangi permasalahan interen siswa secara profesional, membawa proses pembelajaran secara profesional, mengembangkan siswa sehingga outputnya menghasilkan pribadi yang ideal (pribadi yang berkembang dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap). Akan tetapi, peranan

guru secara keseluruhan tidak dapat disalahan karena permasalahan dalam diri siswa juga begitu komplek untuk ditangani. Hal tersebut menjadi tolak ukur peneliti untuk membahas lebih lanjut sama seperti permasalahan yang ditemukan di lapangan. Peneliti menemukan permasalahan pada siswa yang terlihat kesulitan belajar saat mengikuti pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang dibawakan oleh guru. Setelah dilakukan analisis lebih lanjut dari hasil instrumen penelitian, peneliti menemukan penyebab dari kesulitan yang dialami siswa. Berikut penyebab kesulitan yang dialami siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas dengan menggunakan pendekatan saintifik:

1. Kegiatan pembuka

Penyebab kesulitan tersebut bermula dari peranan guru dalam menjalankan proses awal pembelajaran yaitu kegiatan pembuka. Guru tidak mengkondisikan kelas sampai seluruh siswa bisa tenang dan kondusif untuk belajar. Hal tersebut terlihat dari hasil observasi pembelajaran (tabel 1.1) dan hasil observasi aktivitas siswa (tabel 1.2). Saat melakukan apersepsi, guru kurang mendalam dalam mebahas materi relasi yang akan dipelajari selanjutnya. Guru tidak menunjukan sikap memotivasi siswa dan terkesan terburu-buru sehingga tujuan pembelajaran tidak tersampaikan dengan baik. Bahkan sesungguhnya pembelajaran di awal dapat dikatakan tidak optimal karena belum sepenuhnya terjadi interaksi antar guru dengan siswa. Terlihat juga dari kondisi siswa yang belum mempersiapkan diri, tidak

memperhatikan penjelasan guru dan masih ada siswa yang berada diluar kelas. Siswa tidak menunjukan kesadarannya untuk belajar dan mau mengikuti pembelajaran, sama seperti yang dirasakan guru dalam hasil angket bahwa siswa sulit diatur (tabel 1.3) dan hasil wawancara guru yang mengatakan bahwa siswa kurang termotivasi untuk belajar (lampiran a.1).

Peneliti : Apa yang anda rasakan saat melaksanakan pembelajaran di kelas dengan pendekatan saintifik dan metode yang diberikan?

Guru : . . . Aktivitas siswa dalam pembelajaran kurang, lebih cenderung main dan ngobrol sehingga tidak maksimal dalam mengomunikasikan atau menanya. Terlihat kurang termotivasi untuk belajar.

Permasalahan tersebut sangat bertolak belakang dengan hasil angket siswa (tabel 1.4) yang menunjukan bahwa mereka minat dengan matematika. Jika siswa minat dengan matematika maka seharusnya siswa sadar untuk belajar dan mau mengikuti proses pembelajaran. Jika ditinjau dari hasil angket siswa (tabel 1.4 no 3) dan wawancara siswa (lampiran a.2.1-a.2.5) yang menunjukan bahwa cara guru mengajar menyenangkan dan tidak banyak aturan maka tidak salah jika siswa mengambil sikap untuk tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Peneliti : Apa yang dirasakan selama proses pembelajaran dengan guru kalian tadi?

Siswa 1 : Senang mas

Peneliti : Senangnya bagaimana? Mungkin bisa dijelaskan Siswa 1 : Ga banyak aturan dan enak

Peneliti : Apa yang dirasakan selama proses pembelajaran dengan guru kalian tadi?

Peneliti : Senangnya bagaimana? Siswa 2 : Ga ada halangan, bisa bebas

Peneliti : Apa yang dirasakan selama proses pembelajaran dengan guru kalian tadi?

Siswa 3 : Senang mas

Peneliti : Senangnya bagaimana? Siswa 3 : Gurunya enak

Peneliti : Apa yang dirasakan selama proses pembelajaran dengan guru kalian tadi?

Siswa 4 : Senang mas

Peneliti : Senangnya bagaimana? Siswa 4 : Gurunya asik, lucu

Peneliti : Apa yang dirasakan selama proses pembelajaran dengan guru kalian tadi?

Siswa 5 : Senang

Peneliti : Senangnya bagaimana? Siswa 5 : Guru menyenangkan

Jadi peranan guru dalam kegiatan pembuka sangat diperlukan, terlebih dapat mengarahkan siswa secara tegas untuk tetap fokus pada proses belajar dan pembelajaran. Dengan begitu proses pembelajaran yang terjadi diawal akan selaras dengan proses selanjutnya dan sesuai dengan pengertian Miarso (1993) dalam Siregar dan Nara (2010:3-4) bahwa pembelajaran adalah usaha pendidik secara sadar untuk mengendalikan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan dan mampu membuat siswa belajar.

2. Kegiatan inti

Pada kegiatan inti guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik. Guru tidak mengalami permasalahan dan merasa yakin dalam pelaksanaannya dan yakin dapat berjalan sesuai tujuan pembelajaran (hasli angket guru, tabel

1.3). Akan tetapi, berdasarkan hasil observasi dan wawancara siswa menunjukan adanya permasalahan dalam menjalankan tahapan pendekatan saintifik sebagai berikut:

a. Permasalahan dalam tahapan mengamati

Pada tahapan mengamati, guru menggunakan papan tulis sebagai media untuk menjelaskan materi relasi (hasil observasi pembelajaran). Penggunaan media papan tulis terkesan minimal dan menyebabkan siswa kesulitan dalam mengamati dan memilih untuk berbicara dengan teman, ada yang merasa bingung, dan mengantuk (hasil wawancara siswa tahapan mengamati).

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 1 : Tidak ikut mas karena ngantuk, lapar belum sarapan

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 2 : Ikut mengamati, kadang bingung

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 3 : Ikut mengamati, tapi sulit memahami

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 4 : Ikut mengamati, sempat kesulitan dan bingung

untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 5 : Ikut mengamati, sempat kesulitan

Permasalahan tersebut disadari oleh guru yang terbukti dari hasil angket guru yang menunjukan bahwa guru merasa tidak mempersiapkan pelaksanaanya secara lengkap dengan perolehan persentase 40 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan mengikuti proses tahapan mengamati akibat kurangnya persiapan guru dalam pelaksanaannya.

Secara aturan tahapan mengamati dalam pendekatan saintifik menjadi dasar siswa untuk membangun pemahaman dari hasil pengamatannya sesuai dengan skema alur tahapan saintifik. Pada tahapan awal pendekatan saintifik siswa diajak untuk mengamati suatu bentuk permasalahan yang ada. Cara dalam mengamati dapat dilakukan dengan mengajak siswa untuk melihat, mendengar, atau meraba. Tujuannya adalah mengajak anak untuk melakukan proses mengolah informasi dari hasil pengamatannya. Jika guru tidak mempersiapkan pelaksanaan tahapan mengamati secara maksimal maka informasi yang diperoleh siswa pun tidak dapat disimpan dengan baik. Secara paradikma tahapan mengamati sesungguhnya menjadi dasar proses pembelajaran agar siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya (Piaget) serta merekonstruksi pengalaman (Bogner: 2008) yang dimilikinya, sesuai dengan penjelasan Huda (2014:37-70) terkait paradikma

pembelajaran. Selanjutnya, jika pada tahapan mengamati siswa sudah terkendala maka pada tahapan selanjutnya siswa juga akan mengalami kendala, sehingga dalam prosesnya tidak boleh terjadi miss saat mengamati (skema alur tahapan saintifik). Permasalahan dalam tahapan mengamati dapat juga muncul dari diri siswa seperti mengalami kesulitan belajar dan tidak tahu gaya belajar yang dimiliki, sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih memilih berbicara dengan temannya. Oleh sebab itu peranan guru dalam mendampingi dan mengarahkan siswa sangat dibutuhkan.

b. Permasalahan dalam tahapan menanya

Tahapan menanya padas pembelajaran tidak nampak dilakukan oleh guru. Akan tetapi, permasalahan dalam tahapan menanya dapat digali melalui hasil wawancara guru (lampiran a.1) yang mengatakan bahwa siswa sulit diarahkan untuk menanya, dengan kata lain siswa mengalami kesulitan dalam menanya.

Peneliti : Apa yang anda rasakan saat melaksanakan pembelajaran di kelas dengan pendekatan saintifik dan metode yang diberikan?

Guru : Siswa susah diarahkan untuk menanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pembelajaran . . .

Akan tetapi, hal tersebut tidak sesuai dengan hasil angket siswa yang menyatakan bahwa siswa tahu apa yang ingin ditanyakan, tahu cara bertanya, berani bertanya, tidak takut dikatakan bodoh dan merasa paham sehingga tidak bertanya. Jika

ditinjau dari hasil wawancara, maka diperoleh pengakuan bahwa sisiwa mengalami kesulitan untuk bertanya karena tidak tahu cara bertanya. Siswa bingung dengan apa yang ingin ditanyakan, siswa takut salah dan takut dipermalukan.

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, jika kamu diminta untuk bertanya dari persoalan yang diberikan, apa yang kamu rasakan?

Siswa 1 : Tidak tau mas

Peneliti : Tapi kamu bisa bertanya? Siswa 1 : Bisa kalau tau

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, jika kamu diminta untuk bertanya dari persoalan yang diberikan, apa yang kamu rasakan?

Siswa 2 : Bingung mau tanya apa. Peneliti : Tapi kamu tahu cara bertanya?

Siswa 2 : Tau mas, dengan angkat tangan kan mas maksudnya?

Peneliti : Betul itu cara kalau kamu mau bertanya, tapi apakah kamu berani bertanya?

Siswa 2 : Takut sebetulnya

Peneliti : Apa yang buat kamu takut? Siswa 2 : Malu mas kalau salah

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, jika kamu diminta untuk bertanya dari persoalan yang diberikan, apa yang kamu rasakan?

Siswa 3 : Ragu-ragu, takut pertanyaannya salah, malu Peneliti : Tapi kamu tahu cara bertanya?

Siswa 3 : Tau mas

Peneliti : Cara membuat pertanyaan dengan kalimat tanya apakah juga tahu?

Siswa 3 : Tahu mas

Peneliti : Apa yang buat kamu tidak bertanya? Siswa 3 : Malu mas, takut kalau salah

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, jika kamu diminta untuk bertanya dari persoalan yang diberikan, apa kamu bisa bertanya? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 4 : Tidak bisa tanya, rasanya deg-degan, takut dikira bodoh tu lho mas

Peneliti : Tapi kamu tahu cara bertanya? Siswa 4 : Tau mas, cuma bingung

tanya apakah juga tahu? Siswa 4 : Tahu mas

Peneliti : Apa yang buat kamu tidak bertanya? Siswa 4 : Cuma bingung mas

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, jika kamu diminta untuk bertanya dari persoalan yang diberikan, apa kamu bisa bertanya? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 5 : Tidak bisa tanya, takut salah Peneliti : Tapi kamu tahu cara bertanya? Siswa 5 : Tau mas

Peneliti : Cara membuat pertanyaan dengan kalimat tanya apakah juga tahu?

Siswa 5 : Tahu mas

Peneliti : Apa yang buat kamu tidak bertanya? Siswa 5 : Tidak tahu mau tanya apa

Siswa 1 yang merasa tidak tahu cara bertanya dan bingung dengan apa yang ingin ditanyakan adalah siswa yang pada saat tahapan mengamati mengalami miss dalam mengamati karena pada saat tahapan mengamati tidak ikut mengamati.

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mengamati persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mengamati? Apa yang kamu rasakan?

Siswa 1 : Tidak ikut mas . . .

Secara skema alur pendekatan saintifik, siswa yang tidak maksimal dalam mengamati tidak menyimpan sebuah pemahaman atau konsep secara utuh. Dalam Smith (2013: 75-83) kesulitan menanya yang dialami siswa juga papat disebabkan karena siswa mengalami gangguan bahasa. Gangguan bahasa yang dialami siswa berupa kesulitan untuk menentukan kata yang benar serta kemampuan untuk menentuk berkomunikasi secara efektif (Gibbs dan Cooper:1989). Untuk menanggulangi permasalahan yang

dihadapi siswa saat kesulitan menanya adalah dengan menjadikan guru sebagai pendamping sekaligus pengarah bagi siswa, agar kedepannya siswa dapat bertanya, berani dan terampil. Dari hasil angket guru menunjukan bahwa guru merasa sudah melakukan pengarahan untuk siswa, tetapi bagi peneliti pengarahan yang diberikan tidak nampak.

c. Permasalahan dalam tahapan menalar

Pada tahapan menalar peneliti menemukan permasalahan bahwa siswa kesulita untuk melakukan penalaran terkait permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa diminta untuk menambahkan tanda panah yang menunjukan relasi A ke B.

Berdasarkan hasil observasi, siswa tidak merespon permasalahan yang diberikan oleh guru. Selanjutnya guru meminta siswa yang terpilih untuk maju menyelesaikan permasalahan. Guru membantu siswa dalam membuat panah sehingga siswa dapat

A

Satu kurangnya

B

Dari dua kali A

1.

2.

3.

4.

.1 .2 .3 .4 .5 .7 .8

menyelesaikan dan memahami permasalahan yang diberikan. Permasalahan yang diberikan guru terbilang sulit untuk siswa, karena relasi yang digunakan melibatkan operasi pengurangan dan perkalian. Siswa sulit untuk memahami dan membayangkan maksud dari relasi yang diberikan.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menalar. Kesulitan menalar yang dialami siswa disebabkan karena masalah daya ingat Swanto dkk. (1990) dalam Smith. Dari gambar 4.5 dapat dilihal bahwa soal penalaran yang diberikan melibatkan pemahaman terkait bilangan dan seharusnya siswa dapat mengingat pemahaman terkait bilangan, dengan kata lain siswa mengalami masalah daya ingat atau masalah memori sehingga tidak dapat mengingat pemahaman yang pernah dipelajari. Smith juga mengatakan bahwa siswa mengalami gangguan kognisi sehingga sulit dalam melakukan analisis masalah, membuat perencanaan dan pengaturan yang diperlukan bagi solusi masalah tersebut secara sadar. Jika mengambil contoh persoalan gambar 4.5 dengan relasi “satu kurangnya dari dua kali A”, maka diperoleh juga kesulitan siswa

dalam memahami maksud dari relasi “satu kurangnya dari dua kali A”, sehingga dapat dikatakan juga bahwa siswa mengalami

Jadi siswa mengalami kesulitan menalar karena gangguan dalam diri siswa berupa gangguan bahasa, memahami dan kemampuan kognitif, sehingga peranan guru dalam mendampingi siswa sangatlah penting.

d. Permasalahan dalam tahapan mencoba

Pada tahapan mencoba, guru meminta siswa untuk berdiskusi dalam kelompok. Hal tersebut sudah sesuai dengan paradikma pembelajaran bahwa dengan melakukan diskusi kelompok siswa dapat berinteraksi dan mengembangkan pengetahuannya (Wenger: 1998) dalam Huda. Menjadi permasalahan ketika guru tidak mengelompokkan siswa secara acak, sehingga kelompok yang terbentuk tidak kondusif untuk mencoba permasalahan dalam LKS yang diberikan. Kondisi kelompok yang tidak kondusif menjadi penyebab kesulitan siswa dalam tahapan mencoba. Ditinjau dari hasil angket siswa diperoleh kesimpulan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan saat menoba, namun dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa siswa tidak menyelesaikan permasalahan pada LKS sampai. Siswa merasa kesulitan saat diminta untuk menentukan relasi dari no iii dan iv pada LKS.

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mencoba persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mencoba? Apa yang kamu rasakan? Siswa 4 : Ikut mencoba

mengerjakan?

Siswa 4 : Merasa susah no iii dan iv

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kamu diminta untuk mencoba persoalan yang diberikan, Apakah kamu ikut mencoba? Apa yang kamu rasakan? Siswa 5 : Ikut mencoba

Peneliti : Lalu apa yang kamu rasakan saat mencoba mengerjakan?

Siswa 5 : Merasa susah no iii dan iv

Gambar 4.11: Persoalan dalam LKS

Pada gambar 4.6 kesulitan siswa dalam mencoba saat menemukan permasalahan terkait bilangan seperti pada no iii dan iv. Permasalahan no i dan ii terlihat mudah karena tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan no iii dan iv yang perlu mengkaitkan dengan pemahaman tentang bilangan. Siswa tidak mampu mengingat materi bilangan berbangkat dan kelipatan suatu bilangan yang pernah dipelajari. Siswa mengalami permasalahan dalam memahami persoalan yang disajikan. Pada tahapan mencoba siswa menunjukan sikap berani untuk bertanya secara mandiri

(hasil observasi aktivitas siswa). Ada indikasi bahwa permasalahan pada tahapan menanya cukup terjawab pada tahapan mencoba. Siswa lebih nyaman bertanya bukan saat sesi bertanya.

Jadi dari permasalahan tersebut siswa mengalami kesulitan mencoba untuk kasus-kasus tertentu seperti persoalan yang membutuhkan penalaran seperti contoh no iii dan iv.

e. Permasalahan dalam tahapan menyimpulkan

Saat peneliti melakukan observasi, guru tidak menampakkan tahapan menyimpulkan dalam proses pembelajarannya. Guru tidak melibatkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari. Berdasarkan RPP (lampiran RPP hal 18) yang dibuat oleh guru, tahapan menyimpulkan tidak dituliskan pada kegiatan inti dan digantikan dengan tahapan mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Pada pelaksanaannya guru melaksanakan tahapan mengomunikasikan dengan meminta siswa untuk maju menjelaskan hasil diskusi (lampiran RPP no urut 8 hal 18). Pada RPP tahapan menyimpulkan dituliskan dalam kegiatan penutup (lampiran RPP no urut 1 hal 18). Selanjutnya peneliti menggunakan hasil wawancara siswa untuk menggalinya. Saat wawancara, peneliti meminta siswa untuk menyimpulkan terkait materi yang sudah dipelajari. Hasil yang diperoleh siswa tidak mampu menyimpulkan karena lupa dan

bingung dengan materi yang sudah dipelajari (lampiran a.2.2, a.2.3, dan a.2.5).

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kalian diminta untuk menyimpulkan persoalan yang sudah diberikan, Apa yang kalian rasakan? Apakah kamu bisa menyimpulkan?

Siswa 2 : Bisa mas

Peneliti : Kira-kira apa yang sudah kamu pelajari barusan? Coba simpulkan.

Siswa 2 : Apa ya mas, bingung

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kalian diminta untuk menyimpulkan persoalan yang sudah diberikan, Apa yang kamu rasakan? Apakah kamu bisa menyimpulkan?

Siswa 3 : Sulit menyimpulkan, bingung mau menyimpulkan apa

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kalian diminta untuk menyimpulkan persoalan yang sudah diberikan, Apa yang kamu rasakan?

Siswa 5 : Tidak tahu, bingung

Ada juga siswa yang tidak memperhatikan dari awal sehingga tidak mengerti dan tidak dapat memberi kesimpulan dari apa yang sudah dipelajari (lampiran a.2.1).

Peneliti : Saat proses pembelajaran tadi, kalian diminta untuk menyimpulkan persoalan yang sudah diberikan, Apa yang kamu rasakan? Coba simpulkan.

Siswa 1 : Apa ya mas. (Tidak bisa menyimpulkan karena tidak memperhatikan).

Siswa merasa berani dan dapat menyimpulkan, tetapi ada juga siswa yang merasa takut saat guru meminta mereka untuk menyimpulkan (lampiran a.2.2, a.2.3, a.2.4, dan a.2.5).

Peneliti : Tetapi kamu berani membuat kesimpulan bila diminta gurumu menyimpulkan?

Peneliti : Tetapi kamu berani membuat kesimpulan bila diminta gurumu menyimpulkan?

Siswa 3 : Tidak berani, susah memberi kesimpulan Siswa 4 : Bisa menyimpulkan tetapi tidak berani Peneliti : Apa yang membuat kamu tidak berani

bertanya? Siswa 4 : Takut salah

Peneliti : Tetapi kamu berani menyimpulkan? Siswa 5 : Berani

Peneliti : Apa yang membuat kamu tidak menyimpulkan?

Siswa 5 : Takut saja, nanti salah

Pernyataan siswa merasa bingung dengan bentuk kesimpulan yang akan disampaikan sesuai dengan Smith bahwa siswa mengalami masalah bahasa sehingga sulit untuk menentukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan kurangnya kemampuan dalam mengatur bahasa untuk berkomunikasi secara efektif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan menyimpulkan karena masalah atau gangguan bahasa serta ditambahnya rasa takut yang muncul dalam diri siswa.

3. Kegiatan penutup

Pada kegiatan penutup peranan guru dalam berinteraksi dengan siswa tidak terlalu terlihat karena keterbatasan waktu. Guru terkesan terburu-buru dalam memberikan kesimpulan, melakukan refleksi, dan evaluasi (hasil observasi pembelajaran). Ada siswa yang menanggapi kesimpulan yang disampaikan oleh guru tetapi hanya

sebagian. Selanjutnya proses pembelajaran ditutup dengan tugas terkait fungsi dan bukan fungsi, serta membagikan hasil UTS.

Dokumen terkait