vii
Analisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik di SMPN 15 Yogyakarta
Nikolas Damar Pramudya NIM: 111414076
Latar belakang penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 15 Yogyakarta mengalami kesulitan belajar dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik yang dikenalkan oleh kemendikbud dalam Kurikulum 2013. Permasalahan tersebut membuat peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. Data diperoleh dengan melakukan observasi, penyebaran angket, dan wawancara. Instrumen penelitian yang dipakai adalah angket guru dan siswa, lembar observasi pembelajaran dan aktivitas siswa di kelas, serta pedoman wawancara guru dan siswa.
Hasil penelitian menunjukan bentuk kesulitan belajar siswa kelas VIII yang muncul dalam pembelajaran matematika materi dan penyajian relasi dengan pendekatan saintifik adalah kesulitan dalam memahami diagram panah, kesulitan dalam menanyakan persoalan relasi, kesulitan dalam menentukan diagram panah dua buah himpunan dengan bentuk penalaran, kesulitan dalam mencoba terkait menentukan relasi dalam bentuk penalaran, dan kesulitan dalam menyimpulkan materi dan penyajian relasi yang sudah dipelajari.
Penyebab munculnya kesulitan belajar dalam pembelajaran matematika materi relasi dan penyajian relasi dengan pendekatan saintifik karena kesulitan yang disebabkan oleh guru seperti: (1) guru kurang mengarahkan siswa agar dapat bertanya dan menyimpulkan, (2) guru tidak mempersiapkan pelaksanaan tahapan mengamati dengan baik dengan perolehan persentase 40%, (3) persoalan penalaran yang diberikan terbilang sulit, (4) kurangnya keterampilan dan pemahaman guru dalam menjalankan proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan perolehan persentase 40% dan kesulitan yang muncul dari diri siswa sendiri seperti: (1) kurangnya kesadaran siswa untuk belajar dan mau mengikuti proses pembelajaran, (2) perasaan takut yang dominan muncul, (3) siswa mengalami gangguan bahasa, (4) siswa mengalami gangguan mengingat, (5) siswa mengalami gangguan penalaran.
viii
Analysis Learning Difficulties Grade VIII in Mathematics Learning Following the Scientific Approach in SMPN 15 Yogyakarta
Nikolas Damar Pramudya NIM: 111414076
The background of this research was class VIII SMPN 15 Yogyakarta with learning difficulties in following the teaching of mathematics with a scientific approach introduced by Kemendikbud in Curriculum 2013. Such problems made researchers interested in conducting further research. The purpose of this study to determined the cause of students experiencing difficulties in the learning process of mathematics with a scientific approach
This research was a quantitative and qualitative research. Data obtained by observation, questionnaires, and interviews. The research instrument used was a questionnaire teachers and students, learning and activity observation sheet of students in the classroom, as well as interview guides teachers and students.
The results showed form of learning difficulty eighth grade students who appeared in learning mathematics content and presentation of the relation with the approach of the scientific was the difficulty in understanding the arrow diagram, the difficulty of asked a question of relationships, difficulties in determined the arrow diagram of two sets with this form of reasoning, difficulty in trying related determined relationships in the form of reasoning, and difficulties in concluding the matter and presentation of relationships that have been learned.
The cause of the emergence of learning difficulties in mathematics learning material relations and presenting the relation with the approach of scientific because of the difficulties caused by teachers such as: (1) the teacher wasn’t directing students to ask and concluded, (2)
teachers didn’t prepare the implementation stages observe well with the acquisition of a percentage 40%, (3) the issue of the reasoning given fairly difficult, (4) lack of skills and understanding of teachers in implementing the learning process with the approach of the scientific with the acquisition of a percentage of 40% and the difficulties that arise from the students themselves, such as: (1) lack of awareness of students to learn and willing to follow the learning process, (2) the fear that a dominant appears, (3) students experience language impairments, (4) students impaired recall, (5) students impaired reasoning.
ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK
DI SMPN 15 YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Nikolas Damar Pramudya 111414076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK
DI SMPN 15 YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Nikolas Damar Pramudya 111414076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain , kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilimiah.
Yogyakarta, 22 Februari 2016
Peneliti,
Nikolas Damar Pramudya
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Nikolas Damar Pramudya
Nomor Mahasiswa : 111414076
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Uni-versitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA KELAS VIII DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DI SMPN 15 YOGYAKARTA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 22 Februari 2016
Yang menyatakan
Nikolas Damar Pramudya
vii
Analisis Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik di SMPN 15 Yogyakarta
Nikolas Damar Pramudya NIM: 111414076
Latar belakang penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 15 Yogyakarta mengalami kesulitan belajar dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik yang dikenalkan oleh kemendikbud dalam Kurikulum 2013. Permasalahan tersebut membuat peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. Data diperoleh dengan melakukan observasi, penyebaran angket, dan wawancara. Instrumen penelitian yang dipakai adalah angket guru dan siswa, lembar observasi pembelajaran dan aktivitas siswa di kelas, serta pedoman wawancara guru dan siswa.
Hasil penelitian menunjukan bentuk kesulitan belajar siswa kelas VIII yang muncul dalam pembelajaran matematika materi dan penyajian relasi dengan pendekatan saintifik adalah kesulitan dalam memahami diagram panah, kesulitan dalam menanyakan persoalan relasi, kesulitan dalam menentukan diagram panah dua buah himpunan dengan bentuk penalaran, kesulitan dalam mencoba terkait menentukan relasi dalam bentuk penalaran, dan kesulitan dalam menyimpulkan materi dan penyajian relasi yang sudah dipelajari.
Penyebab munculnya kesulitan belajar dalam pembelajaran matematika materi relasi dan penyajian relasi dengan pendekatan saintifik karena kesulitan yang disebabkan oleh guru seperti: (1) guru kurang mengarahkan siswa agar dapat bertanya dan menyimpulkan, (2) guru tidak mempersiapkan pelaksanaan tahapan mengamati dengan baik dengan perolehan persentase 40%, (3) persoalan penalaran yang diberikan terbilang sulit, (4) kurangnya keterampilan dan pemahaman guru dalam menjalankan proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan perolehan persentase 40% dan kesulitan yang muncul dari diri siswa sendiri seperti: (1) kurangnya kesadaran siswa untuk belajar dan mau mengikuti proses pembelajaran, (2) perasaan takut yang dominan muncul, (3) siswa mengalami gangguan bahasa, (4) siswa mengalami gangguan mengingat, (5) siswa mengalami gangguan penalaran.
viii
Analysis Learning Difficulties Grade VIII in Mathematics Learning Following the Scientific Approach in SMPN 15 Yogyakarta
Nikolas Damar Pramudya NIM: 111414076
The background of this research was class VIII SMPN 15 Yogyakarta with learning difficulties in following the teaching of mathematics with a scientific approach introduced by Kemendikbud in Curriculum 2013. Such problems made researchers interested in conducting further research. The purpose of this study to determined the cause of students experiencing difficulties in the learning process of mathematics with a scientific approach
This research was a quantitative and qualitative research. Data obtained by observation, questionnaires, and interviews. The research instrument used was a questionnaire teachers and students, learning and activity observation sheet of students in the classroom, as well as interview guides teachers and students.
The results showed form of learning difficulty eighth grade students who appeared in learning mathematics content and presentation of the relation with the approach of the scientific was the difficulty in understanding the arrow diagram, the difficulty of asked a question of relationships, difficulties in determined the arrow diagram of two sets with this form of reasoning, difficulty in trying related determined relationships in the form of reasoning, and difficulties in concluding the matter and presentation of relationships that have been learned.
The cause of the emergence of learning difficulties in mathematics learning material relations and presenting the relation with the approach of scientific because of the difficulties caused by teachers such as: (1) the teacher wasn’t directing students to ask and concluded, (2)
teachers didn’t prepare the implementation stages observe well with the acquisition of a percentage 40%, (3) the issue of the reasoning given fairly difficult, (4) lack of skills and understanding of teachers in implementing the learning process with the approach of the scientific with the acquisition of a percentage of 40% and the difficulties that arise from the students themselves, such as: (1) lack of awareness of students to learn and willing to follow the learning process, (2) the fear that a dominant appears, (3) students experience language impairments, (4) students impaired recall, (5) students impaired reasoning.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI A. Latar belakang ... 1
B. Identifikasi masalah ... 5
C. Pembatasan masalah ... 5
D. Rumusan masalah ... 5
E. Tujuan penelitian ... 6
F. Manfaat penelitian... 6
G. Batasan istilah... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Analisis ... 9
B. Belajar dan Pembelajaran ... 10
C. Filosofi dan Paradigma Belajar ... 16
D. Kesulitan Belajar ... 22
xi
F. Pendekatan Saintifik... 32
G. Relasi ... 35
H. Penelitian Yang Relevan... 38
I. Kerangka Berfikir ... 41
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43
B. Subjek Penelitian ... 43
C. Objek Penelitian... 43
D. Bentuk Data... 43
E. Teknik Pengumpulan Data... 44
F. Instrumen Penelitian... 45
G. Teknik Analisis Data... 52
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 55
I. Penjadwalan Waktu Pelaksanaan Penelitian... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 57
B. Pembahasan ... 87
C. Keterbatasan peneliti ... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Hasil Observasi Pembelajaran... 111
Tabel 1.2: Hasil Observasi Aktivitas Siswa... 113
Tabel 1.3: Hasil Angket Guru... 114
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Transkrip wawancara guru... 116
Transkrip wawancara siswa... 121
LAMPIRAN B Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 122
Lembar Kegiatan Siswa (LKS)... 133
LAMPIRAN C Lembar Observasi Pembelajaran dan Angket Guru... 136
Lembar Aktivitas dan Angket Siswa... 140
Pedoman Wawancara Guru dan Siswa... 144
Lembar Validasi... 148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kurikulum di Indonesia telah mengalami transisi dari
Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013, dan prosesnya sudah berjalan
selama 3 (2013-2016). Menteri pendidikan saat itu Nuh (2013)
menyampaikan bahwa beberapa perubahan mendasar darim kurikulum
tahun 2006 ke kurikulum 2013 meliputi penataan pola pikir, pendalaman
dan perluasan materi, penguatan proses dan penyesuaian beban.
Sedangkan elemen yang berubah antara lain standar kompetensi kulusan,
standar isi, standar proses dan standar penilaian. Kurikulum 2013
menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach)
dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.
Pada tahun 2014 pelaksanaan Kurikulum 2013 sempat dihentikan
untuk dilakukan evaluasi akibat beberapa pemasalahan. Baswedan (2014)
mengatakan bahwa hampir di 208.000 sekolah mengalami masalah,
terlebih para guru yang belum siap. Baswedan juga memberitahukan
bahwa Kurikulum 2013 masih dalam uji coba, namun beberapa sekolah
yang terpilih masih menjalankannya sebagai percontohan. Anies
untuk SD, SMP dan SMA yang diketuai oleh Suyanto (Guru Besar
Universitas Negri Yogyakarta) dengan harapan dapat terselesaikan
November 2015.
Pada permasalahan tersebut peneliti tertarik dengan pendekatan
baru dalam Kurikulum 2013 yang mengenalkan beberapa tahapan seperti:
mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk jejaring.
Pendekatan tersebut oleh pemerintah (Kemendikbud) dikenalkan dengan
nama pendekatan saintifik atau pendekatan ilimiah (scientific approach).
Tujuan diberlakukannya pendekatan saintifik agar siswa mampu
merumuskan sendiri apa yang dipelajarinya secara mandiri dan mampu
mengembangkan sikap keilmuan dalam diri siswa. Seperti yang dijelaskan
Nuh bahwa pendidikan yang berjalan akan berbasis science bukan bentuk
hapalan lagi. Anak dikenalkan untuk melihat, memperhatikan, bertanya,
observasi, sehingga tidak lagi diorientasikan kepada hafalan-hafalan.
Selain itu dengan pendekatan saintifik peranan guru dalam proses
pembelajaran dapat lebih memberi kekebebasan siswa untuk berpendapat
dan mampun menjadi pendamping untuk siswanya. Akan tetapi,
perancangan tahapan dalam pendekatan saintifik belum dapat
terealisasikan dengan semestinya akibat dari terkendalanya proses yang
berjalan di lapangan. Terlebih pendekatan saintifik yang diterapkan ke
dalam model pembelajaran matematika. Kendala tersebut ditemukan
peneliti ketika melaksanakan PPL di SMP BOPKRI 1 Yogyakarta di tahun
Selama pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik
berlangsung, peneliti melakukan pengamatan di kelas VII SMP BOPKRI 1
Yogyakarta. Hasil pengamatan di kelas VII SMP BOPKRI 1 Yogyakarta
menunjukan keseluruhan siswa kelas VII yang berjumlah 94 siswa
mengalami kesulitan saat berproses dengan pendekatan saintifik. Siswa
kesulitan mengamati persoalan matematika yang diberikan, siswa
kesulitan menanya saat diminta menanyakan sesuatu, siswa kesulitan
menalar saat diberi persoalan, siswa kesulitan mencoba persoalan yang
diberikan, dan siswa kesulitan menyimpulkan saat diminta untuk membuat
kesimpulan dari materi yang diperoleh. Pada akhirnya kendala tersebut
menjadi pertanyaan bagi peneliti, apakah permasalahan tersebut muncul
akibat dari diri siswa atau dari diri guru yang masih kurang dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Berbagai refrensi buku tidak
menuangkan alasan secara lengkap mengapa kesulitan tersebut bisa terjadi
pada siswa sehingga peneliti tertarik untuk meninjau lebih lanjut dengan
mengkajinya dengan penelitian lain terkait pendekatan saintifik.
Penelitian yang ditulis oleh Efriana (2014) menunjukan hasil yang
bertolak belakang dengan pengamatan peneliti di lapangan. Menurut
Efriana proses pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik yang
dipadukan dengan model pembelajaan discovery leaning dan menjadikan
kelas VII MTsN di Palu Barat sebagai subjek penelitian dapat berjalan
baik dan sesuai harapan. Bahkan hasil penelitian tersebut menunjukan
pembelajaran berlangsung. Penelitian Atsnan dan Gazali (2013) juga
mengutarakan bahwa penggunaan pendekatan saintifik mampu membuat
siswa lebih dapat memaknai proses pembelajaran yang terjadi. Siswa dapat
memahami konsep secara utuh terutama sampai pada hal-hal sepele yang
biasanya menjadi miskonsepsi.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan,
peneliti melakukan penelitian di SMPN 15 Yogyakarta yang setiap
kelasnya dibagi menjadi 7 kelas reguler (Kelas A- Kelas G) dan 3 kelas
khusus atau program KMS (Kelas H–Kelas J). Peneliti menjadikan siswa
kelas VIII J SMPN 15 Yogyakarta sebagai subjek penelitian. Alasan
dijadikannya siswa kelas VIII J SMPN 15 Yogyakarta sebagai subjek
penelitian karena memiliki kendala yang sama dalam pelaksanakan proses
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Siswa mengalami kesulitan belajar saat mengikuti pembelajaran
matematika dengan pendekatan saintifik. Informasi tersebut diperoleh dari
hasil wawancara singkat dengan salah satu guru matematika yang
bersangkutan. Guru mengatakan bahwa siswa kelas khusus kesulitan
dalam mengikuti pembelajaran dengan pendekatan saintifik, siswa
mengalami kesulitan belajar, dan sulit untuk diatur sehingga guru kesulitan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru juga menceritakan bahwa
sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian di kelas khusus dengan
menggunakan berbagai metode pembelajaran, namun hasil yang diperoleh
Kesulitan Belajar Siswa Kelas VIII dalam Pembelajaran Matematika
dengan Pendekatan Saintifik di SMPN 15 Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah paparkan peneliti
membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Kemendikbud mengubah kurikulum yang digunakan dari Kurikulum
2006 (KTSP) menjadi Kurikulum 2013.
2. Guru kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan
pendekatan saintifik sesuai aturan Kurikulum 2013.
3. Siswa kesulitan dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan
pendekatan saintifik.
4. Siswa mengalami kesulitan belajar pada saat tahapan mengamati,
menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring.
C. Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi permasalahan seputar kesulitan belajar siswa
kelas VIII dan penyebabnya dalam pembelajaran matematika materi relasi
dan penyajiannya.
D. Rumusan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah diuraikan peneliti
1. Apa bentuk kesulitan belajar siswa kelas VIII yang muncul dalam
pembelajaan matematika materi relasi dan penyajiannya dengan
pendekatan saintifik?
2. Apa yang menyebabkan munculnya kesulitan belajar siswa kelas VIII
dalam pembelajaran matematika materi relasi dan penyajiannya
dengan pendekatan saintifik?
E. Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin peneliti capai dari penelitian yang dilakukan
yakni mendeskripsikan kesulitan belajar yang muncul dan penyebab
munculnya kesulitan belajar siswa kelas VIII SMPN 15 Yogyakarta dalam
pembelajaran matematika materi relasi dan penyajiannya dengan
pendekatan saintifik.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat bagi peneliti:
Memacu penelitian lebih lanjut, peneliti semakin mengerti
situasi yang dialami oleh siswa kelas VIII di SMPN 15 Yogyakarta
disaat mengikuti proses pembelajaran matematika materi relasi dan
penyajiannya dengan menggunakan pendekatan saintifik. Selain itu
peneliti mendapatkan ilmu terkait cara menjadi guru yang baik dan
ideal saat melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan
saintifik. Selanjutnya peneliti dapat melakukan pengembangan
2. Manfaat bagi sekolah:
Sekolah dapat memahami kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika materi dan
penyajian relasi dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pihak
sekolah dapat memberikan fasilitas penunjang proses pembelajaran
matematika untuk guru agar pelaksanaannya di kelas berjalan sesuai
tujuan. Guru yang terlibat pun kedepannya dapat memperbaiki proses
pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik lebih baik lagi,
mengembangkan secara mandiri, dan dapat berinovasi.
G. Batasan Istilah
1. Analisis adalah suatu kegiatan atau proses memahami informasi dari
suatu hasil pengamatan pada suatu permasalahan di lapangan dengan
menggunakan suatu metode tersendiri.
2. Belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan manusia
untuk membangun suatu pemahaman dari apa yang dialaminya selama
hidup.
3. Pembelajaran adalah penunjang proses belajar manusia yang
melibatkan pengalaman atau pendidik sebagai pendamping dalam
pengembangan diri individu menjadi pribadi yang dapat
merekonstruksi pengalaman, berkongnitif, berinteraksi, memperkuat
4. Kesulitan belajar adalah permasalahan individu dalam proses belajar
akibat dari kondisi fisik atau psikologis sejak lahir dan proses
pembentukan individu selama proses pembelajaran.
5. Kesulitan belajar matematika adalah kesulitan belajar yang dialamai
oleh anak didik karena kesalahan proses pembelajaran matematika
yang berlangsung dan keterbatasan yang ada dalam diri siswa untuk
memahami matematika.
6. Pendekatan saintifik adalah suatu metode atau pendekatan yang
digunakan dalam proses pembelajaran dengan melibatbatkan tahapan
terurut di dalamnya, yakni: mengamati, menanya, menalar, mencoba,
dan menyimpulkan.
7. Relasi adalah hubungan antara dua himpunan A ke himpunan B, dalam
urutan tertentu melalui perkalian skalar A X B yang dapat disajikan
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian analisis
Menurut Rangkuti (2009: 14-16) analisis adalah kegiatan
memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu kasus untuk
mengetahui permasalahan apa yang sedang terjadi, lalu memutuskan
tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memperoleh
penyelesaian atau pemecahan masalah. Rangkuti juga menambahkan
untuk melakuakan suatu analisis diperlukannya kerangka analisis
kasus seperti:
1. Memahami situasi dan informasi yang ada
2. Memahami permasalahan yang terjadi. Baik masalah bersifat
umum maupun spesifik.
3. Menciptakan atau memberikan berbagai alternatif penyelesaian.
4. Evaluasi pilihan alternati dan pilih yang terbaik serta
memberikan berbagai kemungkinan yang terjadi.
Selanjutnya Miles dan Huberman (1992: 73) berpendapat
bahwa dalam melakukan suatu analisis dibutuhkan suatu metode agar
kedepannya sangat bermanfaat selama proses pengumpulan data
berlangsung terlebih dalam penelitian kualitatif. Metode yang
mengumpulkan informasi dalam bentuk catatan-catatan lapangan yang
ditulis tangan, didekte, atau rekaman-rekaman audio tentang peristiwa
di lapangan. Para peneliti kualitatif biasanya akan menyajikan hasil
informasi dalam bentuk teks naratif berupa catatan lapangan tertulis.
Analisis adalah suatu kegiatan atau proses memahami
informasi dari suatu hasil pengamatan pada suatu permasalahan di
lapangan dengan menggunakan suatu metode tersendiri.
B. Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan bagian yang melekat pada diri manusia
sebagai interaksi langsung dengan apa yang dialaminya selama hidup.
Pencapaian yang dihasilkan dari proses belajar tersebutlah yang
selanjutnya dinamakan dengan pembelajaran sehingga belajar dan
pembelajaran dapat dikatakan satu kesatuan pemahaman yang saling
terkait. Hal tersebut serupa dengan pemikiran Daryanto dan Raharjo
(2012: 211) sekaligus menegaskan bahwa belajar dan pembelajaran
merupakan konsep yang saling terkait. Belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses
perubahan tersebut menjadi salah satu upaya pembelajaran yang
dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi.
Pola tingkah laku yang terbentuk selama proses pembelajaran pun
dapat dilihat dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental
Lain halnya dengan Siregar dan Nara (2010: 3- 4) yang
mencoba memilah pengertian belajar dan pembelajaran berdasarkan
cirinya. Mereka berpendapat bahwa pengertian belajar merupakan
proses yang kompleks yang didalamnya terkandung beberapa aspek,
seperti: bertambahnya pengetahuan, adanya kemampuan mengingat
dan mereproduksi, adanya penerapan pengetahuan, menyimpulkan,
menafsirkan, dan perubahan sebagai pribadi. Dari pengertian tersebut
mereka mencirikan proses belajar sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat, melainkan menetap atau
dapat disimpan,
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan
usaha.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik,
kelelahan, atau pengaruh obat-obatan.
Selanjutnya pengertian pembelajaran menurut Siregar dan Nara
merangkum pendapat Miarso (1993) bahwa pembelajaran adalah usaha
pendidik yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta
pelaksanaannya terkendali. Dari pengertian tersebut mereka juga
1. Merupakan upaya sadar dan disengaja.
2. Pembelajaran seharusnya membuat siswa belajar.
3. Memiliki tujuan yang sudah ditetapkan
4. Pelaksanaan terkendali
Bila ditinjau dari hal yang mempengaruhi, Daryanto dan
Raharjo (2012: 212-213) berpendapat bahwa proses belajar dan
pembelajaran yang terjadi pada diri individu dapat dipengaruhi oleh
dua faktor, yakni:
1. Faktor internal
Terkait proses belajar, pengaruh ini muncul dari dalam diri
individu seperti kecerdasan yang dimiliki, bakat, keterampilan,
minat, motivasi, kondisi fisik dan mental. Sedangkan dalam proses
pembelajaran, pengaruh ini muncul dari dalam diri fasilitator
belajar (orang tua, guru, teman sebaya, masyarakat, peristiwa,
alam). Contohnya pada lingkungan sekolah, peserta didik semakin
mengalami kesulitan belajar karena guru tidak memiliki kemahiran
dalam menjelaskan materi atau orang tua tidak berpengetahuan.
2. Faktor Eksternal
Terkait proses belajar, pengaruh ini muncul dari luar
individu, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
luar diri fasilitator belajar. Contohnya guru sedang tertimpa
masalah sehingga berdampak pada proses belajar.
Slameto (2010: 54-72) lebih memperinci faktor-faktor yang
mempengaruh proses belajar, yakni:
1. Faktor internal
a. Faktor jasmani: kesehatan dan cacat tubuh.
b. Faktor Psikologi: inteligensi, perhatian, minat, bakat,motif,
kematangan dan kesiapan.
c. Faktor kelelahan: banyak aktifitas atau badan terasa capek.
2. Faktor eksternal
a. Faktor Keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antar keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang
kebudayaan.
b. Faktor sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi antar siswa, aturan sekolah, alat peraga,
waktu sekolah, dan tugas rumah.
c. Faktor Masyarakat: kegiatan dalam masyarakat, media massa,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Dari definisi dan faktor yang mempengaruhi proses belajar dan
pembelajaran menjelaskan bahwa permasalahan dalam belajar dan
pembelajaran memiliki kompleksitas yang tinggi. Banyak hal yang
pandang anak didik maupun pendidik. Akan tetapi, untuk konteks
pembelajaran di kelas dibutuhkan pendidik yang kompeten dalam
mempersiapkan pembelajaran agar anak didik mampu terbangun
keinginan untuk belajar dan mampu mengikuti proses pembelajaran
dengan mudah. Untuk mempermudah memahami permasalahan
tersebut, berikut penjelasannya secara skema:
PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS
Gambar 2.1: Skema Proses Pembelajaran Di Kelas
Secara skema proses pembelajaran di kelas menjelaskan bahwa
pembelajaran di kelas dapat terjadi bila ada pendidik sebagai pembawa
atau pendamping proses pembelajaran dan ada anak didik sebagai
peserta pembelajaran. Selanjutnya dalam proses pembelajaran dapat
dibagi menjadi dua wilayah, yakni wilayah pendidik dan wilayah anak
didik. Pada wilayah pendidik peranan seorang pendidik adalah sebagai
1. Memberikan input kepada anak didik dengan metode yang
dibawa.
2. Mampu membantu siswa dalam menjalankan proses belajar
dengan saling berinteraksi.
3. Menjadikan anak didik sebagai tempat belajar berinteraksi dan
perbaikan diri.
4. Metode yang dibawa mampu menanggulangi permasalahan
interen siswa secara profesional.
5. Mampu membawa proses pembelajaran secara profesional agar
siswa tidak mengalami permasalahan eksternal berupa
permasalahan yang muncul akibat pendidik.
6. Membantu anak didik dalam mengembangkan diri sehingga
outputnya menghasilkan pribadi yang idel, yakni pribadi yang
berkembang dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan
manusia untuk membangun suatu pemahaman dari apa yang
dialaminya selama hidup. Penunjang tercapainya belajar tersebutlah
yang selanjutnya dinamakan dengan pembelajaran, sehingga belajar
dan pembelajaran dapat dikatakan sebagai satu kesatuan pemahaman
C. Filosofi dan Paradigma Pembelajaran
Pembelajaran sering disalahartikan oleh para pendidik,
sehingga proses pembelajaran yang diberikan kepada anak didik dapat
salah dimengerti atau tidak diterima pada semestinya. Ini disebabkan
oleh pemahaman pendidik tentang pembelajaran yang tidak terbangun
secara utuh. Semestinya pemahaman tersebut didasari pengetahuan
akan filosofi, dan paradigma pembelajaran.
1. Filosofi Pembelajaran
Landasan filosofi secara pemahaman dikemukakan oleh
Schunk (2012: 6-10) bahwa pembelajaran mengacu pada studi
tentang asal mula, karakteistik, batasan, dan metode pengetahuan.
Studi tersebut berisikan cara belajar sesuatu yang baru, mencari
sumber pengetahuan, serta ilustrasi cara belajar manusia. Studi
tersebut juga mempelajari keterkaitan dengan lingkungan yang
dikenal dengan istilah rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme
mengacu pada gagasan bahwa pengetahuan diperoleh dari akal
tanpa panca indra, contohnya manusia mampu membayangkan
konsep abstrak seperti bangun datar dan sebagainya yang ada
dalam matematika. Berbeda dengan empirisme yang berkebalikan
dengan rasionalisme, empirisme lebih mengacu pada pengalaman
merupakan sumber pengetahuan. Contohnya manusia memperoleh
2. Paradigma Pembelajaran
Paradigma pembelajaran menjadi dasar pemikiran dalam
menjalankan proses pembelajaran yang ideal. Paradigma ini
dijelaskan oleh Huda (2014: 37-70) menjadi beberapa paradikma
teoritis sebagai berikut:
a. Pembelajaran sebagai rekonstruksi pengalaman
Diambil dari Bogner (2008: 1) yang merangkum
pemikiran Dewey tentang pembelajaran dengan mengatakan
bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang dapat memberikan nilai lebih pada makna
pengalaman tersebut dan meningkatkan kemampuan untuk
mengarahkan pengalaman selanjutnya. Dalam hal tersebut
Bogner menjabarkan menjadi beberapa pemahaman sederhana
bahwa pembelajaran merupakan proses alamiah yang
distimulasi oleh suatu problemik, pembelajaran merupakan
proses aktif, pembelajaran merupakan proses refleksi,
pembelajaran melibatkan kemampuan untuk membentuk
hubungan-hubungan antar gagasan, dan pembelajaran
merupakan aktivitas mental.
b. Pembelajaran sebagai perkembangan kognitif
Menurut Piaget, pembelajaran mampu mempengaruhi
kemampuan kognitif anak berdasarkan tahapan usia. Prinsip
proses asimilasi dan akomodasi. Tahap asimilasi muncul ketika ada
kesan baru yang sesuai dengan skema kognitif seorang anak.
Sedangkan tahap akomodasi muncul ketika seorang anak
mengubah skema kognitif yang dimiliki sehimgga pembelajaran
menjadi meningkat ke yang lebih tinggi.
c. Pembelajaran sebagai konstruksi sosiokultural
Teori ini didasari pembelajaran yang terkait konstruksi
pengetahuan yang terjalin antar individu dan masyarakat. Menurut
Vygotsky, sejak lahir individu merupakan makhluk sosial sehingga
sangat bergantung pada kondisi sekitarnya. Saat berada di dalam
keluarga, orang tua menjadi pembimbing utama dalam proses
pembelajaran agar dapat lebih memahami ilmu yang diperoleh.
Setiap ilmu yang diterimanya sebagai informasi dapat diolahnya
tanpa bantuan guru dan meminta bantuan orang tua. Bila bantuan
yang diberikan orang tua masih dirasa kurang dapat meminta
bantuan teman yang lebih kompeten.
d. Pembelajaran sebagai pembelajaran ekologis
Menurut Bronfenbrenner (1979) komponen-komponen
ekologis mencakup beragam aspek yang dapat mempengaruhi
proses belajar manusia. Teori pembelajaran Bronfenbrenne
menekankan pada analisis proses perkembangan yang kompleks
ekologis sebagai sesuatu yang progresif dari suatu adaptasi
timbal-balik antara perkembangan individu dan lingkungan yang
mengitarinya seperti keluarga, sekolah, agama, tetangga, kondisi
politik atau media masa.
e. Pembelajaran sebagai kolaborasi individu-individu
Wenger (1998) menyatakan bahwa interaksi dengan orang
lain dapat membantu individu menjalani proses pembelajaran yang
lebih positif. Artinya, individu dapat mengembangkan
pengetahuannya lebih luas melalui interaksi. Sehingga dalam
proses pembelajaran formal, terkadang dilakukan metode
pembelajaran dengan cara diskusi kelompok agar terjalin interaksi
dan lebih mudah mengembangkan pengetahuan tiap individu.
f. Pembelajaran sebagai representasi gaya belajar individu
Suatu kasus membuktikan bahwa gaya belajar antara
individu satu dengan yang lainnya berbeda, seperti cara belajar
anak yang satu perlu kondisi yang tenang sedangkan anak yang
lain butuh suasana dengan alunan musik. Hal tersebut menjadi
tuntutan guru agar mampu memahami gaya belajar siswanya.
Menurut Schiering (1999) gaya belajar demikian merupakan
campuran karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologis
g. Pembelajaran sebagai perkembangan efektifitas diri
Bandura (1977) menyatakan secara khusus membahas
berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang saat
berada dalam kondisi tertentu. Efektifitas diri membawa individu
untuk terus berjuang mengontrol peristiwa-peristiwa yang
berpengaruh terhadap kehidupannya. Hal tersebut dapat dipicu oleh
tingkat motivasi, keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki.
h. Pembelajaran sebagai pemberdayaan
Pemahaman pemberdayaan disini terkait cara individu
untuk memperkuat diri dari peristiwa-peristiwa yang terjadi,
bagaimana kebutuhan dan minat individu dapat tercapai. Dalam hal
ini guru diminta untuk berusaha menempatkan siswa dalam situasi
yang memungkinkan mereka agar memiliki semangat dan
kepercayaan diri.
Berdasarkan dua pemahaman diatas yang diambil dari sudut
pandang filosofis dan paradigmanya, pembelajaran memiliki artian
bahwa setiap individu memiliki cara tersendiri untuk berproses dalam
pembelajaran dan membangun pemahamannya sendiri baik secara
rasional, empiris, atau metodelogi yang berlaku. Selanjutnya
pemahaman yang terbangun dapat meningkatkan kemampuan
1. Kemampuan untuk mengkaitkan antar pengalaman yang pernah
dialami secara reflektif dan merekonstruksinya menjadi
pemahaman baru untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
2. Kemampuan kongnitif yang lebih berkembang secara asimilasi dan
akomodasi.
3. Kemampuan untuk berinteraksi dengan masyarakat dengan
pengetahuan yang dimiliki.
4. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan
sekitar.
5. Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.
6. Kemampuan untuk membangun gaya belajar yang dimiliki individu
7. Kemampuan untuk mengontrol diri atas peristiwa-peristiwa yang
dialami sehingga individu dapat mengelola permasalahannya.
8. Kemampuan untuk memperkuat diri dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi sehingga kebutuhan dan minat individu dapat tetap tercapai.
Pembelajaran adalah penunjang suatu proses belajar manusia
yang melibatkan pengalaman atau pendidik sebagai pendamping dalam
pengembangan diri individu menjadi pribadi yang dapat
merekonstruksi pengalaman, berkongnitif, berinteraksi, memperkuat
D. Kesulitan Belajar
Seorang pendidik dalam memberikan pembelajaran kepada
anak didiknya sering menemukan masalah dalam diri anak didik
seperti kesulitan dalam memahami suatu informsi baik secara lisan
ataupun tulisan yang diterimanya sehingga anak didik mengalami
hambatan dalam perkembangan pengetahuannya. Hal tersebut
menimbulan pertanyaan dari berbagai ahli baik dalam bidang
pendidikan, psikologi maupun kedokteran. Para ahli berkeyakinan
bahwa hal tersebut menjadi masalah dasar dalam proses belajar yang
dialami oleh seorang individu, sehingga untuk selanjutnya
permasalahan tersebut dikenal dengan istilah kesulitan belajar.
Secara definisi, Jamaris (2014: 3-6) menjelaskan bahwa
kesulitan belajar dapat disebut dengan istilah learning disability, yakni
suatu kelainan pada individu yang mengalami kesulitan dalam
melakukan proses pembelajaran secara efektif. Jamaris berpendapat
bahwa faktor yang menyebabkan kesulitan belajar tersebut sulit untuk
dipecahkan karena bersifat komplek. Akan tetapi, Jamaris meyakini
bahwa kesulitan belajar tidak berhubungan langsung dengan tingkat
inteligensi dari individu, namun individu tersebut kesulitan dalam
menguasai keterampilan belajar dan mengalami disfungsi otak.
Tidak jauh berbeda dengan Abdurrahman (2012: 4-5) yang
meyakini bahwa kesulitan belajar terjadi akibat adanya disfungsi
antara prestasi dan potensi, dan pengeluaran dari penyebab lain. Dari
akibat-akibat tersebut jelaskannya bahwa kesulitan belajar disebabkan
karena adanya gangguan fungsi neurologis pada otak yang mengalami
kelainan, kesulitan belajar dapat berwujud sebagai kekurangan dalam
suatu bidang akademik tertentu, dan dapat berwujud penyesuaian
sosial seperti keterampilan kehidupan sehari-hari.
DePorter dan Hernacki (2010) berpendapat sekaligus
menambahkan bahwa kesulitan belajar juga terjadi karena individu
tidak tahu bagaimana cara belajar (1-14), gaya belajar yang tidak
sesuai (109-118), dan terkendala dalam mencatat informasi yang
diterimanya. Dengan kata lain, kesulitan yang dialami oleh anak didik
tidak selalu karena kondisi fisik maupun psikologis, melainkan juga
dapat disebabkan oleh ketidaktahuan individu terkait cara belajar, gaya
belajar, dan cara mencatat. Contohnya seorang anak memiliki potensi
baik, cara guru mengajar materi di sekolah baik, tetapi sesampai
dirumah dia tidak belajar karena tidak tahu cara belajar dari catatannya
sendiri.
Lain halnya dengan Smith (2013: 75-83) yang mendefinisikan
kesulitan belajar secara pengakuan pemerintah federal bahwa kesulitan
belajar merupakan gangguan psikologis dasar yang meliputi gangguan
bahasa, lisan atau tulisan, mendengar, berfikir, berbicara, membaca,
menulis mengeja, atau melakukan perhitungan matematis.
adalah tidak berfungsinya sistem saraf pusat. Selanjutnya Smith
menjabarkan gangguan tersebut sesuai hasil penelitian para ahli sebagi
berikut:
1. Masalah-masalah bahasa
Penelitian (Gibbs dan Cooper: 1989) pada siswa sekolah
dasar, ditemukan bahwa hampir 90% dari 242 siswa yang telah
diklasifikasikan sebagai berkesulitan belajar ternyata mempunyai
kesulitan bahasa pada tingkat ringan sampai dengan sedang.
(Terrel: 1990) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa
hambatan bahasa mampu mempengaruhi prestasi akademis
seorang siswa. Masalah-masalah bahasa seringkali menyangkut
kesulitan dalam memahami orang lain, berbicara dengan jelas,
menentukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan
kurangnya kemampuan dalam mengatur bahasa untuk
berkomunikasi secara efektif.
2. Masalah-masalah perhatian dan aktivitas
Para psikolog perkembangan telah mencatat bahwa
kemampuan anak-anak memfokuskan perhatiannya akan
bertambah seiring dengan usianya. Anak-anak yang masih kesil
tidak dapat diharapkan memfokuskan perhatiannya pada suatu
benda, peristiwa atau orang dalam waktu yang lama. Mereka
mudah terganggu oelh setiap stimulus yang baru. Dalam
anak-anak lebih mampu untuk mengabaikan informasi yang kurang
menonjol dan berkonsentrasi pada tugas yang dipelajari. Oleh
sebab itu guru yang efektif harus memiliki kepekaan terhadap
sifat anak-anak. Selain itu Epstein (1985) mengungkap bahwa
pada umumnya para siswa dengan kategori berkesulitan belajar
mempunyai masalah perhatian dan meyakini permasalahan
tersebut akan mengalami kontroversial yang terus berlanjut.
3. Masalah-masalah daya ingat
Penelitian Swanson dkk. (1990) terkait masalah daya ingat
ditemukan bahwa dari hasil tes kemampuan memori ditemukan
siswa yang mempunyai hambatan belajar dan yang tidak. Siswa
yang mengalami hambatan belajar menunjukan berkurangnya
fungsi memori dengan tidak adanya strategi memori yang efektif.
Ketika anak diberikan angka untuk dihafalkan, anak berkesulitan
belajar tidak dapat secara spontan melakukan strategi-strategi
untuk mengingan.
4. Masalah-masalah kognisi
Istilah kognisi digunakan dalam menggambarkan proses
analisis masalah, membuat perencanaan, dan pengaturan yang
diperlukan bagi solusi masalah tersebut. Anak-anak berkesulitan
belajar sering memunculkan sikap di dalam kelas yang
perencanaan dan pengaturan suatu masalah. Mereka cenderung
tergesa-gesa dan sangat tidak menyadari pentingnya suatu
perencanaan, menganalisis dan pengaturan. Kesadaran yang
membentuk suatu strategi tersebut dinamakan metakognisi. Reid
dan Hresko (1981) berpendapat bahwa tidak adanya kesadaran
tersebut merupakan ciri utama sebagai penyandang kesulitan
belajar.
5. Masalah sosial dan emosi
Menurut Pearl (1992) siswa berkesulitan belajar ada pada
resiko memiliki permasalahan sosial dan emosional. Licht (1987)
menemukan pengalaman kegagalan yang berulang menciptakan
suatu hubungan di mana si anak mengembangkan kepercayaan
dirinya yang mengarah pada perilaku adaptasi yang salah.
Kesulitan belajar yang dialami individu adalah akibat dari
kondisi fisik atau psikologis sejak lahir dan proses pembentukan
individu selama proses pembelajaran. Permasalahan fisik dan psikolgis
sejak lahir menyebabkan individu mengalami kendala dalam
keterampilan dan kesulitan dalam memahami materi yang diberikan.
Kesulitan belajar adalah permasalahan individu dalam proses
belajar akibat dari kondisi fisik atau psikologis sejak lahir dan proses
E. Kesulitan Belajar Matematika
Matematika menjadi salah satu bidang studi yang peranannya
sangat penting dalam kehidupan karena dalam matematika diajak
untuk memahami suatu permasalahan yang dapat berupa pola,
keterkaitan teori satu dengan yang lain dan penalaran. Tujuan dari
mempelajari matematika pun jelas, yakni mendorong siswa agar dapat
memecahkan masalah secara kritis, logis dan rasional. Akan tetapi,
proses pembelajaran matematika yang berlangsung dirasa sulit untuk
dipahami sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar
matematika.
Runtukahu dan Kandou (2014: 52-55) berpendapat bahwa
penyebab kesulitan belajar matematika yang dialami anak SD dan
SMP karena bentuk pemahaman matematika yang terstruktur. Setiap
pemahaman merupakan suatu prasyarat untuk pemahaman berikutnya.
Contohnya sebelum belajar operasi hitung bilangan bulat, prasyarat
yang harus sudah dipahami ialah mampu berhitung dan berbahasa. Pra
konsep bilangan antara lain simbol-simbol bilangan, menghitung
maju, menghitung mundur, menghitung dua-dua atau lima-lima, dan
menghitung sambil menganalisis. Jika anak tidak dapat
menjumlahkan, maka ia akan mengalami kesukaran dalam perkalian
dan seterusnya. Sebagai dampaknya, anak mengalami stres karena
kurang memperhatikan konsep matematika sewaktu mengajar dan
sekedar memberikan konsep sebagai bentuk hapalan.
Oleh sebab itu Jamaris (2014: 177-179) berpendapat bahwa
dalam pembelajaran perlu mempertimbangkan hal-hal seperti:
menekankan temuan bukan hapalan, mengeksplorasi pola, dan
merumuskan hasil pengamatan. Dengan demikian siswa dapat
memilih dan menerapkan berbagai strategi terkait matematika dan
maknanya. Terkait makna pembelajaran matematika, Jamaris juga
berpendapat bahwa matematika bukan hanya belajar aritmatik saja
melainkan juga melatih cara berfikir ilimiah dan sebagai sarana
kehidupan sehari-hari. Matematika memiliki cara berfikir yang
bersifat deduktif, keterkaitan antar konsep, dan dalam penerapannya di
kehidupan dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Tidak berbeda jauh dengan Mulyadi (2010: 174-178) yang
menjelaskan bahwa kesulitan belajar matematika atau disebut juga
diskalkulia (dyscaculis) (Lerner: 1981). Istilah diskalkulia memiliki
konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan
gangguan system saraf pusat, sehingga menyebabkan
ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan matematika yang
diharapkan untuk kapasitas intelektual dan kapasitas seseorang.
Mulyadi menambahkan, menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders bahwa ketidakmampuan terkait keterampilan
Linguistik (berhubungan dengan mengerti istilah matematika), (2)
keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol
dan mengurutkan angka), (3) keterampilan matematika (penambahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, dan urutan operasi dasar), (4)
keterampilan atensional (menyalin angka dan mengamati simbol
dengan benar). Disamping itu beberapa peneliti telah
mengklarisifikasikan permasalahan dalam matematika menjadi
beberapa kategori, yaitu: (1) kesulitan belajar menghitung dengan arti,
(2) kesulitan menguasai sistem kardinal dan ordinal, (3) kesulitan
melakukan operasi aritmatika, (4) kesulitan dalam membayangkan
objek. Menurut Lerner ada beberapa karakteristik anak berkesulitan
belajar yaitu:
1. Gangguan hubungan keruangan
Hubungan keruangan seperti depan-belakang, atas-bawah,
tinggi-rendah, awal-akhir, dan jauh dekat seharusnya sudah
dikuasai oleh anak pada saat belum masuk SD. Hubungan
keruangan tersebut diperoleh dari pengalaman mereka dalam
berkomunikasi dengan lingkungan sosial atau melalui permainan.
Permasalahan lain muncul ketika anak mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga tidak memberi
dukungan untuk terselenggaranya suatu situasi kondusif agar
dapat terjadi situasi. Gangguan fungsi otak dapat juga menjadi
hubungan keruangan, sehingga dapat mengganggu pemahaman
anak tentang sistem bilangan. Contohnya seorang anak yang tidak
tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4.
2. Abnormalitas Persepsi Visual
Kesulitan persepsi visual adalah kesulitan untuk melihat
berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set.
Anak yang mengalami kesulitan tersebut merupakan salah satu
gejala adanya abnormalitas persepsi visual. Contohnya seorang
anak yang kesulitan ketika mereka diminta untuk menjumlahkan
dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan
empat anggota. Mereka akan menghitung satu-persatu anggota
pada tiap kelompok terlebih dahulu sebelum menjumlahkannya.
Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual juga sering
tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.
3. Asosiasi visual-motor
Kesulitan belajar matematika karena tidak dapatnya anak
untuk menghitung benda-benda secara berurutan sambil
menyebut bilangannya. Contohnya saat proses menghitung, anak
baru memegang benda keempat tetapi telah mengucapkan
“enam”. Permasalahan tersebut terkesan hanya menghafal
4. Kesulitan mengenali dan memahami simbol
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami
kesulitan dalam mengenal simbol dan menggunakan
simbol-simbol matematika seperti =, -, +, <, > dan sebagainya. Kesulitan
seperti ini dapat disebabkan oleh gangguan memori tetapi juga
dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual.
5. Kesulitan dalam bahasa dan membaca
Gangguan bahasa dan membaca berpengaruk terhadap
kemampuan anak saat memecahkan permasalahan matematika
berbentuk cerita, sehingga berpengaruh di bidang matematika.
6. Performance IQ lebih rendah daripada skor verbal IQ
Berdasarkan hasil tes intelegensi dengan menggunakan
WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) menunjukan
bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ
(Performance Intelligence Quotien) yang jauh lebih rendah
daripada skor VIQ (Verbal Intellegence Quotient). Tes intelegensi
memiliki dua subtes, tes verbal dan tes kinerja. Hasil tes yang
diperoleh menunjukan adanya kesulitan dalam memahami konsep
keruangan, gangguan persepsi visual, adanya gangguan asosiasi
visual-motor.
kesulitan belajar matematika adalah kesulitan belajar yang
matematika yang berlangsung dan keterbatasan yang ada dalam diri siswa
untuk memahami matematika.
F. Pendekatan saintifik
Pendekatan saintifik atau pendekatan ilimiah (scientific
approach) adalah pendekatan yang ada di dalam Kurikulum 2013 dan
disarankan oleh pemerintah (Kemendikbud 2013) untuk
menerapkannya ke dalam pembelajaran. Berikut kriteri dalam
menjalankan pembelajaran dengan saintifik:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukati
guru-peserta didik terbebas dari penyimpangan berfikir logis.
3. Mendorong siswa berfikir kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan mengaplikasikannya.
4. Mendorong siswa agar dapat melihat perbedaan atau kesamaan dari
permasalahan yang ada.
5. Mendorong siswa agar mampu memahami, menerapkan dan
mengembangkan pola berfikir yang rasional dan objektif dalam
merespon materi pembelajaran
6. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat
7. Tujan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan
menarik dalam penyajiannya.
Berdasarkan kriteria yang ada, pendekatan ilmiah dilaksanakan
melalu kegiatan atau tahapan mengamati (observasing), menanya
(questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), dan
membentuk jejaring (networking).
Peraturan dari Kemendikbud nomor 103 tahun 2014 (lampir B
hal 27) menjelaskan bahwa tahapan dalam pendekatan ilimiah terdiri
dari:
1. Mengamati (Peserta didik diajak untuk mengamati dengan indra
seperti melihat, mendengar atau meraba terkait materi
pembelajaran yang disajikan dengan atau tanpa alat peraga)
2. Menanya (Peserta didik diajak untuk membuat dan mengajukan
pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum
dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai
klarifikasi.)
3. Menalar (Peserta didik diajak untuk menalar dengan cara berfikir
dan mengkaitkan antar konsep atau teori terkait persoalan yang
sudah disajikan)
4. Mencoba (Peserta didik diajak untuk mencoba mengerjakan
5. Mengkomunikasikan (Peserta didik diajak untuk menyimpulkan
secara materi yang sudah dipelajari, menyusun laporan atau
menyajikan laporan)
Secara skema tahapan dalam pendekatan saintifik dapat
digambarkan alur pelaksanaanya di dalam proses pembelajaran
matematika. Berikut skema yang dapat dibentuk:
Gambar 2.2: Skema alur tahapan Pendekatan Saintifik
Pada tahapan awal, anak didik diajak untuk mengamati suatu
permasalahan yang ada. Anak didik menggali informasi dari
permasalahan tersebut dan akan diolah sekaligus disimpannya menjadi
sebuah pemahaman atau konsep. Berdasarkan hasil pengamatan dan
pemahaman yang diperoleh, anak didik diharapkan dapat mengajukan
pertanyaan pada tahapan kedua dan jawaban dari pertanyaan tersebut
akan disimpannya dan direkonstruksi menjadi sebuah pemahaman
baru. Selanjutnya pada tahapan ketiga anak didik diajak untuk menalar
dari kasus yang tidak jauh dari permasalahan yang diamati. Saat
ANAK DIDIK 1.Mengamati PERMASALAHAN
PEMAHAMAN/
KONSEP 2.Menanya
3.Menalar
4.Mencoba 5.Menyimpulkan
KASUS BERTINGKAT
menalar anak didik diharapkan mampu menggunakan pemahaman
yang sudah diketahuinya. Pada tahapan keempat anak didik diajak
untuk mencoba mengerjakan latihan baik secara mandiri maupun
kelompok. Selanjutnya di tahapan terakhir siswa diajak untuk
menyimpulkan dari apa yang sudah diamati, dipelajari dan dipahami.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pendekatan
saintifik adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan dalam
proses pembelajaran dengan melibatbatkan tahapan terurut di
dalamnya, yakni: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
menyimpulkan.
G. Relasi
Wibisono (2008: 87) menjelaskan pemahaman suatu relasi
dalam sebuah gambaran ada tidaknya interaksi atau koneksi antar
elemen-elemen dari dua atau lebih himpunan dalam urutan tertentu.
Secara definisi sebuah relasi melalui perkalian skalar pada koordinat
cartesian dimana sumbu-x mewakili variabel x dan sumbu-y mewakili
variabel y. Misalkan variabel x dan y adalah bilangan real dalam
interval tertutup, atau misalkan himpunan X={x1,x2} dan Y={y1,y2}
maka perkalian skalar yang dapat diperoleh:
X x Y = {(x1,y1), (x1,y2), (x2,y1), (x2,y2)}
Y x X = {(y1,x1), (y1,x2), (y2,x1), (y2,x2)}
Y x Y = {(y1,y1), (y1,y2), (y2,y1), (y2,y2)}
Sama halnya dengan Guritman dan Supriyo (2004: 61-62) yang
mendefinisikan relasi sebagai hubungan dari himpunan A ke himpunan
B dengan sembarang subhimpunan A x B dengan notasi:
A x B = {(a, b) | a A, b B}
Setiap anggota dari A x B, misalnya (a, b), disebaut sebagai
pasangan terurut, kemudian a dan b disebut sebagai komponen
pertamam dan kedua dari (a, b). Untuk secara umum suatu relasi dapat
disimbolkan dengan R dimana x berada dalam R dengan y bila dan
hanya bila terdapat suatu fungsi F(x, y). Jadi dapat dituliska sebagai
berikut:
xRy F(x, y)
Untuk memaparkan suatu relasi Wibisono (2008: 77-78)
membuatnya ke dalam bentuk koordinat, matrik, dan pemetaan.
Berikut contoh paparan yang disajikan dengan R={(Microsoft,
1. Koordinat
Tanda titik pada gambar menjelaskan bahwa
pasangan tersebut terdapat relasi yang menghubungkan
kedua anggota himpunan.
2. Matrik
Nilai 1 menunjukan bila adanya relasi antara dua
pasangan terurut dan 0 menujukan tidak adanya relasi
3. Pemetaan
Relasi adalah hubungan antara dua himpunan A ke himpunan
B, dalam urutan tertentu melalui perkalian skalar A x B yang dapat
disajikan dengan berbagai bentuk.
H. Penelitian yang relevan
Untuk menunjang penelitian lebih lanjut terkait proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik, peneliti
menggunakan jurnal dan makalah sebagai dasar kajian penelitian yang
relevan, seperti penelitian:
a. Efriana (2014)
Tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut untuk
memperoleh deskripsi tentang penerapan pendekatan scientific
yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII MTsN Palu
Barat pada materi keliling dan luas daerah layang-layang. Penulis
memadukan pendekatan scientific dengan model pembelajaran
discovery learning sebagai alternatif pembelajaran agar
berkesan dan bermakna. Jenis penelitian yang dilakukan oleh
penulis adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sesuai dengan
pengembangan yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc. Taggart.
Subjek penelitian yang dilakukan adalah seluruh siswa kelas VII
MTsN Palu Barat yang berjumlah 34 siswa yang terdaftar pada
tahun 2013/2014.
Teknik pengumpulan data pada penelitian yang dilakukan
penulis dengan melakukan observasi, wawancara, catatan lapangan,
dan tes akhir tindakan yang dianalisis dengan mengacu pada
analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (Sugiyono,
2012: 92–99), yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Penelitian ini dikatakan berhasil, jika aktivitas guru
dalam mengelolah pembelajaran di dalam kelas dan aktivitas
seluruh siswa selama mengikuti proses pembelajaran melalui
lembar observasi yang dianalisis minimal pada kategori baik, serta
meningkatnya hasil belajar siswa. Pada siklus I dan siklus II, hasil
belajar dikatakan meningkat apabila peneliti dalam menyajikan
materi keliling dan luas daerah layang-layang dapat dipahami oleh
siswa, yang ditandai dengan sebagian besar siswa dapat
menyelesaikan soal keliling dan luas daerah layang-layang dengan
benar.
Dalam pembahasan dikatakan bahwa proses pembelajaran
model pembelajaan discovery leaning dan kelas VII MTsN, Palu
Barat, dapat berjalan baik dan sesuai harapan. Peran Guru dalam
mengelola proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran terbilang baik. Bahkan dari hasil
penelitian tersebut menunjukan adanya peningkatan hasil belajar
dan adanya antusias dari siswa selama berproses pembelajaran.
Siswa dapat menyelesaikan soal keliling dan luas daerah
layang-layang dengan benar.
b. Atsnan dan Gazali (2013).
Dalam jurnal yang ditulis oleh Astnan dan Gazali berisikan
penerapan pendekatan secara teoritis dan praksisnya dalam
pembuatan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Secara teoritis
dikatakan bahwa penerapan pendekatan saintifik pada
pembelajaran matematika perlu melibatkan kerjasama antar disiplin
ilmu, seperti matematika dengan ilmu pengetahuan lainnya. Hal
tersebut bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran ke arah
belajar yang komprehemsif dan multidimensional mengenai isi dan
konsep matematika. Selanjutnya dengan pendekatan saintifik
diharapka siswa dapat lebih tertarik untuk mempelajari matematika.
Secara praksisnya Atsnan dan Gazali menuangkannya dalam
bentuk LKS yang sudah dikaji secara teoritis agar dalam
pelaksanaannya tidak menimbulkan miskonsepsi atau ambiguitas,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Efriana dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran dengan
pendekatan saintifik dapat meningkatkan antusias siswa selama proses
belajar, serta sesuai dengan penelitian yang dilakuakn oleh Astnan dan
Gazali bahwa siswa lebih tertarik mempelajari matematika dengan
LKS yang dipersiapkan.
I. Kerangka berfikir
Kesulitan belajar yang dialami siswa kelas VIII SMPN 15
Yogyakarta dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
saintifik menjadi permasalahan yang ingin digali lebih dalam untuk
dicari faktor apa saja yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan
belajar saat mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
saintifik. Penyebab tersebut dapat ditinjau dari bebagai faktor, yaitu
faktor dari dalam diri siswa dan dari luar siswa, sehingga siswa
mengalami kendala selama mengikuti pembelajaran di kelas. Untuk
meninjau permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian dengan
melakukan pengamatan atau observasi pembelajaran di kelas dan
observasi aktivitas siswa di kelas. Untuk menggali lebih dalam
permasalahan tersebut, peneliti melakukan penyebaran angket dan
dilanjut dengan wawancara guru dan siswa. Penyebaran angket dan
wawancara guru dilakukan untuk menggali kendala apa saja yang di
dan wawancara siswa dilakukan untuk menggali kendala dari dalam
diri siswa.
Tahap terakhir peneliti melakukan analisis dari hasil
observasi, angket dan wawancara berupa persentase dan informasi
sesuai dengan indikator. Hasil analisis yang diperoleh dikelompokan
untuk dilihat permasalahan yang sering nampak dan dikaitkan dengan
teori yang terkait. Pemilahan hasil analisis dilakukan secara sistematis
dan dikelompokkan berdasarkan permasalahan yang serupa.
Keseluruhan hasil analisis dapat dibuat kesimpulan terkait apa yang
menyebabkan siswa kelas VIII SMPN 15 Yogyakarta mengalami
kesulitan belajar dalam mengikuti pembelajaran matematika materi
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif
kualitatif dengan cara melakukan observasi proses pembelajaran dan
aktivitas siswa di kelas, memberikan angket kepada siswa dan guru,
serta melakukan wawancara guru dan siswa.
B. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII J di SMPN 15
Yogyakarta yang berasal dari masyarakat menengah kebawah
(program KMS).
C. Objek penelitian
Objek yang menjadi penelitian adalah pendekatan saintifik dan
kesulitan belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
D. Bentuk data
Bentuk data yang disajkan adalah kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif berupa hasil lembar observasi proses pembelajaran,
aktivitas siswa dikelas, hasil angket siswa dan angket guru. Data
E. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
observasi proses pembelajaran dan aktivitas siswa dikelas, penyebaran
angket di akhir pembelajaran untuk guru dan siswa, serta wawancara
guru dan siswa.
1. Observasi proses pembelajaran
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data dilapangan
terkait proses pembelajaran matematika yang terjadi di dalam kelas
dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pengumpulan data
observasi ini akan dibantu dengan instrumen penelitian yang sudah
disediakan.
2. Observasi aktivitas siswa
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data dilapangan
terkait aktivitas siswa di kelas selama proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Pengumpulan data observasi ini dibantu dengan instrumen
penelitian yang sudah disediakan. Data yang dicari lebih berfokus
pada kesulitan siswa dalam mengikuti tahapan pendekatan saintifik.
3. Angket guru
Pengumpulan data dengan angket guru ini bertujuan untuk