• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pretest-Posttest

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Berpijak pada rumusan masalah di SD Gugus Maruto yaitu apakah terdapat perbedaan keefektifan model pembelajaran Group Investigation (GI) dengan model pembelajaran Inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Gugus Maruto Bawen, maka dilakukanlah penelitian tentang keefektifan penggunaan kedua model pembelajaran tersebut melalui pelaksanaan proses pembelajaran IPA di kelas V materi jenis-jenis tanah dengan diberikan perlakuan yang berbeda. Perlakuan dengan menggunakan model Group

Investigation diberikan kepada kelompok eksperimen, sedangkan perlakuan dengan menggunakan model Inquiry diberikan kepada kelompok kontrol.

Model Group Investigation dan Inquiry dipilih sebagai perlakuan/treatmen untuk membandingkan keefektifan hasil belajar IPA karena kedua model tersebut memiliki substansi karakteristik yang sama dengan karakteristik pembelajaran IPA yaitu mengandung unsur penemuan. Selain itu kedua model tersebut juga dapat diterapkan secara kooperatif khususnya model Group Investigation yang pada dasarnya memiliki karakteristik kooperatif. Hal ini tentunya sangat mendukung karakteristik siswa SD yang suka berkelompok.

Model Group Investigation dan Inquiry juga memiliki kelebihan yang relatif sama yaitu salah satunya siswa menjadi mandiri dalam mencari informasi tentang materi yang dipelajari sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran bermakna tersebut yang nantinya akan membawa perubahan tingkah laku jangka panjang dalam diri siswa sebagai hasil dari belajarnya.

Meskipun memiliki karakteristik yang relatif sama, namun antara model Group Investigation dan Inquiry memiliki sintak yang berbeda dalam pelaksanaannya. Model Group Investigation memiliki 6 sintak sedangkan model Inquiry memiliki 5 sintak. Berikut akan dipaparkan secara singkat perbedaan sintak dari kedua model untuk selanjutnya dijadikan sebagai evaluasi terhadap hasil penelitian.

Sintak pertama model pembelajaran GI adalah penyajian masalah, sedangkan model Inquiry adalah orientasi masalah. Dalam sintak pertama tersebut terdapat tindakan/kegiatan yang sama dari kedua model yaitu kegiatan guru melakukan demonstrasi percobaan mengenai komposisi penyusun tanah. Perbedaannya terletak pada jumlah kegiatan yang dilakukan pada sintak pertama tersebut.

Kegiatan yang dilakukan dalam sintak penyajian masalah dalam model GI hanya terdiri dari 1 kegiatan, yaitu kegiatan guru melakukan demonstrasi percobaan mengenai komposisi penyusun tanah. Sedangkan sintak orientasi masalah pada model Inquiry terdiri dari beberapa kegiatan yaitu guru melakukan demonstrasi percobaan tentang komposisi penyusun tanah, guru menggali

pengetahuan siswa dengan bertanya, guru memberi penjelasan singkat tentang bahan penyusun tanah, dan guru bertanya pada siswa mengenai jenis-jenis tanah berdasarkan percobaan. Dari perbedaan tersebut dapat dilihat bahwa sintak orientasi masalah pada model Inquiry memiliki cakupan kegiatan yang lebih luas.

Sintak kedua dari model GI adalah eksplorasi reaksi dan dari model Inquiry adalah verifikasi pengumpulan data. Dalam sintak kedua tersebut, masing-masing model memiliki kegiatan yang berbeda. Pada sintak eksplorasi reaksi model Inquiry kegiatan yang dilakukan adalah guru mengelompokkan siswa dengan anggota 4-5 orang tiap kelompoknya, guru memberikan penjelasan mengenai langkah kerja yang harus dilakukan, siswa diminta untuk membuat hipotesis sebelum melakukan percobaan, dan siswa diberikan kesempatan bertanya dengan jawaban terbatas pada kata ya atau tidak. Sedangkan dalam sintak eksplorasi model GI kegiatan yang dilakukan adalah guru menggali pengetahuan siswa dengan bertanya pada siswa tentang hasil pengamatan dari percobaan yang didemonstrasikan guru. Kegiatan tersebut pada model Inquiry telah dilakukan dalam sintak pertama yaitu sintak orientasi masalah.

Sintak ketiga dari model GI yaitu perumusan tugas, sedangkan pada model Inquiry adalah eksperimentasi pengumpulan data. Pada sintak perumusan tugas model GI kegiatan yang dilakukan adalah guru memberikan penjelasan singkat tentang bahan penyusun tanah dan siswa bertanya mengenai jenis-jenis tanah berdasarkan percobaan yang telah didemonstrasikan. Kegiatan tersebut pada model Inquiry telah dilakukan dalam sintak pertama yaitu orientasi masalah. Sedangkan pada sintak eksperimentasi pengumpulan data model Inquiry kegiatan yang dilakukan adalah guru membimbing siswa melakukan percobaan untuk menguji hipotesis. Berdasarkan sintak kedua dan ketiga tersebut, dapat dilihat bahwa kegiatan yang terdapat dalam model Inquiry lebih variatif, meskipun pada dasarnya memiliki substansi yang sama.

Sintak keempat dari model GI adalah kemandirian dan kelompok belajar, sedangkan pada model Inquiry yaitu pengolahan dan perumusan data. Pada sintak kemandirian dan kelompok belajar model GI kegiatan yang dilakukan terdiri dari siswa berkelompok sesuai kehendak mereka dengan anggota 4-5 orang tiap

kelompoknya, guru memberikan alat dan bahan percobaan serta menjelaskan langkah kerjanya, dan siswa bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi ciri-ciri berbagai jenis tanah. Sedangkan pada sintak pengolahan dan perumusan data model Inquiry kegiatan yang dilakukan adalah guru membimbing siswa mengolah data, menyimpulkan dan menyusun laporan sederhana. Dalam sintak keempat ini terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan dalam model Inquiry selangkah lebih cepat, kemungkinan hal itu disebabkan model Inquiry hanya memiliki 5 sintak.

Sintak kelima dari model GI adalah analisis perkembangan dan proses, sedangkan pada model Inquiry adalah analisis proses penelitian. Kegiatan yang dilakukan pada sintak analisis perkembangan dan proses model GI adalah masing-masing kelompok menyampaikan hasil investigasinya dan kelompok lain menanggapi. Sedangkan pada sintak analisis proses penelitian model Inquiry kegiatan yang dilakukan adalah guru membimbing siswa melakukan presentasi, guru bersama siswa melakukan diskusi kelas untuk menganalisis proses penelitian yang telah dilakukan, guru memberikan umpan balik dan reward, serta guru bersama siswa membuat kesimpulan dari hasil percobaan. Dalam sintak kelima ini kedua model memiliki substansi kegiatan yang sama yaitu kegiatan siswa dalam mengkomunikasikan hasil kerjanya melalui presentasi.

Model Group Investigation masih memiliki sintak yang keenam yaitu sintak mendaur ulang aktivitas. Pada sintak tersebut kegiatan yang dilakukan adalah guru bersama siswa melakukan diskusi kelas untuk menganalisis proses penelitian yang sudah dilakukan dengan menanyakan bagian pembelajaran mana yang masih menjadi kendala, guru memberikan umpan balik dan reward, serta guru bersama siswa membuat kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Kegiatan tersebut juga dilakukan dalam sintak terakhir model Inquiry yaitu sintak analisis proses penelitian.

Apabila dibandingkan sintak dari kedua model, terdapat beberapa sintak yang perlakuannya hampir sama yaitu sintak orientasi masalah dan sintak penyajian masalah, sintak verifikasi pengumpulan data dan sintak kemandirian kelompok belajar, sintak analisis proses penelitian dan sintak analisis perkembangan dan proses. Namun dari kedua model tersebut juga memiliki

perbedaan yang mendasar yaitu bahwa model Group Investigation lebih menekankan unsur demokratis dalam pelaksanaanya, misalnya pada kegiatan pemilihan kelompok (sintak kemandirian dan kelompok belajar), siswa dapat memilih anggota kelompoknya sesuai kehendak hatinya dan juga pada kegiatan pemilihan jenis percobaan yang akan dilakukan yaitu disesuaikan dengan minat siswa dalam kelompok. Selain itu perbedaan juga terlihat dari kompleksitas sintak dimana sintak dari model Inquiry lebih kompleks dan variatif.

Berdasarkan hasil observasi yang juga dilakukan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran dengan diberikan perlakuan model Group Investigation dan Inquiry tersebut, tampak keaktifan siswa untuk mengikuti pembelajaran mulai muncul. Hal ini ditandai dengan ketertarikan siswa untuk memperhatikan ketika guru melakukan kegiatan demonstrasi tentang komposisi penyusun tanah. Karena kegiatan demonstrasi tersebut sama-sama dilakukan pada model Group Investigation dan Inquiry sebagai bagian dari sintak pertama, maka perbedaan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran tidak nampak.

Perbedaan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan perlakuan model Group Investigation dan Inquiry ditampakkan melalui kegiatan percobaan mengenai ciri-ciri masing-masing jenis tanah. Dalam model Group Investigation, kegiatan tersebut dilaksanakan pada sintak kemandirian dan kelompok belajar. siswa bekerja dalam kelompok dengan hanya melakukan percobaan tentang ciri-ciri dari satu jenis tanah sesuai minat mereka. Hal ini membuat siswa kurang antusias karena mereka tidak dapat membandingkan ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah secara langsung, mereka hanya mendapatkan pengetahuan mengenai ciri-ciri berbagai jenis tanah melalui presentasi kelompok lain.

Berbeda dengan model Group Investigation, dalam model Inquiry pelaksanaan kegiatan percobaan mengenai ciri-ciri berbagai jenis tanah dilaksanakan pada sintak eksperimentasi pengumpulan data. Antusiasme siswa dalam melaksanakan sintak tersebut lebih tinggi, karena siswa dalam kelompok membandingkan ciri-ciri dari empat jenis tanah secara langsung tidak hanya melalui presentasi. Pendapat tersebut didukung dengan perolehan nilai rata-rata posttest siswa, yaitu nilai rata-rata dari kelompok kontrol yang diberikan

perlakuan model Inquiry lebih tinggi daripada nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakuan model Group Investigation.

Ketercapaian guru dalam melaksanakan sintak dari kedua model juga berbeda. Ketercapaian guru dalam melaksanakan model Group Investigation pada kelompok eksperimen di SD Negeri Imbas mencapai 90% dan di SD Swasta mencapai 79% dari 19 poin kegiatan. Kegiatan yang tidak terlaksana adalah kegiatan siswa bertanya setelah guru melakukan demonstrasi percobaan yang merupakan bagian dari sintak perumusan masalah dan kegiatan guru bersama siswa melakukan diskusi kelas untuk menganalisis proses penelitian serta kegiatan guru memberikan umpan balik dan reward yang merupakan bagian dari sintak mendaur ulang aktivitas. Kegiatan lain diluar sintak yang tidak dilaksanakan dalam model ini adalah kegiatan guru bersama siswa mengoreksi hasil pekerjaan siswa mengerjakan soal evaluasi.

Ditinjau dari hasi observasi pada pelaksanaan proses pembelajaran dengan perlakuan model Inquiry, didapatkan ketercapaian guru dalam melaksanakan sintak lebih tinggi yaitu mencapai 91% untuk SD Negeri Imbas dan 87% untuk SD Swasta dari 22 poin kegiatan. Kegiatan yang tidak terlaksana adalah kegiatan guru memberi kesempatan siswa bertanya dengan jawaban terbatas pada kata ya atau tidak yang merupakan bagian dari sintak verifikasi pengumpulan data dan kegiatan guru memberikan umpan balik dan reward yang merupakan bagian dari sintak analisis proses penelitian. Kegiatan lain diluar sintak yang tidak terlaksana adalah kegiatan guru bersama siswa mengoreksi hasil perkerjaan siswa mengerjakan soal evaluasi.

Berdasarkan persentase ketercapaian guru melaksanakan kegiatan dalam sintak model Group Investigation dan Inquiry tersebut, nampak bahwa tingkat ketercapaian pelaksanaan model Inquiry lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena sintak dari model Inquiry lebih rinci dan mudah dalam pelaksanaannya. Kemungkinan yang lainnya adalah kelebihan yang dimiliki model Inquiry, seperti yang dikatakan oleh Prantalo (2012:17) bahwa model Inquiry memiliki beberapa kelebihan salah satunya yaitu dalam penerapan model Inquiry ditekankan pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang

sehingga dihasilkan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna tersebut diperoleh dari pengalaman belajar langsung yang dialami siswa yaitu melakukan percobaan untuk membandingkan ciri-ciri dari berbagai jenis tanah, yang juga memberikan dampak pada hasil posttest siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu > 85%.

Indikator untuk mengetahui perbedaan keefektifan dari model pembelajaran Group Investigation dan Inquiry secara pasti diketahui melalui hasil uji t yang dikenakan pada nilai posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, kemudian dilakukan pengumpulan data untuk mengetahui perbedaan keefektifan dari model Group Investigation dan Inquiry. Pengumpulan data yang dimaksud adalah data hasil belajar IPA yang diukur menggunakan alat ukur tes (posttest) yang dilakukan setelah diberikan perlakuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SD Gugus Maruto pada bulan Februari-April 2015, diperoleh nilai rata-rata posttest untuk kelompok eksperimen dari SD Negeri Imbas sebesar 71,38 sedangkan untuk kelompok kontrol sebesar 74,59. Tidak jauh berbeda, nilai rata-rata posttest untuk kelompok eksperimen dari SD Swasta sebesar 79,73 sedangkan untuk kelompok kontrol sebesar 82,71. Dalam pelaksanaan uji t hasil posttest kelompok eksperimen dari SD Negeri Imbas dan Swasta dijadikan satu, begitu pula dengan kelompok kontrol sehingga diperoleh nilai rata-rata dari kelompok eksperimen yaitu 74,91 dan kelompok kontrol 77,90. Hasil perolehan posttest tersebut selanjutnya dikenakan uji t untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan yang signifikan dari perlakuan kedua model tersebut.

Hasil dari uji t yang telah dilakukan terhadap nilai posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol SD Gugus Maruto menunjukkan bahwa H0 diterima, karena nilai signifikansi/probabilitas > 0,05 dan nilai t hitung < t tabel. Nilai t hitung sebesar -1,182 dan t tabel 1,985 dengan signifikansi/probabilitas 0,240. Tanda negatif pada t hitung dikarenakan kelompok kontrol memperoleh nilai rata-rata lebih unggul daripada kelompok eksperimen.

Pelaksanaan uji t tidak hanya dikenakan pada nilai posttest saja, tetapi juga dikenakan pada nilai gain score yang diperoleh dari selisih nilai posttest-pretest. Hal ini dikarenakan ada anggapan bahwa nilai gain score lebih berarti untuk di uji t dari pada nilai posttest saja, karena nilai gain score menunjukkan hasil dari proses pembelajaran yang dilihat dari seberapa besar selisih nilai yang diperoleh pada tahap akhir-tahap awal. Sedangkan apabila hanya dikenakan pada nilai posttestnya saja dianggap kurang berarti karena bisa saja adanya perbedaan disebabkan oleh faktor internal siswa seperti tingkat kecerdasan siswa dalam suatu sekolah memang tinggi.

Hasil uji t terhadap nilai gain score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol SD Gugus Maruto menunjukkan t hitung sebesar 0,468 dan t tabel sebesar 1,985 dengan signifikansi/probabilitas 0,641. Karena nilai t hitung < t tabel (0,648 < 1,985) dan nilai signifikansi/probabilitas 0,641 > 0,05 maka H0 diterima. Sehingga dapat dilihat bahwa hasil uji t baik yang dikenakan pada nilai posttest maupun gain score menunjukkan bahwa H0 diterima.

H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Maruto Bawen. Karena tidak ada perbedaan yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model Group Investigation dan Inquiry efektif digunakan dalam pembelajaran IPA di kelas V SD Gugus Maruto.Dikatakan efektif karena kelompok eksperimen dan kelompok kontrol telah mencapai kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu 85% siswa tuntas dengan KKM 65. Hasil ketuntasan belajar kelompok eksperimen SD Gugus Maruto mencapai 87% dengan 6 siswa tidak mencapai KKM. Sedangkan untuk kelompok kontrol SD Gugus Maruto diperoleh hasil ketuntasan belajar mencapai 90% dengan 5 siswa tidak mencapai KKM.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dina Maharani Arumsari (2013) yang menunjukkan bahwa model Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri 02 Kupen Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung, dibuktikan dengan hasil ketuntasan belajar sebelum menggunakan model Group Investigation

sebesar 36%, setelah diterapkan model Group Investigation pada siklus I meningkat menjadi 72,73% dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 100%. Nilai rata-rata yang diperoleh sebelum menerapkan model Group Investigation sebesar 62,86 dan setelah diterapkan model Group Investigation pada siklus I meningkat menjadi 78,40 sedangkan siklus II 85,22.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Setyorini (2014) juga memperkuat hasil penelitian tentang keefektifan model GI. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kledung Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 yang dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil belajar antara kedua kelas. Hasil posttest siswa kelas VIIA (dengan pembelajaran konvensional) diperoleh rata-rata hasil belajar matematika kelas 76,30. Sedangkan hasil posttest siswa kelas VIIB (dengan pembelajaran Group Investigation) diperoleh rata-rata hasil belajar matematika kelas 89,60.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan keefektifan model pembelajaran Group Investigation dan Inquiry, namun keduanya tetap efektif digunakan dalam pembelajaran IPA. Sehingga hasil penelitian tersebut tidak senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Karnawati (2013) yang menunjukkan bahwa model GI lebih efektif digunakan dengan adanya perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan GI. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 58,75 yang berada dalam kategori hampir cukup dengan standar deviasi 11,981. Sedangkan hasil posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model GI diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 68,85 yang berada dalam kategori lebih dari cukup dengan standar deviasi 7,659.

Ketidaksenadaan hasil penelitian juga berlaku pada penelitian yang dilakukan oleh Prih Utami (2012) yang menunjukkan bahwa model Group Investigation tidak lebih unggul dari model lain, karena terdapat perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI dan NHT dilihat

dari hasil belajar matematika siswa, yaitu kelas VIID yang diajar menggunakan model pembelajaran NHT memperoleh nilai rata-rata kelas 68,735, sedangkan kelas VIIE yang diajar menggunakan model pembelajaran GI memperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 62,076. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa model NHT memperoleh nilai rata-rata yang lebih tinggi.

Tidak hanya memperkuat atau menolak penelitian terdahulu tentang keefektifan dari model Group Investigation, hasil penelitian tersebut juga memperkuat penelitian tentang keefektifan model Inquiry yaitu penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh metode Inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Siswa yang diajar menggunakan metode Inquiry memperoleh nilai rata-rata 82,38 sedangkan siswa yang diajar tidak menggunakan metode Inquiry memperoleh nilai rata-rata 74,34.

Hasil penelitian juga memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Prantalo (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran Inquiry terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Manggisan Kecamatan Getasan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan perolehan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen (diberi perlakuan model Inquiry) 82,13 dan kelas kontrol (tidak diberi perlakuan model Inquiry) 61,23.

Penelitian yang dilakukan oleh Yosi Widianto (2013) dengan judul

“Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA dengan

Menggunakan Metode Inquiry pada Siswa Kelas 4 SDN Ledok 07 Salatiga

Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013” menunjukkan adanya peningkatan hasil

belajar IPA siswa kelas 4 di SD tersebut, dibuktikan dengan ketuntasan hasil belajar siswa yang mencapai 54,05% dengan nilai rata-rata 66,89 pada siklus I dan meningkat pada siklus II dengan ketuntasan mencapai 80% dengan nilai rata-rata 74,59.

Beberapa hasil penelitian yang telah lalu tersebut memiliki pendapat yang berbeda, ada yang mengatakan bahwa model Group Investigation lebih efektif

dari model lain, ada juga yang mengatakan bahwa model GI tidak lebih efektif dari model lain, kemudian ada juga yang mengatakan bahwa model Inquiry lebih efektif dari model konvensional dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun, hasil dari penelitian yang dilakukan di SD Gugus Maruto menunjukkan bahwa model Group Investigation dan Inquiry sama-sama efektif digunakan dalam pembelajaran IPA. Sehingga hal ini dapat menyatukan berbagai perbedaan pendapat di atas dengan dibuktikannya hasil penelitian di SD Gugus Maruto yang menunjukkan tidak adanya perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan dalam penerapan model Group Investigation dan Inquiry.

Meskipun hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Inquiry ditinjau dari hasil belajar IPA, namun bukan berarti kedua model tersebut tidak efektif atau penelitian tersebut gagal. Karena walaupun perlakuan dari kedua model tidak menunjukkan perbedaan hasil belajar yang signifikan, tetapi tingkat hasil belajar yang diperoleh melalui penerapan kedua model mencapai batas kriteria ketuntasan klasikal yaitu 85%. Selain itu ada juga hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan H0 diterima, yaitu penelitian Bagus I. Sholikhin (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh model pembelajaran PBL terhadap prestasi belajar siswa kelas V di SD Gugus Kartini Salatiga.

Tidak adanya perbedaan yang signifikan pada penerapan kedua model tersebut dapat juga disebabkan oleh kelemahan metodologis, seperti kurang pahamnya pengajar dalam menerapkan sintak model Group Investigation dan Inquiry yang berbeda, pengajar adalah orang asing bukan guru kelas siswanya sehingga perhatian siswa kurang, kesalahan dalam pengambilan sampel, dan penggunaan alat ukur yang kurang tepat dalam mengukur tingkat hasil belajar siswa. Oleh karena itu kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih jeli dan teliti dalam menentukan hal-hal metodologis penelitian.

Dokumen terkait