• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab

Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab, Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan bahwa mereka mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab utama, sedangkan pada anak Tengah, responden mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap mempertahankan tanggung jawab utamanya, dan mendelegasikan tugas-tugas kepada Para Waka. Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti yang dinyatakan Datnner (2000)

Pada anak Tengah, responden menyerahkan tanggung jawab dan wewenang pada bawahan sesuai dengan profesionalitas dan pengamatan yang dilakukan. Responden berharap dengan tiap personil

52

sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil sudah mengerti akan tugasnya, sehingga fungsi masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh konkret yang diberikan responden adalah pembagian tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan memperhatikan profesionalisme masing-masing personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun ajaran bila ada personil yang belum dapat melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama, responden akan memberikan teguran berupa motivasi pada bawahannya.

Untuk Kepala Sekolah berstatus anak Bungsu, responden juga mengungkapkan bahwa dirinya mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung jawab utama. Responden akan cenderung membagi-bagi tugas pada keempat Wakil Kepala sesuai bidangnya, namun pengambilan keputusan tetap pada responden sebagai Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan ada hal-hal yang langsung dapat diputuskan responden sendiri sebagai contoh bila ada siswa yang hendak masuk ke sekolahnya, dengan nilai mencukupi, maka responden tidak perlu bertanya kepada Wakil Kepala, dan dapat langsung memutuskan bahwa siswa tersebut diterima. Jadi untuk hal-hal yang tertentu, responden akan mengambil keputusan sendiri, baru kemudian akan mensharingkan kepada Para Wakil.

53 4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan

Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan terhadap bawahan dibagi berdasarkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Pada pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala Sekolah sebelumnya telah mempertimbangkan kemampuan para personil untuk bertugas terutama sebagai Wakil Kepala juga koordinator-koordinator. Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan para personil yang sebenarnya.

Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang memang responden rasa harus dirotasi, maka responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru. Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal itu adalah konsekuensi dari keputusannya yang mungkin salah dalam menilai seseorang, namun responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran selesai baru kemudian mengganti.

Sama halnya dengan Anak Sulung, pada Anak Bungsu, seperti terungkap pada hasil wawancara

54

responden, evaluasi akan dilakukan sesegera mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, bisa jadi satu tahun kemudian akan dievaluasi. Namun, ketika ditanya poin kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.

Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja sehari-hari. Responden maksudkan hal tersebut supaya penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga dari atasan.

4.3.3 Aspek Pola komunikasi

Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung dan Anak Tengah mengungkap bahwa mereka cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk Anak Bungsu memformulasikan diantara pola komunikasi top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan memformulasikan ketiga pola komunikasi akan menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi sekolahnya.

Diperkuat dari hasil wawancara dengan kedua Waka, Anak Sulung akan menggalang masukan, terutama dari keempat Waka dan guru, untuk dapat memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Untuk suatu keputusan yang

55 menyangkut kepentingan bersama, responden tidak segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House Training yang semula diputuskan responden dilakukan di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai dengan masukan bersama.

Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari Senin, responden manfaatkan untuk membahas persoalan seperti dana BOS, perbaikan-perbaikan mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lain-lain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang diambil, diketahui oleh banyak pihak.

Anak Bungsu memilih formulasi dari ketiga pola komunikasi, top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan kerja. Terkadang komunikasi dilakukan bottom up, terkadang top down, terkadang sesama rekan kerja. Untuk hal-hal tertentu yang bersifat teknis, seperti yang responden sampaikan pada wawacara, akan diambil sikap sendiri. Keputusan yang sifatnya untuk kepentingan bersama responden akan memilih pola bottom up, dari bawah ke atas. Kemudian juga bawahan diminta berdiskusi melalui perwakilan, kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah, baru dipilah-pilah, mana yang sesuai yang dikerjakan, yang

56

tidak sesuai akan diambil keputusan baru. Pola komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif bagi sekolahnya.

Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau menginterpretasi tugas yang diberikan, ada rasa jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini dapat disikapi dengan mempertegas komunikasi supaya menjadi jelas tugasnya.

4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan

Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah yang lebih baik.

Untuk anak Sulung, tekanan bagi bawahan diperlukan dengan tujuan untuk mengingatkan sebab seperti yang responden sampaikan terkadang ada keteledoran dari bawahan ketika sudah berjalan beberapa waktu dari kesepakatan. Bagi responden tekanan sebagai bentuk pengingat diperlukan supaya banyak rencana selesai seperti laporan-laporan dan kegiatan-kegiatan. Sebagai bentuk pengingat, responden dapat langsung memanggil yang bersangkutan, kemudian membahas dan mengingatkannya supaya keteledoran menjadi minim. Namun, rupanya tetap ada keteledoran yang dilakukan hampir terus menerus meskipun telah diingatkan sendiri oleh responden sebagai Kepala Sekolah,

57 misalnya dalam hal pengelolaan lingkungan oleh tukang kebun. Responden harus terus menerus kembali berpesan supaya daerah rindang di depan kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat sebagai self reminder, atau pengingat.

Anak Tengah lebih suka menggunakan kata reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi responden, dengan memberikan reward dan punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil, supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan punishment pun, responden mengacu pada PP 54 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dari hasil wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari kepemimpinan sebelumnya, pada kepemimpinan responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.

Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,

istilah dalam Bahasa Jawa, pada waktunya. Responden lebih suka hasil pekerjaan jadi sehari sebelum hari H untuk mengantisipasi hal-hal teknis yang tidak bisa dikendalikan seperti printer yang tiba-tiba rusak, ataupun mati lampu. Oleh karenanya, tekanan diberikan oleh responden supaya progress fisik suatu

58

pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya

4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan

Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan, ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan, saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan sulit maju. Bagi mereka, keberhasilan sekolah mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran dan masukan dari bawah.

Anak Sulung menyampaikan bahwa untuk pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung menemui responden tapi kadang-kadang responden yang memanggil mereka untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah.

Bagi Anak Tengah, inisiatif dari bawahan juga diperlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik karena sebagaiman responden sampaikan, kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi kemajuan sekolah. Bagi responden prestasi yang dicapai sekolah, juga tidak terlepas dari peran serta rekan-rekan kerjanya dalam mendukung memberi masukan-masukan. Responden menyampaikan bahwa masukan membangun bagi sekolah sangat diperlukan,

59 misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru yang tahun ini dilakukan secara online. Semula, jaringan internet di sekolah masih terkendala, kemudian dari masukan-masukan yang diberikan, responden menerima dan memutuskan untuk mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari bawahan merupakan aset bagi responden, untuk menuju perbaikan.

Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi. Contoh yang responden angkat adalah tentang menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar

‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip

bahwa hal tersebut akan berdampak pada bagusnya pendidikan karakter, sehingga hal ini masih dilaksanakan hingga sekarang. Dari hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga didapati bahwa dalam pelaksanaan ide tersebut, masih belum maksimal. Personil guru piket yang sudah disepakati untuk menyalami, terkadang ada yang tidak melaksanakan. Hal ini disampaikan mungkin karena belum terbiasanya melakukan kebijakan semacam ini, yang juga tidak ada pada kepemimpinan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Hadibroto

60

(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide baru yang mengejutkan.

4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan

Bagi Anak Sulung, untuk menghadapi masalah atau tuntutan utamanya adalah mengajak bawahan berdiskusi. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh responden, apa yang baik dipacu, apa yang kurang dikelola. Untuk sekolah yang dipimpin Anak Sulung, responden menemui kendala input siswa. Responden mengatakan bahwa berbeda dengan sekolah-sekolah di kota, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran, banyak anak-anak dari daerah Kabupaten yang masuk ke sana. Rupanya kebanyakan dari anak-anak ini masih belum terpacu untuk bisa mendapatkan prestasi lebih. Mereka masih dapat santai bila hasil tesnya mendapat nilai kurang maksimal. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan salah seorang Wakil Kepala. Oleh karenanya, responden dalam menghadapi hal ini, meskipun telah berusaha untuk menambah jam tambahan, ada jemputan bagi anak-anak yang memiliki hasil kurang maksimal untuk datang ke sekolah mengikuti jam tambahan, membebaskan pungutan bagi jam tambahan ini, seakan-akan masih menemui jalan buntu. Hal ini dikarenakan semangat belajar siswa yang masih minim, sehingga apa yang telah diupayakan pihak sekolah, dari masukan bersama, hingga sekarang belum menemui hasil yang diharapkan. Dari contoh di atas, bahwa Anak Sulung

61 dengan gamblang menjelaskan kelemahan yang dihadapi oleh sekolahnya, menunjukkan bahwa responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.

Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden mengakomodir masukan-masukan dari bawahan, kemudian memusyawarahkannya. Sebagai contoh, guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan regulasi-regulasi yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil keputusan bersama.

Jawaban yang diberikan Anak Bungsu untuk aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan rupanya tidak dapat menjabarkan poin ini. Dari hasil wawancara pada salah seorang Waka didapati bahwa Bapak Kepala akan mengkomunikasikan suatu masalah kepada bawahannya. Salah satu contoh di sini adalah dengan adanya anak-anak atlit yang masuk di SMP 3. Hal-hal di luar bidang akademis tentu saja tidak ada masalah, apalagi mereka mampu membawa

62

nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para atlit ini.

4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi

Bagi Anak Sulung, teknologi dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan Para Waka, guru-guru melalui sms dan juga untuk beberapa orang telah menggunakan WhatsApp. Komunikasi yang dibangun bertujuan untuk koordinasi sesama rekan kerja agar tercapai suatu tujuan, misal dalam suatu kepanitiaan Halal Bihalal sekolah. Kemudian responden juga mengungkap bahwa web untuk sekolah telah dirintis tahun lalu, namun masih banyak terdapat kekurangan. Responden juga memperbaiki sistem keamanan sekolah dengan menempatkan penjaga sekolah yang bersama dengan keluarganya tinggal di sekolah, untuk mengantisipasi pencurian komputer beberapa tahun lalu di sekolah. Kemudian responden juga memperbaiki pintu-pintu kelas yang rusak supaya dapat dikunci kembali, supaya LCD dapat dipasang di tiap-tiap kelas. Dengan demikian, para Guru pun dapat belajar menggunakannya. Responden maksudkan hal tersebut mengingat setelah pencurian yang terjadi besar-besaran di sekolah, LCD hanya ditumpukkan di gudang, setiap kali akan dipakai, baru para Guru, mengambil, dan memasang di kelas yang dimaksud. Hal ini mengungkapkan bahwa selain memikirkan

63 penggunaan teknologi, responden juga memikirkan sistem keamanan di sekolah.

Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan, namun belum mendapat hasil yang diinginkan.

Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan dana BOS secara online juga terpenuhi. Juga responden memutuskan untuk menambah 7 unit komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka dituntut performa yang lebih dalam mengajar. Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS dan telepon,

Untuk Anak Bungsu, internet merupakan sumber. Oleh karenanya, responden juga merusaha supaya tidak terlalu ketinggalan dalam penggunaannya. Di sekolah responden digunakan facebook grup untuk

64

berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun responden tidak masuk di dalamnya. Responden sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan, responden tidak bergabung di dalam grup. Responden dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp. Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan para Waka dan guru melalui SMS dan telepon. Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet, namun demi kepentingan pendidikan kita juga semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian diunggah.

Dokumen terkait