• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Berdasarkan Urutan Kelahiran (Birth Order) T2 942014706 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Berdasarkan Urutan Kelahiran (Birth Order) T2 942014706 BAB IV"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Dari hasil Interview ketiga Kepala Sekolah berstatus anak Sulung, anak Tengah, dan anak Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut:

(2)

30

4.1.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab

(3)

31 Untuk kewenangan ini, ada 3 pilihan ya? Ini saya

cenderung yang b, mendelegasikan sebagian besar

wewenang dan tetap mempertahankan tanggung

jawabnya yang utama. Jadi, contoh, untuk Kurikulum ini saya beri kewenangan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan selama satu tahun, kemudian diperpendek menjadi satu semester. Demikian juga untuk urusan-urusan yang lain, jadi seperti e kesiswaan, humas, maupun sarana prasarana, ya. Di awal tahun kita

biasanya mengadakan IHT dan setiap urusan

memaparkan rencana. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Responden juga terbuka untuk memaparkan bahwa disamping keberhasilan yang dapat dirasakan dalam bidang kurikulum, contoh yang kurang berhasil pun ditemui.

Hanya yang kurang berhasil dalam hal ini mungkin kurikulum ini setelah perjalanan itu kurang memantau kepada Bapak Ibu Guru sehingga apa itu perangkat-perangkat yang telah disiapkan kurikulum jadi seperti daftar hadir siswa, kemudian kemajuan kelas yang harus diisi guru ketika mengajar, itu kadang2 kosong, nah ini, dalam hal ini Kepala Sekolah juga harus turun tangan, nah semacam itu. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Contoh konkret yang diberikan oleh salah satu Waka juga mengungkap tentang pembuatan perangkat pembelajaran ini. Meskipun telah disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

(4)

32

kemudian ke Kepala Sekolah, itu sudah diberikan batas pengumpulan, Cuma itu pasti ada yang tertunda, apalagi kalau tidak kita kontrol setiap, sebelum hari H-nya sudah kita tanyakan dulu, kalau tidak kita kontrol pasti akan molor itu. Itu apa ini , kebiasaan yang masih ada di lingkungan kita ini. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2015)

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendelegasian tugas-tugas sekolah, meskipun telah ditunjuk orang-orang tertentu di bidangnya masing-masing, responden menyadari bahwa tanggung jawab utama tetaplah ada pada Kepala Sekolah sendiri.

Hasil wawancara dengan Anak Tengah untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab menunjukkan bahwa responden menyerahkan tanggung jawab dan wewenang pada bawahan. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut

Penyerahan tugas kepada seluruh warga SMP 9. Iya, menurut pengamatan, profesionalitas masing-masing personil. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Pada rapat di awal tahun ajaran, responden akan membagi tugas sesuai kapabilitas bawahannya supaya ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.

Namun, tetap ada hal-hal yang menurut responden kurang maksimal seperti contoh berikut,

(5)

33 profesionalitas dari Tata Usaha perlu kita tingkatkan. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Dan juga contoh berikut, mengenai penataan lingkungan yang kurang maksimal,

Lingkungan itu ada yang belum bisa melaksanakan sebaik2nya, sebagai contoh untuk tingkat kebersihan

yang belum tercapai, terus kemudian penataan

lingkungan untuk menciptakan sekolah rindang, bersih, hijau, produktif, belum tercapai. Nah, dari situ tentunya kami membuat sebuah reward dan punishment juga, yang belum kami memberikan teguran2 secara lisan yang bersifat memotivasi mereka agar dalam program tahun berikutnya dapat tercapai. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Responden memandang perlunya diadakan IHT (In House Training) yang akan diadakan bulan Agustus 2015 sebagai langkah peningkatan profesionalitas bagi stafnya tersebut.

Untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab, Anak Bungsu mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung jawab utama. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

Masalah kewenangan dan tanggung jawab, saya mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tanggung jawab utama, contoh pekerjaan2 yang bisa saya delegasikan, saya delegasikan pada para wakil namun

demikian masalah justifikasi atau pengambilan

keputusan adalah tetap saya sebagai Kepala Sekolah. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

(6)

34

urusan kesiswaan, akan responden delegasikan pada Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, sekaitan dengan kurikulum seperti adanya beasiswa S2 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Salatiga, responden mendelegasikan pada Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum supaya dapat mensosialisasikan pada para Guru supaya bagi yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti.

Mengenai kewenangan dan tanggung jawab ini, responden masih belum merasa puas, sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya belum maksimal, seperti terungkap berikut,

Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih

ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa

mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Responden masih menginginkan adanya peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat maksimal hasilnya.

4.1.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan

Untuk penugasan terhadap bawahan, responden Anak Sulung membagi berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, seperti kutipan di bawah ini

(7)

35 tanggung jawab mereka ya, contoh, 4 Waka, saya pilih dulu orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya, setelah itu, di bawah Waka ada koordinator. Ini juga saya pilih orang yang bisa bekerja sama dengan Waka. Waka saya mintai pendapat dulu kira 2 cocok dengan siapa gitu, kemudian baru anggota-anggota yang lain. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Meskipun demikian, responden juga menemui kendala sebagai berikut

Jadi suatu ketika, ada koordinator yang tidak bisa

melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Kendati responden telah membagi tugas berdasarkan penilaiannya akan orang-orang yang dianggap mampu, ditemukan bahwa pilihan yang telah dibuat berdasarkan kemampuan mereka juga ada yang ditemukan tidak sesuai dengan harapan.

Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak Tengah membaginya berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

Untuk penugasan terhadap bawahan, kami mengambil beberapa cara, yang pertama masukan dari teman-teman, yang kedua dari evaluasi kinerja yang ketiga dari analisa yang telah mereka lakukan sehari-hari. Dari sini kami maka kami mengetahui tingkat kemampuan yang

bersangkutan, atau personal-personal yang

bersangkutan, sehingga tidak hanya dari satu sisi Kepala Sekolah namun juga bottom up dari bawah. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

(8)

36

sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya belum maksimal, seperti terungkap berikut,

Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih

ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa

mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Responden masih menginginkan adanya peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat maksimal hasilnya.

Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak Bungsu membaginya berdasarkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, seperti berikut,

Ya, dalam memberikan penugasan terhadap ya boleh bawahan atau teman2 saya begitu, dibagi berdasarkan partisipasi bawahan, dalam pengambilan keputusan. Maksudnya gini, dalam membagi tugas itu saya tidak, kamu senang di mana, bukan demikian, tapi saya berdasarkan penilaian selama kurun waktu tertentu, kemudian berdasarkan juga masukan dari teman-teman. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Bagi responden, contoh kurang berhasil dalam hal penugasan ini kecil sekali, seperti ditemukan pada transkrip berikut,

(9)

37 Contoh konkret bagi pendelegasian yang kurang berhasil seperti kita lihat dalam transkrip tersebut tidak dikemukakan oleh responden.

4.1.3 Aspek Pola Komunikasi

Pola komunikasi yang didapat dari hasil wawancara dengan responden Anak Sulung adalah dominasi bottom up. Hal ini terlihat dari contoh berikut

Koordinator atau penanggung jawab Pramuka ini membuat rencana, rencana kerja maupun rencana anggaran dalam pengelolaan siswa ini, kemudian datang

ke tempat saya, Kepala Sekolah apa meminta

persetujuan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Namun responden juga mengungkap bahwa ada komunikasi yang bersifat top-down seperti berikut

Jadi suatu ketika, pendelegasian wewenang atau pemberian tugas, e suatu ketika dari Kepala Sekolah, tapi kadang-kadang ada kegiatan-kegiatan tertentu yang dari bawah, usulan dari bawah. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Untuk aspek pola komunikasi yang diterapkan, responden Anak Tengah mengatakan bahwa bottom up lebih sesuai diterapkan di sekolahnya. Hasil triangulasi juga menyatakan bahwa responden dominan melakukan pola komunikasi bottom up. Transkrip wawancara dengan responden untuk mengungkap pola komunikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut

(10)

38

jadi segala sesuatu senantiasa kami musyawarahkan dengan teman-teman. Saya punya prinsip keberhasilan dalam sebuah sekolah itu bukan keberhasilan pribadi atau pimpinan, namun keberhasilan dari teman-teman semuanya. Oleh sebab itu di dalam kami berkomunikasi, ini saya membuka, membuka seluas-luasnya baik dari

teman-teman yang GTT, PTT, dari teman-teman

kebersihan, baik dari atasan pun kami senantiasa membuka komunikasi secara luas. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Responden juga mengemukakan bahwa dengan membuka komunikasi seluas-luasnya dengan bawahan tentu memiliki kelemahan sebagai berikut,

Kelemahannya, kemungkinan, tapi bukan, bukan terjadi pada diri saya pribadi, banyak pimpinan yang jaim, tapi di sini akhirnya begitu dekatnya antara bawahan dengan atasan, yang kadang juga batas-batas itupun tidak jelas begitu. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Pola komunikasi yang diterapkan responden Anak Bungsu memformulasikan dari ketiga pola komunikasi yang disediakan sebagai pilihan, yaitu top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan kerja. Alasan mengapa diformulasikan, responden sampaikan bahwa ini adalah pola komunikasi yang efektif diterapkan di sekolah ini.

(11)

39 kami ambil formula yang baru. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Contoh yang diberikan oleh responden mengenai pola komunikasi yang kurang berhasil adalah tentang pemilihan kyai bagi acara Halal Bihalal sekolah. Telah didelegasikan tugas untuk mencari kyai, namun rupanya tidak sesuai dengan harapan Bapak Kepala Sekolah.

Saya tidak menganggap itu kurang maksimal, kyai ne ora apik, kyaine itu keras, kyai ne itu bersimpangan

dengan pemerintahan, walaupun mereka orang

pemerintahan tapi kurang puas dengan pemerintahan, itu kan batin saya tidak puas, itu kurang maksimal. Itu saya perintahkan, saya delegasikan ternyata kurang maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.4 Aspek Tekanan Bagi Bawahan

Tekanan bagi bawahan diungkapkan responden Anak Sulung perlu diberikan dengan tujuan untuk mengingatkan.

Untuk tekanan terhadap bawahan ya, ini memang perlu diberikan, suatu ketika memang perlu diberikan ya supaya kinerjanya itu bisa teratur dan juga laporan kegiatan itu selesai sesuai dengan rencana. Itu, dan juga, tekanan, atau di sini mungkin bukan tekanan ya, tapi apa ya, penekanan atau mungkin mengingatkan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

(12)

40

tetap ada juga porsi kekurangberhasilan seperti diungkap wawancara sebagai berikut

Yah, meskipun sudah saya beri tekanan-tekanan, peringatan-peringatan ya semacam itu, ya tapi kadang-kadang ada keteledoran, contoh ini, yang tugas nutup itu, kan yang tugas nutup Pak Satpam. Justru dari dia, kadang jam 7 tet gitu belum apa, belum ditutup. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Responden dengan terbuka mengatakan bahwa seringkali pengingat-pengingat semacam itu dilakukan sebab dalam perjalanan waktu, hal-hal yang telah disepakati di awal mulai longgar.

Ketika ditanya tentang tekanan bagi bawahan, responden Anak Tengah lebih memilih kata ‘reward dan punishment’ dibandingkan istilah ‘tekanan’. Sesuai regulasi dari pemerintah, maka demi tercapainya sasaran kerja, maka dibuatlah SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) sebagaimana dapat kita lihat pada transkrip percakapan dengan responden sebagai berikut.

(13)

41 Dari SKP tersebut, kemudian diterbitkan Penilaian Kinerja Pegawai, dan juga bagi mereka yang tidak disiplin, Kepala Sekolah membuat teguran secara lisan dan juga tertulis.

Meskipun telah dibuat SKP, responden juga mengungkapkan bahwa masih ada pegawai yang kinerjanya belum maksimal

Pegawai yang ya mungkin kehadirannya juga belum baik, perlu peningkatan. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

Untuk itu responden berencana untuk membawa hal tersebut pada rapat evaluasi di akhir tahun.

Responden menyampaikan bahwa untuk tekanan bagi bawahan, perlu diberikan supaya progress fisiknya jelas. Dengan demikian, hasil pekerjaan dapat dengan mudah dipantau. Sebagai tambahan, responden juga berharap bahwa hasil pekerjaan telah ada di meja responden H-1 hari, sebagaimana dapat dilihat pada transkrip berikut

Misalnya, taruhlah membuat proposal misalnya, atau mengerjakan misalnya e kita mau membagikan rapor, itu kan ditangani kurikulum, misalnya saya bagikan tanggal 17 misalnya, ini gaweyane kurikulum.Maka sebelum tanggal 17, tanggal 16 itu harus bisa selesai di atas meja. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

(14)

42

secara step by step, tidak mendadak. Bilamana ternyata ada kendala teknis di luar perkiraan pada hari H, pekerjaan tersebut sudah selesai H-1.

Contoh untuk tekanan bagi bawahan yang kurang berhasil diungkap responden dengan contoh pemakaian seragam bagi Guru dan Karyawan di lingkungan sekolah sebagai wujud kebersamaan. Telah disepakati akan dipakai bersama untuk tanggal berapa dipakai, namun rupanya tetap ada yang tidak dapat memenuhi hal tersebut, dikarenakan kondisi Rumah Tangga yang tidak memungkinkan. Hal ini terlihat dari transkrip sebagai berikut.

Tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tapi kondisinya ada yang njahitne itu sekian puluh bulan tidak diambil karena juga tidak ada gitu lo, ini contoh. Harusnya seragam, tapi sampai sekarang belum dipake karena tadi, dijahitne belum diambil2 karena sampai keterbatasan anggaran (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Contoh lain untuk aspek tekanan terhadap bawahan adalah tentang Koperasi Sekolah. Meskipun Kepala Sekolah telah memberikan instruksi bagi pembatasan pinjaman, namun rupanya hal tersebut tidak dilaksanakan oleh pengurus. Hal ini terlihat dari transkrip sebagai berikut,

(15)

43 kan berarti tugas yang saya beri itu tidak maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.5 Aspek Inisiatif dari Bawahan

Untuk aspek inisiatif dari bawahan, responden Anak Sulung mengungkapkan bahwa hal ini dipandang perlu, sebagaimana terungkap dari transkrip berikut

Ya, perlu sekali, jadi bawahan juga kita beri apa ya, kesempatan untuk memberikan masukan-masukan, berkenaan dengan ya, semua kegiatan di sekolah, baik

secara akademis maupun yang non akademis.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Hasil triangulasi juga menyatakan hal yang sama bahwa para Waka dan Guru dapat menyatakan ide mereka mengenai suatu hal, kemudian Ibu Kepala Sekolah akan mempertimbangkan masukan -masukan tersebut dalam pengambilan keputusan.

Inisiatif dari bawahan, disampaikan oleh responden Anak Tengah sangat diperlukan, sebab merekalah mitra kerja yang akan membawa keberhasilan bagi sekolah. Hal ini dapat terlihat pada transkrip berikut

Maka, untuk inisiatif dari bawahan ini juga amat saya perlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik karena kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi kemajuan sekolah. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)

(16)

44

Kepala Sekolah, juga didapati bahwa berbeda dari gaya kepemimpinan sebelumnya, responden memberikan reward kepada mereka yang dianggap berprestasi, sehingga mereka merasa dihargai.

Responden Anak Bungsu memandang inisiatif dari bawahan diperlukan sebab dengan adanya ide2 yang masuk, responden dapat lebih ‘berkreasi’, seperti yang dapat dilihat dari transkrip berikut,

Sangat diperlukan, karena dengan banyak ide yang masuk, kita akan lebih bisa berkreatif. Bilamana saya pandang perlu, tentu inisiatif2 itu akan saya akomodir menjadi satu keputusan yang akan dituangkan sebagai keputusan SMP 3, bukan keputusan si A, si B, si C,

ataupun dari saya. Berarti keputusan sekolah.

(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Inisiatif dari bawahan yang kurang berhasil menurut responden adalah dalam pembuatan buku kenangan. Dalam proses pembuatannya, para siswa dibebaskan mengambil foto bersama. Ternyata, dalam pelaksanaannya, mereka cenderung mengambil lokasi yang jauh seperti misalnya jalan lingkar, sehingga dapat mengganggu proses belajar mengajar. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,

(17)

45 mengganggu persiapan ujian nasional. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Untuk mengatasinya kemudian dicarilah waktu yang tidak mengganggu proses belajar mengajar supaya dapat tercipta win-win solution.

4.1.6 Aspek Bagaimana Menghadapi Masalah atau Tuntutan

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Anak Sulung sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini terlihat dari transkrip berikut

Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi. Bila ada permasalahan muncul, responden akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan pengambilan keputusan.

Untuk menghadapi tuntutan, Kepala Sekolah Anak Tengah, menggunakan skala prioritas, kemudian mendiskusikannya dengan bagian terkait untuk mencari Win-win solution seperti ditemukan dalam transkrip berikut,

Jadi dalam menghadapi sebuah tuntutan, atau

(18)

46

alhamdulillah untuk permasalahan2 yang ada di SMP 9 ini bisa terselesaikan dengan baik, sebagai contoh aja mungkin untuk tahun ini saya sudah mencoba untuk peningkatan komputerisasi di SMP 9 karena komputer2 yang dipakai sudah lama, padahal sekarang tuntutannya kan tinggi, jadi kita lihat dana BOS, kita lihat juknis yang ada di sana, ternyata memungkinkan untuk penambahan dimana SMP bisa menambah sampai 7 unit. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Hal ini sesuai dengan transkrip validasi dengan salah seorang Wakil Kepala, mengenai bagaimana beliau mendiskusikan suatu masalah,

Bapak Kepala Sekolah kadang memerintahkan, tapi lebih banyak meminta pendapat dari teman2 kemudian

dirembug bersama, setelah itu baru mengambil

keputusan. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu guru, sebagai berikut,

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Bapak

Kepala Sekolah biasanya pertama, masalah itu

diselesaikan tuntas, sekiranya tuntas ya win-win solution,nah seperti contoh ketika penerimaan siswa

baru, karena online, terus di lingkungan kami

internetnya belum cepat,Pak Ngadiman segera merespon

terus mengganti kabelnya dengan fiber optik.

(Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Dalam upaya menyelesaikan masalah atau menghadapi tuntutan, Anak Bungsu tidak menjawab pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,

(19)

47 dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.1.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi

Pemanfaatan teknologi oleh Anak Sulung terlihat dari adanya web yang baru dirilis tahun lalu, komunikasi dengan guru2 lebih banyak melalui sms, beberapa telah menggunakan WA, LCD di kelas-kelas telah terpasang. Kendala yang ditemui dalam pemanfaatan teknologi ini adalah jaringan internet yang kurang lancar.

Teknologi dimanfaatkan Anak Tengah seperti adanya CCTV utk pantauan langsung ke kelas-kelas dan beberapa titik sekolah, adanya website SMP 3, penggunaan kabel Fiber Optik supaya internet menjadi lancar, penggunaan SMS untuk berkomunikasi dengan guru-guru.

Aspek pemanfaatan teknologi di sekolah dikatakan Bapak Kepala Sekolah sebagai ‘sumber segala sumber’. Untuk mendapatkan sambutan Bapak Menteri (diunduh dari Dapodik), sebagai sarana berkomunikasi (sms dan WA), untuk memantau perkembangan situasi (Facebook grup). Namun di dalam Facebook Grup, Bapak Kepala Sekolah tidak masuk di dalamnya, supaya para anggota kemudian tidak menarik diri dalam mengungkapkan pendapat. Hal ini dikemukakan responden sebagai berikut,

(20)

48

hal2 yang tidak nanti itu kan, crito2 di situ, nanti kan ono sing ngrasani Kepala Sekolahe barang, kan ada yang tidak berani, lebih baik saya apa, memanfaatkan teman2 yang saya percaya, perkembangan apa yang ada di SMP 3. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

4.2 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order

Gaya Kepemimpinan yang diungkap responden Anak Sulung adalah gaya kepemimpinan Demokrasi. Contoh pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat yang merupakan ciri dari gaya kepemimpinan ini terungkap dalam contoh Halal Bihalal yang akan dilaksanakan. Semula disepakati bahwa akan digunakan kursi dalam acara tersebut mengingat jumlah peserta yang dituakan cukup banyak. Namun, kemudian, sie konsumsi terkendala sebab tidak sesuai dengan konsumsi yang disajikan.

Ternyata ini tadi dari seksi konsumsi, yang ndak setuju karena tidak sesuai dengan apa, konsumsi yang akan ditampilkan. Mereka sudah menyeting konsumsinya itu lesehan, tidak didusi. Nah ini tadi kan makanya terus

matur, gimana. Ya sudah, kalau saya kan

memikirkannya untuk tamu-tamu undangan.

(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)

Akhirnya setelah kontak dengan sarana prasana, panitia memutuskan untuk acara menjadi konsep lesehan

Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Ibu Kepala Sekolah sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini terlihat dari transkrip berikut

Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.

(21)

49 yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi. Bila ada permasalahan muncul, Ibu Kepala Sekolah akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan pengambilan keputusan.

Diungkapkan oleh Responden Anak Tengah, bahwa Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah Gaya Kepemimpinan Demokratis.

Untuk gaya kepemimpinan yang saya laksanakan di SMP 9, saya menggunakan gaya style demokrasi. Jadi karena di sini di SMP 9 dari analisa saya itu yang paling tepat karena apa di sini, seperti yang saya sampaikan kemarin usulan2 dari bawahan sebagai bottom up juga kami

perhatikan, dengan demikian mereka merasa

diperhatikan. Namun demikian dari atas juga kita padukan. Di sini yang paling tepat juga sebuah koordinasi yang senantiasa kita lakukan dengan para bawahan karena dengan demikian kita akan mengetahui kekurangan dan apa2 yang mereka harapkan itu bisa kita akomodir, di sini seperti itu, dengan pendekatan2 yang persuasif, tanpa adanya gaya kepemimpinan yang otoriter. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)

Dari hasil validasi data, juga diungkap hal yang sama oleh salah seorang Guru, seperti berikut,

Untuk Gaya Kepemimpinan Bapak Kepala Sekolah di SMP 9, cenderung banyak demokratis. Bisa ditelusuri yang pertama e responden, hampir setiap hari Senin itu pasti mengadakan rapat, jadi rapat Bapak Ibu Guru itu untuk menggali aspirasi,mungkin Guru ada yang usul atau bagaimana, nanti di situ, dirembug bersama2. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015).

(22)

50

kepemimpinannya, seperti terlihat dari transkrip berikut,

Gaya Kepemimpinan kami cenderung pastisipasi, Jadi saya bukan termasuk orang yang otoriter, namun demikian saya bukan orang yang menyampaikan keputusan hanya berdasarkan rangkuman dari teman2. Jadi hal2 tertentu saya sampaikan didepan tadi, kalau hal2 yang prinsip, yang menyangkut teknis yang tidak bisa diambil secara keputusan bersama ya pasti saya yang mengambil. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)

Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa responden adalah sosok yang demokratis, melibatkan partisipasi dari berbagai pihak dalam pengambilan keputusannya.

Dalam upaya menyelesaikan masalah atau menghadapi tuntutan, Bapak Kepala Sekolah tidak menjawab pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,

(23)

51

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab

Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab, Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan bahwa mereka mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab utama, sedangkan pada anak Tengah, responden mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap mempertahankan tanggung jawab utamanya, dan mendelegasikan tugas-tugas kepada Para Waka. Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti yang dinyatakan Datnner (2000)

(24)

52

sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil sudah mengerti akan tugasnya, sehingga fungsi masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh konkret yang diberikan responden adalah pembagian tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan memperhatikan profesionalisme masing-masing personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun ajaran bila ada personil yang belum dapat melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama, responden akan memberikan teguran berupa motivasi pada bawahannya.

(25)

53 4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan

Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan terhadap bawahan dibagi berdasarkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Pada pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala Sekolah sebelumnya telah mempertimbangkan kemampuan para personil untuk bertugas terutama sebagai Wakil Kepala juga koordinator-koordinator. Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan para personil yang sebenarnya.

Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang memang responden rasa harus dirotasi, maka responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru. Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal itu adalah konsekuensi dari keputusannya yang mungkin salah dalam menilai seseorang, namun responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran selesai baru kemudian mengganti.

(26)

54

responden, evaluasi akan dilakukan sesegera mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, bisa jadi satu tahun kemudian akan dievaluasi. Namun, ketika ditanya poin kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.

Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja sehari-hari. Responden maksudkan hal tersebut supaya penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga dari atasan.

4.3.3 Aspek Pola komunikasi

Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung dan Anak Tengah mengungkap bahwa mereka cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk Anak Bungsu memformulasikan diantara pola komunikasi top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan memformulasikan ketiga pola komunikasi akan menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi sekolahnya.

(27)

55 menyangkut kepentingan bersama, responden tidak segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House Training yang semula diputuskan responden dilakukan di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai dengan masukan bersama.

Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari Senin, responden manfaatkan untuk membahas persoalan seperti dana BOS, perbaikan-perbaikan mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lain-lain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang diambil, diketahui oleh banyak pihak.

(28)

56

tidak sesuai akan diambil keputusan baru. Pola komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif bagi sekolahnya.

Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau menginterpretasi tugas yang diberikan, ada rasa jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini dapat disikapi dengan mempertegas komunikasi supaya menjadi jelas tugasnya.

4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan

Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah yang lebih baik.

(29)

57 misalnya dalam hal pengelolaan lingkungan oleh tukang kebun. Responden harus terus menerus kembali berpesan supaya daerah rindang di depan kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat sebagai self reminder, atau pengingat.

Anak Tengah lebih suka menggunakan kata reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi responden, dengan memberikan reward dan punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil, supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan punishment pun, responden mengacu pada PP 54 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dari hasil wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari kepemimpinan sebelumnya, pada kepemimpinan responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.

Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,

(30)

58

pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya

4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan

Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan, ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan, saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan sulit maju. Bagi mereka, keberhasilan sekolah mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran dan masukan dari bawah.

Anak Sulung menyampaikan bahwa untuk pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung menemui responden tapi kadang-kadang responden yang memanggil mereka untuk berdiskusi menyelesaikan suatu masalah.

(31)

59 misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru yang tahun ini dilakukan secara online. Semula, jaringan internet di sekolah masih terkendala, kemudian dari masukan-masukan yang diberikan, responden menerima dan memutuskan untuk mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari bawahan merupakan aset bagi responden, untuk menuju perbaikan.

Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi. Contoh yang responden angkat adalah tentang menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar

‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip

(32)

60

(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide baru yang mengejutkan.

4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan

(33)

61 dengan gamblang menjelaskan kelemahan yang dihadapi oleh sekolahnya, menunjukkan bahwa responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.

Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden mengakomodir masukan-masukan dari bawahan, kemudian memusyawarahkannya. Sebagai contoh, guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan regulasi-regulasi yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil keputusan bersama.

(34)

62

nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para atlit ini.

4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi

(35)

63 penggunaan teknologi, responden juga memikirkan sistem keamanan di sekolah.

Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan, namun belum mendapat hasil yang diinginkan.

Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan dana BOS secara online juga terpenuhi. Juga responden memutuskan untuk menambah 7 unit komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka dituntut performa yang lebih dalam mengajar. Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS dan telepon,

(36)

64

berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun responden tidak masuk di dalamnya. Responden sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan, responden tidak bergabung di dalam grup. Responden dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp. Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan para Waka dan guru melalui SMS dan telepon. Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet, namun demi kepentingan pendidikan kita juga semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian diunggah.

4.4 Gaya Kepemimpinan dan Birth Order

(37)

65 dalam menghadapi masalah, pemanfaatan teknologi yang dimanfaatkan untuk berkoordinasi dan menggalang masukan dari bawahan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Dattner (2000) bahwa anak Sulung bila menjadi pemimpin, beberapa cirinya adalah menjadi dominan, ekstrovert dan percaya diri, task-oriented, dan disiplin. Namun, tidak ditemukan bukti dari wawancara bila responden kurang flexibel, konservatif, takut kehilangan posisi, dan defensif terhadap kesalahan seperti pendapat Dattner (2000).

Berbeda dari penelitian Andeweg, Rudy B. dan Steef B. Van Den Berg (2003) yang menemukan fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak Bungsu, untuk Kepala Sekolah tingkat SMP di Salatiga lebih banyak didominasi oleh Anak Tengah.

(38)

66

kemajuan kepentingan sekolah dan untuk berkomunikasi dengan sesama rekan kerja. Dari hasil wawancara seperti yang diungkapkan oleh Hadibroto,dkk (2003) dan Dattner (2000) bahwa Anak Tengah kurang senang menghadapi konfrontasi. Mereka mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga sering berhasil menjadi penengah dalam konflik atau pandai berdiplomasi, didapati bahwa responden senantiasa mencari win-win solution yang dapat mengakomodir kebutuhan dua pihak. Namun tidak didapati pernyataan yang mendukung Dattner (2000) bahwa Anak Tengah relatif lebih dekat dengan teman-teman daripada dengan keluarga.

Pada awal pencarian subyek penelitian Kepala Sekolah Anak Bungsu, penulis mengalami kesulitan, sebab dari hasil survey Kepala Sekolah SMP di Kota Salatiga, lebih banyak ditemukan Anak Tengah. Bahkan timbul asumsi selama dalam pencarian tersebut oleh orang-orang yang ditanya oleh penulis bahwa mereka meragukan apakah ada Anak Bungsu yang menduduki posisi pemimpin. Hal ini sejalan dengan Hudson (1990) dan Hudson (1992) bahwa ekspektasi dalam hal memimpin/leadership bagi Anak Bungsu sangatlah minim. Untuk ciri khas Anak Bungsu seperti yang terdapat dalam Hadibroto (2002) bahwa mereka akan datang dengan ‘kejutan-kejutan

kecil’, tampak dari ide responden bagi Guru Piket

(39)
(40)

68

Gambar

Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan pihak pengelola Wisata Paralayang dapat mempertahankan serta meningkatkan pelayanan terhadap Word Of Mouth, karena variabel Word Of Mouth mempunyai pengaruh

Hal іnі menunjukkan bahwa jіka karyawan UD Medalі Maѕ memіlіkі Motіvaѕі Kerja dan Kemampuan Kerja yang baіk maka, Kіnerja Karyawan juga akan

In this report, results of a screening of water, hydroalcoholic and alcoholic ex- tracts of some important medicinal plants used in the traditional medicine (collected from

Faktor konsumsi makanan dapat diukur dari mutu makanan, sedangkan konsumsi makanan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak langsung terhadap status gizi

Sektor jasa arsitektur merupakan salah satu sektor yang memiliki perangkat kebijakan memadai dibandingkan beberapa sektor lainnya seperti jasa keperawatan. Aturan tersebut antara

Pada pembelajaran siklus II peneliti membuat sebuah langkah-langkah pembelajaran yang didesain dengan menerapkan SPBAS dengan menggunakan metode diskusi

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dirancang dengan menggunakan sistem backward yaitu dimulai dengan perumusan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui pentingnya manajemen dalam melakukan pembelajaran seni rupa serta mengetahui strategi yang dapat diterapkan